"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Celine disertai dengan helaan nafasnya.Wanita cantik yang sedang duduk berhadapan dengan kedua pria dari keluarga Mayer itu, menatap kakak beradik tersebut seolah sedang menyidangvnya. "Semua ini karena mu, Dave!" ujar Sean menyalahkan kakaknya yang sedang duduk di dekatnya. "Seharusnya kamu berterima kasih padaku, karena mereka telah percaya dengan ucapanku" tukas Dave dengan datar, seolah malas berdebat dengan adiknya.Sang adik menyeringai, dan menatap tidak suka pada pria yang duduk di sebelahnya, seraya berkata,"Berterima kasih? Apa aku harus berterima kasih jika semua orang berpikir kalian selingkuh hingga tidur bersama di belakangku?!" Sontak saja Celine berdiri dari duduknya, seraya menatap sang suami dengan tajam dan berseru padanya."Sean! Hentikan omong kosong mu itu!" "Omong kosong?" ucap Sean sembari menyeringai meniru ucapan sang istri."Bukankah itu memang fakta?" tanyanya sembari menatap tajam pada sang istri, seolah t
Celine tersenyum tipis mendengar berita dari asistennya. Hanya saja ada sedikit perasaan sedih dalam hatinya. Rasa bahagia akan keberhasilan yang sudah lima puluh persen dicapainya, terselip kesedihan akan hancurnya rumah tangga yang telah dibangun bersama dengan Sean selama beberapa tahun. Namun, tidak ada lagi yang bisa dilakukannya. Semua usaha dan pengorbanannya selama ini seolah sia-sia belaka. Hanya dia sendiri yang berusaha untuk mempertahankan rumah tangga mereka, sedangkan sang suami bersuka cita mencurangi dirinya bersama dengan wanita yang pernah menjalin hubungan bersamanya."Mungkin ini yang terbaik bagi kita semua. Aku, Hero, Sean dan Dave," gumamnya sembari menatap wajah damai sang buah hati yang terlelap dalam tidurnya.Pandangan matanya beralih menyusuri kamarnya, seolah ingin merekam setiap inchi dari ruangan tersebut. Dia pun kembali bergumam,"Sepertinya kamar ini tidak akan pernah kamu tempati hingga dewasa nanti."Kemudian dia mengalihkan pandangannya pada sang
"Raisa?!" celetuk Sean dengan ekspresi kagetnya mendapati Raisa dengan bayinya berada di dalam mobil bersamanya.Wanita yang namanya disebut oleh Sean, kini tersenyum manis sembari memperlihatkan bayi yang sedang digendongnya."Sedang apa kamu di sini?" tanya sang pria yang terlihat sedang bingung."Aku dan Sera akan ikut denganmu. Ke mana pun kamu pergi, kami akan selalu ada di sampingmu, karena kita adalah satu keluarga," jawab Raisa sambil tersenyum bahagia."Gila! Kenapa kamu bisa senekat ini?!" seru Sean dengan kesalnya.Raisa masih saja tersenyum penuh kemenangan. Rencananya telah berhasil untuk menyelinap masuk ke dalam mobil Sean, dan memberikan kejutan padanya. "Jika tidak nekat, apa kamu akan datang menjenguk kami? Aku tidak yakin akan hal itu," ucap Raisa sembari membuka pintu mobil, dan dengan tenangnya keluar dari mobil tersebut bersama dengan bayi Sera yang sedang digendongnya.'Shit! Kenapa kunci pintunya tadi aku buka?! Harusnya aku kunci kembali dan membawanya pergi
Plak!Tangan sang nyonya besar mendarat dengan indahnya di pipi mulus wanita yang menjadi selingkuhan putra keduanya."Jika tidak punya sesuatu yang bisa dibanggakan, paling tidak kamu harus punya sopan santun dan bisa bersikap baik dalam segala hal," tutur wanita paruh baya tersebut dengan ketusnya.Seketika hati Raisa merasakan sakit, layaknya teriris oleh benda tajam. Dia hanya diam, tidak bisa membalas perlakuan ibu kandung Sean padanya. 'Saat ini aku memang tidak bisa membalas perlakuan kalian padaku, tapi lihat saja bnanti. Kalian semua pasti akan menyesal telah menghinaku,' batin Raisa melampiaskan kekesalannya pada keluarga Mayer."Cepat bawa dia keluar dari rumah ini!" seru Sean pada beberapa petugas keamanan yang berdiri tidak jauh darinya.Dengan cepatnya mereka bergerak menghampiri wanita yang sedang menggendong seorang bayi. Raisa pun bergerak tidak kalah cepat dari mereka. Kakinya mundur ke belakang, dan berkata,"Jangan coba-coba mendekatiku!"Namun seruannya tidak m
"Ceraikan aku. Aku kira itu hal yang paling mudah kamu lakukan untuk saat ini," tutur Celine di hadapan seluruh anggota keluarga Mayer. "Tidak! Sampai kapan pun aku tidak akan menceraikan mu!" seru Sean dengan memperlihatkan kemarahannya. Tanpa sepengetahuan mereka semua, Celine telah mendengar perdebatan antara Raisa, Sean dan kedua orang tuanya. Dia mendengarkan dengan seksama, dan memikirkan langkah apa yang harus dilakukannya. "Lalu, apa yang akan kamu perbuat padanya? Jangan egois! Pikirkan keluargamu!" sentak sang istri dengan ketus. "Aku tidak peduli dengannya! Lagi pula bayi itu bukan anakku!" sahut Sean yang terlihat kesal. "Kenapa kamu bisa seyakin itu?" tanya sang mama sambil mengernyitkan dahinya. Sean menghela nafasnya, dan menatap wanita paruh baya tersebut dengan tatapan malasnya, seraya berkata, "Mama lupa akan hasil tes kesehatan Sean?" "Aaah, iya. Maaf," ucap Anna dengan penuh penyesalan. "Bukankah kamu mengatakan jika semua itu bisa saja terjadi kar
"Bagaimana ini, Pa? Mau diapakan bayi itu?" tanya Anna dengan cemasnya pada sang suami."Suruh mereka urus bayi itu sampai berhenti menangis," jawab Antonio sembari beranjak dari sofa kamarnya, dan berjalan menuju pintu kamar.Wanita paruh baya itu mendengus kesal melihat sikap sang suami yang bertindak seenaknya, tanpa bertanya terlebih dahulu."Hanya mengurus bayi sekecil itu saja, kenapa tidak ada yg becus?!" bentak sang tuan besar rumah tersebut pada sang pelayan.Pelayan wanita tersebut menundukx dan diam ketakutan, tidak berani melihat ke arah sang tuan besar, meskipun bayi yang sedang digendongnya menangis lebih kencang dari sebelumnya."Stop! Singkirkan dia dari hadapanku!" perintah Antonio dengan memperlihatkan wajah bengisnya."Bawa saja dia ke ibunya! Suruh wanita itu menghentikan tangis anaknya!" perintah sang nyonya besar pada sang pelayan yang menggendong bayi tersebut.Tanpa menunggu lama, pelayan itu pun bergegas meninggalkan mereka. Tubuhnya gemetar ketakutan, seiring
Mata Raisa terbelalak. Bahkan dia tidak bisa berkata-kata saat ini. Mulutnya hanya terbuka lebar, memperlihatkan betapa terkejutnya dia setelah mendengar bisikan dari Sean."A-apa ini karena pengaruh obat yang selalu aku berikan padamu?" tanyanya setelah tersadar dari keterkejutannya. Seketika sang pria terperangah. Dia menyipitkan matanya, seraya berkata,"Obat? Obat apa maksudmu?"Raisa, pun tersadar atas ucapan yang dengan gampang keluar tanpa sadar dari mulutnya, Dia gugup, dan berkata,"Ti-tidak. Bukan. Bukan itu maksudku. Aku hanya salah ingat saja."Namun, ekspresi wajah Raisa mengatakan sebaliknya. Dia salah tingkah dan terlihat sangat gugup, layaknya seseorang yang sudah tertangkap basah melakukan sesuatu.Secepat kilat tangan Sean bergerak meraih rambut wanita selingkuhannya. Rambut panjang Raisa dijambak dengan kuatnya oleh sang pria, seraya berkata dengan mengeratkan gigi-giginya."Cepat katakan padaku, Raisa. Obat apa yang telah kamu berikan padaku setiap kita akan berh
Di dalam ruangan kantor sang direktur rumah sakit yang sangat mewah, duduklah sang donatur terbesar dari rumah sakit tersebut, bersama dengan putra keduanya. Di kursi yang tidak jauh dari mereka berdua, duduklah Raisa yang sedang menggendong bayinya.Memang benar, bayi bisa merasakan suasana hati dan sekitarnya. Sera, bayi mungil itu kembali menangis dalam gendongan ibunya.Sang direktur rumah sakit tersebut menatap.bingung pada sang bayi yang tidak bisa ditenangkan oleh mamanya. "Periksalah bayi itu. Dia menangis sedari tadi. Tidak ada yang bisa menenangkan dia, termasuk ibu kandungnya," ujar Antonio dengan tegas, sembari menatap tidak suka pada mantan tunangan putra keduanya.Sontak saja Raisa menatap ke arah pria paruh baya tersebut. Dia membalas tatapan sang penguasa itu, dengan tatapan kekesalan, dan berkata dalam hatinya,'Sialan. Dia pikir gampang menghentikan tangisan seorang bayi?'Namun, suara hati Raisa tidak ada yang menghiraukannya. Dia hanya bisa mengomel untuk memuaska