Home / Pernikahan / Rahim Kedua / Prinsip Awal Kehancuran

Share

Rahim Kedua
Rahim Kedua
Author: Rita Aria

Prinsip Awal Kehancuran

Author: Rita Aria
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Aku tidak mau punya anak.” Aliya mengatakannya tanpa rasa bersalah sedikitpun.

“Apa kamu bilanng?” Reza menoleh ke arah istrinya yang baru dinikahinya selama enam bulan itu. Dia tidak mengira jika istrinya akan menjawab seperti itu, ketika dia menanyakan soal anak.

“Bukankah aku sudah mengatakannya cukup jelas. Aku tidak mau punya anak. Mereka akan menghalangi karirku.”

Reza terdiam. Dia tidak tahu harus mengatakan apa saat ini. Sebelum menikah mereka memang tidak pernah membahas soal keturunan. Dan Reza juga tak mengetahui jika istrinya tersebut selalu meminum obat kontrasepsi agar tidak bisa hamil.

Reza kemudian berpikir ketika ibunya menanyakan soal cucu. Ia sudah ingin menimang cucu kandung seperti teman-temannya yang lain. Saat itu Reza mengatakan pada ibunya jika dia akan membicarakan hal itu dengan Aliya. Namun Reza tak mengira jika Aliya memang tak ingin memiliki anak.

“Za, kamu tahu kan gimana perjuangan aku buat sampai di titik sekarang. Aku harus menunggu selama tujuh tahun buat dapat acara program sendiri. Dan aku tidak mau ketika aku hamil, gadis-gadis muda itu akan mengambil pekerjaanku. Karena aku tahu, aku tidak akan dibutuhkan lagi ketika tubuhku tidak bagus lagi ataupun ketika aku tidak cantik lagi.”

Reza menghela napasnya. Dia juga tak bisa membantah omongan Aliya, karena dia sangat mencintainya.

“Aku kerja dulu ya. Hati-hati di jalan.” Aliya mencium pipi Reza sebelum akhirnya dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke perusahaan penyiaran. Tempat dia bekerja selama sebelas tahun di sana.

Setelah kepergian Aliya, Reza mengusap wajahnya. Dia bingung apa yang harus dilakukannya sekarang. Jika dia mengatakan alasan Aliya tidak menginginkan anak karena demi karirnya, ibunya pasti akan marah dan memaksanya untuk meminta Aliya berhenti bekerja.

Tapi Aliya tak mungkin melakukannya karena wanita itu sangat menyukai pekerjaanya. Dan Reza tidak ingin ia sampai kehilangan istrinya tersebut.

“Apa yang harus aku katakan pada ibu?” gumam Reza bimbang.

***

“Saya Aliya Puspa. Sampai jumpa di acara Our Fashion minggu depan.” Aliya menutup acara programnya dengan baik seperti biasanya. Beberapa staff kemudian berjalan ke arahnya dan memperbaiki make-up serta rambutnya. Sepuluh menit lagi, Aliya harus mulai acara programnya yang lain.

Di sela-sela waktu istirahatnya, Aliya membaca beberapa komentar yang memenuhi poster program acaranya di i*******m yang baru saja tayang. Dia selalu senang membaca komentar yang memuji penampilannya.

“Apa dia benar-benar berumur tiga puluh lima tahun? Dia terlihat seperti gadis berusia dua puluh dua tahun.” Aliya tersenyum membacanya.

“Bukankah dia sudah menikah? Tapi kenapa penampilannya tidak berubah dari sepuluh tahun lalu? Apa dia vampir?” Aliya membaca komentar-komentar lainnya yang membuat hatinya begitu senang. Sampai saat ada satu komentar yang membuat perasaanya tiba-tiba menjadi sangat buruk.

“Bukankah seharusnya dia sudah punya anak? Apa dia mandul? Aku yakin sebentar lagi dia akan ditinggalkan suaminya karena tidak bisa memberikan keturunan.”

“Ish!” desis Aliya kesal. Dia sempat ingin membalas komentar itu, namun urung ketika produser memanggilnya.

***

Malam harinya Aliya baru selesai mandi ketika suaminya pulang bekerja. Dia melakukan rutinitas hariannya seperti memakai skincare dan yang lainnya sambil duduk di depan meja rias. Ditatapnya Reza dari cermin. Tiba-tiba Aliya merasa penasaran dengan sesuatu.

“Apa aku membuatku kecewa?” tanya Aliya tiba-tiba.

Reza sontak menoleh ke arah istrinya dengan heran.

“Huh?”

“Apa kamu bersyukur bisa menikah denganku?” Aliya membalik tubuhnya dan menanyakan hal tersebut kepada Reza.

“Tentu saja. Kenapa kamu bertanya seperti itu?” Reza tertawa mendengar pertanyaan konyol itu.

“Benar kan? Aku juga berpikir begitu. Di mana lagi kamu bisa menemukan wanita yang lebih baik dariku.”

Reza memiringkan kepalanya tidak mengerti. Kemudian dia menghampiri istrinya tersebut dan memeluknya dari belakang.

“Apa ada sesuatu yang menganggu pikiranmu?” tanya Reza. Dia merasa aneh karena tiba-tiba Aliya menanyakan hal yang tidak masuk akal.

“Tidak apa-apa. Mandilah, aku akan siapkan makan malam untukmu.” Aliya melepaskan diri dari pelukan Reza dan berjalan keluar kamar.

Selain sempurna di tempat kerja, Aliya juga sempurna menjadi seorang istri. Tak banyak wanita yang bisa berperan sebagai wanita karir, sekaligus ibu rumah tangga. Namun Aliya bisa seperti itu. Dia hanya tak bisa menjadi ibu dari seorang anak. Atau lebih tepatnya dia tidak mau.

Meskipun sudah ada pembantu di rumah itu, namun Aliya tetap melakukan hal-hal yang bisa dilakukannya. Dia membantu memasak dan menyiapkan makan siang atau malam untuk suaminya. Karena Aliya tak mau orang lain yang melakukan hal itu untuk suaminya sendiri.

Tiba-tiba terdengar suara bel pintu yang berbunyi.

“Biar saya yang buka bu,” kata Sari, pembantu di rumah Aliya dan Reza.

“Oh, tolong ya.” Aliya melanjutkan pekerjaannya kembali di dapur itu.

Beberapa menit kemudian Sari datang bersama dengan Yulia, mertua dari Aliya yang tidak lain adalah ibu Reza.

“Malam Aliya,” sapa Yulia. Dia menghampiri menantunya tersebut dan memeluknya seperti anak kandung sendiri.

“Loh, ibu kok ke sini tidak bilang-bilang?” tanya Aliya yang langsung menyambut mertuanya tersebut.

“Kejutan. Ibu mau makan malam bareng di sini boleh kan?”

“Ya tentu boleh bu.”

Setelah Reza selesai mandi, laki-laki itu kemudian bergabung dengan istri dan ibunya di meja makan. Dia duduk di tengah, sedangkan istri dan ibunya duduk di samping kanan dan kirinya.

“Rumah kalian besar, apa kalian tidak merasa kesepian cuma berdua di sini?” tanya Yulia tiba-tiba di sela makan malam mereka.

Aliya dan Reza kemudian saling berpandangan. Heran, mengapa ibu mereka tiba-tiba menanyakan hal tersebut?

“Ada Sari juga bu,” sahut Aliya. Yang langsung disambut tawa mertuanya.

“Bukan itu maksud ibu. Tapi soal anak. Apa Aliya belum ada tanda-tanda jika dia hamil?”

Aliya menatap ke arah Reza. Dia pikir obrolan tentang anak sudah selesai pagi tadi. Tapi kenapa sekarang ibu Reza membahasnya juga?

“Soal itu—”

“Kami akan berusaha bu.” Tiba-tiba Reza memotong Aliya yang ingin menjawab. Membuat wanita itu sontak melirik ke arahnya bingung.

Tangan Reza menyentuh tangan Aliya di pangkuan wanita itu. Dia seolah menyuruh istrinya tersebut untuk diam.

“Kalian sudah menikah enam bulan loh. Itu teman kuliah kamu Za, si Mita sudah hamil, padahal kalian duluan yang menikah.”

“Enam bulan masih baru bu. Banyak yang lebih lama juga kok.” Reza masih setia menjawab pertanyaan demi pertanyaan dari ibunya. Sementara Aliya diam sambil menunduk. Dia ingin sekali mengatakan pendapatnya, namun genggaman tangan Reza semakin kuat ketika dirinya mencoba untuk bicara.

“Coba kamu cek kesehatan kamu Al, mungkin ada yang salah dengan rahim kamu.” 

Kali ini Aliya sudah tidak tahan lagi. Dia berdiri dan menatap mertuanya tersebut.

“Jadi ibu mau menyalahkan Aliya?”

Related chapters

  • Rahim Kedua   Istri Yang Dominan

    Situasi di rumah yang selama ini hangat dan penuh canda tawa, tiba-tiba menjadi tegang. Dada Aliya naik turun karena emosi yang ia tahan. Sedangkan Reza dan ibunya tampak biasa saja.“Maaf, sepertinya aku butuh istirahat. Aliya permisi bu.” Setelah mengatakan hal tersebut Aliya meninggalkan meja makan dan menaiki tangga lalu masuk ke dalam kamarnya.Yulia menatap anak laki-lakinya dengan pandangan yang seolah tak percaya.“Kenapa Aliya berubah tidak sopan begitu? Apa karena dia bekerja, jadi dia menyepelekan kamu?”“Tidak bu. Aliya pasti sedang kelelahan. Nanti biar Reza yang bilang ke Aliya masalah ini. Ibu jangan menekannya ya.” Setidaknya Reza masih berusaha untuk melindungi istrinya. Karena memang dia sangat mencintai Aliya.“Ibu tidak menekannya Za. Ibu cuma mau cucu. Dan itu kan sudah menjadi tugas dia sebagai istri kamu. Bukan mala

  • Rahim Kedua   Ibu Mertua Toxic

    “Apa?! Masa cuma begini sampai tiga hari?” Aliya meradang, ketika karyawan service ponsel tersebut mengatakan jika butuh waktu tiga hari untuk memperbaiki ponselnya.“Kalau ibu tidak mau silahkan ke service center lain. Pasti sama kok, paling cepat tiga hari pengerjaanya. Karena ponsel ini keluaran terbaru, dan belum banyak yang memiliki alatnya untuk mengganti layarnya.”“Sudahlah Al, tidak apa-apa. Cuma retak layarnya, masih bisa dipakai kan?” Vanya yang saat itu menemani temannya tersebut untuk memperbaiki ponselnya merasa kesal juga dengan sikap Aliya yang berlebihan.“Kamu seperti baru mengenalku saja Van, aku tidak mau melihat sesuatu yang tidak sempurna seperti ini.”Aliya berpikir sejenak. Sepertinya tidak apa-apa dia menaruh ponselnya di sana selama tiga hari. Toh kantornya akan menghubunginya melalui Vanya.“Ya sudah

  • Rahim Kedua   Usaha Untuk Mempertahankan

    Aliya sedang membaca naskahnya untuk event hari pertama yang diselenggaran hari ini. Ketika dia sedang duduk sendiri, tiba-tiba seorang lelaki berdiri di depannya. Meskipun ia tak menatapnya, namun Aliya yakin jika orang tersebut adalah laki-laki, tercium dari aroma parfume maskulinnya sama dengan yang Reza pakai.“Selamat siang, saya Sean Ravindra kameramen yang baru bergabung hari ini. Salam kenal dan mohon bantuannya.” Laki-laki itu menyapa dengan sopan dan semangat. Mungkin karena ini adalah pekerjaan pertamanya.“Hmm,” sahut Aliya tanpa menoleh. Dia masih fokus dengan naskah yang dia baca.Sean masih berdiri di depan Aliya. Dia ingin mengatakan sesuatu tapi ragu karena sepertinya wanita tersebut tidak menyambutnya dengan baik.Sampai akhirnya Aliya menoleh ke arah Sean, karena laki-laki itu tak kunjung pergi setelah menyapanya.“Apa lagi?&

  • Rahim Kedua   Istri Untuk Suamiku

    “Aliya!” Ini adalah suara tertinggi yang pernah Reza keluarkan untuk istrinya, “Apa-apaan kamu ini?”Aliya sama sekali tak menghiraukan suaminya yang terus mengatakan rasa keberatannya akan keputusan istrinta tersebut. Fokus Aliya masih menatap ibu mertuanya yang tak bisa berhenti menatapnya dengan tegang.“Ibu cukup, lebih baik ibu pulang dulu sekarang. Biar Reza bicara berdua sama Aliya.” Tanpa menunggu persetujuan dari ibunya, Reza membawa istrinya masuk ke dalam kamar.Apa yang baru saja dikatakan oleh Aliya, sama sekali tak bisa ia terima dengan akal sehatnya. Bagiamana mungkin istri yang sangat dicintainya selama ini tega mengatakan hal seperti itu di depannya sendiri.“Lepasin Za, sakit!” Aliya melepaskan cengkeraman tangan Reza pada pergelangan tangannya.“Bilang padaku kalau apa yang kamu katakan tadi cuma bercanda.&r

  • Rahim Kedua   Wanita Bayaran

    “Kamu pasti mau kan?” Aliya meraih pergelangan tangan Rubi dan mencengkeramnya dengan kuat. Sehingga Rubi yang terkejut pun sontak melangkahkan satu kakinya ke belakang.“Jangan membuatku takut! Ada apa dengan kamu sebenarnya?” Rubi benar-benar tidak mengerti dengan sikap Aliya kali ini. Apa benar wanita itu serius ingin mencarikan istri untuk suaminya? Tapi kenapa?Berbagai pertanyaan itu terus bersarang di kepala Rubi saat ini. Dia dapat melihat tatapan mata Aliya yang tampak memohon padanya.“Tolong kamu terima tawaran aku ini. Aku janji aku akan melunasi semua hutang kamu, dan memberikanmu hidup yang lebih layak dari pada kehidupanmu saat ini.”Perkataan dari Aliya membuat Rubi teringat dengan pekerjaan kotornya selama ini. Selama dia bekerja sebagai wanita malam dia selalu menangisi nasibnya setelah selesai melayani pelanggan hidung belang yang datang padanya.Dia bukannya tak ingin mencari pekerjaan lainnya. Rubi sudah pernah mencobanya, namun dia selalu gagal karena latar belak

  • Rahim Kedua   Tak Sesuai Rencana

    Malam harinya Aliya sudah sampai di depan rumah Ruby pukul tujuh malam kurang lima menit. Dia menatap jam tangan mahal yang melingkar di tangannya. Jari-jarinya yang lentik ia ketukkan berkali-kali di kemudi setirnya, menunggu waktu yang tepat untuk keluar agar ia tak perlu membuang-buang waktunya menunggu di rumah kumuh itu.Dan setelah waktu sudah menunjukkan pukul tujuh tepat, Aliya keluar dari dalam mobilnya. Ia menurunkan satu persatu kakinya yang mengenakan sepatu heels edisi terbatas yang hanya ada lima di Indonesia. Aliya melakukannya bukan tanpa alasan. Ia ingin dirinya tetap menjadi pusat perhatian meskipun akan ada dua wanita dalam rumahnya nanti.Belum sempat Aliya mengetuk pintu rumah Ruby, pintu sudah lebih dulu terbuka. Ruby keluar dengan penampilan barunya. Rambutnya yang sebelumnya berwarna terang kini sudah ia cat menjadi warna hitam kecokelatan. Ruby juga mengenakan dress berwarna hitam di bawah lutut dan sepatu berwarna senada.Aliya menatap wanita di yang berdiri

  • Rahim Kedua   Wanita Jahat

    “Kamu harus tahu ini Ruby. Kepiting saus tiram ini adalah makanan kesukaan Reza. Apa kamu bisa memasaknya untuk suami kamu nanti?” tanya ibu Reza yang sudah mulai akrab dengan Ruby setelah mengobrol beberapa saat.“Bisa nyonya,” jawab Ruby menambah poin tambahan Ruby di mata ibu Reza saat ini.“Aliya juga bisa bu. Kenapa ibu menanyakan hal itu pada Ruby?” sahut Aliya yang tidak mau kalah.“Ibu tahu. Tapi kan kamu jarang memasakannya untuk Reza. Kamu terlalu sibuk, apa kamu lupa itu Aliya?” “Bu…” Reza kali ini berbicara. Melihat istrinya tampak kecewa untuk kedua kalinya membuat perasaanya juga menjadi tidak enak.“Kenapa Za? Benar kan apa yang ibu katakan?”Reza menghela napasnya. Dia tak bisa menyangkalnya memang Aliya lebih sering melakukan kesibukannya sendiri dari pada melakukan tugasnya menjadi seorang istri. Namun Reza mengerti itu semua. Dia sangat tahu apa yang membuat istrinya bahagia, yaitu dengan membiarkannya menjadi wanita karir.“Tidak apa-apa Za. Memang benar apa yang

  • Rahim Kedua   Wanita Kesepian

    “Ya?!” Aliya terkejut bukan main ketika atasannya memberikannya tugas untuk mengunjungi dan melakukan wawancara untuk korban bencana alam yang berada di tempat pengungsian. Ia tak bisa menerimanya karena itu bukanlah pekerjaannya. Dia sudah sekian lama berada di di balik meja studio dan tidak mungkin ia kembali ke pekerjaan seperti itu. Lagipula dia sudah lama menjadi pembawa program acara fashion.“Bagaimana bisa kamu memintaku untuk melakukan hal itu?” tanya Aliya tak mengerti.“Ini perintah langsung dari direktur. Aku tak bisa menolaknya.”“Lalu bagaimana dengan program acaraku?”“Itu—“ Atasan Aliya bernama Damar tersebut matanya lantas bergetar dan melirik ke suatu sudut. Aliya yang menyadari hal itu lalu mengikuti pandangan Damar dan melihat seroang wanita muda cantik sedang memegang kertas berisi scrip untuk acara program miliknya selama ini.“Kamu menggantikanku dengan anak muda itu?!” tanya Aliya yang marah karena ia tak diberitahu apa-apa mengenai hal tersebut.“Ini juga buka

Latest chapter

  • Rahim Kedua   Satu Malan Yang Hangat

    Esok harinya, Sean baru saja sampai di kota K tempat kerja barunya selama satu tahun ke depan. Dia menatap pintu masuk studio yang tak begitu besar, namun tak juga terbilang kecil. Setelah menarik napas panjang, lelaki itu mendorong pintu berfilter hitam itu dan masuk untuk menyapa penyiar yang akan bekerja dengannya hari ini.Sean masuk dan melihat studio radio yang menyala. Seorang wanita duduk di sana dan sedang membicarakan sesuatu dengan salah satu staff. Rasanya tak percaya, Sean membeku di tempatnya dan menatap lama Aliya yang belum menyadari kehadiran Sean di sana. Aliya sendiri tidak tahu jika Sean lah yang akan menjadi kameramennya selama di sana.Aliya tanpa sengaja menatap ke depan dan melihat Sean yang masih berdiri di tempatnya. Wanita itu tersenyum dan melambaikan tangannya, membuat jantung Sean tiba-tiba berdesir. Dia salah tingkah hingga tak membalas sapaan dari Aliya.“Takdir macam apa ini?” gumam Sean seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Entah har

  • Rahim Kedua   Sean Pergi

    “Baiklah, aku akan mencarikan rumah sakit lain. Bagaimanapun juga kenyamanmu lebih penting dari apapun saat ini.” Untungnya jawaban dari Reza membuat Ruby bernapas lega. Dia sudah berpikir jika Reza akan berpikir yang tidak-tidak padanya. Yang terpenting dia bisa terbebas dari Satria untuk sementara waktu.Sesampainya di rumah Reza tak mendapati Aliya berada di rumah. Dia tak mengerti kenapa istrinya itu begitu sibuk dan semakin sulit untuk ditemui. Dan hal itu membuatnya sedikit kesal pada Aliya.“Ada apa?” tanya Ruby ketika dia melihat Reza yang terlihat gusar ketika baru sampai di rumah.“Aliya tidak ada di rumah. Dan dia sering begini sekarang. Pergi tanpa bilang, dan sekarang tidak jelas dia ada di mana.”“Mungkin masalah pekerjaan. Bukankah Aliya memang selalu sibuk?”“Tidak. Dia jadi semakin parah akhir-akhir ini.”Melihat Ruby yang tampak ikut cemas, membuat Reza tak tega. Sepertinya sudah cukup bagi Ruby dengan masalah kehamilannya. Reza tak ingin menambah beban wanita itu de

  • Rahim Kedua   Kecurigaan Reza

    “Aku akan cepat kembali.” Setelah mengatakan itu, Ruby bergegas meninggalkan Reza yang masih membeku di tempatnya berdiri. Dia sangat penasaran dan ingin tahu apa yang sebenarnya dipikirkan oleh istri keduanya itu saat ini. Namun, ia kemudian langsung membuang jauh-jauh pikiran tak pentingnya tersebut. Lagipula, tak ada alasan juga untuk ia curiga terhadap Ruby.Sementara itu, Ruby mulai mencari sosok yang ia pikir sebagai Satria sebelumnya. Dia yakin jika laki-laki itu mengarah tangga menuju loby. Tanpa memedulikan hal lain, Ruby pun menuruni tangga yang menuju ke loby di lantai bawah tersebut.Dan benar saja, ketika ia baru menuruni beberapa anak tangga, dia melihat Satria yang berdiri bersandar pada tembok di dekat tangga yang dituruninya. Laki-laki itu menoleh saat ia menyadari kehadiran Ruby yang memang sudah ditunggunya sejak tadi. Dia tersenyum miring, seolah tahu apa maksud Ruby mengejarnya saat ini.“Ternyata benar kamu Satria. Apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa kamu terus

  • Rahim Kedua   Ruby Masih Dengan Krisisnya

    “Jangan bertindak bodoh!” teriak Sean sembari membuka pintu atap gedung kantornya.Aliya yang sedang berdiri di atap tersebut menoleh ketika ia mendengar teriakan Sean. “Apa kamu bilang?” tanyanya sedikit bingung.Dengan langkah lebar-lebar, Sean berjalan menghampiri Aliya dan meraih tangan wanita itu. Membuat wajah Alia menjadi terlihat semakin bingung.“Kamu tidak sendirian. Masih ada aku di sini,” kata Sean kembali tanpa ragu. Dia tak peduli dengan apa kata Alia nanti. Yang Sean inginkan hanyalah Alia tidak bertindak bodoh dengan cara mengakhiri hidupnya seperti ini.Alia terdiam untuk beberapa saat. Dia tidak tahu bagaimana harus bereaksi, karena sikap Sean saat ini sangatlah aneh.“Emm, baiklah aku tersanjung,” sahut wanita itu pada akhirnya. Membuat situasi mendadak menjadi canggung. Apalagi ketika Sean menyadari kesalahpahamannya.“Huh?”“Huh?”Melihat reaksi Alia yang kebingungan, dengan cepat Sean melepaskan tangan wanita itu. Dia lalu memalingkan wajahnya yang memerah karena

  • Rahim Kedua   Sebagai Tempat Keluh Kesahmu

    Hari minggu pagi.Aliya bangun dari tidurnya dan melihat selimut dan bantal yang berada di sisinya sudah rapi. Dia tak menemukan Reza berada di sebelahnya lagi. Entah sudah kesekian kalinya Reza melakukan hal ini padanya.Padahal semalam Aliya memastikan jika suaminya itu berada di dalam kamarnya. Namun sepertinya hal itu bahkan tak berlangsung sampai pagi datang. Reza sudah pergi ke kamar Ruby ketika Aliya sudah lelap dalam tidurnya.Dengan malas Aliya bangkit dari tempat tidurnya untuk menyiapkan sarapan untuk Reza. Setidaknya dia tak boleh membiarkan Ruby merebut rutinitasnya selama ia menjadi istri Reza selama ini. Namun ketika dia sampai di dapur, dia sudah melihat Ruby telah selesai melakukan semua hal yang biasa ia lakukan.“Eh, Alia. Aku sudah selesai menyiapkan sarapan. Kamu mau makan bersama? Reza sebentar lagi turun,” ucap wanita itu tanpa merasa bersalah sama sekali.“Tidak. Aku ada urusan pekerjaan,” jawab Aliya singkat.“Kenapa?”“Tidak apa-apa.” Aliya lantas kembali ma

  • Rahim Kedua   Mencari Solusi Lain

    “Haruskah kamu berkata seperti itu? Sekarang? Di depan Ruby?” Wajah Aliya tampak serius saat ini. Sepertinya dia lebih sensitif dari Ruby yang sedang hamil.“Aliya, aku tidak bermaksud begitu…”“Alah, kamu memang sengaja mau mempermalukan aku kan di depan Ruby?” Aliya yang merasa malu lantas keluar dari ruangan Reza saat itu juga. Dia mengabaikan beberapa karyawan yang dengan sopan menyapanya, membuat orang-orang itu semakin berbicara buruk di belakangnya.“Pantas saja pak Reza menikah lagi, ternyata sifat istri pertamanya memang buruk.” Samar terdengar ucapan seperti itu di belakangnya. Jika saja Aliya tak sedang merasa buruk hari ini, dia akan membuat para karyawan itu bungkam saat itu juga.“Menyebalkan!” Aliya memukul setir mobilnya setelah ia berhasil keluar dari kantor Reza. Dia lantas meninggalkan perusahaan itu dengan emosi yang ia tahan. Sampai sekarang dia tak habis pikir, mengapa Reza berkata seperti itu di hadapan Ruby.“Apa hanya Ruby istrinya? Apa hanya dia yang boleh ke

  • Rahim Kedua   Perlakuan Yang Berbeda

    “Aku tidak bermaksud melakukannya,” sahut Aliya.“Kamu hanya ingin menyelamatkan hidupmu sendiri,” lanjut Ruby lagi. Jika ia mengingat saat itu, sungguh membuat hatinya kembali terluka. Padahal dulu ia sangat mempercayai Aliya lebih dari apapun. Namun wanita itu benar-benar tak datang untuknya. Bahkan rasa sakit Ruby semakin besar ketika ia melihat Aliya berada di layar televisi. Wanita itu berhasil sukses dengan mengorbakan sahabatnya sendiri.“Lalu apa lagi yang kamu inginkan? Aku membuat hidupmu lebih baik saat ini. Apa lagi yang kurang?”“Jadi menurutmu ini sudah cukup Al? Baiklah, anggap saja begitu.” Ruby berlalu meninggalkan Aliya. Dia tak ada niat untuk mengenang masa persahabatan mereka di sana. Baginya Aliya melakukan hal untuk menunjukkan padanya jika ia tak melupakannya.Ruby berjalan keluar untuk kembali ke mobil. Tak ada kenangan yang ingin ia ingat di sana. Ruby yang dulu bukanlah dirinya yang sekarang. Tempat itu dipenuhi dengan kenangannya dengan Aliya dulu. Dan itu m

  • Rahim Kedua   Jalan Buntu

    “Tentu saja, aku selalu percaya padamu.” Ruby berdiri dan meraih kedua tangan Aliya. Berharap lebih pada sahabatnya yang telah lama dikenalnya itu.Aliya memperhatikan sekitar kamar itu. Dan jendela di sebelah kanannya sepertinya langsung mengarah ke halaman yang dekat dengan pintu mereka masuk tadi.“Kamu bertahanlah di sini, dan aku akan pergi lewat jendela untuk memanggil polisi atau bantuan siapapun.”Ruby diam untuk beberapa saat. Berada di tempat itu bersama dengan Aliya saja sudah terasa mengerikan, bagaimana bisa ia bertahan seorang diri?“Tapi Al… aku takut,” lirih Ruby. Dia semakin erat mengenggam kedua tangan Aliya.“Aku akan berlari secepatya. Kamu tahu kan? Aku ini jaura satu lomva lari marathon selama sekolah. Jadi aku akan segera menyelamatkanmu. Atau kalau tidak, kamu saja yang pergi. Panggil siapa saja untuk bantuan?”Ruby tampak ragu-ragu. Dia terlalu penakut untuk melakukan semua itu. Dan ia pun tahu sendiri jika Aliya orang yang sangat berani dan kuat. Dan mungkin

  • Rahim Kedua   Kepercayaan Yang Ternoda

    “Duduklah,” ucap Dani. Dia memberikan jalan untuk Aliya dan juga Ruby untuk duduk dan menunggu proses perekrutan.“Ini surat lamaran kami. Sudah ada berkas-berkasnya di dalam.” Aliya memberikan dua amplop cokelat berisi lamaran kerjanya dan juga Ruby pada Dani.“Oh iya.” Dani membukanya sekilas lalu menumpukknya bersama kertas-kertas lamaran lainnya.“Jadi pekerjaan macam apa yang akan kami berdua dapatkan?” tanya Aliya penasaran. Keduanya sama-sama masih polos dan tak tahu jika laki-laki yang ada di depannya adalah penipu yang sudah banyak menipu gadis-gadis yang baru lulus sekolah, dengan kedok penyalur kerja.“Ada berita bagus. Karena perusahaan ini sedang mencari karyawan baru yang mau cepat bekerja, jadi aku akan mengantar kalian langsung ke sana.”Senyum Aliya merekah mendengarnya. Dia berpikir jika inilah keberuntungan mereka saat ini.“Mari ikut denganku ke mobil.” Dani mengambil kunci mobilnya dan berjalan keluar. Aliya dengan perasaan yang baik bangkit dari duduknya untuk me

DMCA.com Protection Status