Share

Istri sekaligus pelayan

Udara segar di pagi hari menyerbak menelisik setiap Azkiya menarik napas. Wanita itu tengah bersiap karena ia akan mulai kembali bekerja. Ya, bekerja sebagai pelayan di kafe milik suaminya sendiri. Namun kewajibannya untuk melayani Arza sebagai suami tidak ia sepelekan. Azkiya tidak ingin melalaikannya meski mungkin pernikahannya tidak sama layaknya seperti orang lain.

Setelah bangun dan melaksanakan sholat subuh Azkiya langsung turun ke bawah untuk membuat sarapan. Sebelumnya baju untuk Arza juga telah Azkiya siapkan di sisi ranjang. Wanita itu bersikap selayaknya seorang istri meski Arza tak menganggapnya seperti itu.

Tidak lama berselang Arza turun dan langsung pergi menuju teras, melihat hal itu Azkiya bergegas membuat teh untuk suaminya. Teh telah siap, kaki Azkiya perlahan melangkah menuju teras untuk menyuguhkan minuman itu. Terlihat Arza tengah sibuk dengan ponselnya. Lelaki itu terus menunduk hingga tak menyadari kedatangan Azkiya. Tangan Azkiya terulur untuk menaruh teh. Dengan sengaja ia meletakan gelas itu dengan sedikit keras agar Arza sadar kehadirannya.

Namun Arza hanya melihatnya sekilas. Ia kembali sibuk dengan ponselnya. Azkiya hanya bisa diam melihat hal itu lalu memilih kembali untuk melanjutkan pekerjaannya tadi. Ternyata ibu mertuanya sudah berada di dapur juga. Ia sedang meminum teh yang memang sengaja Azkiya buatkan tadi. Wanita paruh baya itu tersenyum kala menantunya datang menghampiri.

Sarapan telah selesai. Azkiya berniat memberitahu sang ibu mertua tentang keinginannya untuk tetap bekerja. Azkiya mengangkat wajahnya dengan ragu.

“Ibu,” panggil Azkiya. Ibu mertuanya menatap ke arah sumber suara.

“Aku akan tetap bekerja. Dan hari ini aku sudah masuk,” tutur Azkiya.

Ibu mertuanya mengernyitkan dahi.

“Tapi kafe itu milik suami kamu. Bagaimana bisa kamu tetap bekerja di sana? Bukankah saat ini kamu juga sudah menjadi istri pemiliknya?” tanya mertuanya bingung.

Azkiya tersenyum.”Aku hanya tidak ingin meninggalkan rutinitasku saja, Bu. Aku juga sudah mendapat izin dari suamiku.”

Setelah mendengar hal itu Lina langsung melihat ke arah sang anak yang sedari tadi hanya diam.

“Arza?” panggil Lina meminta penjelasan.

“Aku memang mengizinkannya, Bu. Tidak mengapa jika itu yang dia inginkan selagi kewajibannya sebagai istri tidak terabaikan,” tutur Arza dengan santai. Azkiya tertawa miris dalam hati saat mendengar Arza meyinggung soal kewajiban.

Lina kembali memandang sang menantu dengan ragu. Namun Azkiya mengangguk untuk meyakinkannya.

“Baiklah. Tapi kamu jangan terlalu capek, ya. Dan itu tugasmu juga Arza untuk menjaga istrimu.” Tatap Lina pada anak lelakinya. Arza hanya mengangguk pelan.

Setelah rampung membereskan bekas sarapan, Azkiya bergegas bersiap-siap untuk berangkat kerja. Saat ia masuk ke dalam kamar, terlihat Arza juga sedang memakai pakaiannya. Sekilas Azkiya memperhatikannya lalu melangkah untuk menghampiri sang suami.

Arza menatap Azkiya penuh tanya. Tamun Azkiya hanya diam. Tangan Azkiya terulur untuk membantu merapihkan kerah baju Arza. Lelaki itu sempat mundur untuk menghindar.

“Tidak perlu,” tolak Arza. Hati Azkiya teriris mendengar penolakan dari Arza. Tapi ia tidak akan  langsung menyerah.

“Kamu sudah berjanji. Jadi biarkan aku melakukan kewajibanku sebagai istrimu,” pinta Azkiya.

Arza terdiam sebentar seraya menatap Azkiya. Akhirnya Arza sedikit memajukan tubuhnya pada Azkiya agar sang istri mudah menggapai tubuhnya. Arza memang jauh lebih tinggi Azkiya. Azkiya tersenyum. Ia tak menyia-nyiakan kesempatan itu.

Tak lama Arza telah siap. Lelaki itu lalu turun ke bawah meninggalkan Azkiya. Wanita itupun bergegas mengganti baju selepas suaminya pergi. Sampai di bawah terlihat Arza sedang berbicara dengan sang Ibu. Lalu kedatangan Aazkiya membuat kegiatan itu berhenti.

“Azkiya! Kamu berangkat dengan suamimu, ya!” titah Lina menatap menantunya.

Netra Azkiya langsung melihat ke arah Arza, sepertinya ia sama terkejutnya dengan Azkiya. Azkiya hanya diam tidak menjawab.

“Tentu saja, Bu,” jawab Arza.

Azkiya diam tak percaya. Tapi setelah itu Azkiya baru sadar perkataan Arza sebelumnya. Lelaki itu akan memperlakukan Azkiya dengan baik jika di hadapan sang Ibu.

“Baiklah. Aku dan Azkiya berangkat dulu, ya,” pamit Arza seraya mencium tangan sang Ibu. Hal yang sama juga Azkiya lakukan.

Azkiya terdiam di samping mobil. Ia bingung harus duduk di depan atau di belakang. Pasalnya Arza memang tidak ingin dekat-dekat dengannya.

“Duduk di depan! Aku bukan sopirmu!” ketus Arza saat melihat Azkiya mematung. Tak ada yang Aazkiya katakan. Wanita itu hanya menuruti perintah sang suami dan langsung masuk.

“Pakai sabuk pengaman!” titah Arza lagi.

 Tangan Azkiya meraih sabuk pengaman. Tapi sayangnya ia kesulitan untuk memakainya.

Ckk!

Decak Arza kesal. Tiba-tiba ia meraih sabuk pengaman itu dan langsung memakaikannya pada Azkiya. Wanita itu hanya bisa menahan napas. Pasalnya Azkiya tidak pernah sedekat itu dengan Arza.  Azkiya merasa jantung akan meledak karena gugup. Hening. Tidak ada percakapan apapun di antara mereka.

“Kamu bisa menurunkan aku sebelum sampai di kafe,” ucap Azkiya memecah kesunyian. Wanita itu mencoba melirik sang suami. Tapi Arza hanya diam dengan tatapan lurus ke depan.

“Untuk apa? Semua karyawanku sudah tau jika aku menikahi seorang pelayan kafe. Jadi hal yang kamu katakan itu tidak berguna dan tidak akan merubah kenyataan apapun.”

Jlebb!

Azkiya hanya bisa terdiam saat mendengar jawaban Arza. Tiap kalimat yang keluar dari mulut Arza sangat menusuk hatinya. Azkiya hanya bisa terdiam mendengar apa yang Arza katakan. Memang tidak salah, hanya saja perkataan suaminya itu sangat merendahkannya. Setelah perkataan yang terlontar dari mulut Arza, suasana dalam mobil itu sunyi hingga mereka tiba.

Mobil itu berhenti di parkiran restoran. Arza tidak langsung turun, lelaki itu hanya diam seraya menatap ke depan. Azkiya berniat untuk turun terlebih dahulu. Namun, sabuk pengaman yang dia pakai sulit terlepas. Wanita itu menggerutu dalam hati seraya terus berusaha melepas sabuk pengaman yang melekat di tubuhnya. Ia tak menghiraukan Arza yang kini mulai menatap dirinya.

“Menyusahkan saja!” gerutu Arza. Sementara Azkiya hanya diam dan membiarkan Arza membantunya. Akhirnya sabuk pengaman itu terlepas.

“Apa perlu aku bukakan pintu untukmu juga?” tanya Arza yang membuat Azkiya tersentak. Lantas ia langsung buru-buru membuka pintu mobil.

Namun, gerakannya terhenti. Azkiya kembali menutup pintu mobil kala teringat sesuatu. Wanita itu mengubah posisi tubuhnya agar berhadapan dengan Arza. Ia menatap lelaki itu sebentar lalu mengulurkan tangan.

Arza terdiam sebentar, dia sedikit bingung sebelum akhirnya tahu yang dimaksud Azkiya. Akhirnya dengan berat hati Arza memberikan tangannya untuk Azkiya cium. Lelaki itu masih heran dengan sikap Azkiya. Tapi ia memilih mengabaikannya. Azkiya berlalu dari dalam mobil, begitu juga Arza yang ikut keluar menuju restoran.

Para pegawai terlihat berjejer di pintu masuk. Mereka berniat menyambut dan memberikan ucapan selamat pada bos mereka. Mereka sepertinya tidak menyangka jika Azkiya memiliki nasib yang sangat bagus karena dinikahi seorang bos. Setidaknya itulah yang tertanam dalam benak para karyawan, karena mereka tidak tahu yang sebenarnya.

Namun pertanyaan langsung terlintas dalam di pikiran mereka saat melihat Azkiya memakai pakaian seorang pelayan. Terlihat Atifa juga tengah melihat ke arah Azkiya dengan senyum sekaligus heran. Atifa adalah sahabat Azkiya sedari remaja. Mereka berdua bahkan melamar pekerjaan di kafe tersebut bersama-sama.

Azkiya berhenti di depan para pegawai yang tengah berjejer. Ia berniat menyapa sebentar. Ternyata Arza juga menghentikan langkahnya. Wanita itu berpikir jika Arza juga hendak menyapa para pegawai. Tapi, semua diluar dugaan.

“Apa kalian digaji olehku untuk hal seperti ini?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status