Sinar keemasan memenuhi setiap sudut Istana Cahaya, menciptakan panorama surgawi yang memukau. Yuan berdiri terpaku, matanya berkaca-kaca saat kenangan masa lalu membanjiri benaknya. Aroma mawar yang familiar menggelitik hidungnya, membawa kembali serpihan-serpihan memori yang telah lama terkubur."Akhirnya bisa kembali," gumam Yuan, suaranya bergetar penuh emosi.Di sampingnya, Xavier tampak gelisah. Kakinya seolah terpaku ke lantai marmer yang berkilau, wajahnya pucat pasi. Keringat dingin membasahi dahinya saat bayangan masa lalunya yang kelam menari-nari di pelupuk mata.Yuan menoleh, menyadari kegundahan pengawalnya. Dengan lembut, ia menyentuh pundak Xavier. "Kak, kau baik-baik saja?"Xavier menggeleng pelan, suaranya nyaris tak terdengar. "Saya ... saya tak pantas berada di sini, Pangeran Yuan. Dosa-dosa yang pernah saya lakukan ..."Kilasan seluruh perbuatannya pada masa lalu menari-nari. Dia ingin sekali bisa kembali ke masa lalu dan mengubah segalanya. Pangeran Yuasa, kakak d
“Yuan!” teriak Yuasa, degup jantungnya begitu kencang saat dia memeriksa adiknya. Nadinya terasa begitu lemah dibawah jemarinya yang gemetar. Sebagai seorang tabib dia lansung menyadari ketiadaan kristal hitam dalam tubuhnya. “Apa yang terjadi di dunia bawah?” batinnya, kekhawatiran mencengkeram dadanya.Dengan hati-hati Yuasa mengangkat tubuh Yuan yang begitu ringan dan dingin. Matanya tertuju pada bangunan kristal megah di depannya. Dia bergegas masuk ke dalam aula. Napasnya memburu, keringat dingin menetep di pelipisnya, rasa takut kehilangan adik laki-lakinya memenuhi seluruh sel dalam tubuhnya.Saat itu, Xavier yang telah membungkus lukanya seadanya dengan perban usang, berjalan keluar dari kubah tempat gerbang dimensi berada. Dia berlari-lari kecil mencari keberadaan Yuasa. Tanpa sengaja dia melihat Yuasa tergesa-gesa dengan Yuan dalam gendongannya.“Pangeran!” Xavier berlari tanpa mempedulikan luka-lukanya yang terasa nyeri saat bergerak. Dia mengikuti Yuasa masuk ke aula ista
Cahaya keemasan berpendar lembut di sekitar tubuh Pangeran Yuasa, memancarkan aura yang memenuhi ruangan. Jemarinya yang ramping bergetar saat ia menyalurkan kekuatan penyembuhan ke dalam tubuh adiknya, Yuan. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, menandakan upaya berat yang ia lakukan."Yuasa, hentikan!" seru Aurum, sosok yang identik dengan sang pangeran. Matanya yang berwarna emas berkilat cemas. "Kau bisa membunuh dirimu sendiri!"Yuasa menoleh, wajahnya pucat pasi namun tekad membara di matanya. "Aku tidak peduli," desisnya. "Yuan lebih berharga dari nyawaku sendiri."Aurum menggeleng frustasi, rambut keemasannya berkilau di bawah sinar rembulan yang menembus jendela. "Kau keras kepala! Pikirkan kerajaanmu, rakyatmu!""Mereka akan baik-baik saja selama ada kau," balas Yuasa, suaranya bergetar karena upaya yang ia lakukan.Melihat keteguhan Yuasa, Aurum menghela napas berat. Dia tidak punya pilihan lain. Membiarkan Yuasa hanya akan membahayakan nyawanya. Pada akhirnya dia harus i
Desingan angin memekakkan telinga Yuan saat Aurum, sang naga emas, melesat menembus awan. Jantungnya berdegup kencang, campuran antara kegembiraannya kembali ke rumah dan kekhawatiran akan misi rahasianya. Dia mencengkeram erat sisik keemasan Aurum, berusaha menenangkan diri.“Lihat, Yuan,” suara Yuasa, kakaknya, memecah keheningan. "Kita hampir sampai."Yuan mengerjapkan mata, mengusir titik-titik air yang mengaburkan pandangannya. Napasnya tercekat. Di kejauhan, puncak Pegunungan Jade menjulang angkuh, berkilau keemasan di bawah sinar mentari. Namun, bukan itu yang membuatnya terpana.“Astaga, Kak! Itu ... itu Kota Naga?” serunya, suaranya bergetar penuh kekaguman.Deretan bangunan dengan arsitektur megah membentang sejauh mata memandang, ukurannya seakan disesuaikan untuk para naga. Ukiran kepala naga menghiasi berbagai sudut, sementara di sisi lain, hamparan hijau tanaman ginseng sisik naga tumbuh subur. Kemakmuran Kota Naga terpancar jelas.Yuasa tersenyum lembut, angin membelai
Sinar mentari yang lembut menerangi Taman Mawar, membelai kelopak-kelopak merah muda yang mekar dengan anggun. Di tengah kebun yang rimbun, Sawatari berdiri dengan anggun, gaun putihnya melambai tertiup angin sepoi-sepoi. Matanya yang sejernih kristal tiba-tiba melebar, napasnya tertahan saat melihat sosok yang sangat dirindukannya."Yuan?" bisiknya, suaranya bergetar penuh rasa senang dan rindu yang membuncah.Yuan melangkah maju, senyum hangat tersungging di bibirnya. "Ibunda," sapanya lembut.Dalam sekejap, Sawatari telah memeluk putranya erat, air mata haru mengalir di pipinya yang halus. "Putraku, kau pulang," isaknya, membelai rambut Yuan dengan lembut.Namun, di tengah kebahagiaan itu, firasat aneh menyelimuti hati Sawatari. Ada sesuatu yang berbeda dari Yuan, sesuatu yang tak kasat mata namun terasa begitu nyata.Melepas pelukannya, Sawatari menatap dalam-dalam mata Yuan. "Apa yang terjadi di dunia bawah, Nak?" tanyanya lembut namun tegas.Yuan mengalihkan pandangan, jemarinya
Angin bertiup begitu tenang. Yuan mengamati pegunungan yang berada di sebelah Kota Naga. Dia masih merasakan hal ganjil di sekitar pegunungan itu. “Celah dimensi,” batin Yuan. Dia melirik Yuasa, berharap kakaknya tidak merasakan apa yang sedang terjadi. “Tidak ada apa-apa, tapi ….” Yuasa tidak menemukan hal ganjil di sekitar pegunungan, tetapi dia merasakan ada kekuatan yang tidak biasa. “Aneh, kekuatan ini seperti kontaminasi yang kuat, tapi di mana?” Batin Yuasa yang tidak ingin membuat Yuan cemas. Dia melihat adiknya gelisah sejak gempa terjadi beberapa menit yang lalu. “Yuan, kita kembali saja ke kota.” Yuasa menarik tangan Yuan dan mereka berbalik ke arah kota. Gempa kembali terjadi, guncangan yang jauh lebih kuat dari sebelumnya. Yuan terdiam, kekuatan yang begitu kuat dari arah pegunungan membuatnya menoleh dan berlari dengan cepat. “Yuan!” teriak Yuasa. Pemuda dengan rambut keemasan itu berlari mengejar adiknya. Semak-semak belukar menghalangi pandangan Yuasa ke arah Yua
Yuasa memeriksa Yuan yang pingsan di hadapannya. Denyut nadinya lemah dan dia merasakan energi Yuan sangat lemah. “Bagaimana bisa secepatnya ini energinya terkuras?” gumam Yuasa. Dia kembali memberikan energi kepada Yuan. Akan tetapi energi yang diberikan Yuasa seakan tidak berguna sama sekali. “Kenapa bisa begini? Dia memiliki kristal, apa yang salah?” Yuasa kembali mengalirkan energi, dia juga memeriksa setiap sel tubuh Yuan untuk mencari akar permasalahan yang mungkin terlewat. “Sebenarnya apa yang terjadi pada Yuan.”Tanah bergetar dengan suara dentuman saat Aurum mendarat dengan keempat kakinya. Naga keemasan itu menundukkan kepala dan menyenggol wajah Yuan dengan moncongnya. “Kristalnya tidak berfungsi, kristal perak tidak bekerja semestinya. Sepertinya kristal asli Yuan adalah kristal hitam.” Suara Aurum bergema di benak Yuasa. “Dia dulu juga menggunakan kristal perak lalu kenapa sekarang bermasalah?” Yuasa membalas Aurum dalam benaknya.Naga itu merunduk, merendahkan lehe
Silverstone, gempa mengguncang Kerajaan Silverstone hingga menyebabkan kerusakan parah di beberapa wilayah. Banyak penduduk mengungsi karena wilayah rusak parah. “Apa kau yakin Light?” Rainsword berada di hutan dekat desa Redstone di dalam hutan itu terdapat gerbang dimensi. “Mereka bilang ada suara aneh dari hutan, jadi kupikir terjadi sesuatu dengan gerbang dimensi,” balas Light. Mereka berdua berada di depan gerbang dimensi. Kedua pemuda dengan rambut perak pendek berdiri mematung di depan gerbang dimensi. “Apa ada suara?” Rainsword memecah kesunyian dengan sebuah pertanyaan tanpa perlu jawaban. Tidak ada apapun di tempat itu hanya gerbang dimensi yang tertutup rapat.Gempa kembali terjadi, guncangan yang begitu dahsyat sehingga keduanya hampir tersungkur ke tanah. Sayup-sayup terdengar suara aneh dari arah tebing, suara yang bukan seperti suara manusia. “Kak, kau dengar itu?” Light dan Rainsword saling pandang, keduanya berjalan perlahan menuju ke sumber suara. Mereka berdua