"Tuan Tobi, ayo maju bersama."Walaupun kekuatan Raja Naga setingkat Guru Besar, Damar khawatir dia tidak bisa menaklukkan Bakri. Jika mereka bertiga maju serentak, kemungkinan besar mereka akan berhasil."Maju bersama?""Haha. Meski orang lemah seperti kalian bergabung, pada akhirnya kalian akan tetap akan kalah!"Bakri tampak sombong dan berlagak hebat.Tobi hanya menggelengkan kepalanya dan berkata dengan nada datar, "Karena kamu cari mati, aku akan mengantarmu ke akhirat.""Apa kamu bilang? Di saat seperti ini, kamu masih berani sombong?""Tahukah kamu betapa bodohnya dirimu?"Bakri bahkan sempat mengira pendengarannya bermasalah."Yang bodoh itu kamu!""Kamu hanya belum tahu saja!" ucap Tobi dengan datar."Cari mati!"Bakri benar-benar tidak senang melihat tingkah Tobi yang berlagak itu. Dengan secepat kilat, dia langsung melangkah dan muncul di depan Tobi, lalu mengangkat tangan kanannya hendak menampar wajah Tobi.Apa dia tidak membunuh Tobi?Bakri tidak akan membiarkan Tobi mat
Lintang memandang Tobi dengan cermat, seolah sedang meneliti makhluk aneh. Pria sama sekali tidak marah melihat kematian Bakri.Setelah Damar terhenyak kembali, dia menatap Tobi dengan rasa hormat yang makin dalam.Dia baru menyadari ternyata Raja Naga jauh lebih kuat dari dugaannya. Bahkan Bakri, tokoh yang sulit dia atasi pun bisa ditaklukkan dengan mudah.Mata Pandu tampak berbinar-binar. Dengan adanya Tuan yang begitu hebat, dia pasti berkesempatan untuk memperkuat dirinya hingga mencapai posisi puncak.Tobi sama sekali tidak melihat ke arah Bakri, melainkan melemparkan pandangannya ke arah Lintang dan bertanya, "Kamu Lintang?""Benar!"Lintang tampak gugup, tetapi berusaha tenang dan bertanya, "Tuan Tobi, kamu kenal aku?""Selain keturunan dari Keluarga Hutama, kamu juga sosok nomor satu di Keluarga Hutama, mana mungkin aku nggak tahu?""Tuan Tobi, kamu berlebihan. Sebenarnya, aku tinggal di kediaman Hutama bukan karena ingin membantu mereka, tapi aku ingin membunuh Bakri," kata L
Damar tidak berani mengatakan apa pun. Dia hanya berpesan kepada Lintang untuk menghubunginya kapan saja jika mereka membutuhkan bantuan.Karena Bakri sudah mati, maka Keluarga Hutama akan segera jatuh ke tangan Tobi. Pria itu tidak berniat tinggal terlalu lama lagi dan segera meninggalkan vila.Mengenai hal lainnya, dia menyerahkan semuanya kepada Lintang, Damar, Pandu dan lainnya untuk menanganinya.Setelah duduk di dalam mobil, Tobi mengeluarkan ponselnya dan menelepon sebuah nomor.Begitu Hendro menerima panggilan, dia langsung menyapa dengan sopan, "Dokter Tobi!""Ya. Aku punya hal yang mungkin perlu merepotkanmu.""Dokter Tobi, silakan katakan. Selama aku bisa melakukannya, aku akan berusaha yang terbaik. Tapi, kalau kamu ingin aku menghadapi Bakri, itu sudah di luar kemampuanku," kata Hendro tidak berdaya.Mereka tidak bisa menangani ahli tingkat Guru Besar seperti Bakri. Kecuali memiliki bukti yang kuat, lalu meminta instruksi dan menyuruh salah satu dari empat Dewa Perang Nega
Kalimat itu terangkai dengan indah, tetapi tidak membuat Widia merasa senang melainkan kesal, lalu dia berkata dengan marah, "Kamu membunuhnya? Bagaimana kamu membunuhnya?""Tentu saja menggunakan kedua tanganku," jawab Tobi dengan serius."Omong kosong!""Kamu pikir aku nggak tahu bagaimana dia bisa mati?" ucap Widia dengan marah. Walaupun pria itu ingin memamerkan kehebatannya, dia juga tidak perlu berbicara omong kosong seperti ini.Lagi pula, Bakri termasuk ahli tingkat Guru Besar. Sekalipun Tobi telah berlatih seni bela diri sejak kecil, dia juga tidak mungkin bisa menjadi lawannya. Bagaimana Tobi bisa membunuhnya?Akibat kultivasi berlebihan, Bakri kerasukan dan mati. Kalau tidak, bukan hanya Tobi yang akan mati, tetapi Keluarga Lianto juga tidak akan terlepas dalam masalah ini.Tobi tertegun sejenak dan bertanya kembali, "Bagaimana dia mati?"Dia benar-benar tidak tahu bagaimana Lintang menangani masalah tadi malam. Sebelum pergi, dia hanya meminta pria itu menyelesaikan masalah
Widia benar-benar tidak tahan mendengar ucapan ibunya dan berkata, "Bu, kita nggak boleh menyalahkan Tobi atas masalah yang dibuat Joni.""Aku nggak peduli. Lagian, ini semua memang kesalahannya.""Singkatnya, mulai sekarang, kalau dia berani melangkah masuk ke kediaman Keluarga Lianto lagi, aku akan mematahkan kakinya!" ucap Yesa, seraya melampiaskan semua amarahnya pada Tobi."Benar-benar nggak masuk akal!"Widia terlihat marah, lalu membalikkan badannya dan pergi.Keluarga Lianto kini berada dalam kekacauan. Adik Kakek Muhar sekeluarga telah kehilangan uang. Mereka masih bersikeras tidak mau melepaskannya dan membuat Kakek Muhar tidak sanggup menahan mereka lagi."Kamu!"Melihat kelakuan putrinya seperti itu, Yesa makin marah. Dia langsung mencari putranya dan menyuruhnya mencari orang untuk menangani Tobi secepat mungkin.Meskipun Tobi mahir seni bela diri, dia juga tidak bisa mengalahkan sekelompok orang sendirian. Kemampuan seseorang itu terbatas, jadi dia pasti bisa menghabisi T
"Kamu nggak perlu seperti ini, nggak ada gunanya. Ya sudah, kelak kalau nggak ada urusan, jangan telepon aku lagi."Keragu-raguan akan mendatangkan masalah. Tobi malas meladeninya lagi dan langsung menutup telepon.Mendengar nada "tut" dari seberang sana, wajah Tania langsung pucat. Baginya, Tobi adalah satu-satunya harapannya untuk mengubah nasib agar bisa hidup dalam kemewahan.Apalagi, pria ini sangat berbakat.Demi pria itu, dia rela melakukan apa saja.Itu semua gara-gara Widia, wanita jalang itu. Jika dia tidak ada, Kak Tobi tidak akan memperlakukannya seperti ini dan mungkin dari awal mereka telah tidur bersama.'Widia!''Wanita jalang! Beraninya kamu merebut priaku. Jangan salahkan aku bersikap kasar nantinya!'Saat ini, matanya tampak memerah dan terlihat gila.Tobi sama sekali tidak mengetahui hal ini.Di mata Tobi, hubungan antara Tania dan Widia sangatlah baik.Begitu menutup telepon, ponselnya kembali berdering lagi.Awalnya, dia berpikir Tania meneleponnya lagi dan bernia
Pemimpin mereka tampak memiliki bekas luka di wajahnya dan tato di lengannya, sepertinya dia bukan orang baik."Ka ... kalian mau apa?" tanya Kristin dengan gugup."Buat apa? Kamu rasa?"Tanpa basa-basi, pemimpin itu langsung menerobos masuk dan mendorong Kristin yang menghalanginya itu, lalu berkata dengan suara lantang, "Nyali kalian hebat juga. Beraninya kalian nggak menandatangani harga sebagus itu."Saat Meli menyadari ada sesuatu yang tidak biasa, dia pun segera melangkah maju dan berkata dengan marah, "Apa yang kalian lakukan? Mengapa kalian masuk ke rumah kami?""Apa yang kami lakukan? Kamu pasti Meli, 'kan? Kalau kalian mau bekerja sama dengan baik, maka kami nggak akan melakukan apa-apa. Sebaliknya, kalau kalian nggak mau bekerja sama, kami akan melakukan apa saja.""Biar aku kenalkan diriku terlebih dahulu, namaku Bram! Meski nggak sampai sepuluh orang, setidaknya ada tujuh atau delapan orang yang tewas di tanganku. Aku harap kalian nggak menjadi korban berikutnya."Bram tid
Walaupun Tobi memiliki ilmu medis yang sangat baik, tapi dia bukan orang berkuasa. Meli agak khawatir dan tidak ingin melibatkan pria itu, jadi dia pun berkata, "Tuan Tobi ....""Bibi panggil aku Tobi saja," ucap Tobi buru-buru."Oke. Tobi, Bibi menerima niat baikmu, tapi orang-orang itu sangat serakah dan kejam. Apalagi, trik mereka sangat kotor. Lebih baik, lupakan saja. Aku khawatir nantinya akan melibatkan dirimu.""Hanya berdasarkan mereka?""Tenang saja, Bibi. Kalau mereka berani bertindak sembarangan, aku punya cara untuk menghadapinya. Singkatnya, kamu nggak perlu khawatir. Kita hanya perlu menunggu di sini saja," terang Tobi dengan penuh percaya diri.Melihat Tobi begitu percaya diri, Meli tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia hanya bisa mengambil tindakan berdasarkan apa yang dilakukan lawan nantinya.Tidak terasa, waktu berlalu begitu cepat. Tobi bahkan menyempatkan diri untuk makan malam di sana. Namun, hingga sekitar jam sepuluh malam, lawan masih belum muncul juga."Tobi,
"Apa yang kamu lamunkan?""Ka ... kamu cantik sekali," seru Tobi."Apa-apaan? Ini bukan pertama kalinya kita bertemu. Mulutmu manis sekali. Pintar gombal.""Bagaimana kalau kamu bercermin dulu?" ucap Tobi."Kenapa harus bercermin? Memangnya aku nggak tahu penampilanku sendiri?" Berbicara sampai di sini, Widia tampak ragu-ragu. "Tobi, bisakah kamu membantuku berlatih kultivasi?""Membantumu berlatih kultivasi?"Tobi tertegun sejenak. Apa Widia tahu bahwa fisiknya telah berubah?"Ya, aku nggak ingin melihatmu bertarung sendirian seperti itu lagi. Apa nggak boleh?" Widia agak putus asa. Dia pernah menonton beberapa drama TV sebelumnya. Dikatakan bahwa meridian orang dewasa sudah terbentuk. Sekalipun berkultivasi, juga tidak akan ada hasilnya lagi."Bukan begitu. Kamu bisa berkultivasi. Mungkin kekuatanmu juga akan setara denganku dalam waktu singkat." Tobi tersenyum pahit. Benar saja, membandingkan diri sendiri dengan orang lain hanya akan membuat marah saja.Tobi berusaha keras selama be
"Nggak akan terjadi masalah, 'kan?" tanya Tobi dengan khawatir. Dia tidak peduli dengan kultivasi atau tidak. Yang paling penting, Widia baik-baik saja."Nggak akan."Yaldora ragu-ragu sejenak. Namun, dia tetap mengatakannya. Jika Tobi bertindak sembarangan, maka hanya akan merusak kebangkitan keturunan Foniks dan mencelakai Widia."Kalau begitu, kita tunggu lagi." Tobi mulanya kurang yakin, tetapi pada akhirnya memutuskan untuk mengikuti perkataan Yaldora. Meski Yaldora itu muridnya biarawati tua, kepribadiannya sangat berbeda dari gurunya.Waktu berlalu begitu saja. Tobi terus menjaga Widia. Bahkan, menggunakan kekuatannya untuk mengisolasi segala yang ada di sini.Agar tidak menarik perhatian banyak orang.Sebenarnya, Yaldora yang berada di samping ingin menanyakan masalah gurunya. Namun, saat melihat Tobi begitu fokus pada Widia sepanjang waktu, bahkan mata pria itu tidak pernah berpaling sedetik pun.Dalam keputusasaan, dia terpaksa harus menahan diri kembali.Tak terasa, waktu te
Apa ini?Ekspresi Tobi berubah drastis karena kekuatan itu sangat menakutkan. Jika terjadi pada dirinya, Tobi masih sanggup menerimanya, tetapi bagaimana wanita biasa seperti Widia bisa menanggungnya?"Apa, apa yang terjadi denganku?" Wajah Widia memerah, tetapi kondisinya tidak terlihat baik. Sebaliknya, rasanya seperti terbakar.Tubuhnya juga terus gemetar hebat, bahkan bibirnya juga ikut bergetar, yang menunjukkan betapa tersiksanya dirinya."Nggak apa-apa. Semuanya akan membaik."Sembari menghibur Widia, Tobi juga segera mengedarkan energi sejatinya ke dalam tubuh Widia dan mulai membantunya melenyapkan kekuatan dalam tubuhnya.Efeknya ada, tetapi tidak terlihat jelas.Yaldora, yang tidak tahu kapan tersadar kembali, mendekati mereka berdua. Melihat pemandangan di depannya, terutama saat memperhatikan tanda samar di dahi Widia, dia pun berkata dengan wajah terkejut, "Apa ini kebangkitan garis keturunan Foniks?"Saat ini, Yaldora bahkan lupa bertanya pada Tobi, apa pria itu yang mem
Tobi mengerutkan keningnya. Dia tidak puas dengan jawaban seperti itu. Dia pun kembali bertanya, "Sejauh yang aku tahu, kamu pasti sangat tertarik dengan liontin giok, 'kan?"Vamil terkejut. Dia mengerti bahwa Tobi mungkin tidak memercayainya, jadi dia mengangguk dan berkata, "Tentu saja. Aku pernah melihat liontin giok itu, tapi setelah mempelajarinya sebentar, aku masih belum menemukan petunjuk apa pun.""Jadi, sekalipun kamu memberikannya padaku sekarang, juga nggak ada gunanya."Berbicara sampai di sini, Vamil melirik Yaldora yang terbaring di tanah. Tampaknya bulu mata gadis itu bergerak. Vamil pun kembali menambahkan. "Aku mengerti. Kamu sepertinya nggak percaya padaku."Tobi tidak membantah. Jika bukan karena masalah Bahtiar, dia mungkin tidak akan meragukannya. Namun, setelah serangkaian masalah ini terjadi, bagaimana dia bisa memercayai Vamil begitu saja?"Sudahlah. Nggak ada salahnya memberitahumu. Ada sebuah tempat warisan di Jatra, yang bisa membantumu memahami hukum langit
Tobi hanya mengujinya, tetapi dia tidak menyangka kalau tebakannya benar.Karena menurut pemahamannya, yang datang pasti salah satu dari empat orang tersebut. Hanya saja, dilihat dari postur dan gerakannya, seharusnya dia juga bukan si Beruang Kutub ataupun pemimpin Takhta Suci Barat.Jadi, yang tersisa hanyalah Tuan Vamil dan Hirawan dari Negara Melandia.Mulanya, Tobi mencurigai lawan adalah Hirawan, tetapi ada berbagai tanda jurus lawan. Apalagi, dia tidak menghentikan Widia dan juga tidak memberikan pukulan keras kepada Yaldora.Lawan juga tidak memiliki niat membunuh yang kuat terhadap dirinya.Jadi, hanya satu kemungkinan yang tersisa, yaitu orang itu adalah Master Vamil.Tobi tidak menjawab, tetapi malah bertanya dengan bingung, "Mengapa?""Sejauh yang aku tahu, saat ayahmu dalam bahaya, dia menerima bantuan dari liontin giok untuk meningkatkan kekuatannya waktu itu. Aku ingin membuatmu terjebak dalam situasi putus asa. Aku ingin tahu apa kamu bisa menggunakan liontin giok yang
Lelaki tua bertopeng itu sepertinya sama sekali tidak peduli dengan kepergian Widia. Dia tidak menghentikannya dan hanya tersenyum sinis. "Bisa memblokir 30 persen energiku hanya dengan satu telapak tangan, kamu hebat juga.""Tapi sebelum memahami hukum langit dan bumi, kamu masih bukan tandinganku."Begitu selesai berbicara, lelaki tua melambaikan tangan kanannya dan menyerang dengan telapak tangan lainnya.Serangan tapak tangan kali ini terlihat sedikit lebih ringan.Namun, Tobi malah merasa ngeri. Bahkan, seolah-olah kematian tengah menghampirinya. Ekspresinya berubah drastis. Dia bersiap untuk menghindar.Namun, dia merasa kakinya terasa kaku dan tidak bisa digerakkan sama sekali, seolah-olah ada kekuatan besar yang menekannya.Sialan! Taktik seperti apa ini!Bisa-bisanya membuatnya kesulitan untuk bergerak.Tobi menggertakkan gigi. Tiba-tiba, sebuah pedang panjang muncul dari udara tipis. Itu adalah Pedang Diraya.Dia mengepalkan tangannya dan mengumpulkan seluruh energi sejatinya
Tobi tersenyum pahit. Dia ragu-ragu sejenak, tetapi kemudian berkata, "Widia, mungkin mereka bukan orang tuamu."Widia tertegun sejenak. Dia mengira Tobi sedang menghiburnya. Dia pun menggelengkan kepalanya dan berkata, "Tobi, aku tahu kamu ingin menghiburku. Jangan khawatir, aku baik-baik saja.""Ya, ayo kita pergi."Terakhir, Tobi memutuskan untuk menunggu hasil penyelidikan lebih dulu. Jika tidak, Widia pasti akan merasa lebih sedih karena ditinggalkan oleh ibu kandungnya sendiri.Dalam dua hari berikutnya, Tobi juga menghabiskan waktu dengan menemani Widia berbelanja, berjalan-jalan, dan juga menyantap berbagai makanan lezat. Keduanya tampak menikmati dunia milik berdua.Pada jam sebelas malam, bulan purnama sudah terlihat di langit.Keduanya berdiri di tepi pantai. Rasanya begitu damai.Lantaran ditemani oleh Tobi, suasana hati Widia juga kian membaik. Dia kini telah merasa jauh lebih tenang.Namun, tepat di saat ini, Tobi tertegun. Wajahnya berubah muram. Dia segera berbalik dan
Begitu mendengar perkataan Yesa, Herman hanya tersenyum pahit dan tidak berbicara lagi.Saat Yesa terlibat dalam masalah terakhir kali, Herman mencari bantuan di mana-mana, tetapi tidak ada seorang pun yang berniat membantunya. Hanya Tobi yang bersedia memberikan bantuan.Di saat itu, Herman merasa bahwa yang dilakukan dirinya dan istrinya sudah salah.Oleh karena itu, kata-kata yang Herman ucapkan pada Widia dalam beberapa hari terakhir ini, semuanya berasal dari lubuk hatinya. Lain halnya dengan Yesa, yang berusaha menyenangkan Widia dengan tujuan tertentu.Hanya saja, di hadapan istrinya, dia selalu menuruti perkataannya dan tidak pernah berani membangkang.Selesai berbicara, tatapan tajam tiba-tiba muncul di mata Yesa. Dia pun berkata, "Karena mereka nggak ingin aku hidup dengan baik, aku juga nggak akan biarkan hidup mereka damai. Aku mau lapor polisi. Aku mau pembunuhan yang terjadi barusan dipublikasikan.""Sudah cukup!"Saat ini, akhirnya Herman angkat bicara."Apa ... apa yang
"Widia, kamu sudah salah paham sama ibumu." Herman juga ikut menimpali. Apa yang terjadi dengan Widia? Kenapa gadis ini tiba-tiba menjadi pintar dan tahu segalanya?"Ayah, Ibu, ini terakhir kalinya aku memanggil kalian! Putri kalian nggak bodoh. Bukannya aku nggak memahami semua ini. Hanya saja, aku nggak ingin menerima kenyataan ini dan lebih memilih terjebak dalam angan-anganku sendiri.""Tapi kalian berulang kali menunjukkan segalanya di hadapanku. Kalian membuatku kecewa lagi dan lagi. Sekarang kalian masih ingin membodohiku?"Yesa menitikkan air mata. Wajahnya masih terlihat sedih.Keduanya tertegun sejenak, terutama suara serak Widia, yang mengungkapkan kesedihan yang terpendam selama ini. Membuat keduanya tidak mampu berkata-kata."Maafkan aku. Kelak aku nggak bisa memenuhi kewajibanku sebagai putri kalian lagi." Nada bicara Widia begitu tegas, tapi mengandung rasa sakit yang mendalam."Mulai sekarang, aku nggak punya hubungan apa pun dengan kalian lagi.""Tobi, ayo kita pergi!"