Jika pusat energinya hancur, maka dia tidak bisa lagi berlatih lagi. Dengan begitu, hidupnya akan berakhir sepenuhnya. Apalagi, berdasarkan statusnya sebagai putra Keluarga Yudistira, dia bahkan akan menderita penghinaan yang tiada habisnya.Fakta ini bahkan lebih menyakitkan daripada menghabisi nyawanya.Saking paniknya, Kakek Muhar langsung berteriak, "Tobi, jangan sembarangan. Tuan Rio bukan orang biasa. Kamu nggak boleh melakukan hal itu!"Tobi meliriknya dan berkata dengan tenang, "Kakek Muhar, sebelumnya, mungkin aku masih menghormatimu, tapi sekarang, kita sudah nggak punya hubungan apa-apa lagi. Mengapa aku harus mendengarkan kata-katamu?""Memang benar, kita sudah nggak ada hubungan lagi sekarang. Tapi demi Widia, anggap saja aku memohon kepadamu. Jangan lukai Tuan Rio, ya?""Kalau nggak, Keluarga Lianto pasti akan hancur sepenuhnya!""Apa hubungannya denganku? Lagian, aku bukan anggota Keluarga Lianto.""Kalian tenang saja, aku pasti akan melindungi Widia."Selesai berbicara,
Widia menatap kosong ke arah Tobi, yang begitu kuat dan perkasa di hadapannya itu. Dia benar-benar melupakan rasa takut, putus asa, bahkan kebencian yang ada di dalam hatinya itu.Yang dia rasakan saat ini hanyalah senang dan kagum.Lagi pula, Widia sudah berpikir jernih. Dia telah berbuat cukup banyak untuk Keluarga Lianto. Selain itu, bukan karena dia tidak ingin membantu Keluarga Lianto sekarang, tetapi dia memang tidak bisa berbuat apa-apa.Apalagi, akar dari semua masalah ini adalah orang tua dan kakeknya.Menatap tatapan mata Rio yang terus memohon pengampunan, hati Tobi sempat goyah. Bagaimanapun juga, mereka memiliki hubungan darah.Namun, saat teringat dengan rasa cemburu Rio terhadapnya saat kecil dulu, ditambah dengan apa yang dia lakukan hari ini, terutama Widia telah menderita gara-gara perbuatannya.Tobi langsung menyingkirkan rasa iba di dalam hatinya dan berkata dengan tenang, "Rio, lihat dirimu. Alangkah baiknya kalau kamu patuh seperti ini dari tadi, tapi kamu malah b
Sekarang Tobi malah berani menghancurkan pusat energi Tuan Muda. Dia tertegun sejenak, lalu berteriak dengan marah, "Tuan!"Lalu, dia langsung pingsan.Saat ini, bahkan dua pendukung setia Tobi, Candra dan Martha pun tercengang melihat adegan ini.Wajah kedua berubah pucat. Sialan! Tobi benar-benar melakukannya?A, apa yang harus mereka lakukan selanjutnya?Widia memandang semua ini dengan tatapan kosong. Dia diam-diam tersenyum pahit, 'Tobi, kamu benar-benar sudah membuat masalah besar kali ini.''Tapi nggak masalah, aku akan menemanimu sekalipun ke akhirat!''Nggak, seharusnya menuju ke surga.'Dalam hatinya, Widia merasa Tobi sudah pasti akan mati. Cepat atau lambat saja.Sama halnya dengan dirinya.Mungkin ini akhir yang paling baik bagi mereka. Jika tidak, mengikuti orang seperti Rio ke Jatra, pasti akan lebih menderita dibandingkan mati.Berakhir sudah!Semuanya sudah berakhir sekarang!Ibunya Widia memelototi Tobi berulang kali, seakan-akan ingin menelannya hidup-hidup. Dia memb
Lagi pula, Tobi memang menganggap Keluarga Yudistira bukanlah orang yang baik. Terutama setelah Raja Setan memberitahunya tentang Andreas yang menyuruh orang untuk membakar panti asuhan. Dia kini makin membenci Keluarga Yudistira.Dilihat dari situasi seperti itu, bagaimana dia bisa mengatakan sesuatu yang baik?Apalagi, berdasarkan kekuatannya saat ini, perkataannya itu juga tidak sepenuhnya tidak bisa terjadi.Namun di mata orang lain, perkataannya benar-benar tidak masuk akal sekali.Bahkan, terdengar seperti omong kosong!Eksistensi seperti apa Keluarga Yudistira? Mereka adalah salah satu keluarga teratas di Jatra.Yang lebih menakutkan lagi, ternyata Dewa Perang Albus itu anggota Keluarga Yudistira. Hanya berdasarkan Tobi, dia masih berani meremehkan keluarga hebat seperti itu?Kakek Muhar dan ibunya Widia mulai mengutuk Tobi di dalam hati mereka. Bocah itu terlalu merasa dirinya hebat. Dia benar-benar cari mati.Bahkan, Widia mengira Tobi sudah bersiap-siap untuk mati. Lagi pula,
Mendengar Widia begitu mengkhawatirkan Tobi, bahkan ingin menyandera dirinya, sorot mata Rio berubah gelap. Dia menatap Widia dengan tajam.Seakan-akan ingin menelan wanita itu hidup-hidup.Padahal Rio memperlakukan Widia dengan baik, bahkan membantunya berkali-kali, tetapi sekarang demi pria lain, dia malah tega memperlakukan dirinya seperti ini.Namun, detik berikutnya, dia merasakan sakit luar biasa di wajahnya. Tanpa sadar, tubuhnya juga terhempas jauh.Okta yang berada di sebelahnya ingin menghentikannya, tetapi sudah terlambat."Huh! Beraninya kamu memelototi wanitaku? Siapa yang mengizinkanmu galak kepada wanitaku?"Tobi mendaratkan tamparan di wajah Rio. Dia kemudian berbalik ke arah Widia dan segera mengubah ekspresi wajahnya menjadi lembut.Seakan memiliki kepribadian ganda, dia pun tersenyum dan berkata, "Jangan khawatir. Aku nggak takut sama mereka. Biarlah mereka kembali.""Tapi ....""Nggak usah tapi lagi. Mungkin bagi kalian, Keluarga Yudistira sangat hebat, tapi bagiku,
Setelah Rio berlalu, semua orang juga buru-buru meninggalkan tempat itu.Tidak ada seorang pun yang ingin tinggal di sana lebih lama lagi. Mereka takut akan terjadi masalah dan berakhir melibatkan mereka.Bagaimanapun, kekuatan Keluarga Yudistira terlalu menakutkan. Bagaimana kalau orang Keluarga Yudistira tiba-tiba datang untuk membalas dendam? Apa yang harus mereka lakukan?Terutama beberapa kerabat Keluarga Lianto. Mereka melirik Kakek Muhar sejenak, lalu buru-buru meninggalkan tempat itu. Tidak ada gunanya khawatir sekarang. Mereka hanya bisa mengandalkan Kakek Muhar.Sebaliknya, wajah Kakek Muhar dan ibunya Widia tampak suram. Rio sudah diusir. Impian mereka untuk menjadi keluarga kaya bukan hanya hilang, tetapi yang lebih menakutkan lagi adalah krisis besar akan segera datang.Mereka bisa bertahan hidup hingga besok saja masih merupakan sebuah pertanyaan.Berdasarkan kekuatan luar biasa dari Keluarga Yudistira, seharusnya mereka tidak perlu mengambil tindakan sendiri. Mereka hany
Ekspresi Widia bertambah kusut. Dia memandang Tobi dengan putus asa.Tobi mengangguk, lalu berbalik dan berjalan keluar. Dia menunggu Widia mengikutinya keluar. Dia ingin memberi tahu wanita itu agar tidak perlu khawatir. Dia bisa menangani ancaman dari Keluarga Yudistira.Namun, begitu Widia bergerak, Kakek Muhar berkata dengan dingin, "Apa maksudmu? Kamu ingin mengikutinya keluar? Jangan lupa, kalian berdua sudah nggak hubungan lagi sekarang.""Tentu saja, kalau kamu nggak menginginkan kakekmu, orang tuamu, atau Keluarga Lianto lagi, silakan saja!"Kata-kata ini seketika membuat langkah Widia terhenti.Widia sangat menyayangi orang tuanya dan kakeknya. Sekalipun orang tuanya berkali-kali memperlakukannya seperti itu, jauh di dalam lubuk hatinya, dia masih tetap peduli kepada mereka.Sesampainya di luar, Tobi baru sadar Widia tidak mengikutinya keluar. Ya sudahlah, pria itu akan meneleponnya nanti. Dia pun masuk ke dalam mobil. Tak disangka, Martha juga tiba-tiba muncul.Tobi tertegun
Awalnya, Widia masih merasa bersalah. Namun, setelah mendengar itu, hatinya bergetar. Dia tidak tahan lagi dan langsung berkata dengan marah, "Bu, ide macam apa itu? Anda masih menganggap saya sebagai putri Anda? Apa Anda masih peduli dengan saya?"Begitu mendengar itu, ibunya Widia bertambah marah. Dia langsung membalasnya, "Menurutmu? Aku membesarkanmu dan mendidikmu hingga saat ini. Sekarang kamu berani bilang aku nggak peduli denganmu?""Kalau bukan karena aku, apa kamu bisa punya pencapaian seperti hari ini? Hanya saja, aku nggak menyangka kamu akan begitu nggak tahu berterima kasih. Bukan hanya nggak membalas budiku, tapi kamu juga mencelakaiku dan Keluarga Lianto."Wajah Widia berubah drastis. Dia kesal mendengar kata-kata ibunya. Dia tidak ingin berbicara lagi, jadi dia langsung berdiri dan pergi.Terserah ibunya mau mengatakan apa. Dia tidak peduli begitu banyak lagi.Martha buru-buru bangkit dan mengikutinya. Dia juga merasa perkataan bibinya keterlaluan sekali.Melihat kedua