Setelah kepergian Hailey, Helena melanjutkan pekerjaannya.
Ponsel Helena trus berdering, namun ia memilih untuk fokus saja. Benjamin, Alexander, dua pria itu benar-benar seperti kebanyakan waktu senggang. Entah sudah berapa banyak mereka menghubungi. Tidak akan menyentuh ponsel kalau bukan pengasuhnya Angel yang menghubungi. Pukul 6 sore, Helena pun benar-benar sangat kelelahan. “Hecel, ayo pulang!” ajak Hendrick. Helena tesenyum sambil menganggukkan kepalanya. “Oke!” Mereka berdua berjalan bersama karena Helios masih ada yang harus dikerjakan. Hendrick membukakan pintu mobil, Helena bersiap untuk masuk tiba-tiba saja Benjamin muncul entah dari arah mana. “Hecel,” panggil Benjamin. Hendrick dan Helena meCahaya remang-remang kamar itu menambah suasana romantis di antara mereka. Alexander dengan lembut mendekatkan wajahnya ke Helena, memandang dalam-dalam ke mata wanita itu sebelum akhirnya mengecup bibirnya dengan penuh kelembutan. Helena yang awalnya terkejut, kini mulai larut dalam hangatnya ciuman tersebut. Ia membiarkan Alexander memperdalam ciuman, menikmati setiap sentuhan yang membawa aliran hangat di tubuhnya.‘Aku tidak bisa mengontrol diriku sendiri.’ batin Helena. Napas Alexander semakin cepat, menandakan betapa dalamnya perasaan yang ia rasakan. Ciuman itu bukan hanya sekedar sentuhan fisik, tapi lebih merupakan ungkapan hati yang paling jujur dari Alexander. Dengan mata terpejam, Helena bisa merasakan setiap denyut nadi yang berpacu lebih cepat, hatinya dipenuhi oleh gelombang emosi yang tak terkira. Ini adalah sebuah ciuman pertama yang begitu tulus dan hangat yang bisa dirasakan keduanya, terhubung tidak hanya melalui fisik, tapi juga jiwa. Alexander dengan hati
Helena masih mematung di tempatnya, tersenyum dengan perasaan yang hangat menatap Alexander dan juga Rendy, serta Angel tidur di ranjangnya. Pemandangan semacam ini tidak pernah terbayangkan oleh Helena sama sekali. Dipikirnya, Helena hanya akan membesarkan Angel seorang diri hingga Angel dewasa nanti. “Aku benar-benar makin sulit untuk mengatakan tidak atas situasi ini.” gumam Helena, pelan. Ia tak ingin mengganggu tidur Ketiga orang itu. Hati-hati Helena melangkahkan kaki menuju lemari, mengeluarkan satu set pakaian. Setelah mengenakan pakaian itu, Helena pun memutuskan untuk keluar dari kamar. Hendrick, Helios, dan Tuan Beauvoir sudah menunggu di meja makan. “Kemana pria brengsek itu, Hecel?” tanya Hendrick, terus mengedarkan pandangan guna mencari keberadaan Alexander. Helena tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, keheranan dengan
Di sebuah gedung pernikahan yang tertutup rapat, jauh dari keramaian yang mana seharusnya. Helena tampak menawan dengan gaun sederhana berwarna putih gading yang ia kenakan, rambutnya disisir rapi dan dibiarkan terurai lembut di pundaknya. “Wah...” Alexander menatap Helena penuh kekaguman. “Kalau begini, sepertinya aku tidak akan keberatan membelikan semua model baju pernikahan untuk kau pakai setiap harinya.” Helena berdecih, merasa kalau pujian itu terlalu berlebihan mengingat dia juga hanya menggunakan dress biasa. “Aku akan menjadi manusia teraneh di dunia nantinya!” Di seberangnya, Alexander mengenakan setelan jas hitam yang tampak elegan meskipun tidak mewah. Angel menggunakan dress putih, menggunakan hiasan kepala, sepatunya pun berwarna putih. Rendy mengenakan pakaian yang sama seperti Ayahnya, bocah itu benar-benar tampan sekali.
Alexander hanya bisa menatap Hendrick dengan tatapan dingin, tengah menahan kesal kepada pria itu. ‘Kalau saja Hendrick bukan kakaknya Helena, bogem mentah dariku pasti sudah melayang ke wajahnya.’ batin Alexander. Dibanding Helios yang lebih tenang dan gemar memperhitungkan situasi dan kondisi, Hendrick adalah orang yang sangat aktif mengekspresikan perasaannya. Tuan Beauvoir pun hanya bisa tersenyum tipis dan menghela napas. “Baiklah, kita akan menjadi satu tim mulai dari sekarang. Jadi, pastikan tidak ada penghianatan satu sama lain.” Tuan Beauvoir menatap Helena dan juga Alexander secara bergantian. “Pastikan tidak ada dari kalian berdua ya saling menghianati juga, paham?” Alexander dan Helena menganggukkan kepalanya secara kompak. “Kami janji.” ucap mereka berdua. Alexander tersenyum, gegas ia mengeluarkan ponselnya dari saku jas yang ia gunakan. “Ini sudah waktunya untuk pertunjukan,
Helena dan Alexander berdiri di tepi pantai, menghadap ke lautan yang luas dengan hamparan pasir putih di bawah kaki mereka. Senyum merekah indah sempurna itu tergambar jelas di wajah Helena. “Wah... Aku benar-benar merasa ini seperti mimpi!” Alexander pun ikut tersenyum. “Aku juga merasakan gang sama. Tapi, bukan tentang pantai ini.” Helena menoleh, menatap Alexander dengan tatapan yang dalam. Matahari terbenam menciptakan siluet yang memukau, memperlihatkan keindahan sejati alam yang berpadu sempurna dengan momen bahagia mereka. Gaun pengantin sederhana yang dikenakan Helena berkibar lembut diterpa angin, menambah keanggunan penampilannya. Alexander memeluk Helena dari belakang. Ia memberikan kecupan lembut di punggung Helena, membuatnya tersenyum bahagia. “Kau memiliki kemajuan dalam memperlak
Senja mulai menyelimuti pantai saat Alexander menggenggam tangan Helena, membawanya memasuki penginapan bergaya klasik yang terletak tak jauh dari bibir pantai. Desain yang memadukan unsur kayu dan batu membuat suasana semakin romantis, ditambah suara ombak yang berdesir pelan sebagai latar musik alami. Begitu pintu kamar terbuka, Alexander tak bisa menahan diri. “Aku tidak bisa menahan diri lebih lama lagi, Sayang,” ucap Alexander, matanya memancarkan maksud yang mendalam, selaras dengan ucapannya. Dengan napas yang terengah-engah, dia mendekap Helena dan mencium bibirnya dengan penuh hasrat. Helena terbawa arus emosi yang sama, membalas ciuman itu tanpa ragu. Alexander dengan lembut mengusap punggung Helena yang masih terbalut gaun pengantin sederhana yang telah berantakan akibat angin pantai. Je
“Jangan harap kau akan mendapatkan jawabannya, Alexander. Aku tidak akan mengatakan apapun jika pertanyaanmu tentang itu.” ucap Helena, tegas. Alexander hanya bisa menerima saja keputusan Helena. Yang paling, Helena sekarang ini sudah menjadi istrinya, bahkan kini pernikahan mereka juga sudah tercatat pada catatan negara. “Baiklah. Mau kau cinta atau tidak padaku, Sekarang ini kau sudah menjadi istriku yang sah secara negara juga. Jadi, asalkan hidup bersama dengan kompak dan bahagia, aku rasa itu tidak akan menjadi masalah, kan?” ujar Alexander. Helena hanya bisa membalas ucapan Alexander dengan sebuah senyuman. Malam itu, mereka benar-benar menghabiskan waktu dengan kegiatan yang begitu intim. Tidak kenal lelah, namun nyatanya mereka juga seperti ketagihan satu sama lain. Esok paginya, Helena dan Alexander kembali ke kediaman Beauvoir. Keluarga menyambut kedatangan mereka terutama Angel dan juga Rendy. Mereka berdua bertingkah seolah sudah satu abad tidak bertemu dengan Hele
Helena tersenyum sinis membaca artikel baru yang muncul, naik menjadi 10 besar berita heboh. ‘Hailey, putri Jessica Beauvoir bertunangan dengan Jarvis Huroos’. Helena sudah mengetahui latar belakang pria itu, memang akan sangat berbanding terbalik dengan Benjamin jika Helena jadi menikah dengan pria itu. “Sudah, ah. Untuk apa juga aku terus memikirkan sesuatu yang sangat tidak penting seperti ini?” gumam Helena. Gegas menjauhkan ponselnya, Helena sudah harus tidur karena besok ia pun masih harus bekerja. Alexander tersenyum menatap kedua anaknya yang tengah bermain dengan akur. Rendy nampak begitu menyayangi Angel, sebaliknya juga sama. “Aku benar-benar tidak menyangka kalau akan merasakan hal ini. Ternyata, menjadi seorang Ayah bukan hal yang menyebalkan.” gumam