Mata Azkiya terbuka sempurna.Refleks Arza melangkah mundur. Ia menatap mata Azkiya untuk beberapa saat lalu membuang pandangannya ke arah lain.Azkiya belum benar-benar tidur. Ia bisa merasakan ada bayangan saat Arza mendekat, karenanya ia membuka mata.“Sudah pulang?” Azkiya bangkit dari posisinya.Arza masih terdiam dengan rasa terkejutnya dan membuat pertanyaan Azkiya menguap begitu saja.Tanpa berkata apapun Arza kemudian berlalu menuju kamarnya.“Aku akan menyiapkan air hangat untuk mandi,” ujar AzkiyaArza mendengar apa yang diucapkan Azkiya. Namun kakinya tetap meniti tangga tanpa berniat menjawab ucapan sang istri.Terdengar gemericik air dari arah kamar mandi. Suara itu berasal dari aktivitas Arza yang tengah membersihkan diri.Sementara itu Azkiya tengah menyiapkan baju untuk Arza. Ia kemudian meletakkan baju itu di atas tempat tidur dan berlalu menuju sofa.“Sepertin
Azkiya mematung sesaat kala Arza menatap tepat pada dirinya.Namun, dengan cepat wanita itu menunduk. Tangannya merapikan pakaian yang sebenarnya sudah rapi. Tentu saja. Azkiya hanya berpura-pura. Setelah itu Azkiya berbalik dan berjalan masuk seolah tak terjadi apapun.Sementara itu Arza masih terdiam di tempatnya. Ia terus menatap Azkiya hingga wanita itu benar-benar masuk ke dalam restoran.Arza baru tersadar saat Ria memanggilnya dari dalam mobil. Lelaki itu akhirnya bergegas untuk masuk.Ria menatap Arza yang hanya diam membisu sambil menyetir mobli.Perasaan Arza benar-benar tak karuan. Ia bingung dengan dirinya sendiri.Tatapan Azkiya tadi terus membayangi pikirannya. Ada apa? bahkan jika Azkiya terluka, bukankah itu hal yang bagus?Arza menghela nafas pelan.“Arza!”Ria rupanya masih memperhatikan Arza.“Hem?” Arza menjawab dengan malas.“Kamu kenapa?” tanya Ria.Tiba-tiba Arza menepikan mobilnya di pinggir jalan.“ Kenapa kamu tiba-tiba datang ke kafe? Ada apa?”Nada bicara Ar
“Kamu demam, Kak?”Tangan Azkiya sibuk menyentuh dahi Arza lalu beralih pada dahinya sendiri untuk membandingkan.Meski terkejut dengan sikap Azkiya tapi Arza hanya diam tanpa respon apapun.Sadar sikap Azkiya dikarenakan salah paham dengann obat yang ia pegang, Arza lantas bergegas menyembunyikannya. Ia memasukkan benda tersebut ke saku celananya.“Kak Arza tidak enak badan? Apa yang sakit?”Arza tak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Ia hanya diam sambil menatap Azkiya dengan tatapan dinginnya.Melihat sikap Arza yang dingin membuat Azkiya menciut. Ia beringsut ke samping untuk memberi jarak antara mereka berdua.“Aku tidak sakit.”Azkiya kembali menatap tangan Arza. Tapi obat itu sudah tidak ada di sana.”Tapi tadi Kak Arza memegang…”“Hanya vitamin. Meskipun aku sakit itu bukan urusanmu!” potong Arza dengan cepat. Ia tidak ingin siapapun ta
“Hah?” Azkiya mengerjapkan matanya saat mendengar ucapan Arza.Azkiya mematung dengan wajah yang terkejut.Jarak yang begitu dekat membuat Azkiya bisa melihat wajah Arza dengan jelas. Azkiya bisa menerka jika Arza tengah memiliki beban yang amat berat. Wajah lelah dan frustasi itu terpampang jelas di mata Azkiya.“Maaf.” Suara Azkiya memecah keheningan. Ia menunduk menghindari tatapan Arza.Arza berbalik. Dengan langkah gontai lelaki itu melenggang menuju kamarnya.Dengan perlahan Azkiya membuka pintu kamar. Ia mengedarkan pandangan dan tak melihat sang suami. Gemericik suara air terdengar oleh Azkiya. Menandakan sang suami tengah berada di kamar mandi.Azkiya sengaja membiarkan Arza masuk ke kamar lebih dulu. Azkiya tahu jika tetap mengikuti Arza seperti tadi, lelaki itu akan semakin marah.Perempuan dengan rambut panjang itu segera membuka lemari pakaian lalu mengambil baju Arza.Tiba-tiba Azkiya menatap pintu kamar mandi sebentar. Perempuan itu melangkah mendekati nakas lalu mengamb
Mata Azkiya melebar saat melihat foto yang ada di tangan Ria. Itu adalah foto dirinya dan Alwi.“Kapan kamu mengambil foto…”“Kenapa?” potong Ria dengan cepat.Wanita itu tersenyum sambil menatap Azkiya dengan sinis.“Kau takut topengmu terbongkar?”Azkiya mengangkat tangannya untuk mengambil foto tersebut. Ia harus melihat dengan jelas foto apa saja yang dimiliki oleh Ria. Tapi Ria mengelak.Wanita itu dengan cepat menarik kembali tangannya lalu menyimpan foto tersebut ke tempat semula.“Eits! Kau mau apa?” tanya Ria dengan nada mengejek.Azkiya gelagapan. Ia menatap Ria dengan wajah bingungnya.“Kenapa foto-foto itu ada padamu? Untuk apa?” tanya Azkiya. Ia benar-benar bingung kenapa Ria mengambil foto dirinya dengan Alwi?“Untuk apa?”“Ehmm…” Ria menatap ke atas sambil berpikir.Ria menjetikkan ibu jari dan ja
Seketika Azkiya mematung. Ucapan Arza bagai belati yang mengiris hatinya secara tiba-tiba.“Kenapa kamu diam saja?!” tanya Arza yang melihat Azkiya masih bergeming seraya menatap benda yang berserakan di atas ranjang tersebut.Bentakan Arza membuat Azkiya membeku. Tentu saja. Perempuan mana yang tidak takut saat mendengar seorang lelaki yang berbicara dengan nada tinggi?“Kamu bisu, hah?!” emosi Arza semakin tersulut karena tak ada respon apapun dari istrinya.“Kak, aku…” ucap Azkiya terbata karena menahan tangis.Azkiya menggelengkan kepalanya perlahan.“Ini tidak seperti yang kamu pikirkan.”Dengan gemetar Azkiya meraih foto-foto itu lalu melihatnya satu persatu dengan tak percaya.Azkiya tercengang karena ia pikir hanya ada satu foto seperti yang ditunjukkan Ria padanya. Tapi nyatanya banyak. Dan memang benar yang ada dalam gambar itu adalah dirinya dan alwi.“Lalu
“Itu surat cerai,” ujar Arza.Deg!!!Kalimat yang baru saja keluar dari mulut Arza benar-benar tak pernah Azkiya dugaAzkiya yang hendak minum seketika membeku. Ia terdiam sambil menggenggam gelas dengan amat erat.“Maksud Kak Arza apa tiba-tiba memberi surat cerai?” tanya Azkiya yang masih berusaha mengontrol nada bicaranya agar tetap tenang. Meski nyatanya hati Azkiya amat sakit.Arza meletakkan sendok yang semual ia pegang ke atas piring.”Tidak harus sekarang. Tanda tangani surat itu jika kamu sudah memiliki niat meninggalkanku.”“Aku ingatkan jika sikapku padamu tak akan pernah berubah,”“Kamu mungkin akan terus terluka jika berada di sampingku.” Arza sekilas menatap perempuan yang duduk di seberangnya.Sejujurnya saat ini Azkiya ingin sekali menangis. Tapi ia tetap berusaha menahannya. Air mata tidak akan membuat keadaan berubah pikir Azkiya.“Emm, begitu. Baiklah.” Azkiya menganggukkan kepalanya beberapa kali.Azkiya mengangkat gelas yang sedari tadi berada di genggamannya lalu
“Ria?” Azkiya bergumam pelan.Dengan cepat Ria bangun dari posisinya. Ia menatap nyalang pada Azkiya.”Dasar perempuan miskin!”“Apa kau tidak punya mata?!” umpat Ria.“Aku tidak sengaja. Maaf,” ujar Azkiya yang mencoba mengalah. Ia tidak ingin terjadi keributan hanya karena hal sepele seperti ini.“Tidak sengaja? Hah?” Ria tertawa sinis sambil menyugar rambutnya ke belakang.Dahi Azkiya mengernyit. Ia bingung dengan sikap Ria yang menurutnya berlebihan. Lagipula insiden itu bukanlah sesuatu yang di sengajaRia menatap remeh Azkiya dari atas hingga bawah.”Bagaimana perempuan miskin sepertimu bisa datang ke tempat mahal ini?”“Dengan selingkuhanmu itu?” tanya Ria dengan nada mengejek.Mendengar kata selingkuhan membuat Azkiya tidak terima. Ria benar-benar sudah melewati batas dengan fitnahannya itu.“Apa maksudmu aku selingkuh? Fitnah
“Ayah!”Tiba-tiba Aluna berlari menghampiri dan langsung menubruk tubuh Arza. Seketika perhatian mereka langsung teralihkan pada gadis kecil itu.“Iya, kenapa?” tanya Arza seraya memegang tubuh putrinya.Aluna memegang telunjuk sang ayah lalu menariknya agar bangun dari duduknya. Arza bangun menuruti keinginan sang putri.“Ayo ke sana!” ajak Aluna seraya menunjuk ke suatu arah. Gadis itu ingin ayahnya ikut bergabung dan bermain bersamanya.Arza melirik ke arah Azkiya. Ia bahkan belum sempat menyelesaikan pertanyaannya tadi, padahal Arza sudah mempersiapkan diri untuk hal itu.Tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain menuruti keinginan Aluna. Arza tidak sampai hati untuk menolak permintaan putrinya.Akhirnya Arza berjalan mengikuti langkah kecil Aluna. Matanya beberapa kali sempat melirik ke arah Azkiya. Perempuan itu hanya bisa tersenyum tipis karena sebenarnya ia juga penasaran dengan apa yang ingin Arza katakan.Tidak terasa mereka sudah seharian berada di pusat perbelanjaan ter
Arza tertegun sebentar sebelum akhirnya mengangguk pelan seraya tersenyum kecil.Saat menyetir Arza terus terngiang-ngiang ucapan Azkiya sebelum ia pergi tadi. Entah mengapa tiba-tiba ada yang menghangat di sudut hatinya saat kembali mengingat hal itu.Hatinya berdebar saat membayangkan wajah Azkiya. Bayangan perempuan tersebut membuat Arza terus tersenyum sepanjang perjalanan menuju rumah.Lelaki itu bersumpah perasaannya pada Azkiya tidak pernah berubah sedikitpun.Keesokan paginya saat Aluna bangun ia langsung langsung menanyakan keberadaan sang ayah. Gadis kecil itu berpikir akan hidup satu rumah dengan ayahnya.“Bunda!” seru Aluna.“Hem?” Azkiya tengah sibuk menyiapkan bekal untuk dibawa putrinya ke sekolah.“Kenapa ayah tidak tinggal bersama kita?” tanya Aluna polos.Azkiya tertegun sejenak. Ia bingung bagaimana menjelaskan mengenai perceraian pada anak sekecil itu.“Aku ju
“Aku tidak akan menyarankan apapun. Keputusan ada padamu, Azkiya,” ujar Alwi.Azkiya tampak bingung setelah mendengar celotehan Aluna mengenai nenek dan kakeknya.Selama ini, Azkiya memang tidak pernah menunggu Aluna saat gadis kecil itu bersekolah karena ia memang harus bekerja.Azkiya hanya akan mengantarnya saat berangkat lalu menjemputnya saat waktu pulang tiba.Perempuan itu mendesah pelan setelah cukup lama berpikir. Meski ia dan Arza sudah berpisah, tapi Aluna tetaplah bagian dari keluarga Arza.Aluna tampak sangat gembira duduk di dalam mobil Arza. Gadis itu tak berhenti berceloteh membicarakan apapun yang ia lihat di sepanjang jalan.Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Azkiya menerima ajakan Arza untuk membawa putri mereka menemui neneknya.Sesekali Arza tersenyum mendengar ocehan Aluna yang duduk di belakang bersama Azkiya. Arza sadar mungkin kebahagiaan ini tidak pantas ia dapatkan, tapi hari ini adalah
“Aluna! Kamu tidak apa-apa?”“Oh! Bunda! Iya, tadi Om ini menolongku,” jawab gadis kecil yang ternyata bernama Aluna tersebut.“Benarkah?” Seseorang yang dipanggil bunda tersebut kembali menanggapi.Arza masih terpaku dalam posisinya. Ia berjongkok membelakangi orang tua dari anak tersebut. Jantungnya mendadak berdebar. Apakah suara itu benar milik seseorang yang ia kenal?“Kamu harus mengucapkan terima kasih padanya!”“Terima kas….”Perempuan tersebut membeku dan tidak sempat menyelesaikan ucapannya saat Arza membalikkan tubuhnya.Arza mematung di tempatnya. Begitu juga perempuan tersebut yang terdiam seketika dengan mata membulat sempurna.Dua orang tersebut saling menatap satu sama lain dengan perasaan yang campur aduk.“Azkiya,” lirih Arza dengan suara yang hampir tidak terdengar.“Bunda?” panggil Aluna yang merasa heran
“Arza!” pekik Alwi saat melihat pemandangan di kamar Arza.Tampak Arza tengah berdiri di balkon. Sekilas tak ada yang salah memang. Namun, yang membuat Alwi segera berlari menghampiri adalah karena Arza berdiri di atas kursi tepat di depan pagar yang menjadi pembatas balkon.Benar. Arza memang berniat mengakhiri hidupnya.Alwi berlari dengan cepat lalu segera menarik tubuh Arza agar turun dari kursi tersebut. Ia kemudian membawa Arza menjauh dari pinggir balkon.Alwi benar-benar terkejut dengan apa yang ia lihat. Wajahnya tampak sangat tegang dan penuh ketakutan.“Apa yang akan kau lakukan, hah?” pekik Alwi. Ia menatap sahabatnya itu dengan segala emosi yang seketika bercampur baur.Tetapi tidak ada respon apapun dari Arza. Lelaki itu hanya diam seraya menatap lurus ke depan. Tatapannya kosong seperti tanpa jiwa.“Arza!”“Dengarkan aku!” bentak Alwi seraya mengguncang tubuh lelaki
“Dengan sadar aku menjatuhkan talak padamu.”Kalimat talak Arza bercampur dengan suara air hujan mengalun lirih di telinga Azkiya.“Seperti permintaanmu aku akan mengurus perceraian kita. Jadi, kamu tidak perlu datang,” ujar Arza.Gelegar petir menyambar mengiringi jatuhnya air mata dari sudut mata Arza. Lelaki itu semakin mengeratkan genggamannya pada payung, ia berusaha menahan sesak yang semakin menghimpit dadanya.Tak ada satu katapun yang keluar dari mulut Azkiya sebagai tanggapan dari ucapan Arza. Perempuan itu membeku mencoba mencerna apa yang baru saja ia dengar.Azkiya terpaku saat rasa sakit mulai merambah dalam hatinya. Meski ini yang Azkiya inginkan, tetap saja ia tidak dapat mengelak bahwa perasaannya hancur kala kata talak keluar dari mulut Arza.Mulut Azkiya terkatup rapat tetapi air matanya mengalir semakin deras. Ia berusaha menahan tangisnya agar tidak meledak di hadapan Arza.“Maaf, karena sampai akhir aku masih tidak mampu membahagiakanmu,” lirih Arza.Kakinya mela
Pukulan terakhir dari Alwi membuat Arza terkapar. Tidak ada perlawanan sama sekali dari Arza, lelaki itu benar-benar sudah pasrah.Alwi duduk di samping Arza yang terbaring di bawah. Ia mengatur nafasnya perlahan untuk meredam emosi yang sempat meluap.“Tolong sampaikan maafku pada Azkiya,” pinta Arza yang masih berada di posisi sebelumnya. Matanya menatap ke arah langit.“Tidak.”“Katakan pada Azkiya dengan mulutmu sendiri!” tolak Alwi dengan cepat. Ia sadar tidak berhak masuk ke dalam urusan tersebut karena ini menyangkut hubungan mereka berdua.Alwi bangkit dari duduknya. Ia berdiri membelakangi Arza.“Selesaikan semua ini!”“Kau harus melanjutkan hidup apapun yang terjadi!” tukas Alwi.Arza hanya terdiam mendengar ucapan Alwi. Melanjutkan hidup? Arza bahkan rasanya ingin menghilang dari muka bumi ini.“Obati lukamu!” ujar Alwi sebelum akhirnya mele
Tangannya gemetar saat memegang kertas tersebut. Arza tertegun cukup lama dengan netra yang berkaca-kaca.“Benarkah ini?” lirih Arza. Ia sungguh ingin mempercayai bahwa apa yang ia lihat tidaklah nyata. Tetapi tanda tangan Azkiya di kertas tersebut tidak dapat disangkal.Surat yang dulu pernah ia siapkan untuk perceraian kini benar-benar ditandatangani oleh Azkiya.Arza meremas kertas itu dengan kuat seiring rasa sakit yang makin menyesakkan dadanya. Apakah pernikahannya akan benar-benar berakhir seperti ini?Arza menggeleng. Lelaki itu kemudian bangkit dari duduknya. Ia menyambar kunci mobil di atas nakas lalu melangkah cepat keluar dari kamar.Kebahagiaannya bersama Azkiya terlalu cepat berakhir. Ini bahkan tidak sebanding dengan usaha Arza untuk menerima kehadiran perempuan itu dalam hidupnya.Kakinya melangkah dengan cepat menuruni tangga. Pikirannya kini hanya tertuju pada Azkiya. Arza harus bisa menemukan perempuan itu baga
Azkiya langsung tertegun. Matanya berkaca-kaca mendengar ucapan yang baru saja keluar dari mulut Atifa.“Apa kamu yakin Arza berkata jujur?” tanya Azkiya memastikan. Ia sepertinya trauma dengan semua kebohongan yang ditujukan padanya.“Dia mengatakannya kepadaku dan Alwi kemarin. Aku tidak melihat kebohongan di matanya,” jelas Atifa. Ia merasa serba salah saat mengatakannya. Pasalnya, Alwi bersikeras untuk tidak memberitahu Azkiya tentang hal itu.Tak ada tanggapan apapun. Azkiya hanya termangu dengan tatapan entah kemana.“Kemarin Alwi menghajarnya,” cicit Atifa yang masih bisa terdengar oleh Azkiya.“Kondisinya sangat memprihatinkan. Dia tidak pernah berhenti mencarimu, Azkiya,” tambah Atifa. Hatinya merasa dilema saat mengatakannya.Seketika Azkiya mengalihkan pandangannya. Air matanya mulai berjatuhan saat ia menatap sahabatnya itu.Ada rasa perih disudut hatinya saat mendengar hal t