"Raisa?!" celetuk Sean dengan ekspresi kagetnya mendapati Raisa dengan bayinya berada di dalam mobil bersamanya.Wanita yang namanya disebut oleh Sean, kini tersenyum manis sembari memperlihatkan bayi yang sedang digendongnya."Sedang apa kamu di sini?" tanya sang pria yang terlihat sedang bingung."Aku dan Sera akan ikut denganmu. Ke mana pun kamu pergi, kami akan selalu ada di sampingmu, karena kita adalah satu keluarga," jawab Raisa sambil tersenyum bahagia."Gila! Kenapa kamu bisa senekat ini?!" seru Sean dengan kesalnya.Raisa masih saja tersenyum penuh kemenangan. Rencananya telah berhasil untuk menyelinap masuk ke dalam mobil Sean, dan memberikan kejutan padanya. "Jika tidak nekat, apa kamu akan datang menjenguk kami? Aku tidak yakin akan hal itu," ucap Raisa sembari membuka pintu mobil, dan dengan tenangnya keluar dari mobil tersebut bersama dengan bayi Sera yang sedang digendongnya.'Shit! Kenapa kunci pintunya tadi aku buka?! Harusnya aku kunci kembali dan membawanya pergi
Plak!Tangan sang nyonya besar mendarat dengan indahnya di pipi mulus wanita yang menjadi selingkuhan putra keduanya."Jika tidak punya sesuatu yang bisa dibanggakan, paling tidak kamu harus punya sopan santun dan bisa bersikap baik dalam segala hal," tutur wanita paruh baya tersebut dengan ketusnya.Seketika hati Raisa merasakan sakit, layaknya teriris oleh benda tajam. Dia hanya diam, tidak bisa membalas perlakuan ibu kandung Sean padanya. 'Saat ini aku memang tidak bisa membalas perlakuan kalian padaku, tapi lihat saja bnanti. Kalian semua pasti akan menyesal telah menghinaku,' batin Raisa melampiaskan kekesalannya pada keluarga Mayer."Cepat bawa dia keluar dari rumah ini!" seru Sean pada beberapa petugas keamanan yang berdiri tidak jauh darinya.Dengan cepatnya mereka bergerak menghampiri wanita yang sedang menggendong seorang bayi. Raisa pun bergerak tidak kalah cepat dari mereka. Kakinya mundur ke belakang, dan berkata,"Jangan coba-coba mendekatiku!"Namun seruannya tidak m
"Ceraikan aku. Aku kira itu hal yang paling mudah kamu lakukan untuk saat ini," tutur Celine di hadapan seluruh anggota keluarga Mayer. "Tidak! Sampai kapan pun aku tidak akan menceraikan mu!" seru Sean dengan memperlihatkan kemarahannya. Tanpa sepengetahuan mereka semua, Celine telah mendengar perdebatan antara Raisa, Sean dan kedua orang tuanya. Dia mendengarkan dengan seksama, dan memikirkan langkah apa yang harus dilakukannya. "Lalu, apa yang akan kamu perbuat padanya? Jangan egois! Pikirkan keluargamu!" sentak sang istri dengan ketus. "Aku tidak peduli dengannya! Lagi pula bayi itu bukan anakku!" sahut Sean yang terlihat kesal. "Kenapa kamu bisa seyakin itu?" tanya sang mama sambil mengernyitkan dahinya. Sean menghela nafasnya, dan menatap wanita paruh baya tersebut dengan tatapan malasnya, seraya berkata, "Mama lupa akan hasil tes kesehatan Sean?" "Aaah, iya. Maaf," ucap Anna dengan penuh penyesalan. "Bukankah kamu mengatakan jika semua itu bisa saja terjadi kar
"Bagaimana ini, Pa? Mau diapakan bayi itu?" tanya Anna dengan cemasnya pada sang suami."Suruh mereka urus bayi itu sampai berhenti menangis," jawab Antonio sembari beranjak dari sofa kamarnya, dan berjalan menuju pintu kamar.Wanita paruh baya itu mendengus kesal melihat sikap sang suami yang bertindak seenaknya, tanpa bertanya terlebih dahulu."Hanya mengurus bayi sekecil itu saja, kenapa tidak ada yg becus?!" bentak sang tuan besar rumah tersebut pada sang pelayan.Pelayan wanita tersebut menundukx dan diam ketakutan, tidak berani melihat ke arah sang tuan besar, meskipun bayi yang sedang digendongnya menangis lebih kencang dari sebelumnya."Stop! Singkirkan dia dari hadapanku!" perintah Antonio dengan memperlihatkan wajah bengisnya."Bawa saja dia ke ibunya! Suruh wanita itu menghentikan tangis anaknya!" perintah sang nyonya besar pada sang pelayan yang menggendong bayi tersebut.Tanpa menunggu lama, pelayan itu pun bergegas meninggalkan mereka. Tubuhnya gemetar ketakutan, seiring
Mata Raisa terbelalak. Bahkan dia tidak bisa berkata-kata saat ini. Mulutnya hanya terbuka lebar, memperlihatkan betapa terkejutnya dia setelah mendengar bisikan dari Sean."A-apa ini karena pengaruh obat yang selalu aku berikan padamu?" tanyanya setelah tersadar dari keterkejutannya. Seketika sang pria terperangah. Dia menyipitkan matanya, seraya berkata,"Obat? Obat apa maksudmu?"Raisa, pun tersadar atas ucapan yang dengan gampang keluar tanpa sadar dari mulutnya, Dia gugup, dan berkata,"Ti-tidak. Bukan. Bukan itu maksudku. Aku hanya salah ingat saja."Namun, ekspresi wajah Raisa mengatakan sebaliknya. Dia salah tingkah dan terlihat sangat gugup, layaknya seseorang yang sudah tertangkap basah melakukan sesuatu.Secepat kilat tangan Sean bergerak meraih rambut wanita selingkuhannya. Rambut panjang Raisa dijambak dengan kuatnya oleh sang pria, seraya berkata dengan mengeratkan gigi-giginya."Cepat katakan padaku, Raisa. Obat apa yang telah kamu berikan padaku setiap kita akan berh
Di dalam ruangan kantor sang direktur rumah sakit yang sangat mewah, duduklah sang donatur terbesar dari rumah sakit tersebut, bersama dengan putra keduanya. Di kursi yang tidak jauh dari mereka berdua, duduklah Raisa yang sedang menggendong bayinya.Memang benar, bayi bisa merasakan suasana hati dan sekitarnya. Sera, bayi mungil itu kembali menangis dalam gendongan ibunya.Sang direktur rumah sakit tersebut menatap.bingung pada sang bayi yang tidak bisa ditenangkan oleh mamanya. "Periksalah bayi itu. Dia menangis sedari tadi. Tidak ada yang bisa menenangkan dia, termasuk ibu kandungnya," ujar Antonio dengan tegas, sembari menatap tidak suka pada mantan tunangan putra keduanya.Sontak saja Raisa menatap ke arah pria paruh baya tersebut. Dia membalas tatapan sang penguasa itu, dengan tatapan kekesalan, dan berkata dalam hatinya,'Sialan. Dia pikir gampang menghentikan tangisan seorang bayi?'Namun, suara hati Raisa tidak ada yang menghiraukannya. Dia hanya bisa mengomel untuk memuaska
Setelah mendapatkan penanganan dari dokter spesialis anak, Sera, bayi mungil itu menjadi lebih tenang sekarang. Tangisannya pun sudah mereda, sebelum dia akhirnya memejamkan mata dan tertidur pulas."Bu, bayi anda masih dalam pengawasan kami. Lebih baik Ibu memeriksakan diri selagi ada di rumah sakit ini. Kelihatannya Ibu tidak baik-baik saja. Silahkan ikuti perawat yang akan mengantarkan Ibu menemui dokter," tutur sang dokter dengan ramah dan menunjuk salah satu perawat untuk mengantarkannya.Raisa seolah tidak memiliki pilihan lainnya. Dia hanya bisa menurut perintah sang dokter. 'Kenapa hatiku merasa tidak enak?' batin Raisa yang sedang berjalan di belakang seorang perawat.Hatinya yang resah membuat langkah kakinya terasa berat ketika melangkah. Apalagi saat ini sang perawat membawanya ke dalam sebuah kamar yang diperuntukkan pasien dalam perawatan khusus."Kenapa kita berada di sini? Bukankah kita harus menemui dokter?" tanya Raisa ketika sudah berada di dalam ruangan tersebut.
Raisa tersenyum licik. Dia pun mengedipkan matanya dengan genit, dan berkata,"Sepertinya dugaanku benar. Apa kita akan bermain di sini?" "Apa kamu menginginkan tempat lain?" tanya sang dokter sembari menyeringai.Wanita yang memakai pakaian seksi itu menaikkan sedikit rok yang membentuk lekuk tubuhnya, sembari mengerlingkan mata, dan berkata,"Aku siap di mana saja, Sayang."'Nice!' batin sang dokter berseru kegirangan.Dokter Fabian semakin mendekatkan tubuhnya, sehingga wajahnya hampir tidak berjarak dengan wajah cantik wanita yang ada dalam kungkungannya."Sepertinya kamu sangat agresif sekali. Apa aku bisa menandingi mu? Aku khawatir tidak akan pernah bisa memuaskan mu," ucap sang dokter dengan ekspresi menyesal.Raisa tersenyum. Dia melingkarkan kedua tangannya pada leher sang dokter, seraya berkata,"Jika ingin bermain lama dan mengesankan, kenapa tidak meminum obat untuk itu? Kita bisa saling memuaskan, Sayang."'Good!' batin sang dokter sembari tersenyum menatap sang wanita.
Suara detak jantung dari seorang pasien pria yang terbaring di atas tempat tidur pasien, terdengar menggema dalam ruang ICU setelah mendapatkan operasi selama beberapa jam. Deraian air mata dari beberapa orang yang berada di luar ruang tesebut, tidak dapat didengarnya, seolah dunia mereka kini berbeda. Wanita tua yang berpenampilan modis dan terlihat lebih muda dari usianya, sedang berdiri di depan jendela kaca ruang ICU. Pandangan matanya tidak lepas dari pasien yang ada di dalam ruangan tersebut. Mata sembabnya masih saja mengeluarkan air mata, seolah tidak bisa merelakan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa nasib Sean bisa begini, Pa?!" tanyanya dengan suara serak pada sang suami yang ada di sebelahnya. "Sabar, Ma. Papa yakin, Sean akan baik-baik saja. Sean adalah seorang Mayer. Dia pasti kuat dan berusaha untuk bertahan, agar bisa kembali pulang bersama dengan kita," tutur Antonio yang berusaha menenangkan hati istrinya. Deraian air mata yang membasahi pipi Anna, membuat
"Mama?!" ujar Sera dengan suara yang bergetar.Perempuan muda itu berlari menghampiri seorang wanita paruh baya yang berpenampilan seksi, dan memakai makeup, lengkap dengan lipstik berwarna merah menyala. Dipeluknya wanita yang dipanggilnya dengan sebutan mama tersebut, dan berkata,"Sera takut, Ma."Air matanya menetes di pipi, dan mengenai baju wanita paruh baya yang dipeluknya. Hal yang paling dibenci oleh Raisa, kini dilakukan oleh putrinya. Raisa sangat marah jika bajunya terkena makeup orang lain pada saat berpelukan dengannya. Terlebih lagi jika air mata orang tersebut menempel di bajunya.Sang mama menjauhkan tubuh putrinya, dan memperhatikan penampilan perempuan muda tersebut yang masih sesenggukan mengeluarkan air mata. "Ada apa denganmu, Sera? Kenapa kamu seperti ini? Dan juga kenapa kamu berada di tempat ini?" tanya Raisa sembari menatap putrinya dengan heran.Sera menundukkan kepalanya, sembari mengusap kasar air mata yang menetes di kedua pipinya. Akan tetapi, dia tidak
"Semuanya sudah lengkap. Sepertinya masalah ini sudah bisa kita proses sekarang," ucap polisi yang sebelumnya telah bersitegang dengan Sean."Silahkan, Pak. Kami menyerahkan mereka pada pihak kepolisian," ujar seorang pria yang berasal dari arah belakangnya.Seketika putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Sontak saja matanya terbelalak melihat sosok yang sangat familiar sedang berdiri bersama dengan dua orang pria yang diapit oleh beberapa polisi dan beberapa pria berpakaian serba hitam. "Om Sean," lirih perempuan yang saat ini sedang membuat Sean tercengang dengan penampilannya.Betapa tidak tercengang ketika Sean melihat keadaan putri dari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Rambutnya berantakan dan terkesan acak-acakan. Wajahnya terlihat begitu lelah, dengan makeup yang luntur karena peluhnya. Dan satu hal membuat Sean tidak bisa berkata-kata yaitu penampilan Sera saat ini yang persis seperti ibunya.Ingatan Sean tertuju pada saat dirinya menja
Seketika dua orang pria dan seorang wanita terhenyak kaget, tatkala pintu kamar yang mereka tempati dibuka dengan kerasnya dari luar. Beberapa pria berpakaian serba hitam masuk ke dalam kamar tersebut, dan menangkap basah mereka bertiga dalam keadaan polos sedang bersenang-senang bersama. Kedua pria tersebut merupakan karyawan hotel yang bekerja pada bagian parkir, sehingga mereka berdua terlihat ketakutan saat ini.Berbeda dengan kedua pria itu. Sera yang usianya jauh lebih muda dari mereka berdua, terlihat sangat menikmati permainannya. Dia berada di atas tubuh seorang pria, dan pria yang satunya lagi memanjakannya dari belakang tubuhnya. Bahkan dia tidak mau menghentikan gerakannya. "Cepat lakukan! Aku sudah tidak tahan lagi! Jangan berhenti! Aku mohon!" ujar Sera dengan suara yang tertahan, diiringi dengan lenguhannya dan lebih mempercepat gerakannya.Hal itu membuat pria yang berada di bawah tubuhnya merasa tersiksa. Dia ingin menghentikannya, tapi hasratnya mengatakan tidak mau
Dave mengepalkan kedua tangannya ketika mendengar cerita dari sang putra tentang apa yang dilakukan oleh Sean padanya. Kilatan amarah terlihat dari mata pria paruh baya yang selalu membuat sang adik iri padanya. "Tidak pernah ku sangka dia akan berbuat senekat itu padamu," ujar Dave dengan penuh amarah. Hatinya kini dikuasai oleh amarahnya pada sang adik. Bahkan Dave telah berjanji dalam hatinya, dia akan memberi Sean pelajaran yang setimpal, jika berani menyentuh istri dan putranya, meskipun nyawanya menjadi taruhan. "Apa mungkin dia ingin menghancurkan kita, Dad?" tanya sang putra dengan ragu-ragu. Dave menoleh ke arah putranya. Dia memaksakan senyumnya, berusaha agar putra kesayangannya tidak mengkhawatirkan hal itu. "Jangan pikirkan hal itu, Hero. Daddy akan mengatasi semuanya. Kamu hanya perlu fokus pada kehidupan dan masa depanmu. Tetaplah waspada dan hati-hati pada siapa pun, meski orang tersebut kenal dan sangat dekat denganmu," tutur Dave, sembari menepuk-nepuk lirih
Hero menyeringai melihat si pengintai telah mendapatkan pelajaran dari sang asisten. Bahkan saat ini, gadis itu telah dibawa oleh dua orang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Mereka berdua diperintahkan oleh asisten Hero untuk memuaskan hasrat sang gadis di dalam kamar salah satu hotel tersebut.Sera pun tidak menolaknya. Dia sangat membutuhkan sentuhan dari pria untuk memuaskan hasratnya. Apalagi saat ini dia dalam pengaruh obat, sehingga bertindak aktif dan agresif ketika bersenang-senang dengan dua pria dewasa yang sangat berpengalaman.Pikirannya kosong. Hanya hasrat yang memburu sedang menguasai hati serta pikirannya. Senyuman dan lenguhannya menandakan kepuasan Sera akan perlakuan dan sentuhan dari kedua pria yang bermain dengannya. "Siapa sebenarnya dia?" tanya Hero pada sang asisten ketika si pengintai sudah keluar dari ruangan tersebut bersama dengan kedua pria suruhan mereka. "Dia suruhan dari pria yang menemui anda di ruang pesta," jawab sang asisten seraya memberika
Tepuk tangan meriah mengiringi pemasangan cincin di kedua jari pasangan yang sedang bertunangan. Hero dan Serena merupakan pasangan yang berbahagia pada hari ini. Semua keluarga besar, kolega, dan rekan kerja telah datang untuk menjadi saksi peristiwa penting tersebut, dan tentu saja mereka berbondong-bondong memberikan ucapan selamat pada pasangan yang sedang berbahagia.Setelah semua rangkaian acara selesai dilakukan, dan mengantarkan sang kekasih hati pulang bersama keluarganya, Hero meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk beristirahat sejenak, meninggalkan pesta tersebut yang masih dipenuhi oleh tamu undangan."Tolong bawakan saya obat sakit kepala," perintah Hero pada asistennya, sembari berjalan keluar dari area pesta.Tanpa menunggu lama, sang asisten pun bergegas mengambilkan obat untuk sang bos, dan membawakan sebotol air mineral untuk dibawa ke ruang peristirahatan yang hanya digunakan pada saat pesta berlangsung.Di dalam ruangan itu, seorang pemuda berpenampilan rapi de
Perkataan Sean terngiang-ngiang di telinga Hero, hingga menyita pikirannya. Pemuda tersebut memikirkan panggilan Sean padanya. 'Putra? Kenapa pria tadi memanggilku sebagai putranya? Apa aku mirip dengan putranya?' batin Hero sembari membayangkan percakapannya bersama dengan Sean.Dirinya mengatakan bahwa tidak akan terpengaruh dengan perkataan pria asing tersebut. Akan tetapi, hatinya menolak untuk melupakannya. Kata "putra" masih saja membekas pada ingatannya. "Ada apa, Hero? Apa kamu gugup?" tanya seorang pria baya sembari terkekeh duduk di sampingnya.Sontak saja pemuda tampan yang menjadi sorotan dalam acara tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Seketika dia terkejut tatkala melihat sosok pria yang menjadi panutannya selama ini."Papa?! Sejak kapan Papa berada di sini?"Dave tersenyum, dan menepuk-nepuk lirih pundak putranya, seraya berkata,"Apa yang sedang kamu khawatirkan? Bukankah seorang Hero tidak pernah sekali pun merasa khawatir?" Hero menghela nafasnya. Dia tersenyum
"Sean?!" celetuk Celine yang terkejut melihat sang mantan suami berdiri di hadapannya sambil tersenyum."Kamu bertambah cantik. Aku senang bisa melihatmu lagi, Sayang," tutur Sean sembari tersenyum, dan tatapan matanya seolah sedang menginginkan sang wanita.Celine menguatkan dirinya, agar terlihat tidak terpengaruh oleh kehadiran sang mantan. Sayangnya, ekspresi tubuhnya tidak mengatakan demikian. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu menahan ketakutannya. 'Mimpi itu menjadi kenyataan. Tidak. Aku tidak boleh terlihat lemah dan takut padanya. Aku harus bersikap berani dan tidak terpengaruh dengan kehadirannya,' batin sang wanita dengan mencengkeram erat dress yang dipakainya."Kenapa kamu berada di sini?" tanya Celine yang berusaha terlihat berani di hadapan mantan suaminya.Sean menyeringai. Dia menatap lapar pada wanita cantik yang ada di hadapannya. Memang benar jika Sean semakin tertarik ketika melihat mantan istrinya. Dia tidak menampiknya, dan rasa in