Beranda / Romansa / Rahim Sang Mantan / Haruskah Berpisah?

Share

Haruskah Berpisah?

Penulis: Zhang Mila
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-01 20:52:24

"Apakah kamu ingin segera berpisah denganku jika tujuanmu sudah tercapai, Mas?"

Jihan tersenyum miris. Ia seolah lupa akan tujuan utama Yudha menikahinya. Bukan lagi karena cinta, melainkan menginginkan keturunan darinya agar rumah tangganya bersama Maura tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Dan apa yang akan ia dapatkan kelak, hanya kehilangan yang akan ia rasakan. Kehilangan dalam penyesalan. Ia akan kehilangan cintanya dan buah hatinya. Apakah ia sanggup menerima takdirnya?

Seketika air mata itu menetes dari pelupuk matanya.

Jihan mata mengembun, ia menatap punggung lebar itu yang telah hilang di balik pintu kamar mandi. "Aku harus kuat. Aku tidak ingin terlihat lemah lagi. Sudah cukup kamu menangis, Jihan. Sekarang waktunya untuk bangkit menjalani hidup.

Jihan pun memutuskan untuk keluar dari kamarnya setelah memakai kembali pakaiannya.

Jihan berniat untuk membuat sarapan. Tapi ketika sampai di dapur, dia berhenti sejenak dan memilih duduk di meja ma
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Rahim Sang Mantan   Pasrah

    Keduanya terdiam cukup lama. Sampai akhirnya Yudha kembali berucap. "Ini tidak adil bagi kita semua, kamu maupun Maura. Karena kita akan sama-sama patah dalam porsi yang berbeda." Jihan yang sedari tadi menunduk, mengangkat wajahnya untuk menatap Yudha. "Maksud kamu apa, Mas?" "Kamu tidak akan mengerti kenapa aku memilih menikah denganmu dan membuatmu mengandung. Ini semua demi Maura. Aku tidak ingin kehilangan Maura karena tuntutan orang tuaku yang menginginkan seorang cucu. Kamu tau apa yang di katakan oleh ibuku pada Maura?" Yudha menjeda kalimatnya. Terlihat matanya memerah menahan gejolak di dada. "Ibuku ingin aku berpisah dengan Maura yang diklaim mandul dan menyuruhku untuk menikah lagi dengan perempuan pilihannya. Aku menolaknya. Karena aku lebih memilih menikah dengan pilihanku sendiri dari pada harus melihat Maura yang harus tersisih dari perlakuan ibuku. Aku tidak tega, Jihan. Aku sakit saat melihatnya menangis. Meski aku juga tak menampik akan melihat air matan

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-02
  • Rahim Sang Mantan   Sedikit Cemburu

    Jihan memutar tubuhnya. Matanya melebar sempurna ketika melihat Yudha yang sedang bersandar di dinding di samping pintu kamar mandi dengan melipat tangannya di dadanya. Matanya menatap mesum, seolah menguliti tubuh Jihan tanpa sisa. Pria itu mendekati Jihan dengan senyum devil di bibirnya. "Apa kamu mau menggodaku, Sayang?" tanya Yudha berulang. Jihan menggeleng cepat. "Bukan, bukan seperti itu, Mas," ucap Jihan gugup. Perlahan ia melangkah mundur karena Yudha terus maju seperti ingin menjamahnya. Jihan juga merasa ngeri melihat tatapan Yudha yang seolah dengan mudah bisa melumpuhkan pertahanannya. "Bukan seperti itu, Mas." Jihan meracau sembari mencengkram erat handuk agar tak terlepas dari tubuhnya. "Lalu, apa? Kamu sengaja membuat singa ini lapar kembali, begitu?" Lagi-Jihan hanya menggeleng seraya terus melangkah mundur untuk mengindari Yudha. Kakinya saja masih terasa bergetar, tidak mungkin kan Yudha akan melampiaskan hasratnya lagi. Tap

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-05
  • Rahim Sang Mantan   Bab 1. Menjadi Rahim Pengganti

    "Lahirkan anak untukku, maka aku akan memenuhi semua kebutuhanmu dan memberimu mahar 2 miliar. Tapi ingat, ini hanya sementara," ucap Yudha tegas pada Jihan. "Jika bukan keinginan istriku, aku tidak akan pernah menikah denganmu," sambungnya lagi dengan sorot matanya yang tajam. Lalu dia pergi begitu saja meninggalkan Jihan di kamar pengantinnya seorang diri. Brakk!! Suara pintu terbanting dengan keras. Jihan hanya bisa memejamkan matanya bersamaan dengan turunnya cairan bening di pipinya. Ada rasa sakit di hati Jihan ketika mendengar setiap kalimat yang Yudha ucapkan. Padahal Yudha yang dulu ia kenal sangat lembut dan penuh kasih sayang. Mungkin terkesan berlebihan jika Jihan ingin Yudha seperti yang dulu setelah luka yang ia torehkan. Ia pantas mendapatkan ini sebagai balasan. Sungguh, ia sangat terkejut saat mengetahui jika pria yang membutuhkan rahimnya adalah mantan kekasihnya dulu. Jihan yang saat itu sangat membutuhkan biaya unt

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28
  • Rahim Sang Mantan   Bab 2. Mantan Masa Lalu

    "Itu apa?" Brug.. Amplop coklat itu dilempar dan mendarat tepat di samping Jihan. "Bukalah. Nanti juga kamu tau apa isinya." Setelah itu Yudha beranjak berdiri dan memutar tumitnya menuju balkon dan menggeser pintu itu hingga terbuka. Dikeluarkannya dari dalam sakunya satu bungkus nikotin. Di ambilnya satu dan kemudian dijepit di lipatan bibirnya Disulutnya api untuk membakar nikotin itu. Kepulan asap seketika memenuhi ruangan saat Yudha menghembuskan ke udara. Setiap gerak gerik Yudha tidak luput dari tatapan Jihan. Sampai ia melupakan rasa penasarannya pada suatu benda yang masih berada di pangkuan tangannya. "Apa kamu tidak penasaran dengan isinya Jihan? Kenapa kamu malah sibuk menatapku seperti itu?" tanya Yudha seraya mengepulkan asap ke udara seraya tersenyum tipis. Jihan tersentak dengan kalimat Yudha. Ia langsung membuang pandangannya ke lain arah untuk mengikis rasa malunya karena sudah ketahuan diam-diam memerhatikan Yudha. Mengalihkan

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28
  • Rahim Sang Mantan   Bab 3. Operasi

    Wajah Yudha kian mendekat, membuat mata Jihan terpejam ketakutan. Ia ingin berlari menjauh, tapi cekalan tangan Yudha semakin kuat memeluk tubuhnya dari belakang. Tinggal beberapa centi bibir mereka hampir bertemu, ponsel Jihan berdering dengan nyaring. Reflek membuat Jihan menjauh dan bangkit dari pangkuan Yudha. Ia meraih ponsel itu dan langsung di tempelkan di telinganya. "Hallo Jihan. Maaf sudah mengganggu kesenanganmu dan Yudha," ucap dokter Reno dari seberang. Jihan melirik Yudha sekilas yang juga menatapnya. "Tidak, Dok. Sama sekali tidak menganggu." Perasaannya menjadi tidak enak karena tidak biasanya dokter Reno langsung meneleponnya. "Jihan, kamu tahu kan apa yang akan saya bicarakan?" "Operasi ibu saya ya, dok?" "Betul Jihan. Operasinya akan segera dilaksanakan. Bisakah_" "Iya, dok. Jihan mengerti. Setelah ini insya Allah Jihan kesana dan membayar semuanya. Terima kasih, dokter," "Oke. Baik, Jihan." "Si Reno?" tanya Yudha setela

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28
  • Rahim Sang Mantan   Bab 4. Kehilangan

    Semua perkataan dokter Reno tidak ia percayai begitu saja. Jihan menganggapnya hanya angin belaka. Kenapa juga sang dokter harus mengatakan hal terburuk yang akan terjadi pada sang ibu. Seharusnya dia tidak mendahului takdir yang belum tentu terjadi. Masih ada Tuhannya yang akan mengabulkan doanya. Memberikan hadiah terbaik untuk ibunya yang telah berjuang melawan penyakitnya yang sudah dideritanya sejak lama. "Jihan." "Iya." Jihan mengangkat wajahnya dan menatap dokter itu. "Kamu mendengar apa yang saya katakan, kan?" "Iya, dok. Jihan mendengar semuanya dengan jelas," jawab Jihan seraya tersenyum tipis. Ia bahkan mendengarkan dengan jelas setiap kalimat yang terlontar dari bibir dokter itu dengan pikiran yang sulit terlukiskan oleh kata-kata. "Jihan." Dokter itu diam sesaat. Matanya menatap lekat Jihan. Jihan paham jika beban dokter Reno sangatlah besar. Percayalah, Jihan juga takut jika ini terjadi. Tapi mau bagaimana lagi, jika tidak dioperasi

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28
  • Rahim Sang Mantan   Bab 5. Membujuk Pulang

    Jihan mengangkat kepalanya melihat siapa. "Dokter." Dokter Reno tersenyum lembut, menutupi rasa iba ketika melihat Jihan yang terpuruk seperti itu. Jihan menoleh sekilas, lalu kembali menatap gundukan tanah merah itu. Air matanya pun tumpah kembali. Dia tergugu ketika mengingat sosok ibunya. "Kamu harus kuat, Jihan. Ini yang terbaik untuk ibumu. Dia sudah tak sakit lagi." Dokter Reno mencoba menguatkan. Memberi perasaan nyaman agar Jihan kembali tenang. "Ibu sudah sembuh kemarin, Dok. Ibu sudah sembuh!! Bahkan sebelum operasi masih bisa bercanda bersamaku. Tapi kenapa ibu sekarang pergi secepat ini?" "Iya, Ibumu sudah sembuh, Han. Jadi kamu harus senang, bukan bersedih seperti ini." Jihan menggeleng, "Percuma ibu sembuh jika dia ninggalin Jihan, dok," Tangis Jihan terdengar semakin pilu ketika mengingat pesan sang Ibu. Dia tak menyangka jika itu adalah pesan terakhirnya sebelum menemui ajalnya. Jika dia tau, pasti dia akan selalu menemani sang ibu tanpa beranjak sedikitpun

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28
  • Rahim Sang Mantan   Bab 6. Mandul

    "Iya, sebentar!!" seru Maura seraya melangkahkan kakinya. Seketika tubuh Maura menegang ketika melihat tamu spesial sore ini. Tamu yang sangat tak di harapkan kedatangannya untuk memperumit keadaannya yang tengah dirundung nestapa. Meskipun sang tamu tampak tersenyum cerah menatapnya, namun Maura merasa jika wanita di hadapannya ini ingin menyampaikan sesuatu kepadanya. "Ibu.." Wanita paruh baya itu tersenyum, lalu menyapa Maura dengan tak kalah ramahnya sehingga membuatnya merinding. "Assalamualaikum, selamat malam, Maura." "Wa_waalaikumsalam, Ibu." jawab Maura terbata. Mayra tetap mematung, tangannya menggenggam erat pada handel pintu yang sedari tadi di pegangnya. Sehingga dia lupa mempersilahkan mertuanya itu masuk ke dalam rumahnya. Dia terlalu shock menerima kedatangan sang mertua yang tiba-tiba tanpa kabar sebelumnya. Padahal dulu sang mertua sangat jarang berkunjung ke rumahnya jika tak ada hal penting yang ingin di sampaikan

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-19

Bab terbaru

  • Rahim Sang Mantan   Sedikit Cemburu

    Jihan memutar tubuhnya. Matanya melebar sempurna ketika melihat Yudha yang sedang bersandar di dinding di samping pintu kamar mandi dengan melipat tangannya di dadanya. Matanya menatap mesum, seolah menguliti tubuh Jihan tanpa sisa. Pria itu mendekati Jihan dengan senyum devil di bibirnya. "Apa kamu mau menggodaku, Sayang?" tanya Yudha berulang. Jihan menggeleng cepat. "Bukan, bukan seperti itu, Mas," ucap Jihan gugup. Perlahan ia melangkah mundur karena Yudha terus maju seperti ingin menjamahnya. Jihan juga merasa ngeri melihat tatapan Yudha yang seolah dengan mudah bisa melumpuhkan pertahanannya. "Bukan seperti itu, Mas." Jihan meracau sembari mencengkram erat handuk agar tak terlepas dari tubuhnya. "Lalu, apa? Kamu sengaja membuat singa ini lapar kembali, begitu?" Lagi-Jihan hanya menggeleng seraya terus melangkah mundur untuk mengindari Yudha. Kakinya saja masih terasa bergetar, tidak mungkin kan Yudha akan melampiaskan hasratnya lagi. Tap

  • Rahim Sang Mantan   Pasrah

    Keduanya terdiam cukup lama. Sampai akhirnya Yudha kembali berucap. "Ini tidak adil bagi kita semua, kamu maupun Maura. Karena kita akan sama-sama patah dalam porsi yang berbeda." Jihan yang sedari tadi menunduk, mengangkat wajahnya untuk menatap Yudha. "Maksud kamu apa, Mas?" "Kamu tidak akan mengerti kenapa aku memilih menikah denganmu dan membuatmu mengandung. Ini semua demi Maura. Aku tidak ingin kehilangan Maura karena tuntutan orang tuaku yang menginginkan seorang cucu. Kamu tau apa yang di katakan oleh ibuku pada Maura?" Yudha menjeda kalimatnya. Terlihat matanya memerah menahan gejolak di dada. "Ibuku ingin aku berpisah dengan Maura yang diklaim mandul dan menyuruhku untuk menikah lagi dengan perempuan pilihannya. Aku menolaknya. Karena aku lebih memilih menikah dengan pilihanku sendiri dari pada harus melihat Maura yang harus tersisih dari perlakuan ibuku. Aku tidak tega, Jihan. Aku sakit saat melihatnya menangis. Meski aku juga tak menampik akan melihat air matan

  • Rahim Sang Mantan   Haruskah Berpisah?

    "Apakah kamu ingin segera berpisah denganku jika tujuanmu sudah tercapai, Mas?" Jihan tersenyum miris. Ia seolah lupa akan tujuan utama Yudha menikahinya. Bukan lagi karena cinta, melainkan menginginkan keturunan darinya agar rumah tangganya bersama Maura tetap berjalan sebagaimana mestinya. Dan apa yang akan ia dapatkan kelak, hanya kehilangan yang akan ia rasakan. Kehilangan dalam penyesalan. Ia akan kehilangan cintanya dan buah hatinya. Apakah ia sanggup menerima takdirnya? Seketika air mata itu menetes dari pelupuk matanya. Jihan mata mengembun, ia menatap punggung lebar itu yang telah hilang di balik pintu kamar mandi. "Aku harus kuat. Aku tidak ingin terlihat lemah lagi. Sudah cukup kamu menangis, Jihan. Sekarang waktunya untuk bangkit menjalani hidup. Jihan pun memutuskan untuk keluar dari kamarnya setelah memakai kembali pakaiannya. Jihan berniat untuk membuat sarapan. Tapi ketika sampai di dapur, dia berhenti sejenak dan memilih duduk di meja ma

  • Rahim Sang Mantan   Bab 23. Posisi Bercinta

    Jihan tersenyum manis menatap Yudha yang masih terlelap itu. Semalaman Yudha terus menggauli dirinya tanpa ampun dan menumpahkan hasrat yang telah dia pendam beberapa hari karena tak bertemu. Yudha juga memperlakukan dia dengan baik layaknya istrinya yang sukses membuatnya melayang. Sungguh membuat hati Jihan berbunga ketika Yudha mengecup keningnya setelah pelepasan terakhirnya. Meskipun mereka bermandikan peluh, namun tiada mengurangi keromantisan keduanya. Dan sekarang dia patut bahagia menyambut indahnya pagi dengan menatap suaminya yang masih memeluk dirinya dengan erat. Mungkin kebahagiaan yang ia rasakan akan bertambah sempurna jika ia bukanlah yang kedua. Tapi mau bagaimana lagi jika takdir cintanya harus seperti ini. Mau berusaha melawan pun ia tidak akan mempu merubah takdirnya yang sudah tertulis di lauhul mahfud. Jari lentik Jihan menyusuri setiap inci wajah Yudha dengan teliti. Sejengkal demi sejengkal menyusuri dengan jari yang bergerak nakal. Menikmat

  • Rahim Sang Mantan   Bab 22

    Tubuhnya bergetar, dia hampir pingsan karena merasa dekapan seorang pria yang memeluk tubuhnya dari belakang. Dia ketakutan jika itu bukanlah manusia melainkan makhluk jadi-jadian yang mengincar dirinya. Apalagi nafasnya yang hangat menerpa tengkuk lehernya yang membuat Jihan semakin ketakutan. "Si_siapa kamu? Tolong jangan ganggu saya. Tolong lepaskan saya," ucapnya seraya tercekat ketakutan. Tak terasa air mata pun menggenang di pelupuk matanya yang terpejam. Jika bisa dia ingin pingsan saja agar tak melihat rupa mahkluk itu yang pasti menyeramkan. Jihan memang cerewet dan sedikit ugal, namun untuk masalah setan, dia sungguh penakut. Dia tak sekuat seperti yang terlihat. Bahkan dia bisa menangis kejer jika terkejut atau di prank dengan memakai pakaian kebanggaan kaum setan. Marah, tentu saja dia marah dengan kelakuan Dea dan yang lainnya karena sangat keterlaluan mengerjai dirinya dulu. Dan sejak saat itu Dea tidak berani lagi menjahili Jihan dengan memakai atribut apapun i

  • Rahim Sang Mantan   Bab 21.

    Keesokan harinya, Jihan menjadi bahan bulan-bulanan Dea karena ketampanan suaminya. Tak pelak, semuanya teman-temannya di toko pun nampak terkejut dan tidak menyangka jika Jihan sudah menikah beberapa minggu yang lalu. Karena yang mereka tau, Jihan tidak pernah dekat dengan pria manapun selama mereka bekerja bersama. Apalagi Dea yang dengan hebohnya memamerkan suami Jihan yang gantengnya bak artis cina yang tengah digandrungi kawulah emak-emak se-Indonesia. Tentu saja mereke berteriak penasaran dengan sosok suami Jihan yang bernama Yudha tersebut. "Han, apa benar yang di katakan sama Dea tentang suamimu? Aku jadi penasaran bagaimana wajah suami kamu, Han." "Han, kenalin donk sama suami kamu. Siapa tau aku bakal belok dari pacarku lalu daftar jadi pelakor untuk merebut suamimu." Sontak Jihan melotot mendengar penuturan sableng temannya tersebut. Dia tak habis pikir dengan pikiran aneh anak gadis jaman sekarang yang suka dengan peran pelakor. Jihan pun s

  • Rahim Sang Mantan   Bab 20. Asalkan Kamu Bahagia

    Yudha memandangi bayangan dirinya di depan cermin, tangannya pun dengan cekatan memasangkan setiap kancing di setiap lubang di kemejanya. Dia tersenyum lembut menatap bayangan Maura yang melangkah mendekat ke arahnya dengan pakaian laknat yang selalu menggoda imannya. Tak lupa senyum manis yang selalu menghiasi bibir merah muda istrinya. "Mau pergi sekarang, Mas?!" tanya Maura seraya melingkarkan tangannya di perut Yudha dan merabanya dengan gerakan menggoda. Ada sedikit rasa tak rela ketika pagi ini Yudha harus pamit untuk ke luar kota. Karena dia akan merasakan kesepian yang luar biasa lagi untuk kesekian kalinya. Apalagi jika kedatangan ibu mertuanya yang berusaha merusak moodnya untuk memicu pertengkaran dengan Yudha. Yudha tersenyum. Kemudian memutar tubuhnya agar bisa melihat langsung wajah Maura yang bersedih seperti biasanya jika Yudha akan pergi ke luar kota. Ada rasa tak tega, namun dia juga harus menjalankan kewajibannya sebagai suami yang adil bagi ke

  • Rahim Sang Mantan   Bab 19

    Dea makin tergelak melihat wajah Jihan yang seperti di kejar oleh dept colector. "Di angkat kenapa sih, Han? Suamimu itu, kenapa malah panik begitu?" Dea masih saja tertawa. Jihan mengerucutkan bibirnya. "Kamu sih resek. Pasti Yudha marahin aku karena ketahuan keluar malam. Awas kamu ya, Dea. Pasti aku balas kamu nanti." Jihan mengepalkan tangannya di depan wajah Dea seraya menahan kesal. Bisa-bisanya Dea mengirimkan sebuah poto pada Yudha. Pasti pria itu akan berpikir aneh-aneh tentangnya, pikirnya dalam hati. Matanya masih menatap layar yang masih menyala itu. Nama Yudha terpampang jelas di sana. Membuat perasaan ragu dan takut berbaur menjadi satu. Sampai akhirnya layar itu mati dengan sendirinya. Jihan bernafas lega karena panggilan dari Yudha sudah berhenti. Ia berniat untuk melangkah pulang sebelum Yudha marah besar. Ia menarik lengan Dea hendak beranjak pergi. Tapi terdengar nada dering ponsel membuat Dea mengurungkan niatnya dan melepaskan tangan J

  • Rahim Sang Mantan   Bab 18.

    Sempat terkejut mendengar penuturan Jihan tentang pernikahannya dan juga kematian ibunya yang hampir bersamaan itu. Dalam hati Dea mengakui kehebatan Jihan dan kesabarannya mendapat ujian yang bertubi seperti itu. Jika Dea berada di posisi Jihan, entah apa yang akan dia lakukan. Mungkin ia akan mengikuti ibunya ke liang lahat sekalian. Namun kini dia patut bernafas lega karena Jihan mulai bahagia dengan suaminya. Meski pikiran negatifnya masih saja menghantui pikirannya saat ini ketika mengetahui Jihan menjadi istri kedua. "Lalu, bagaimana jika istri pertama suamimu jika mengetahui keberadaanmu, Han?" tanya Dea seraya mengaduk jus jeruk yang berada di tangannya. Dea sengaja mengajak Jihan pergi ke warung langganannya saat mereka pulang bekerja. Dea ingin mengorek informasi lebih dalam tentang kehidupan rumah tangga yang dijalani sahabatnya tersebut. "Entahlah, Dea. Sejauh ini aku belum memikirkan sampai sejauh itu," jawab Jihan seraya mengedikkan bahunya. Terle

DMCA.com Protection Status