"Hmm, menurutku peluang untuk menang seharusnya masih tinggi. Bahkan, bisa mencapai seratus persen," jawab Tobi dengan ringan dan percaya diri.Semua orang yang ada di ruangan itu terdiam saat mendengar ucapan itu.Apa yang dikatakan bocah ini barusan? Beraninya dia mengatakan peluang dirinya bisa mengalahkan Dewa Perang Albus itu mencapai seratus persen? Dia pikir dia itu siapa?Shivam juga terkejut. Untuk sesaat, dia bahkan tidak tahu harus bagaimana merespons pernyataan Tobi. Bocah ini pasti sudah gila. Sepertinya dia belum pernah melihat betapa menakutkan kekuatan ahli bela diri Guru Besar tingkat akhir.Belum lagi tingkat puncak Guru Besar, tampaknya dia bahkan tidak tahu ada keberadaan yang menakutkan seperti itu.Kalau tidak, bagaimana dia bisa begitu bodoh?"Bagaimana kalau kamu minta Dewa Perang Albus datang ke sini? Biarlah aku berduel dengannya," kata Tobi dengan tenang."Lancang sekali! Tobi, beraninya kamu meremehkan Dewa Perang Albus seperti ini. Aku rasa kamu sedang meng
Semua orang tertegun sejenak. Padahal, Tobi sudah dikelilingi oleh begitu banyak orang bersenjata lengkap, tetapi pria itu masih berani begitu sombong.Tidak peduli seberapa bagus pun seni bela dirinya, dia juga tidak mungkin bisa menghentikan peluru itu.Hanya saja, token apa yang dia keluarkan itu? Apa itu mewakili identitas yang sangat kuat?Namun, apa itu mungkin?Shivam sangat marah saat Tobi menyebutnya sebagai antek Keluarga Yudistira. Namun, kesombongan lawan membuatnya merasa gugup, apalagi saat dia memperlihatkan sebuah token.Dia pun berusaha melihat lebih dekat lagi. Sepertinya itu Token Raja Naga dari Sekte Naga.Kebanyakan orang mungkin tidak mengetahui tentang Token Raja Naga. Namun, terlahir dalam keluarga hebat seperti Keluarga Yudistira, mana mungkin Shivam tidak bisa membedakannya.Terlebih lagi, orang biasa tidak mungkin bisa memalsukan Token Raja Naga. Meski ada yang bisa meniru token itu, mereka juga tidak punya nyali. Bagaimanapun juga, Sekte Naga termasuk organi
Widia tertegun sejenak. Tobi sungguh Raja Naga dari Sekte Naga? Padahal, sebelumnya dia hanya asal menyebut Tobi sebagai Raja Naga. Tak disangka, malah menjadi kenyataan.Apa ini semua benar-benar nyata?Kalau memang demikian, Widia sudah terlalu sering salah paham dengan Tobi sebelumnya. Terlebih lagi, pria itu memiliki status yang begitu terhormat, tetapi malah terus-menerus dipermalukan oleh orang tuanya.Martha makin bersemangat. Dia sudah tahu kalau kakak iparnya bukanlah orang biasa. Kalau tidak, mana mungkin lawan-lawan sebelumnya bisa begitu takut kepadanya?Fakta membuktikan bahwa kakak iparnya sangat luar biasa.Tobi menatap Shivam dengan dingin sambil berkata, "Huh! Jadi, maksudmu, kalau aku bukan Raja Naga, kamu sudah bisa bertindak semena-mena?""Bukan seperti itu. Aku, aku hanya mengikuti perintah," ucap Shivam buru-buru."Mengikuti perintah?""Siapa yang memberimu perintah? Keluarga Yudistira?" tanya Tobi.Shivam terdiam. Dia tentu saja tidak boleh mengatakan kalau dia m
Lantaran ibunya Widia ingin menjodohkan kembali mereka berdua, dia tidak berpikir panjang lagi. Seakan-akan tidak ingin menunggu sedetik pun, dia segera melangkah maju dan berkata, "Tobi, Ibu sudah bersalah kepadamu sebelumnya. Apalagi itu kesalahan besar.""Ibu selalu salah paham kepadamu. Kamu boleh pukul atau memarahiku, tapi kamu nggak boleh menyalahkan Widia. Kamu juga tahu Widia dipaksa oleh kami, 'kan?""Ya, ya, Widia menyukaimu. Hanya saja, kami sebagai orang tuanya terlalu banyak berpikir dan selalu salah paham kepadamu. Ayah mau minta maaf kepadamu."Herman juga buru-buru menimpali.Mendengar itu, Tobi tertegun sejenak. Pasangan suami istri sungguh luar biasa. Bisa-bisanya sikap mereka berubah secepat itu. Mereka sekarang malah menyebut diri mereka sendiri sebagai mertuanya. Pemandangan ini sepertinya tidak asing sama sekali.Tobi menggelengkan kepalanya dan berkata dengan tenang, "Pertama, dari awal sampai akhir, aku nggak pernah menyalahkan Widia.""Bagus, baguslah kalau be
Jika ini pertama kalinya, Tobi mungkin tidak mempermasalahkannya. Namun, setelah berulang kali terjadi, dia kini tampak tenang dan berkata dengan datar, "Nggak apa-apa. Lagian aku sudah terbiasa.""Kamu masih menyalahkanku?"Kakek Muhar tersenyum pahit dan berkata, "Kalau begitu, aku akan perlihatkan ketulusan hatiku. Aku bersumpah akan sepenuhnya mendukungmu dan Widia mulai dari sekarang.""Aku juga, aku juga," ucap ibunya Widia.Herman juga ikut menimpali, "Begitu juga aku!"Widia tersenyum pahit, tetapi hatinya merasa bahagia.Karena akhirnya, tidak ada lagi yang bisa menghalanginya bersama dengan Tobi.Tobi diam-diam menggelengkan kepalanya. Tepat di saat itu, ponselnya berdering. Begitu diangkat dan mendengar kata-kata si penelepon, wajahnya berubah muram.Setelah menutup telepon, dia tiba-tiba berseru, "Jessi!"Ternyata Jessi sudah muncul sejak tadi. Dia mengkhawatirkan keselamatan Tobi. Mengandalkan seni bela dirinya, dia pun bersembunyi di sudut dan bersiap untuk membantu pria
Ibunya Widia terpaku di tempat. Dia tampak kebingungan. Bagaimana bisa jadi seperti ini? Apa dia rela menantu yang begitu hebat itu lepas dari genggamannya begitu saja?Apalagi, gadis barusan memiliki fitur wajah yang elok dan sempurna. Aura di seluruh tubuhnya begitu polos dan parasnya juga secantik bidadari. Kecantikan gadis itu bahkan tidak jauh berbeda dengan putrinya sendiri.Pria mana yang bisa menolak pesona yang begitu memikat seperti itu?Selain itu, dia juga putri Keluarga Yusnuwa, keluarga paling kaya di Kota Tawuna. Benar-benar pasangan yang sempurna.Kakek Muhar juga menyadari semua itu. Jika itu gadis lain, mungkin beliau juga tidak begitu peduli. Namun, kualifikasi yang dimiliki oleh Jessi terlalu bagus. Apalagi, kekayaan Keluarga Yusnuwa bukanlah tandingan Keluarga Lianto."Ayah, bagaimana ini?""Bagaimana kalau aku menyusulnya dan minta maaf kepadanya? Aku yakin dia masih menyukai Widia. Dia pasti masih marah kepada kita," kata ibunya Widia dengan cemas.Sekalipun dimi
"Oke, waktunya sudah tiba. Aku tanya sekali lagi, apa kamu mau melakukan semua perintahku? Cepat beri aku jawabannya. Kalau nggak, selamat tinggal!" Orang di seberang sana sepertinya sudah menyadari kalau Tobi sengaja mengulur waktu."Kalau kamu nggak memberitahuku alasannya, aku nggak bisa menyetujuimu begitu saja.""Baiklah. Kalau begitu, selamat tinggal!""Tunggu!"Tobi buru-buru berkata, "Katakanlah, apa hal kedua yang harus kulakukan? Selain itu, apa ini termasuk permintaan terakhir kalian? Kalau bukan, apa gunanya aku terus menurutimu?""Tenang saja. Ini sudah pasti yang terakhir kalinya.""Apa yang harus kulakukan?""Masih ada hubungannya dengan momen penting dalam hidupmu. Menikahlah dengan Jessi, lalu renggut kesuciannya dan adakan acara pernikahan. Tanggalnya juga sudah kupilihkan untukmu, dalam tiga hari kemudian.""Apa kalian sudah gila?" Bukannya Tobi membenci Jessi, tetapi alasan mereka terlalu menjijikkan."Kamu bebas berpikir begitu. Kamu juga bisa menolaknya.""Ganti y
"Membuatku terlibat? Kak Tobi bermaksud melakukan apa yang dia katakan? Kalau begitu, bukankah kita harus ...." Membayangkan hal itu, wajah Jessi memerah. Dia juga menundukkan kepalanya."Sebenarnya kita nggak ....""Kak Tobi, jangan khawatir. Aku nggak keberatan," sela Jessi."Asalkan Kak Tobi butuh sesuatu, aku pasti akan membantumu. Lagi pula, aku sudah buat keputusan sebelumnya. Aku nggak berencana untuk menikah. Palingan, kita lakukan saja sesuai yang mereka katakan.""Setelah selesai membereskan mereka, kita akan bercerai. Saat itu, kamu dan Widia bisa bersama lagi. Aku juga nggak akan menjeratmu."Kata-kata itu seketika membuat Tobi tersenyum pahit.Padahal, yang terjadi tadi malam sudah membuat Tobi merasa sangat bersalah kepada wanita itu. Meski mereka tidak berhubungan badan, kontak fisik keduanya sangatlah intim.Bagi seorang gadis, hal ini sudah termasuk kerugian besar.Sekarang, gadis itu masih harus mengorbankan nama baiknya sepenuhnya. Mereka harus membuat akta nikah, me