Di perusahaan Smith, seisi ruangan menjadi hening ketika Alexander melangkah masuk dengan langkah yang berat dan penuh wibawa. Semua yang hadir dengan segera bangkit berdiri, memberikan hormat yang terasa lebih seperti rasa takut daripada penghormatan. Han mengiringi langkah Alexander di balik punggung pria itu. Alexander duduk di kursi utama, dengan ekspresi wajah yang dingin dan mata yang menyala-nyala dengan kemarahan yang tak terucapkan. Han memberikan isyarat agar yang lainnya juga duduk. Tanpa membuang waktu, Alexander memotong keheningan yang memekakkan dengan suara rendah dan berat. “Bagaimana mungkin perusahaan kita yang memiliki sistem keamanan yang valid bisa mengalami kebocoran data?” tanyanya, suaranya tegas dan penuh kekecewaan. Para anggota rapat saling pandang, kebingungan terpampang di wajah mereka, tak ada yang berani menjawab atau bahkan berani menatap langsung ke arah Alexander. Suasana tegang menggantung di ruangan itu, setiap detik terasa seperti me
Malam itu, di pesta ulang tahun Hailey. Helena melangkah perlahan memasuki ruangan megah tempat pesta ulang tahun Hailey diadakan. Lampu gantung berkilauan menambah kemewahan dan bunyi tawa serta suara musik mengisi ruangan. Di sana, Benjamin dan anggota keluarga lain sudah berkumpul sesuai dengan keinginan Tuan Beauvoir. Jessica, yang berdiri di dekat pintu masuk, menyambut Tuan Beauvoir dan para tamu dengan senyum yang terpahat manis di wajahnya. Helena, Hendrick, dan Helios, juga mengikuti langkah yang sama, membalas senyuman Jessica dengan sikap ramah. Nyatanya, itu hanyalah topeng yang dipasang pada wajah mereka. Mereka berbasa-basi, berbicara tentang hal-hal yang ringan sambil menunggu acara inti dimulai. Namun, seiring malam ber
Malam itu, gemerlap pesta ulang tahun Hailey masih membawa suasana yang riuh dan penuh kebahagiaan. Dengan gaun malam yang menawan, Hailey bergerak lincah di antara tamu yang hadir, senyumnya yang manis seolah menutupi niat licik yang tersimpan di dalam hatinya. Sambil memegang gelas wine, Hailey menghampiri salah satu pelayan yang sibuk mengisi minuman. Dengan suara yang hanya cukup terdengar oleh sang pelayan, Hailey berbisik, “Tolong berikan ini pada Helena atau Heceline, pastikan dia meminumnya.” Di tangan kanannya, ia menyerahkan sebotol wine yang telah dicampuri obat perangsang. Pelayan itu mengangguk singkat, menyembunyikan kecurigaan di wajahnya. Dengan hati-hati, ia berjalan menuju Helena yang sedang tertawa lepas dengan Helios dan Benjamin. Sejatinya, mereka tak benar-benar merasa bahagia. Pelayan itu sudah memindahkan wine ke gelas, menyerahkan k
Brak! Hendrick menerobos masuk, pintu kamar Helena terbuka lebar dengan suara dentang yang keras. Benjamin yang tengah berjongkok di samping tempat sofa Helena berada, tiba-tiba terperanjat dan terpental sedikit ke belakang. Wajahnya memucat, matanya terbuka lebar penuh kebingungan. “Apa yang sedang ingin kau lakukan kepada adikku, Benjamin?!” tanya Hendrick, penuh kemarahan nada bicaranya. Gegas pria itu mendekati Helena, memastikan keadaan adiknya baik-baik saja. “Hendrick, aku... aku hanya...” Benjamin mencoba menjelaskan, suaranya tercekat. “Jawab, jangan bertele-tele! Apa yang kau lakukan dengan adikku?!” teriak Hendrick lagi, amarahnya memuncak. Nafasnya memburu, tangannya terkepal kuat seolah ingin memukul. “Tunggu, dengarkan aku! Hecel... dia mengatakan bahwa dia merasa sangat panas dan tidak nyaman. Dia minta tolong padaku untuk...” Benjamin berusaha menenangkan situasi, tangannya terangkat seolah memberi isyarat agar Hendrick mendengarkan dulu. “Untuk apa
“Aku tidak ingin bertanya lebih banyak lagi. Aku akan berhenti sampai di sini, tidak ingin merasakan kemarahan lebih daripada ini!” ucap Hendrick, tatapan matanya masih marah kepada Benjamin. Pria itu membantu Helena untuk bangkit dari posisinya. Menggandeng tangan Helena, mengajaknya keluar dari ruangan itu. Bruk! Benjamin jatuh duduk di sofa. Sambil mengusap wajahnya, dia tengah merutuki kebodohannya sendiri. Padahal, niatnya adalah demi bisa segera menikahi wanita yang ia inginkan. “Sial! Ini benar-benar gila. Kenapa, kenapa aku melakukannya?!” rutuk Benjamin. Tidak ingin banyak bicara, Hendrick pun langsung membawa Helena meninggalkan pesta tersebut. Sudah cukup berbasa-basi di sana, apapun yang akan terjadi selanjutnya biarkan Helios yang menyelesaikannya. “Masuk, Hecel!” titah Hendrick begitu
Malam itu, di dalam kamar. Helena menarik napas dalam-dalam, berusaha meredam gejolak di dalam hatinya. Ia memandang ponsel yang baru saja diletakkannya di meja dengan tatapan tajam. Kegaduhan di media sosial setelah pesta ulang tahun Hailey membuat hatinya panas. Semua berita dan komentar itu seakan-akan memaksa dirinya dan Benjamin untuk segera menikah. Tidak hanya itu, ada pula komentar yang menyakitkan hati, mengatakan bahwa Helena menikahi Benjamin, seorang pria yang status kekayaannya tidak sepadan dengan keluarga Helena, hanya karena tidak ada pria lain yang mau dengan Helena. “Dia memiliki anak karena hubungan gelapnya. Masa lalunya begitu tidak baik, wajar jika menikah dengan pria yang kekayaannya di bawah keluarganya.” “Padahal dia sangat cantik, sayangnya dia suka bermain pria!” “Heceline pasti bingung sekali siapa Ayah dari anaknya, kan?” “Kemarin a
Sore hari, perusahaan keluarga Beauvoir. Benjamin dan Helena duduk berhadapan, berseberangan meja. Mata mereka memancarkan pemikiran yang dalam. “Hecel, kenapa kau tidak mengatakan apapun? Apakah kabar tentang pernikahanmu itu benar?” tanya Benjamin, menunggu dengan serius tanggapan dari Benjamin. Untuk beberapa saat Helena masih terdiam, ada senyum tipis yang muncul di wajahnya. “Benjamin, seberapa dalam kau terlibat dalam hal itu?” Benjamin tercekat. “Awalnya, aku berpikir akan mencobanya. Tapi, Semakin lama aku justru semakin meragukan mu. Apa kau tahu, Benjamin? Melihat tatapan matamu yang sedih itu saat membicarakan Alexander, peringatan mu padaku untuk tidak memilih Alexander, kau benar-benar membuatku takut. Kau tidak mencintaiku dengan tulus, kau hanya tidak ingin harga dirimu kembali terluka jika aku kembali menjalin hubungan dengan Alexander, bukan?” timpal Helena.
Pagi itu Alexander, dengan napas terengah-engah, berlari menuju meja informasi di bandara begitu pesawatnya mendarat. Han mengikuti di belakang, tangannya menyeret dua koper besar milik Alexander. “Tuan, tolong berhati-hatilah.” pinta Han. Tidak jauh dari mereka, seorang pengasuh menggandeng Rendy. Matanya terlihat panik dan raut wajahnya pucat, seakan-akan dia baru saja mendengar kabar terburuk dalam hidupnya. “Han, cari tahu di gedung mana Helena menikah, sekarang juga!” perintahnya pada Han yang setia berada di sampingnya. “Baik, Tuan.” sahut Han. Han, yang juga terlihat cemas, mengeluarkan ponselnya dan mulai mencari informasi dengan cepat. Setelah beberapa menit yang terasa seperti jam, Han akhirnya menemukan alamat gedung pernikahan Helena. “Sudah, Tuan. Gedung Grand Ballroom Emerald, sekitar 20 menit dari sini,” ucapnya sambil menunjukkan layar ponselnya. Tanpa membuang waktu, Alexander bergegas menuju pintu keluar bandara. Dia meminta kunci mobil