Di perusahaan Smith corporation, Alexander memijat pelipisnya.
Selama tiga hari terakhir, ada seseorang yang secara misterius mengirimkan bunga untuk Helena, dan Alexander sudah tidak bisa lagi diam.Meski begitu, dia tidak ingin menanyakan langsung kepada istrinya, khawatir membuat Helena merasa terganggu atau bahkan tertekan dengan perhatian yang berlebihan ini. “Han, cari tahu siapa yang mengirimkan bunga itu,” ujar Alexander dengan nada datar, namun tegas. Han mengangguk paham. “Saya akan segera mencari tahu, Tuan,” jawabnya singkat namun penuh keyakinan. Beberapa jam kemudian, ketika senja mulai merambat di luar jendela kantor Alexander, Han kembali dengan informasi yang dia butuhkan.Alexander yang sedang menunggu di ruang kerjanya segera mempersilakan Han masuk. “Bagaimana hasilnya?” tanya Alexander. Han berdiri tegak dan menjawab, “Pengirim bunga-bunga itu adalah Rhodes, partner kerja sama pSaat Helena dan Rhodes tuntas menyelesaikan pembicaraan mereka, sebuah sosok yang familiar tiba-tiba memasuki restoran dan berjalan mendekat. Alexander, dengan sikap tenangnya yang khas, tersenyum sambil menyapa istrinya. “Sayang,” ucap Alexander hangat. Helena terkejut, namun senyumnya segera mengembang. Ia melambaikan tangan ke arah Alexander, tanda sambutan yang tulus. “A–, Sayang!” Sengaja mengubah panggilan, Helena menegaskan Alexander adalah suami yang amat ia cintai kepada Rhodes. Rhodes, yang duduk di depannya, hanya bisa menatap kedatangan Alexander dengan datar, meskipun dalam hatinya dia merasa terganggu. Alexander mendekati mereka, lalu, tanpa ragu, mencium kening Helena dengan lembut. “Aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu di sini,” katanya, suaranya terdengar lembut namun penuh arti. “Aku juga akan bertemu seseorang untuk urusan bisnis, Sayang.” “Benarkah?” ujar Helena, Alexander pun menganggukkan kepalanya. Rhodes, yang sebelumnya menikmati waktu pr
Malam itu, setelah membersihkan diri dan mengganti pakaian, Alexander dan Helena kini berada di kamar mereka. Alexander mendekatkan tubuhnya, memeluk Helena erat, lalu menundukkan kepala untuk mencium keningnya dengan penuh kehangatan dan cinta. Hal itu membuat Helena merasa nyaman dan tenang di dalam pelukan suaminya. Perlahan, Alexander mulai bicara, suaranya pelan namun jelas. “Sayang, aku sebenarnya keberatan jika perusahaanmu menjalin kerja sama dengan Rhodes,” ujarnya, menatap dalam-dalam wajah istrinya. Helena terdiam, merasakan nada serius dalam suara Alexander. Ia menghela napas panjang sebelum menjawab, “Sayang, aku tidak bisa begitu saja memutuskan hubungan kerja sama ini. Proses produksi sudah akan dimulai, semua persiapan sudah matang. Ini tidak mudah dihentikan.” Alexander mengangguk pelan, namun kegelisahan masih tampak di wajahnya. “Kalau begitu, biarkan aku menjadi investor di perusahaan
Malam itu, setelah Alexander dan keluarganya beristirahat, suara bel rumah berbunyi.Alexander langsung menemuinya, apalagi ekspresi wajah Han agak tidak biasa. Menyadari ada hal penting yang perlu dibicarakan, Alexander mengajak Han masuk ke ruang baca, agar tidak mengganggu istri dan anak-anaknya yang sudah terlelap. Di dalam ruang baca yang sunyi, Alexander duduk berhadapan dengan Han. “Apa yang membawamu kemari malam-malam begini, Han?” tanya Alexander dengan nada rendah namun penuh perhatian. Han menatap Alexander sejenak sebelum menjawab, “Tuan, saya datang untuk menyampaikan kabar dari hasil penyelidikan terakhir mengenai penyerangan di kapal pesiar waktu itu.” Alexander mengangguk perlahan, memberi isyarat agar Han melanjutkan. “Dugaan mengarah pada pihak luar,” lanjut Han. "Lebih spesifiknya, penyerang diduga berasal dari negara asing, negara asal keluarga Nyonya Helena.” Mendengar itu, Alexander men
Pagi itu, Helena melangkah masuk ke ruang kerjanya dengan perasaan campur aduk. Syukurlah, tidak ada lagi buket bunga misterius seperti kemarin, namun kekhawatiran tetap menyelimuti pikirannya. Duduk di kursinya, ia mencoba memusatkan perhatian pada pekerjaannya, tetapi pikirannya terusik oleh pesan yang ia terima semalam.“Ah, aku benar-benar sangat lelah dengan situasi seperti ini...” keluh Helena. Helena mengeluarkan ponselnya, membuka kembali pesan itu, dan membacanya untuk kesekian kali. Tulisan singkat dan dingin itu tertera di layar, “Kematian kalian akan segera tiba, bersiaplah dari sekarang.” Pesan yang tidak hanya mengancam dirinya, tetapi juga Alexander dan anak-anak mereka. Helena menatap layar ponselnya, hatinya berkecamuk. Ia tahu bahwa menunjukkan pesan ini kepada Alexander hanya akan membuatnya khawatir, apalagi mereka baru saja memulihkan kehidupan mereka yang tenang setelah masalah sebelumnya. Tidak ingin menambah
“Aku tidak tahan lagi, Sayang!” Suara Alexander pecah dengan nada putus asa. Kalimat itu membuat Helena menghentikan aktivitasnya. Ia menatap Alexander, terkejut, tidak menduga pria itu akan datang ke kantornya tanpa pemberitahuan. Ekspresi Alexander terlihat kusut, seperti menahan beban yang begitu berat. Helena langsung berdiri dari kursinya. “Ada apa, Sayang?” tanyanya lembut, mendekati Alexander. Tanpa berkata-kata, Alexander menarik Helena ke dalam pelukannya. Pelukan yang begitu erat, seolah ia takut kehilangannya. “Aku tidak bisa lagi, Sayang,” bisik Alexander. “Aku tidak bisa hanya diam sementara kau menyembunyikan sesuatu dariku.” Helena terdiam sejenak, merasakan hati Alexander yang bergejolak. Akhirnya, ia menghela napas panjang, lalu berkata lirih, “Maafkan aku. Aku tak pernah bermaksud menyembunyikannya darimu. Aku hanya..
“Sepertinya, kesan anda akan buruk jika melakukan itu, Tuan,” nasihat Asisten sekretarisnya Rhodes. Mendengar itu, terpaksa Rhodes duduk di sofa ruang tunggu kantor Helena dengan sabar, menatap jam dinding sambil mengetuk-ngetuk kan jarinya ke lengan kursi. Pikirannya dipenuhi dengan keraguan dan keinginan untuk segera bertemu dengan Helena. Sudah lebih dari setengah jam ia menunggu, dan kesabarannya mulai menipis. “Aku tidak bisa terus begini,” gumamnya sambil bangkit dari sofa. Namun, langkahnya terhenti ketika pintu ruang kerja Helena terbuka, dan sosok yang keluar membuat matanya menyipit tajam. “Alexander...” gumamnya, pelan. Alexander memutar bola matanya, jengah. bagaimanapun, Alexander sudah benar' menganggap Rhodes sebagai pengganggu dalam rumah tangganya. Memperlihatkan jelas siapa dirinya, Alexander keluar dari ruangan semakin menjauh dengan senyum sinis di
Acara peluncuran parfum terbaru itu dihadiri para tamu berkelas, mulai dari pebisnis, selebritas, hingga para sosialita terkenal. Rhodes melangkah memasuki ballroom bersama Helena di sisinya, senyum lebar terpancar di wajahnya. Ia merasa sangat bangga bisa datang ke acara ini sebagai partner Helena, dan ia tidak ragu mengenalkan Helena kepada setiap rekan yang ditemuinya, seolah ingin menunjukkan hubungan mereka kepada dunia. Namun, Helena mulai merasa sedikit tidak nyaman. “Rhodes, apa dia tidak sadar kalau ini keterlaluan?” gumamnya, pelan. Pandangan beberapa tamu wanita yang pernah menjalin hubungan dengan Rhodes terarah padanya, memberikan tatapan tak bersahabat yang membuat suasana semakin canggung. Tapi, karena ini acara publik, Helena memutuskan untuk menahan diri dan mencoba bersikap tenang, meskipun ia tidak bisa mengabaikan perasaan buruk yang perlahan muncul. Saat Rhodes terlibat percakapan dengan sekelompok te
Helena terperangah saat melihat kondisi dirinya dan Alexander di atas tempat tidur. Selembar sprei yang telah tercoreng dengan bercak darah menjadi saksi bisu atas kejadian yang tak terduga. “Sa–Sayang...” ucap Helena, masih saja tercengang. Alexander hanya bisa memberikan senyum lemah, mencoba menenangkan suasana yang tiba-tiba menjadi tegang. Helena, dengan mata yang berkaca-kaca, menatap Alexander dengan tatapan penuh penyesalan. “Sayang, maafkan aku...” “Ayolah, aku juga tidak tahu harus melakukan apa tadi,” jawab Alexander. Helena hanya bisa tersenyum kikuk, tahu ini adalah sebuah kecelakaan, sebuah insiden yang tidak diharapkan oleh keduanya. “Sayang, tolong ke kamar mandi duluan, ya,” pinta Helena dengan suara yang bergetar, menahan perasaan campur aduk yang memenuhi dadanya. Alexander mengangguk pelan dan dengan langkah gontai menuju kamar mandi. Sementara itu, Helena mulai bergerak u