Widia berusaha menyakinkan pria itu."Ya!"Tobi mengangguk."Tobi, kali ini aku salah paham lagi. Kamu pasti merasa aku bodoh karena begitu mudah ditipu, 'kan?" tanya Widia."Nggak, kok!""Tentu saja nggak. Kamu khawatir berlebihan, jadinya kamu bingung. Ditambah lagi, kamu terlalu percaya sama Tania.""Kalau ini masalah orang lain, kamu pasti bisa segera menemukan kelemahannya."Tobi bahkan tidak yakin dengan perkataannya sendiri."Benarkah? Kamu benar-benar nggak merasa aku bodoh?""Terkadang aku sendiri juga merasa sangat bodoh!" kata Widia dengan murung."Nggak, kok. Kamu itu wanita paling pintar di dunia ini. Kalau nggak, bagaimana kamu bisa mengamankan posisi direktur perusahaan milik Keluarga Lianto?" Kata-kata gombal yang diucapkan Tobi itu bahkan membuat dirinya sendiri menggelengkan kepalanya."Mengamankan posisi direktur?""Alangkah baiknya kalau aku benar-benar bisa mengamankannya!"Widia tersenyum pahit dan berkata, "Kalau saja kami nggak bergabung dengan Serikat Dagang La
"Kamu?"Widia menggelengkan kepalanya, "Lupakan saja. Meski perusahaan kami bukan perusahaan ternama, kami tetap membutuhkan ijazah dan pengalaman kerja.""Bukankah sebelumnya kamu menyuruhku bekerja di perusahaan?""Dulu aku ingin kamu bekerja sebagai satpam di perusahaan. Posisi ini nggak memerlukan ijazah, tapi dengan posisi ini, kamu nggak bisa berurusan dengan siapa pun.""..."Tobi tersenyum kecut dan berkata, "Dalam hatimu, apa aku hanya bisa menjadi seorang satpam?""Nggak juga!""Selain itu?""Petugas kebersihan.""Lebih baik jadi satpam saja, deh," kata Tobi tak berdaya. Walaupun dia tidak pernah kuliah, pengalaman hidup yang dia terima tidaklah rendah."Kamu sungguh mau bekerja di perusahaanku?" tanya Widia."Ya!""Menjadi satpam?""Terserah. Kamu atur saja. Lagian, itu nggak penting. Tujuan utamaku adalah membantumu mengatasi kekacauan, bukan, membantumu mengendalikan perusahaan," ucap Tobi acuh tak acuh."Manis sekali mulutmu, tapi sayangnya hanya bualan belaka. Ya sudah,
Melihat Widia menutup telepon, Tobi langsung bertanya, "Sepupu jauh?""Kalau nggak? Cepat atau lambat, kita akan bercerai. Kalau hubungan kita terungkap, itu juga nggak ada baiknya bagi kita," kata Widia."Nggak. Aku nggak keberatan.""Aku keberatan. Ya sudah, sebaiknya kamu pulang dan istirahatlah. Mulai besok, kamu sudah harus bekerja," ujar Widia dengan kesal."Baiklah!"Tobi pun bangkit dari tempat duduknya dan berjalan pergi. Hanya saja, begitu sampai di depan pintu, dia berpapasan dengan Yesa dan suaminya yang barusan kembali. Mereka pun saling menatap satu sama lain.Setelah tersadar, Yesa langsung membentaknya, "Tobi, pembawa sial, bajingan, apa yang kamu lakukan pada putraku? Beraninya kamu datang ke rumah kami!"Tobi mengangkat bahu tak berdaya. Dia tidak berniat meladeninya, lalu berjalan dari samping dan menyelinap pergi.Tobi merasa dia tidak sanggup berkomunikasi dengan orang seperti ini.Namun, kali ini Yesa tidak membiarkannya pergi begitu saja. Wanita itu berniat untuk
Meskipun Grup Lianto bukan perusahaan besar, grup ini juga termasuk grup teratas dengan aset lebih dari dua triliunan dan terlibat dalam banyak industri.Terutama, industri yang berhubungan dengan real estat, seperti penjualan baja.Sekarang, Widia kembali berada di jalur transformasi. Bagaimanapun, industri real estat sudah ketinggalan zaman dan mulai mengalami kemunduran.Apalagi, kerja samanya dengan Keluarga Sunaldi dalam industri kosmetik saat ini termasuk arahan penting perusahaan dan dipromosikan oleh Widia sendiri.Keesokan paginya, Tobi menepati janjinya dan berangkat ke perusahaan lebih awal. Demi Widia, dia bahkan mengenakan kemeja dan celana yang bagus.Hal ini membuatnya terlihat tampan.Karena dia menelepon terlebih dahulu, Tobi pun sudah tiba di depan kantor direktur penjualan dan mengetuk pintu."Silakan masuk!"Terdengar suara wanita yang merdu dan menawan dari dalam.Saat pintu ruangan itu terdorong, Tobi pun masuk dan mendapati seorang wanita dengan fitur wajah yang
Departemen penjualan memiliki dua tim. Mereka berada di tim dua dan penjualan mereka telah kalah dari tim satu selama beberapa bulan ini.Apalagi, mereka tidak sehebat tim satu. Sekarang tim dua telah kehilangan karyawan penjualan terbaik. Sebagai gantinya, mereka mendapatkan karyawan baru yang masuk lewat jalur dalam. Apa lagi yang bisa dia lakukan?Bagaimana suasana hatinya bisa baik?Selain itu, rapat hasil kinerja tengah tahun akan tiba dalam sepuluh hari. Saat itu, mereka pasti akan dikritik habis-habisan.Melihat ekspresi tidak senang dari wanita itu, Tobi pun mencoba untuk mencairkan suasana, "Bu Shinta, sepertinya kamu nggak terlalu menyambutku?""Menurutmu, aku harus bagaimana menyambutmu? Apa aku harus menyuruh sekelompok orang berlutut untuk menyambutnya?" tanya Shinta dengan dingin."Bu Shinta, jangan bercanda."Tobi tersenyum pahit. Wanita ini terlihat baik, tetapi ucapannya terlalu pedas."Namamu Tobi, 'kan? Aku nggak peduli dari mana asalmu. Begitu kamu masuk ke timku, j
Ketua tim dua, Shinta, sangat marah hingga dadanya bergetar. Lalu, dia berkata dengan dingin, "Jangan bangga terlalu cepat. Roda kehidupan akan terus berputar. Akan ada saat di mana kamu nggak bisa melakukannya.""Benarkah?""Kalau begitu, aku akan tunggu!""Hanya saja, kalian jangan sampai dimarahi habis-habisan saat rapat tengah tahun nanti," seru Kak Mia sambil tertawa terbahak-bahak.Semua orang tampak marah sekaligus tidak berdaya."Nggak apa-apa. Aku pernah bersama mereka sebelumnya. Mereka semua berkulit tebal. Mana mungkin mereka takut dimarahi?" kata Arvin sambil meledek mereka."Oh ya, kudengar karena aku pergi, kalian merekrut karyawan baru yang sangat hebat. Mana dia? Aku mau melihatnya."Sembari berbicara, Arvin sengaja menatap Tobi. Pria itu jelas tahu, tetapi dia sengaja mengejeknya.Dia satu-satunya pendatang baru di sini.Meskipun Tobi belum sehari di sana, setidaknya semua orang di departemen penjualan telah mendengar desas-desus dirinya.Tidak ada pendidikan, tidak a
Meskipun Arvin seorang laki-laki, dia sangat tampan dan memiliki banyak koneksi bos wanita.Mendengar itu, Tobi mengerutkan kening dan berkata, "Apa kinerja penjualan tim kami nggak sebaik tim kalian?""Aku kurang tahu. Kalau begitu, mari kita pertaruhkan kinerja dua tim.”Mendengar Tobi berbicara tentang kompetisi, Shinta langsung berkata, "Tobi, kamu bukan ketua tim. Mengapa kamu membuat keputusan untuk bersaing antar tim seperti ini?"Yang lain juga menatap Tobi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Membandingkan kinerja penjualan dengan tim satu, bukankah itu sama dengan cari mati?Jika kamu ingin mati, jangan seret kami, oke?Kak Mia makin bangga saat mendengar itu. Dia pun tertawa terbahak-bahak, "Shinta, jangan-jangan kamu nggak berani bertaruh dengan kami? Dari dulu aku sudah tahu tim-mu penuh dengan anggota nggak berguna. Kamu masih menolak mengakuinya?""Siapa yang nggak berani bertaruh?""Aku terima tantangan ini!""Bukankah hanya membandingkan hasil penjualan? Kebetulan kita
"Membuat malu?""Apa maksudmu? Aku nggak membuat malu," kata Tobi tampak bingung. Mungkinkah itu masalah taruhan? Namun, hasil taruhan masih belum keluar."Kamu bilang ini nggak membuat malu? Sekarang semua orang tahu departemen penjualan punya karyawan baru yang nggak berguna, nggak berpendidikan, nggak punya pengalaman kerja dan yang paling penting adalah dia nggak tahu apa-apa," semprot Widia kesal.Tidak heran Widia marah. Barusan Helen sengaja melaporkan apa yang dilakukan Tobi hari ini kepadanya.Dia sama sekali tidak berguna.Apalagi, masalah ini justru diketahui oleh semua orang. Mau tak mau semua orang mulai membicarakan siapa yang merekomendasikan pria tidak berguna itu masuk ke dalam perusahaan.Saat itu, Widia pun kesulitan untuk mengamankan posisi direkturnya lagi.Mana mungkin Widia tidak marah setelah mengetahui semua ini?Tobi juga menjadi tidak senang dan berkata, "Siapa yang mengatakan itu? Siapa yang berbicara omong kosong?""Kamu masih berani bertanya? Kalau bukan k