Tubuhnya mematung, pandangannya terkunci pada sosok perempuan yang tengah duduk di sana. Arza merasa sesuatu menyusup dalam perasaannya.Hening. hanya ada suara dentingan sendok yang beradu dengan piring. Perempuan mungil itu dengan perlahan menyuapkan nasi ke mulut.Namun sesaat kemudian terdengar isak tangis yang semakin jelas di telinga Arza. Perempuan itu mengambil air dalam gelas lalu meminumnya, Azkiya menyudahi acara makannya.Azkiya menelengkupkan wajahnya di atas meja. Isak tangisnya tertahan tapi masih bisa terdengar.Arza berbalik, terkejut dengan apa yang ia lihat. Sekali lagi pandangannya jatuh pada sosok Azkiya yang tengah menangis sendirian, sebelum akhirnya ia melangkah pelan meninggalkan tempat itu.Isak tangis masih belum juga reda, Azkiya sengaja makan sendiri karena tidak ingin usahanya terbuang percuma.Namun akhirnya ia tidak mampu menahan tangisnya, ia makan dengan berurai air mata. Semampu yang ia bisa, Azkiya menahan
“Jangan banyak bertingkah! Kehadiranmu saja sudah susah, jadi tolong jangan membuatku dalam masalah!” gerutu Arza sesaat setelah mobil itu melesat membelah jalanan.Azkiya yang tengah melamun dengan memandang keluar lantas menengok ke samping, ia hanya tersenyum miris. “Maafkan aku.”“Kamu sengaja agar ibu tahu tentang masalah ini!?” Lagi Arza meluapkan kekesalannya.Perempuan di sampingnya hanya diam. Bukan tidak sopan, tapi ia lelah jika harus kembali berdebat, dan akhirnya memilih mengalah.Lelaki itu menyentak nafas kasar. Setelahnya tidak ada pembicaraan apapun antara dua manusia itu, hening menyelimuti hingga mobil sampai tepat di depan restoran.Arza langsung keluar mobil tanpa menghiraukan apapun.BruggghLelaki itu membanting pintu mobil dengan kasar, membuat Azkiya tersentak kaget. Ia hanya mengelus dada.Dengan langkah cepat Azkiya keluar mengejar Arza yang berjalan hendak masuk. L
Azkiya menatap sahabatnya itu dengan penasaran dan bingung.“Ada apa, Atifa? Katakan saja!” desak Azkiya tidak sabar.“Wanita itu lagi-lagi hanya ingin dilayani olehmu. Dan Arza memanggilmu untuk kesana.” Tatapan Atifa menunduk sesaat setelah mengatakan hal itu. Ia tahu hati Azkiya pasti terluka diperlakukan seperti ini oleh Arza.Dalam hatinya, Atifa mengumpat kesal pada atasannya itu. Bisa-bisanya orang yang berpendidikan seperti dia melakukan hal serendah itu.Ucapan Azkiya barusan membuatnya terkejut sesaat, tapi segera senyum itu terukir dari bibirnya. Meski ia yakin senyum yang disuguhkan tidak membuat sahabatnya itu merasa tenang, setidaknya Azkiya berusaha untuk terlihat baik-baik saja.“Tidak apa-apa, Atifa. Aku akan melayaninya. Pekerjaanku memang seorang pelayan.” Kata-kata itu meluncur bebas dari mulut Azkiya.Mendengar apa yang diucapkan sahabatnya itu membuat hati Aatifa semakin pilu, ia mend
“Arza!” lirih Alwi dengan mengepalkan tangannya.Pria berwajah manis itu memandang kejadian di sudut sana dengan tidak percaya. Arza sudah melewati batasnya pikir Alwi.Azkiya melangkah mendekat pada Ria.“Kamu boleh merendahkanku karena harta, tapi jangan pernah melukai harga diriku,” desis Azkiya seraya menatap tajam pada wanita yang kini wajahnya telah basah oleh jus.“Dan, ya. Kalaupun ada yang harus disebut sebagai perempuan rendahan adalah kamu! Karena tidak ada wanita berkelas yang mengusik rumah tangga orang lain!” ucap Azkiya dengan penuh penekanan disetiap kata.Duarrrr!Gelegar petir terdengar, seketika hujan turun dengan derasnya.Air mata tak henti turun dengan derasnya, Azkiya tidak lagi mencoba menahannya karena ini sudah amat melukai dirinya.“Berani sekali kamu!” Ria membentak Azkiya.Namun hal itu sama sekali tidak membuat Azkiya takut, memang benar
“Azkiya!” gumam Alwi. Ia mengenali pakaian kerja yang Azkiya kenakan.Ya. Azkiya masih mengenakan pakaian kerjanya.Alwi melangkah dengan cepat. Lelaki itu benar-benar khawatir.Sementara itu, Azkiya menangis sambil menundukkan pandangannya sehingga tak menyadari kedatangan Alwi.“Azkiya,” panggil Alwi dengan lirih. Tangannya menyentuh pundak Azkiya dengan pelan.Azkiya membuka matanya saat merasakan pundaknya disentuh. Ia perlahan mendongak.“Alwi!” Suara Azkiya terdengar lemah.Azkiya menatap Alwi dengan sendu. Wajahnya sangat pucat karena kedinginan.Tanpa aba-aba Alwi memeluk Azkiya dengan erat. Ia amat terluka melihat kondisi Azkiya.Sementara Azkiya hanya bisa terdiam dalam pelukan lelaki itu. Pikirannya benar-benar kalut hingga tak sadar dengan apa yang terjadi.Tak ada satupun kata yang terucap. Azkiya hanya menangis. Meluapkan semua rasa sakitnya dalam pelukan Alw
Azkiya berbicara dengan sedikit gugup. Bagaimana tidak? Arza kini tengah menatapnya dari jarak yang sangat dekat.Lelaki itu terdiam sebentar. Matanya terpaku pada bibir Azkiya yang pucat.Sikap Arza membuat Azkiya salah tingkah. Perempuan itu melangkah mundur untuk mengambil jarak. Degup jantung Azkiya meningkat saat Arza menatapnya.“Ekhem!”Arza tersadar. Lelaki itu langsung mengalihkan pandangannya“Tidurlah di sana!” ujar Arza seraya menunjuk tempat tidur dengan matanya. Ia kemudian berbalik dan melangkah keluar kamar setelah mengatakan itu.Mata Azkiya tak beralih hingga Arza benar-benar hilang di balik pintu.”Apa aku tidak salah dengar?”“Kak Arza menyuruhku tidur di kasur secara langsung?”Azkiya menjatuhkan bobot tubuhnya di atas ranjang, matanya menatap langit-langit kamar.“Sikapnya benar-benar tidak bisa ditebak.”“Tadi siang dia begitu meng
Seorang wanita segera menyambut kedatangan Arza dengan antusias.“Akhirnya kamu sampai.”“Aku sudah menunggumu sedari tadi.” Ria memeluk lengan Arza dengan manja.Sikap wanita itu membuat Arza risih. Namun Arza tak bisa menghindar. Lelaki itu hanya diam dengan wajah tanpa ekspresi.“Ayo masuk! Ayah juga sudah menunggu.” Ria menuntun Arza untuk memasuki rumah.Ria membuka perlahan pintu kamar. Tampak seorang lelaki paruh baya yang tengah terbaring di atas ranjang.Lelaki paruh baya itu adalah Mahendra. Ayah Ria.Mata Mahendra melirik kala mendengar suara pintu dibuka dari luar. Ia tersenyum saat melihat seorang lelaki yang berjalan di belakang putrinya.“Ayah!” panggil Ria dengan sumringah. Ia berjalan mendekat ke arah ranjang diikuti oleh Arza.Ria membantu sang ayah untuk duduk bersandar pada ranjang.“Bagaimana kabarnya, Pak?” Arza menyalami Mahendra dengan senyum tipisnya. Ia kemudian duduk di kursi tepat di samping Mahendra.“Seperti inilah,” jawab Mahendra apa adanya.“Sebenarnya
Mata Azkiya tak berkedip. Ia bahkan memperbesar foto tersebut untuk memastikan apa yang ia lihat.Azkiya berkali-kali melihat ponselnya, berharap ia salah lihat. Tapi tentu saja semua tak merubah apapun.Itu adalah foto Ria dan suaminya.Dalam foto itu Arza terlihat tengah sibuk. Entah lelaki itu menyadari atau tidak saat Ria mengambil foto tersebut.Azkiya menggenggam ponselnya dengan lemah.”Arza bahkan tak memberitahuku akan pergi ke kota mana.”“Tapi dia membawa wanita itu bersamanya.”Perlahan pandangan Azkiya mengabur karena air mata. Perempuan itu mendongak agar air matanya tak jatuh, tapi gagal.Tarikan nafas dalam terdengar dari mulut Azkiya, ia mencoba meredam rasa sakit hatinya.Bukankah ini sudah menjadi yang kesekian kalinya bagi Azkiya? Arza bahkan tak segan bermesraan dengan kekasihnya di depan semua orang. Jadi, seharusnya Azkiya sudah terbiasa ‘kan?Tapi bagaimanapun juga hal itu tetap menyakitan. Tentu saja, Azkiya hanya manusia biasa.Baru saja Azkiya merasa bahagia