"Ya. Aku mengakui kekalahanku!""Aku menerima kekalahanku sepenuhnya!" gumam Martin. Sepertinya dia telah kehilangan akal sehatnya.Dia tidak pernah menyangka ada orang yang bisa memainkan musik dengan begitu ajaib dan sempurna di dunia ini.Apalagi, dia adalah warga Negara Harlanda.Sepertinya, temannya tidak berbohong padanya. Negara Harlanda sungguh salah satu peradaban paling kuno yang memiliki sejarah panjang. Dari zaman kuno hingga sekarang, banyak ditemukan benda ajaib dan banyak legendaris yang lahir.Sejak tadi, Widia telah kegirangan. Tobi sama sekali belum pernah meninggalkan kesan sedalam ini di hatinya.Namun, Widia teringat Tobi tidak pernah berterus terang kepadanya tentang masalah piano, yang telah membuat Widia salah paham dengannya sebelumnya dan bahkan mengatakan mereka tidak berasal dari dunia yang sama.Mungkin pria itu diam-diam mentertawakan Widia dari belakang.Sebaliknya, Joni yang berada di samping itu sudah hampir meledak. Apalagi, saat Widia menatap Tobi den
"Bukan. Aku beli sendiri.""Kamu beli sendiri? Mobil ini nggak murah, 'kan?""Benar. Awalnya aku mau beli mobil yang harganya sekitar 600 juta, tapi aku nggak tahan melihat seorang gadis kecil ditindas, jadi aku pun beli mobil seharga delapan miliar ini.""Gadis cantik, ya?""Benar. Sepasang matanya seakan-akan bisa berbicara, sungguh menawan.""Haha. Terus, kenapa kamu nggak bawa pulang saja?""Bukankah di rumah masih ada istri?""Oh, kamu masih ingat punya istri?""Tobi, kuperingatkan kamu, meski kamu mau cari wanita lain, kamu harus tunggu sebulan lagi, setelah akta cerai kita keluar," kata Widia dengan marah.Widia tidak paham dengan dirinya sendiri. Padahal, dia selalu merasa Tobi tidak pantas bersanding dengannya, tapi saat bersamanya, pria itu memberinya rasa nyaman dan santai. Widia juga tidak senang pria itu bergaul dengan wanita lain."Bukankah satu bulan saja? Hanya sebentar saja. Aku juga harus buat persiapan dulu agar nantinya bisa berjalan dengan mulus.""Berengsek! Kamu
Tobi hanya mengangkat bahunya. Dia tidak tertarik meladeni wanita tua itu. Dia pun membalikkan badannya dan pergi.Saat Yesa melihat Tobi pergi begitu saja, dia langsung marah dan berniat menghentikannya.Widia buru-buru berkata, "Bu, jangan teriak lagi. Tobi membeli mobil ini dengan uangnya sendiri, bukan pakai uangku.""Omong kosong. Dari mana orang desa sepertinya bisa punya uang miliaran?""Aku juga nggak tahu, tapi mobil ini memang dia beli dengan uangnya sendiri," ujar Widia."Sudahlah. Kamu pikir ibumu anak kecil? Begitu mudah ditipu?""Ibu bingung sama kamu sekarang. Pertama, kamu nggak mau langsung bercerai dengannya. Sekarang, kamu malah memberinya begitu banyak uang. Apa dia mengancammu?""Nggak, kok. Kamu terlalu banyak berpikir.""Baguslah kalau begitu. Tobi ini benar-benar nggak tahu malu. Sebagai seorang pria, kok dia bisa begitu nggak tahu malu.""Widia, jangan bilang Ibu nggak mengingatkanmu. Pria ini licik. Dia nggak seperti Tuan Joni, yang bisa dipercaya dan jujur. K
Tadi dia sempat melirik kartu nama Tobi dan langsung mengingat nomornya."Halo!""Kak, Kak Tobi, bisakah Anda membantu saya?" Suara tangisan terdengar dari sisi lain.Selain itu, dia samar-samar mendengar suara lain."Aku sudah memberimu banyak waktu, tapi kamu bahkan nggak bisa mengumpulkan 200 juta. Beraninya kamu memintaku untuk menyelamatkan ibumu?""Kuingatkan lagi, kalau operasinya nggak dimulai dalam waktu setengah jam, ibumu pasti akan mati.""Kalau kamu nggak bisa bayar, sebaiknya bawa ibumu keluar dari rumah sakit secepatnya. Jangan sampai orang lain mengira keterampilan medis kami buruk."Tobi merasa masalah ini agak mendesak dan segera bertanya, "Apa yang terjadi?""Ibu saya sakit parah dan perlu segera dioperasi, tapi saya nggak punya cukup uang. Tolong bantu saya. Kelak, saya akan bekerja keras untuk membayar Anda kembali."Kristin terpaksa meminjam uang dari semua orang yang dia kenal, tapi dia tidak punya kenalan orang kaya lainnya. Satu-satunya yang membantunya adalah
"Nah, 'kan? Sudah kubilang dia nggak bisa diandalkan," ucap Dokter Markus seakan telah menebak semua itu."Nggak, nggak mungkin."Raut wajah Kristin berubah pucat. Dia langsung berbalik dan berlutut di depan Dokter Markus sambil memohon, "Dokter Markus, kumohon padamu. Tolong lakukan operasi ibuku dulu.""Jangan khawatir. Meski Kak Tobi nggak datang, aku akan berusaha untuk membayarmu nanti."Dia juga menolehkan kepalanya untuk memandang perawat lainnya, "Aku mohon kepada kalian semua ...."Seorang perawat tergerak melihat adegan memilukan itu dan berkata, "Bagaimana kalau kita mengumpulkan sejumlah uang untuknya? Terus, Dokter Markus, kamu bisa melakukan operasi untuknya terlebih dahulu.""Yuyun, kamu mau jadi orang baik? Oke, keluarkan 100 juta dulu. Dengan begitu, aku akan melakukan operasi kepadanya dan sisanya akan aku ambil nanti," ucap Dokter Markus dengan ketus.Yuyun Lestari tampak canggung. Dia baru saja mulai magang dan hanya seorang perawat. Apalagi, keluarganya tidak punya
Begitu mendengar kata-kata itu, semua orang tampak tercengang.Kristin memandang Tobi dengan tatapan kosong.Apa maksud perkataan Kak Tobi?Tobi mengabaikan mereka dan mengambil langkah ke depan. Dia langsung membuka kain putih yang baru saja menutupi tubuh ibunya Kristin. Jarum perak muncul di tangannya dan terbang ke tubuh ibunya Kristin dengan kecepatan yang tidak terlihat oleh kasat mata.Dokter Markus tertegun sejenak, lalu berkata dengan marah, "Nak, apa yang kamu lakukan? Dia sudah mati, apa yang kamu lakukan di sini!"Saat ini, vitalitas ibunya Kristin sudah hampir habis, jadi Tobi tidak punya waktu untuk menghiraukannya. Dia berkonsentrasi untuk mengedarkan energi sejati ke dalam tubuh ibunya Kristin melalui jarum perak.Tubuh manusia pasti akan mengalami berbagai masalah. Kebanyakan di antaranya disebabkan oleh tersumbatnya meridian ataupun infeksi virus dan bakteri di suatu tempat.Semua masalah ini bisa diatasi dan disembuhkan dengan menggunakan energi sejati.Apalagi, Semb
"Benarkah? Syukurlah. Ibuku sudah terselamatkan, ibuku sudah terselamatkan!" ujar Kristin dengan semangat.Saat ini, dia benar-benar merasakan kesedihan dan kegembiraan secara bersamaan. Tadinya dia masih sangat sedih, tetapi sekarang dia sangat gembira. Seakan tidak sanggup menerima cobaan bertubi-tubi itu, dia pun hampir pingsan.Untungnya, Tobi yang berada di dekatnya itu segera menepuk punggungnya untuk membantunya kembali tenang."Haha. Kristin, sepertinya kamu senang terlalu cepat!" kata Dokter Markus sambil mendengus dingin.Kristin tertegun dan segera bertanya, "Dokter Markus, apa maksudmu?""Apa maksudku? Jangan-jangan kamu pikir ibumu sudah sembuh?""Pikirkan baik-baik. Mana mungkin pria semuda itu bisa menghidupkan kembali orang mati? Kalau dia benar-benar hebat, dia pasti sudah terkenal di seluruh dunia dan semua orang pasti mengenalinya.""Sudah kubilang, dia hanya ingin menang dariku dan menipumu. Kalau nggak, kenapa ibumu masih belum sadar?"Semua orang menganggukkan kep
"Bibi, apa maksudmu?" Tobi juga merasakan keakraban yang sulit dijelaskan, tetapi dia tidak bisa mengingatnya."Sepertinya Bibi salah. Kamu sangat mirip dengan anak yang aku adopsi dulu. Hanya saja dia menghilang setelah kebakaran delapan belas tahun yang lalu."Delapan belas tahun yang lalu? Bukankah saat itu usianya baru tujuh atau delapan tahun? Kebetulan dia juga kehilangan ingatannya di saat itu.Selalu ada perasaan aneh yang muncul di hati Tobi dan dia merasa sepertinya dia melupakan sesuatu.Dokter Markus tiba-tiba menyela, "Tobi, dia masih belum bisa berdiri sekarang. Bukankah ini saatnya kamu berlutut dan bersujud kepadaku untuk mengakui kekalahanmu?""Siapa bilang dia nggak bisa berdiri?"Tobi mendengus dingin, lalu berkata, "Bibi, tolong berdiri dan tunjukkan padanya."Meli tampak kaget, bisakah dia berdiri sekarang? Dia ingat sebelumnya dia merasa sangat tidak nyaman hingga seluruh tubuhnya tidak bisa digerakkan. Tidak peduli seberapa kuat keterampilan medisnya, juga tidak
"Apa yang kamu lamunkan?""Ka ... kamu cantik sekali," seru Tobi."Apa-apaan? Ini bukan pertama kalinya kita bertemu. Mulutmu manis sekali. Pintar gombal.""Bagaimana kalau kamu bercermin dulu?" ucap Tobi."Kenapa harus bercermin? Memangnya aku nggak tahu penampilanku sendiri?" Berbicara sampai di sini, Widia tampak ragu-ragu. "Tobi, bisakah kamu membantuku berlatih kultivasi?""Membantumu berlatih kultivasi?"Tobi tertegun sejenak. Apa Widia tahu bahwa fisiknya telah berubah?"Ya, aku nggak ingin melihatmu bertarung sendirian seperti itu lagi. Apa nggak boleh?" Widia agak putus asa. Dia pernah menonton beberapa drama TV sebelumnya. Dikatakan bahwa meridian orang dewasa sudah terbentuk. Sekalipun berkultivasi, juga tidak akan ada hasilnya lagi."Bukan begitu. Kamu bisa berkultivasi. Mungkin kekuatanmu juga akan setara denganku dalam waktu singkat." Tobi tersenyum pahit. Benar saja, membandingkan diri sendiri dengan orang lain hanya akan membuat marah saja.Tobi berusaha keras selama be
"Nggak akan terjadi masalah, 'kan?" tanya Tobi dengan khawatir. Dia tidak peduli dengan kultivasi atau tidak. Yang paling penting, Widia baik-baik saja."Nggak akan."Yaldora ragu-ragu sejenak. Namun, dia tetap mengatakannya. Jika Tobi bertindak sembarangan, maka hanya akan merusak kebangkitan keturunan Foniks dan mencelakai Widia."Kalau begitu, kita tunggu lagi." Tobi mulanya kurang yakin, tetapi pada akhirnya memutuskan untuk mengikuti perkataan Yaldora. Meski Yaldora itu muridnya biarawati tua, kepribadiannya sangat berbeda dari gurunya.Waktu berlalu begitu saja. Tobi terus menjaga Widia. Bahkan, menggunakan kekuatannya untuk mengisolasi segala yang ada di sini.Agar tidak menarik perhatian banyak orang.Sebenarnya, Yaldora yang berada di samping ingin menanyakan masalah gurunya. Namun, saat melihat Tobi begitu fokus pada Widia sepanjang waktu, bahkan mata pria itu tidak pernah berpaling sedetik pun.Dalam keputusasaan, dia terpaksa harus menahan diri kembali.Tak terasa, waktu te
Apa ini?Ekspresi Tobi berubah drastis karena kekuatan itu sangat menakutkan. Jika terjadi pada dirinya, Tobi masih sanggup menerimanya, tetapi bagaimana wanita biasa seperti Widia bisa menanggungnya?"Apa, apa yang terjadi denganku?" Wajah Widia memerah, tetapi kondisinya tidak terlihat baik. Sebaliknya, rasanya seperti terbakar.Tubuhnya juga terus gemetar hebat, bahkan bibirnya juga ikut bergetar, yang menunjukkan betapa tersiksanya dirinya."Nggak apa-apa. Semuanya akan membaik."Sembari menghibur Widia, Tobi juga segera mengedarkan energi sejatinya ke dalam tubuh Widia dan mulai membantunya melenyapkan kekuatan dalam tubuhnya.Efeknya ada, tetapi tidak terlihat jelas.Yaldora, yang tidak tahu kapan tersadar kembali, mendekati mereka berdua. Melihat pemandangan di depannya, terutama saat memperhatikan tanda samar di dahi Widia, dia pun berkata dengan wajah terkejut, "Apa ini kebangkitan garis keturunan Foniks?"Saat ini, Yaldora bahkan lupa bertanya pada Tobi, apa pria itu yang mem
Tobi mengerutkan keningnya. Dia tidak puas dengan jawaban seperti itu. Dia pun kembali bertanya, "Sejauh yang aku tahu, kamu pasti sangat tertarik dengan liontin giok, 'kan?"Vamil terkejut. Dia mengerti bahwa Tobi mungkin tidak memercayainya, jadi dia mengangguk dan berkata, "Tentu saja. Aku pernah melihat liontin giok itu, tapi setelah mempelajarinya sebentar, aku masih belum menemukan petunjuk apa pun.""Jadi, sekalipun kamu memberikannya padaku sekarang, juga nggak ada gunanya."Berbicara sampai di sini, Vamil melirik Yaldora yang terbaring di tanah. Tampaknya bulu mata gadis itu bergerak. Vamil pun kembali menambahkan. "Aku mengerti. Kamu sepertinya nggak percaya padaku."Tobi tidak membantah. Jika bukan karena masalah Bahtiar, dia mungkin tidak akan meragukannya. Namun, setelah serangkaian masalah ini terjadi, bagaimana dia bisa memercayai Vamil begitu saja?"Sudahlah. Nggak ada salahnya memberitahumu. Ada sebuah tempat warisan di Jatra, yang bisa membantumu memahami hukum langit
Tobi hanya mengujinya, tetapi dia tidak menyangka kalau tebakannya benar.Karena menurut pemahamannya, yang datang pasti salah satu dari empat orang tersebut. Hanya saja, dilihat dari postur dan gerakannya, seharusnya dia juga bukan si Beruang Kutub ataupun pemimpin Takhta Suci Barat.Jadi, yang tersisa hanyalah Tuan Vamil dan Hirawan dari Negara Melandia.Mulanya, Tobi mencurigai lawan adalah Hirawan, tetapi ada berbagai tanda jurus lawan. Apalagi, dia tidak menghentikan Widia dan juga tidak memberikan pukulan keras kepada Yaldora.Lawan juga tidak memiliki niat membunuh yang kuat terhadap dirinya.Jadi, hanya satu kemungkinan yang tersisa, yaitu orang itu adalah Master Vamil.Tobi tidak menjawab, tetapi malah bertanya dengan bingung, "Mengapa?""Sejauh yang aku tahu, saat ayahmu dalam bahaya, dia menerima bantuan dari liontin giok untuk meningkatkan kekuatannya waktu itu. Aku ingin membuatmu terjebak dalam situasi putus asa. Aku ingin tahu apa kamu bisa menggunakan liontin giok yang
Lelaki tua bertopeng itu sepertinya sama sekali tidak peduli dengan kepergian Widia. Dia tidak menghentikannya dan hanya tersenyum sinis. "Bisa memblokir 30 persen energiku hanya dengan satu telapak tangan, kamu hebat juga.""Tapi sebelum memahami hukum langit dan bumi, kamu masih bukan tandinganku."Begitu selesai berbicara, lelaki tua melambaikan tangan kanannya dan menyerang dengan telapak tangan lainnya.Serangan tapak tangan kali ini terlihat sedikit lebih ringan.Namun, Tobi malah merasa ngeri. Bahkan, seolah-olah kematian tengah menghampirinya. Ekspresinya berubah drastis. Dia bersiap untuk menghindar.Namun, dia merasa kakinya terasa kaku dan tidak bisa digerakkan sama sekali, seolah-olah ada kekuatan besar yang menekannya.Sialan! Taktik seperti apa ini!Bisa-bisanya membuatnya kesulitan untuk bergerak.Tobi menggertakkan gigi. Tiba-tiba, sebuah pedang panjang muncul dari udara tipis. Itu adalah Pedang Diraya.Dia mengepalkan tangannya dan mengumpulkan seluruh energi sejatinya
Tobi tersenyum pahit. Dia ragu-ragu sejenak, tetapi kemudian berkata, "Widia, mungkin mereka bukan orang tuamu."Widia tertegun sejenak. Dia mengira Tobi sedang menghiburnya. Dia pun menggelengkan kepalanya dan berkata, "Tobi, aku tahu kamu ingin menghiburku. Jangan khawatir, aku baik-baik saja.""Ya, ayo kita pergi."Terakhir, Tobi memutuskan untuk menunggu hasil penyelidikan lebih dulu. Jika tidak, Widia pasti akan merasa lebih sedih karena ditinggalkan oleh ibu kandungnya sendiri.Dalam dua hari berikutnya, Tobi juga menghabiskan waktu dengan menemani Widia berbelanja, berjalan-jalan, dan juga menyantap berbagai makanan lezat. Keduanya tampak menikmati dunia milik berdua.Pada jam sebelas malam, bulan purnama sudah terlihat di langit.Keduanya berdiri di tepi pantai. Rasanya begitu damai.Lantaran ditemani oleh Tobi, suasana hati Widia juga kian membaik. Dia kini telah merasa jauh lebih tenang.Namun, tepat di saat ini, Tobi tertegun. Wajahnya berubah muram. Dia segera berbalik dan
Begitu mendengar perkataan Yesa, Herman hanya tersenyum pahit dan tidak berbicara lagi.Saat Yesa terlibat dalam masalah terakhir kali, Herman mencari bantuan di mana-mana, tetapi tidak ada seorang pun yang berniat membantunya. Hanya Tobi yang bersedia memberikan bantuan.Di saat itu, Herman merasa bahwa yang dilakukan dirinya dan istrinya sudah salah.Oleh karena itu, kata-kata yang Herman ucapkan pada Widia dalam beberapa hari terakhir ini, semuanya berasal dari lubuk hatinya. Lain halnya dengan Yesa, yang berusaha menyenangkan Widia dengan tujuan tertentu.Hanya saja, di hadapan istrinya, dia selalu menuruti perkataannya dan tidak pernah berani membangkang.Selesai berbicara, tatapan tajam tiba-tiba muncul di mata Yesa. Dia pun berkata, "Karena mereka nggak ingin aku hidup dengan baik, aku juga nggak akan biarkan hidup mereka damai. Aku mau lapor polisi. Aku mau pembunuhan yang terjadi barusan dipublikasikan.""Sudah cukup!"Saat ini, akhirnya Herman angkat bicara."Apa ... apa yang
"Widia, kamu sudah salah paham sama ibumu." Herman juga ikut menimpali. Apa yang terjadi dengan Widia? Kenapa gadis ini tiba-tiba menjadi pintar dan tahu segalanya?"Ayah, Ibu, ini terakhir kalinya aku memanggil kalian! Putri kalian nggak bodoh. Bukannya aku nggak memahami semua ini. Hanya saja, aku nggak ingin menerima kenyataan ini dan lebih memilih terjebak dalam angan-anganku sendiri.""Tapi kalian berulang kali menunjukkan segalanya di hadapanku. Kalian membuatku kecewa lagi dan lagi. Sekarang kalian masih ingin membodohiku?"Yesa menitikkan air mata. Wajahnya masih terlihat sedih.Keduanya tertegun sejenak, terutama suara serak Widia, yang mengungkapkan kesedihan yang terpendam selama ini. Membuat keduanya tidak mampu berkata-kata."Maafkan aku. Kelak aku nggak bisa memenuhi kewajibanku sebagai putri kalian lagi." Nada bicara Widia begitu tegas, tapi mengandung rasa sakit yang mendalam."Mulai sekarang, aku nggak punya hubungan apa pun dengan kalian lagi.""Tobi, ayo kita pergi!"