Ekspresi Widia bertambah kusut. Dia memandang Tobi dengan putus asa.Tobi mengangguk, lalu berbalik dan berjalan keluar. Dia menunggu Widia mengikutinya keluar. Dia ingin memberi tahu wanita itu agar tidak perlu khawatir. Dia bisa menangani ancaman dari Keluarga Yudistira.Namun, begitu Widia bergerak, Kakek Muhar berkata dengan dingin, "Apa maksudmu? Kamu ingin mengikutinya keluar? Jangan lupa, kalian berdua sudah nggak hubungan lagi sekarang.""Tentu saja, kalau kamu nggak menginginkan kakekmu, orang tuamu, atau Keluarga Lianto lagi, silakan saja!"Kata-kata ini seketika membuat langkah Widia terhenti.Widia sangat menyayangi orang tuanya dan kakeknya. Sekalipun orang tuanya berkali-kali memperlakukannya seperti itu, jauh di dalam lubuk hatinya, dia masih tetap peduli kepada mereka.Sesampainya di luar, Tobi baru sadar Widia tidak mengikutinya keluar. Ya sudahlah, pria itu akan meneleponnya nanti. Dia pun masuk ke dalam mobil. Tak disangka, Martha juga tiba-tiba muncul.Tobi tertegun
Awalnya, Widia masih merasa bersalah. Namun, setelah mendengar itu, hatinya bergetar. Dia tidak tahan lagi dan langsung berkata dengan marah, "Bu, ide macam apa itu? Anda masih menganggap saya sebagai putri Anda? Apa Anda masih peduli dengan saya?"Begitu mendengar itu, ibunya Widia bertambah marah. Dia langsung membalasnya, "Menurutmu? Aku membesarkanmu dan mendidikmu hingga saat ini. Sekarang kamu berani bilang aku nggak peduli denganmu?""Kalau bukan karena aku, apa kamu bisa punya pencapaian seperti hari ini? Hanya saja, aku nggak menyangka kamu akan begitu nggak tahu berterima kasih. Bukan hanya nggak membalas budiku, tapi kamu juga mencelakaiku dan Keluarga Lianto."Wajah Widia berubah drastis. Dia kesal mendengar kata-kata ibunya. Dia tidak ingin berbicara lagi, jadi dia langsung berdiri dan pergi.Terserah ibunya mau mengatakan apa. Dia tidak peduli begitu banyak lagi.Martha buru-buru bangkit dan mengikutinya. Dia juga merasa perkataan bibinya keterlaluan sekali.Melihat kedua
"Ya sudah, begitu saja. Aku masih ada urusan."Tobi langsung menutup telepon.Winson meletakkan ponselnya dengan bingung. Namun, tak lama kemudian, sorot matanya menunjukkan kegembiraan. Tak disangka, Kak Tobi yang dia ikuti itu akan begitu menakutkan.Bukan hanya tidak takut kepada Keluarga Yudistira, salah satu dari empat keluarga terkuat di Negara Harlanda, bahkan tidak takut kepada Dewa Perang pelindung Negara Harlanda.Tidak lama setelah dia menutup telepon, ponsel Tobi berdering lagi. Dia terpaksa menjawab panggilan itu lagi. Tak disangka, begitu panggilan tersambung, terdengar nada panik dari seberang sana."Dokter Tobi, kamu ada di mana? Sudah terjadi masalah besar." Suara panik Hendro langsung terdengar."Masalah apa?" tanya Tobi. Apa pergerakan Keluarga Yudistira begitu cepat?"Kami baru saja menerima telepon dari Jatra. Mereka minta kami mengatur polisi untuk mengepung kediaman Lianto tanpa terkecuali. Terutama kamu, mereka nggak berniat melepaskanmu," terang Hendro buru-bur
Hendro mengeluarkan ponselnya, lalu menelepon Pak Zainal dan langsung memberi perintah."Selain anggota yang lagi memegang pekerjaan penting dan nggak bisa ditinggalkan, segera kumpulkan semua polisi. Berangkat ke kediaman Lianto dalam waktu setengah jam. Bekerjasamalah dengan Pak Shivam untuk mengendalikan semua orang Keluarga Lianto, termasuk menangkap Widia dan Tobi.""Apa!"Zainal tertegun sejenak. Dia mengira dia salah dengar. Apalagi, atasannya sudah memberitahunya berkali-kali sebelumnya agar dia berhati-hati kepada Dokter Tobi.Apa yang terjadi sekarang? Dia yakin mau menangani mereka semuanya?"Terlebih lagi, Pak Shivam juga ada di sini. Sebenarnya, mereka ditempatkan di dekat Kota Tawuna. Biasanya, akan sulit sekali untuk mengerahkan mereka."Kumpulkan semua pasukan polisi dan segera berangkat ke kediaman Lianto. Kemudian, bekerja samalah dengan Pak Shivam untuk menangkap Tobi dan Widia. Pastikan untuk menjamin keamanan daerah sekitarnya. Mengerti?" ulang Hendro sekali lagi.
Zainal memutar bola matanya ke arah Devi, kemudian berkata tak berdaya, "Kita hanya perlu ikuti perintah dari atasan saja.""Nggak bisa. Kita adalah polisi yang menjunjung tinggi keadilan. Bagaimana kita bisa tunduk pada perintah yang nggak masuk akal seperti ini?"Zainal balik bertanya, "Baiklah. Kalau begitu, aku tanya lagi. Bukankah Tobi sudah melukai seseorang? Kalau ya, dia seharusnya ditangkap, 'kan?"Melihat Devi masih tidak puas, dia segera menambahkan, "Lagi pula, aku hanya menyuruh kalian pergi membantu, bukan menyuruh kalian mengambil tindakan.""Sudahlah, begitu saja. Semuanya kembali dan bersiap-siaplah. Kita akan berangkat sebentar lagi."Sebelum Devi menyelesaikan kata-katanya, Zainal sudah menyelanya. Pikiran gadis ini penuh dengan keadilan, apalagi dia juga begitu keras kepala. Sulit sekali berbicara dengannya.Devi sebenarnya memahami kesulitan Zainal, tetapi dia tidak tahan. Dia juga tahu mengenai Rio dari sepupunya, Fila Handoko.Rio adalah seorang pria munafik yang
"Kakek Muhar, aku benar-benar nggak sangka. Selama ini, kamulah yang paling menyayangi Widia, tapi bisa-bisanya kamu mengucapkan kata-kata yang nggak berperasaan seperti itu."Seiring suara itu terdengar, bayangan Tobi juga muncul. Dia memandang semua anggota Keluarga Lianto dengan tatapan dingin dan geram.Lagi pula, dia memang sudah muak dengan kelakuan mereka selama ini. Tak disangka, mereka bukan saja tidak menyadari kesalahan mereka, tetapi malah memperburuknya.Widia terkejut. Mengapa Tobi kembali lagi?Namun, saat mendengar pria itu membantunya bicara, hati Widia mendadak merasakan kegembiraan yang tak terkendali. Hampir saja dia tidak bisa menahan diri dan ingin menghambur ke pelukan pria itu.Kakek Muhar tampak marah. Dia sudah kehilangan martabatnya hari ini, apalagi harga dirinya juga terluka. Dia langsung membentaknya, "Tobi, bukankah aku sudah menyuruhmu pergi? Buat apa kembali lagi?""Tentu saja aku harus kembali. Kalau aku nggak kembali, apa kamu sudah mau menjual Widia
Mendengar itu, Tobi tersenyum sinis. Kemudian, berkata dengan dingin, "Mau menangkapku?""Nggak masalah. Kebetulan aku lagi di sini. Ayo tangkaplah.""Bagaimana kalau kalian maju bersama?"Wajah Wirya berubah pucat. Yang lainnya juga mundur dengan cepat, lalu buru-buru menjelaskan, "Itu, hanya bercanda. Kami hanya bercanda.""Ya, ya, kami terlalu panik. Barusan itu hanya lelucon saja."Tobi mendengus dingin. Dia juga malas berdebat dengan mereka.Saat ini, Widia pun bertanya, "Tobi, yang barusan kamu katakan itu sungguh nyata? Keluarga Yudistira sudah mengerahkan militer untuk datang menangani kita?"Apa!Wirya dan lainnya yang mendengar itu langsung terkejut. Apa yang terjadi? Lawan sudah bersiap menyerang mereka sekarang? Apalagi pergerakan mereka begitu besar?Tobi menegaskan, "Ya, apalagi bukan hanya mereka, Pak Hendro juga menerima perintah itu. Sepertinya polisi juga akan segera datang."Ah ....Wajah semua orang langsung pucat pasi.Mengapa bisa jadi begini? Kenapa bisa secepat
Setelah memikirkan semua itu, Widia langsung maju ke depan dan berkata, "Tobi, kamu ahli bela diri. Kalau kamu lari sekarang, mereka pasti nggak akan bisa menangkapmu. Cepat kabur!"Begitu mendengar kata-kata itu, yang lainnya tampak terkejut, terutama ibunya Widia. Dia langsung cemas dan berkata dengan suara lantang, "Nggak bisa, kalau dia pergi, siapa yang akan bertanggung jawab? Pokoknya, dia nggak boleh pergi.""Benar, Tobi-lah pelaku terbesar dalam masalah ini. Dia nggak boleh pergi.""Nggak bisa. Jangan biarkan dia pergi. Apa pun yang terjadi, kita harus menghentikannya!""Benar. Tobi, kamu dengar itu? Kamu nggak boleh kabur!" ucap Kakek Muhar dengan nada tegas.Namun, Tobi tersenyum dan berkata dengan ringan, "Aku sudah dengar, tapi bagaimana kalau aku mau pergi? Memangnya kalian bisa menghentikanku?"Begitu kata-kata itu keluar, suasana di ruangan menjadi hening.Berdasarkan kemampuan mereka, meski jumlah mereka meningkat seratus kali lipat, juga tidak mungkin bisa menghentikan