Ayah dan ibunya Widia tertegun sejenak. Setelah itu, mereka langsung memarahinya, "Candra, jangan ikut campur di sini. Kamu sadar apa yang kamu bicarakan?""Tentu saja aku tahu apa yang kubicarakan. Kak Tobi, kamu datang ke sini untuk mencari kakakku, 'kan? Kakakku ada di sana. Dia sudah menunggumu dari tadi," ucap Candra dengan suara keras."Candra! Kembali ke kamarmu!"Kakek Muhar juga kelihatan marah. Sejak kecil, cucunya yang satu ini selalu membuat dirinya khawatir, apalagi dia juga sering menyebabkan masalah besar berkali-kali.Sebelumnya, dia masih beruntung. Berkat bantuan Tobi, yang menakut-nakuti lawan, cucunya berhasil lolos dari berbagai bencana besar.Kali ini, benar-benar di luar dugaan. Beraninya Candra mengatakan hal seperti ini. Bukankah dia sudah membuat Tuan Rio tersinggung?Menghadapi omelan Kakek Muhar, Candra langsung menundukkan kepalanya. Dia jelas takut kepada kakeknya.Dia terpaksa menyingkir ke samping, tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda mau pergi.Kakek Mu
Rio mengepalkan tangannya erat-erat. Tubuhnya memancarkan kemarahan yang luar biasa. Jelas-jelas, dia terlihat emosi.Kalau bukan karena situasi hari ini berbeda, dia pasti sudah mengambil tindakan.Wajah Widia berubah pucat. Dia panik dan segera berkata dengan suara keras, "Tobi, jangan lupa, kita sudah bercerai. Saat ini, kita sudah nggak punya hubungan apa-apa lagi, jadi berhenti menggangguku dan segera pergi dari sini."Kakek Muhar dan yang lainnya juga memandang Tobi dengan geram.Beraninya bajingan ini merusak hal baik Keluarga Lianto mereka. Sungguh menyebalkan sekali!Namun, nyawa bocah ini sudah mau berakhir. Dia sudah membuat Tuan Rio marah besar. Sekalipun kemampuannya hebat, dia juga akan berakhir celaka.Meski diusir oleh Widia, Tobi tidak marah sama sekali. Lantaran dia bisa dengan jelas melihat perhatian dan perasaan wanita itu dalam sorot matanya.Widia khawatir sesuatu terjadi kepadanya.Begitu mendengar kata-kata Widia, Rio bukan hanya tidak senang, tetapi ekspresinya
Namun, Tobi yang di hadapannya ini mengucapkan setiap kata dengan tepat, bahkan nadanya persis seperti waktu itu.Di saat bersamaan, bayangan Pengemis Kecil dalam benaknya dan sosok Tobi perlahan-lahan menyatu.Ditambah dengan liontin giok di tangannya."Ka ... kamu sungguh si Pengemis Kecil?” Saking antusiasnya, Widia sampai kesulitan untuk berbicara dengan jelas. Dia masih memastikan dengan tidak percaya. Padahal, dalam hatinya dia sudah yakin sepenuhnya.Namun, dia benar-benar tidak percaya kalau Tobi adalah Pengemis Kecil, yang selalu membekas di benaknya itu.Yang selama ini dia anggap sebagai angan-angan itu malah berubah menjadi kenyataan."Ya!" jawab Tobi dengan tegas. Sejak kecil, dia sudah punya ingatan yang sangat tajam, jadi tentu saja dia tidak akan melupakan semua itu. Dia pun kembali menambahkan, "Sebenarnya, salah satu tujuanku datang ke Kota Tawuna ini adalah untuk mencarimu. Untunglah, sudah berhasil kutemukan.""Kebetulan sekali. Benar-benar kebetulan sekali."Wajah
Saat melihat situasi itu, Kakek Muhar menjadi cemas. Sepertinya mereka sudah membuat Tuan Rio tersinggung. Dia segera melangkah maju dan berkata, "Widia, apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu nggak mau menyingkir?"Ibunya Widia juga cemas dan langsung memarahinya, "Gadis Bodoh, kamu cari mati? Cepat menyingkir."Sembari berbicara, dia maju ke depan dan bersiap untuk menarik Widia menjauh. Dia sangat membenci Tobi, bahkan menyalahkan bajingan itu karena telah merusak masa depan putrinya.Namun, siapa sangka, Widia menyembunyikan sebuah pisau di tubuhnya. Dia langsung mengeluarkannya, mengarahkannya ke lehernya sendiri, lalu berkata dengan marah, "Hentikan! Siapa yang berani mendekat, aku akan mati sekarang juga!"Begitu menyaksikan adegan itu, semua orang tercengang.Kakek Muhar dan yang lainnya tampak kesal. Mereka tidak menyangka, demi Tobi, Widia akan melakukan hal bodoh seperti itu.Martha juga terpana. Bagaimana ini bisa terjadi? Saat ini, dia mulai menyesal. Mungkin dia tidak seharu
"Widia, tutup mulutmu!""Kakek melakukan kesalahan dan sudah sepantasnya diberi pelajaran. Seharusnya kita berterima kasih kepada Tuan Rio," kata Kakek Muhar dengan cepat.Rio mendengus dingin dan berkata dengan nada mengejek, "Kamu dengar itu? Widia, kalau kamu punya sifat seperti kakekmu, kita juga nggak perlu sampai di titik ini.""Apa kamu kira aku sangat menyukaimu? Kamu pikir kamu itu bidadari dan nggak tergantikan?""Jujur saja, kamu hanya wanita yang ingin kujadikan mainan saja. Aku sudah menoleransi dan memanjakanmu berkali-kali, tapi kamu malah makin menjadi-jadi.""Kamu mau bunuh diri, 'kan? Ya sudah, silakan saja. Aku akan lihat dari sini. Setelah kamu mati, aku akan menghabisi bocah itu dan mencabik-cabik tubuhnya. Pokoknya, dia akan berakhir tragis."Rio berkata dengan sinis dan dingin, "Selain itu, jangan kira anggota Keluarga Lianto lainnya yang ada di sini bisa lolos dari tanganku! Setelah selesai nanti, aku pasti akan membereskan kalian."Begitu kata-kata itu keluar,
...Apa yang dia katakan?Dia mau membereskan tuan muda Keluarga Yudistira?Apa dia sudah gila?Tidak, tidak! Mungkin dia hanya sembarangan bicara saja.Banyak anggota Keluarga Lianto yang menganggap Tobi sudah gila.Bahkan, Martha pun tercengang. Kata-kata kakak iparnya sudah membuatnya berkeringat dingin. Saat ini, dia baru mengerti mengapa kakak sepupunya tidak ingin dia menceritakan kebenaran itu kepada pria itu.Kini dia mulai menyesal. Walau kakak iparnya terlihat sangat heroik, tetapi bagaimana kalau dia mati? Bukankah semua akan berakhir sia-sia?Kakek Muhar dan orang tuanya hampir tidak kuasa menahan tawa mereka. Tobi terlalu suka membual. Apa dia mengira dirinya sangat hebat? Mungkin dia tidak tahu Rio itu putra Keluarga Yudistira dari Jatra. Itu sebabnya, dia berani berbicara seperti itu.Lantaran hal ini melibatkan seluruh keluarga mereka, jadi Kakek Muhar dan lainnya tidak berani tertawa.Hanya saja, setelah hari ini, dia pasti akan berakhir tragis.Jangankan mereka, bahka
Kakek Muhar jelas tidak senang melihat Widia meragukannya. Dia pun berkata dengan marah, "Apa itu penting? Aku melakukan ini semua demi kamu!""Kalau begitu, aku sudah tahu!"Jawaban kakeknya makin membuat Widia yakin. Dia menoleh ke arah Tobi dan berkata, "Tobi, akulah yang mencelakaimu!""Tapi jangan khawatir, kalau kamu mati, aku pasti akan menemanimu. Kalau ada kehidupan berikutnya, kita akan tetap bersama lagi!"Saat ini, dia tidak peduli lagi dengan ancaman Keluarga Yudistira kepada Keluarga Lianto.Jelas-jelas ini hasil kerja sama keluarganya dengan orang luar untuk mengancamnya.Widia hanya ingin memberi tahu Tobi, dia akan selalu berada di sisi Tobi, baik itu hidup ataupun mati.Sekalipun jalan di depan mereka buntu, dia juga memutuskan untuk bersama Tobi.Entah kenapa, Widia menyadari dirinya merasa jauh lebih rileks, seolah-olah beban yang dipikulnya sirna sepenuhnya.Hanya saja, saat Kakek Muhar dan yang lainnya mendengar ini, mereka sudah hampir gila, apalagi melihat ekspr
Melihat adegan ini, semua orang langsung menggelengkan kepala.Lambat sekali!Seakan-akan postur dan gerakan Tobi tidak ada gunanya sama sekali.Tidak perlu diragukan lagi, dia sudah pasti akan mati!Candra yang melihat itu juga tampak cemas. 'Kak Tobi, bukankah seni bela dirimu sangat hebat? Kenapa masih diam saja? Cepat serang dia sekarang juga!'Namun detik berikutnya, semua orang terpana.Termasuk Okta sendiri. Lantaran di saat itu dia merasa gerakannya pasti akan mengenai lawan, Tobi tiba-tiba mengangkat tangan kanannya.Kemudian, memperlihatkan teknik mengunci lawan. Tobi segera menangkap tangan kanannya, yang bersiap untuk menyerang itu.Detik berikutnya, hanya terdengar bunyi 'krek' di telinganya. Okta seketika merasakan sakit yang menusuk. Ternyata tangan kanannya sudah dipatahkan oleh lawan.Karena kesakitan, Okta terpaksa menyerang dengan tangan yang satunya lagi.Namun, Tobi kembali mengambil tindakan. Kali ini, dia langsung menghancurkan tangan kiri Okta dengan kekuatan ba