Zainal memutar bola matanya ke arah Devi, kemudian berkata tak berdaya, "Kita hanya perlu ikuti perintah dari atasan saja.""Nggak bisa. Kita adalah polisi yang menjunjung tinggi keadilan. Bagaimana kita bisa tunduk pada perintah yang nggak masuk akal seperti ini?"Zainal balik bertanya, "Baiklah. Kalau begitu, aku tanya lagi. Bukankah Tobi sudah melukai seseorang? Kalau ya, dia seharusnya ditangkap, 'kan?"Melihat Devi masih tidak puas, dia segera menambahkan, "Lagi pula, aku hanya menyuruh kalian pergi membantu, bukan menyuruh kalian mengambil tindakan.""Sudahlah, begitu saja. Semuanya kembali dan bersiap-siaplah. Kita akan berangkat sebentar lagi."Sebelum Devi menyelesaikan kata-katanya, Zainal sudah menyelanya. Pikiran gadis ini penuh dengan keadilan, apalagi dia juga begitu keras kepala. Sulit sekali berbicara dengannya.Devi sebenarnya memahami kesulitan Zainal, tetapi dia tidak tahan. Dia juga tahu mengenai Rio dari sepupunya, Fila Handoko.Rio adalah seorang pria munafik yang
"Kakek Muhar, aku benar-benar nggak sangka. Selama ini, kamulah yang paling menyayangi Widia, tapi bisa-bisanya kamu mengucapkan kata-kata yang nggak berperasaan seperti itu."Seiring suara itu terdengar, bayangan Tobi juga muncul. Dia memandang semua anggota Keluarga Lianto dengan tatapan dingin dan geram.Lagi pula, dia memang sudah muak dengan kelakuan mereka selama ini. Tak disangka, mereka bukan saja tidak menyadari kesalahan mereka, tetapi malah memperburuknya.Widia terkejut. Mengapa Tobi kembali lagi?Namun, saat mendengar pria itu membantunya bicara, hati Widia mendadak merasakan kegembiraan yang tak terkendali. Hampir saja dia tidak bisa menahan diri dan ingin menghambur ke pelukan pria itu.Kakek Muhar tampak marah. Dia sudah kehilangan martabatnya hari ini, apalagi harga dirinya juga terluka. Dia langsung membentaknya, "Tobi, bukankah aku sudah menyuruhmu pergi? Buat apa kembali lagi?""Tentu saja aku harus kembali. Kalau aku nggak kembali, apa kamu sudah mau menjual Widia
Mendengar itu, Tobi tersenyum sinis. Kemudian, berkata dengan dingin, "Mau menangkapku?""Nggak masalah. Kebetulan aku lagi di sini. Ayo tangkaplah.""Bagaimana kalau kalian maju bersama?"Wajah Wirya berubah pucat. Yang lainnya juga mundur dengan cepat, lalu buru-buru menjelaskan, "Itu, hanya bercanda. Kami hanya bercanda.""Ya, ya, kami terlalu panik. Barusan itu hanya lelucon saja."Tobi mendengus dingin. Dia juga malas berdebat dengan mereka.Saat ini, Widia pun bertanya, "Tobi, yang barusan kamu katakan itu sungguh nyata? Keluarga Yudistira sudah mengerahkan militer untuk datang menangani kita?"Apa!Wirya dan lainnya yang mendengar itu langsung terkejut. Apa yang terjadi? Lawan sudah bersiap menyerang mereka sekarang? Apalagi pergerakan mereka begitu besar?Tobi menegaskan, "Ya, apalagi bukan hanya mereka, Pak Hendro juga menerima perintah itu. Sepertinya polisi juga akan segera datang."Ah ....Wajah semua orang langsung pucat pasi.Mengapa bisa jadi begini? Kenapa bisa secepat
Setelah memikirkan semua itu, Widia langsung maju ke depan dan berkata, "Tobi, kamu ahli bela diri. Kalau kamu lari sekarang, mereka pasti nggak akan bisa menangkapmu. Cepat kabur!"Begitu mendengar kata-kata itu, yang lainnya tampak terkejut, terutama ibunya Widia. Dia langsung cemas dan berkata dengan suara lantang, "Nggak bisa, kalau dia pergi, siapa yang akan bertanggung jawab? Pokoknya, dia nggak boleh pergi.""Benar, Tobi-lah pelaku terbesar dalam masalah ini. Dia nggak boleh pergi.""Nggak bisa. Jangan biarkan dia pergi. Apa pun yang terjadi, kita harus menghentikannya!""Benar. Tobi, kamu dengar itu? Kamu nggak boleh kabur!" ucap Kakek Muhar dengan nada tegas.Namun, Tobi tersenyum dan berkata dengan ringan, "Aku sudah dengar, tapi bagaimana kalau aku mau pergi? Memangnya kalian bisa menghentikanku?"Begitu kata-kata itu keluar, suasana di ruangan menjadi hening.Berdasarkan kemampuan mereka, meski jumlah mereka meningkat seratus kali lipat, juga tidak mungkin bisa menghentikan
Mendengar ini, semua orang di kediaman Lianto makin ketakutan. Jika tidak ada yang datang membantu kali ini, mereka pasti akan mati mengenaskan.Namun, Tobi hanya tersenyum dan berkata dengan datar, "Lantas, kenapa?""Lantas, kenapa? Tobi, kamu sadar nggak, seberapa besar masalah yang kamu buat kali ini?"Devi memutar bola matanya dengan pasrah."Aku tahu. Keluarga Yudistira, ditambah dengan Dewa Perang Albus, masalah kali ini memang besar.""Terus, kenapa kamu masih begitu santai?"Devi kehabisan kata-kata. Dia menggelengkan kepalanya. "Walau aku membencimu dan menganggapmu sebagai orang jahat, tapi untuk masalah kali ini, aku masih mendukungmu.""Bagaimana kalau aku membantumu?"Begitu kata-kata itu keluar, semua orang tercengang.Dari awal, mereka sudah bertanya-tanya mengapa Devi bisa mencari Tobi. Namun, tak lama kemudian, mereka sudah tahu kalau Tobi dan Devi saling mengenal.Akhirnya mereka tahu mengapa Tobi bisa mengetahui berita itu sebelumnya. Mungkin teman polisi inilah yang
Begitu Devi pergi, semua orang di kediaman Lianto sekali lagi tenggelam dalam ketakutan dan keputusasaan. Apalagi saat sekelompok tim kuat yang bersenjatakan peluru tajam muncul di hadapan mereka.Dalam sekejap, vila mereka sudah dikepung seluruhnya.Bisa dikatakan, aksi mereka cukup rapi.Bahkan, seekor lalat pun tidak bisa terbang keluar dari sana."Ayah, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Ibunya Widia ketakutan, bahkan wajahnya juga memucat."Ambil tindakan sesuai situasi yang kita hadapi. Untungnya, Candra nggak ada di sini. Aku harap dia bisa melarikan diri dan selamat," ucap Kakek Muhar sambil menghela napas."Apa? Kita sungguh akan mati?""Nggak, nggak mungkin."Nyali ibunya Widia seketika menciut. Dia berbalik dan melihat Tobi, yang masih tampak tenang.Meski tidak memercayainya, dia masih tetap berkata, "Tobi, ka ... kamu harus menemukan cara untuk menyelamatkan Bibi."Di matanya, Tobi memang hanya pecundang yang tidak memiliki latar belakang, tetapi terkadang dia masih cu
Bukankah ini namanya cari mati?Benar saja. Shivam belum pernah dihina di depan umum seperti ini sebelumnya. Dia langsung marah dan berkata dengan geram, "Bocah, beraninya kamu memarahiku? Lihat bagaimana aku memberimu pelajaran hari ini. Cepat beri tahu namamu!""Namaku Tobi Yudistira!""Kebetulan aku juga nggak sembarangan membunuh orang, jadi kenapa kamu nggak memberi tahu namamu juga?" balas Tobi dengan dingin.Tobi merasa orang-orang di depannya ini pasti sangat mulia. Bagaimanapun juga, negara membutuhkan perlindungan mereka.Namun, hari ini, lawan mengutus begitu banyak orang untuk menanganinya hanya karena perintah Tuan Rio. Orang seperti ini tidak layak dihormati sama sekali."Kamu cari mati!"Shivam bertambah marah, tetapi dia segera bereaksi dan berkata dengan geram, "Oh, kamulah Tobi? Apa kamu kembali untuk cari mati? Kebetulan sekali. Kami akan menangkapnya hari ini, jadi aku nggak perlu buang-buang waktu untuk mencarimu lagi."Shivam berani mengatakan hal seperti ini kare
Begitu mendengar pertanyaan Tobi, wajah Shivam seketika berubah.Alasan mengapa dia mengambil tindakan ini karena dia takut dirinya tidak bisa menaklukkan Tobi. Apalagi, Dewa Perang Albus kebetulan sedang bertugas ke luar negeri dan dia juga tidak akan kembali dalam beberapa hari kemudian.Kalau tidak, mereka juga tidak akan bertindak secepat itu. Shivam juga tidak perlu turun tangan sendiri dalam menangani masalah ini.Jika tidak, sudah pasti Dewa Perang Albus yang akan mengambil tindakan. Begitu Dewa Perang Albus turun tangan, semuanya akan ditaklukkan dengan mudah.Hanya saja, reaksi Shivam cepat juga. Dia langsung berkata dengan dingin, "Omong kosong! Kami datang ke sini karena menerima perintah dari atasan kami. Ada buronan yang sangat berbahaya di kediaman Lianto. Dia mungkin akan membahayakan keselamatan Harlanda kapan saja.""Haha. Kamu barusan bilang alasan kamu menangkapku karena aku secara terang-terangan menyerang dan melukai orang lain. Sekarang kamu bilang akan membahayak