Share

Tanpa nafkah batin

Cengkraman tangan Arza mulai mengendur. Namun kebencian itu jelas masih tersorot lewat tatapan matanya yang tajam, seolah ingin menerkam. Azkiya masih membisu mencoba mencerna apa yang terjadi, tapi sedikitpun tidak dapat ia temukan titik masalahnya.

Perlahan lelaki itu bergerak bangkit, langkah kakinya perlahan menjauh. Arza keluar menuju balkon kamar. Mata Azkiya tak henti-hentinya memandang pria itu, tentu dengan hati yang sudah remuk dan berbagai pertanyaan yang berjejal dalam pikiran.

“Apa salahku?” gumam Azkiya pelan.

Pedih menjalar dalam hati wanita dengan rambut panjang itu. Malam pengantin yang Azkiya harapkan ternyata amat jauh dari bayangannya. Apa yang salah dari dirinya pikir Azkiya. Arza sendiri yang bersedia menikahinya. Dia tidak pernah memohon apalagi memaksa lelaki itu.Tapi mengapa akhirnya menjadi seperti ini?

Arza masih berdiri di balkon, pandangannya lurus ke depan. Sedangkan Azkiya hanya bisa terduduk di ranjang pengantin yang seharusnya ditempati mereka berdua. Tak disadari air mata mulai berjatuhan membasahi pipi Azkiya. matanya masih setia memandangi pria itu.

Azkiya menekuk lutut lalu  membenamkan wajahnya disana, menangis terisak tanpa suara. Entah cobaan apalagi yang harus ia hadapi kali ini. setelah terluka karena kehilangan orang tua dan hidup di panti asuhan, sekarang ia kembali terluka dalam ikatan pernikahan. Hati Azkiya terus bertanya-tanya apa sebenarnya kesalahan yang telah ia perbuat, karena sebelumnya semua baik-baik saja.

Azkiya masih terisak, hingga perlahan terdengar suara langkah kaki berjalan ke arahnya.  Wanita itu mendongak. Ternyata Arza. Langkah kaki Arza berhenti, matanya kemudian menatap Azkiya. Refleks Azkiya menunduk untuk menghindari tatapan Arza, ia merasa takut setelah apa yang dilakukan suaminya tadi. Arza kembali berjalan, tapi bukan menuju tempat tidur. Tangannya meraih jaket dalam lemari, lalu melangkah ke arah pintu. Mata Azkiya terus memperhatikan Arza hingga tubuh lelaki itu menghilang di balik pintu.

Kini Azkiya sendiri di kamar. Tempat yang seharusnya penuh kebahagiaan kini justru diselimuti kehampaan. Dada Azkiya terasa amat sesak, ia bingung harus melakukan apa atau bertanya pada siapa. Dengan deraian air mata Azkiya beringust dari atas tempat tidur. Wanita itu menuju balkon. Mata basahnya menatap mobil yang dikendarai suaminya perlahan pergi.

Sudah hampir tengah malam namun Arza masih juga belum kembali. Azkiya mulai khawatir akan keadaan suaminya. Entah apa yang dilakukan Arza di luar sana. Mata Azkiya juga enggan terpejam, tentu karena hatinya diliputi kekhawatiran. Meski apa yang telah terjadi membuat wanita itu terluka, tapi tetap saja Arza adalah suaminya. Dan ia mencintainya. Ya, Azkiya mencintainya. Entah jam berapa wanita dengan tatapan sejuk itu akhirnya tertidur.

Azkiya tersentak tatkala adzan subuh berkumandang. Ia segera bangkit dari posisinya. Namun, baru saja hendak melangkahkan kaki ke kamar mandi Azkiya dikejutkan oleh seseorang yang tiba- tiba keluar dari sana. Orang itu adalah suaminya.

Arza melangkah dengan santai. Rambutnya yang basah menandakan lelaki itu sudah mandi. Azkiya hanya tertegun melihatnya. Ia pikir suaminya tidak pulang.

“Kakak semalam ke mana?” tanya Azkiya dengan ragu.

Langkah kaki Arza terhenti. Matanya melirik pada Azkiya. “Bukan urusanmu,” lirihnya dingin membuat Azkiya membeku.

Bibir Azkiya terkatup rapat setelah mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Arza. Matanya mulai memanas. Azkiya hampir menangis, namun sebisa mungkin ia tahan.

Arza kembali berjalan menuju lemari pakaian. Sedikitpun ia tak berniat perduli pada wanita yang memandangnya dengan sendu itu. Hati Arza bagai mati. Ingin rasanya Azkiya marah, tapi ia tau ini salah. Ia bahkan belum tahu apa yang membuat suaminya begitu membenci dirinya.

Setelah sarapan Arza langsung naik ke atas. Ia harus bersiap untuk pergi ke kafe. Tangan Azkiya baru saja hendak mengambil piring kotor bekas sarapan mereka, tapi langsung dicegah oleh mertuanya.

“Naiklah ke atas! Bantu Arza bersiap untuk berangkat kerja,” titah Lina pada Azkiya. Matanya menyipit karena tersenyum.

Azkiya hanya mengangguk pelan, lantas berlalu menuju kamar menyusul sang suami. Pintu berderit pelan ketika tangan Azkiya mendorongnya. Laki-laki itu refleks menoleh ke arah Azkiya. Azkiya tersenyum. Namun tidak dengan Arza yang justru menampakkan wajah datar. Azkiya bingung melihat tingkah Arza. Secepat itukah sikapnya berubah? Dia bersikap manis saat di meja makan, tapi kini sudah kembali seperti semula.

Mengabaikan perubahan sikap suaminya, Azkiya gegas mengambil baju yang akan dipakai Arza bekerja. Sementara lelaki itu hanya duduk sambil menatap ke arah jendela. Azkiya menyodorkan baju ke hadapan sang suami. Namun Azkiya terkejut ia karena Arza menangkis tangannya hingga baju itu terjatuh. Wanita itu tertegun menatap baju yang tergeletak di lantai, ada yang perih di sudut hatinya.

Wajahnya mendongak menatap netra sang suami. Seperti sebelumnya. Di sana hanya ada kemarahan juga kebencian yang dapat Azkiya lihat. Mata Azkiya mulai berembun dan siap meluncurkan air mata. Sekuat tenaga ia menahannya. Namun gagal. Air mata itu jatuh tepat saat Azkiya mengedipkan matanya.

“Apa salahku? Mengapa Kakak bersikap seperti ini?” Suara Azkiya bergetar.

Arza masih diam enggan menjawab.

“Kenapa?” Azkiya mengulanginya.

“Bukankah semalam telah aku katakan? Jangan berharap padaku! Dan jangan peduli padaku!” jawab Arza penuh penekanan. Matanya menatap Azkiya dingin.

Azkiya terperangah mendengar jawabannya.

“Tapi kenapa? Kakak suamiku. Aku berhak atas dirimu. Dan tentu saja aku akan melayanimu karena memang itu tugasku,” tukas Azkiya dengan pelan. Ia takut mertuanya mendengar perdebatan itu.

“Karena aku membencimu! Aku memang suamimu, tapi hanya untuk memenuhi keinginan Ibu.” Arza menatap Azkiya dengan tajam.

Azkiya semakin bingung. Apa alasan Arza tiba-tiba membencinya? Dan apa maksudnya hanya sebatas memenuhi keinginan sang ibu?

 “Ibu memaksaku untuk menikahimu! Karena itu aku sangat membencimu!” jelas Arza dengan penuh kebencian.

Apa yang Arza katakan benar-benar membuat Azkiya terkejut. Semua ini di luar dugaan Azkiya.

“Lalu kenapa Kakak tetap menikahiku? Apa Kakak tidak memikirkan perasaanku?” tanya Azkiya diiringi air mata yang terus berjatuhan. Hatinya benar-benar terluka. Bagaimana ia akan menjalani pernikahan dengan seseorang yang bahkan tidak menginginkan kehadirannya?

“Ini kulakukan hanya untuk ibu.” Arza mengalihkan pandangannya ke arah lain.

“Bersikaplah di depan ibu seolah semua baik-baik saja! Di luar itu kita hanyalah orang lain. Dan jangan ganggu kehidupan pribadiku!”

“Tenang saja. Aku akan menafkahimu selayaknya seorang suami. Tapi hanya secara lahir,” lanjutnya.

Azkiya hanya bisa menunduk mendengar apa yang Arza katakan. Tak pernah terpikirkan olehnya jika ternyata semuanya hanya sandiwara. Arza benar-benar membohonginya. Mereka berdua hanya terdiam dengan pikiran masing-masing. Hanya ada deru napas yang saling bersahutan.

Azkiya menatap Azra. Ia mengusap sisa air mata di pipinya. “Baiklah. Akan kulakukan apa yang kamu minta. Tapi aku juga punya permintaan.”

Arza menoleh tanpa mengatakan apapun.

Azkiya hanya tersenyum miris melihat sikap Arza yang merasa menang atas dirinya. Sepertinya Arza benar-benar membencinya. Sayang. Azkiya terlanjur mencintai lelaki itu.

“Biarkan aku melayanimu selayaknya seorang istri. Dan, ya. Aku ingin tetap bekerja,” tandas Azkiya.

 “Terserah! Lakukan apapun yang kamu mau,” jawab Arza acuh.

Azkiya tersenyum getir mendengar jawaban suaminya. Azkiya membungkuk. Tangannya meraih baju yang berserakan di lantai lalu merapikannya kembali.

“Pakailah! Kamu harus segera bersiap.” Azkiya meletakkan baju itu di samping Arza. Wanita itu berbalik. Azkiya hendak keluar dari kamar.

“Aku akan menceraikanmu jika saatnya telah tiba,” ucap Arza yang berhasil membuat Azkiya mengurungkan langkahnya.

Azkiya menoleh tanpa membalikkan tubuhnya. Ia tersenyum sambil mengangguk. Wanita itu lantas melanjutkan langkahnya menuju keluar kamar. Tidak. Azkiya tidak baik-baik saja. Namun ia tak bisa berbuat apapun sekarang. Menolak? Tapi Azkiya merasa tak berhak.v

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status