“Ria?” Azkiya bergumam pelan.Dengan cepat Ria bangun dari posisinya. Ia menatap nyalang pada Azkiya.”Dasar perempuan miskin!”“Apa kau tidak punya mata?!” umpat Ria.“Aku tidak sengaja. Maaf,” ujar Azkiya yang mencoba mengalah. Ia tidak ingin terjadi keributan hanya karena hal sepele seperti ini.“Tidak sengaja? Hah?” Ria tertawa sinis sambil menyugar rambutnya ke belakang.Dahi Azkiya mengernyit. Ia bingung dengan sikap Ria yang menurutnya berlebihan. Lagipula insiden itu bukanlah sesuatu yang di sengajaRia menatap remeh Azkiya dari atas hingga bawah.”Bagaimana perempuan miskin sepertimu bisa datang ke tempat mahal ini?”“Dengan selingkuhanmu itu?” tanya Ria dengan nada mengejek.Mendengar kata selingkuhan membuat Azkiya tidak terima. Ria benar-benar sudah melewati batas dengan fitnahannya itu.“Apa maksudmu aku selingkuh? Fitnah
Azkiya berjalan tepat di belakang Arza dengan wajah yang terus menunduk.Mereka berdua baru saja sampai di rumah dan langsung menuju kamar.Sampai di dalam kamar Arza menjatuhkan bokongnya di atas kasur. Ia kemudian menyuruh Azkiya duduk di sofa dengan isyarat matanya.Azkiya menuruti perintah itu tanpa membantah. Ia duduk dan tak berani mengangkat wajahnya. Raut wajah Arza memang selalu dingin, tapi kali ini Azkiya sadar jika suaminya tengah marah atas kejadian tadi.Keheningan menyelimuti ruangan itu.“Apa tidak ada yang ingin kamu katakan padaku?” tanya Arza memecah kesunyian.Azkiya menatap Arza sekilas. Ia meletakkan kedua tangannya di atas paha lalu menggenggam keduanya dengan erat.“Maaf, Kak.” Suara Azkiya terdengar pelan dan takut. Perempuan itu terlihat seperti gadis kecil yang tengah dimarahi ayahnya karena melakukan kesalahan.Mata Arza memindai perempuan yang duduk tepat di hadapannya dengan
Semilir angin malam menelisik menyusup ke setiap pori-pori tubuh. Arza yang tengah melamun di balkon mulai mengusap-ngusap lengannya karena kedinginan.Akhirnya Arza menyerah pada angin dan memutuskan untuk masuk kembali ke kamar.Namun, Arza terkejut kala menyibak tirai yang menutupi pintu kaca yang memisahkan kamar dan balkon tersebut.Langkah Arza langsung terhenti saat netranya menangkap sosok Azkiya yang tengah berdiri tak jauh dari pintu.“Kak Arza belum tidur?” tanya Azkiya. Sementara Arza terlihat masih terkejut.Arza menatap perempuan di depannya sesaat. Ia akhirnya melanjutkan langkah menuju kasur tanpa menghiraukan pertanyaan yang diberikan kepadanya.Azkiya mengikuti Arza dengan matanya hingga lelaki itu berbaring di atas tempat tidur dan menutup matanya.Helaan nafas pelan terdengar beberapa kali dari mulut Azkiya. Ia memegang dadanya yang berdegup kencang sambil menutup mata.‘Hampir saja’ monolog Azkiya dalam hatinya.Azkiya membuka tangannya yang sedari tadi terkepal.
Bukannya ikut berjalan Azkiya justru malah terpaku sambil menengadah menatap Arza. Proporsi tubuh Arza yang tinggi memang membuat Azkiya harus mengangkat wajahnya saat ingin menatap sang suami.Otomatis Arza juga ikut berhenti dan menahan langkahnya karena Azkiya tak bergerak.“Ada apa lagi?” tanya Arza sambil menoleh. Ia menatap gandengan tangannya pada Azkiya. Arza tersadar, lalu gegas melepaskan genggamannya.“Tetap berjalan di belakangku!” tukas Arza seraya melanjutkan langkahnya.Azkiya mengulum senyum melihat tingkah Arza. Kemudian ia bergegas untuk menyusul langkah lelaki itu.Tatapan Arza menyapu seluruh toko yang ada di hadapannya.”Apa saja yang kamu butuhkan?”Azkiya hanya terdiam.Merasa tak ada jawaban membuat Arza frustasi.”Ibu menyuruhmu untuk membeli apa?”“Baju, tas…” Azkiya diam sejenak untuk berpikir. Ia menggenggam tali tas slempangnya dengan
Kaki Azkiya terus berjalan mundur seiring lelaki asing tersebut mendekat. Perasaannya sudah tak karuan.“Apa yang akan kau lakukan?” Arza tiba-tiba muncul entah dari mana. Ia menarik Azkiya agar berdiri di belakangnya.Arza menatap lelaki asing di hadapannya dengan tajam dari atas hingga bawah.“Jawab!” Arza mendorong bahu lelaki itu.Dorongan Arza cukup kuat sehingga lelaki asing tersebut terpental ke belakang dan hampir terbentur mobilnya sendiri.“Siapa kau tiba-tiba ikut campur?” tanya lelaki itu dengan nada bicara tak senang.“Aku suaminya! Kau siapa?!”Seketika wajah lelaki itu berubah pias. Ia terkejut saat mendengar kata suami yang meluncur dari mulut Arza.Dengan tergesa lelaki itu masuk ke dalam mobilnya. Arza berniat mengejar tapi langsung ditahan oleh Azkiya.Mobil tersebut langsung melesat pergi meninggalkan parkiran.Arza berbalik menghadap pada Azkiya.”Ada yang terluka?”Kepala Azkiya menggeleng. Tidak ada yang terluka, Azkiya hanya takut.Arza menatap Azkiya yang terli
Tangan Arza meraih plastik kecil itu. Matanya mengernyit saat menatap benda tersebut. Ia merasa tidak asing dengan pil yang ada di dalamnya.Azkiya berbalik setelah menaruh belanjaannya di atas sofa. Betapa terkejutnya ia saat melihat Arza yang tengah memegang pil tersebut.Dengan cepat Azkiya berjongkok lalu merampas plastik kecil itu dari tangan Arza.Tatapan Arza beralih saat pil tersebut sudah berpindah tangan. Ia menatap Azkiya yang kini sudah berada di hadapannya.“Biar aku saja!” ujar Azkiya seraya mengumpulkan satu persatu barang yang berceceran di lantai. Tangannya bergerak dengan begitu cepat seolah takut orang lain mengambil barang miliknya.Sementara Arza hanya terdiam dan membiarkan Azkiya melakukan keinginanya.“Obat apa itu?”Tangan Azkiya yang semula hendak meraih ponsel seketika berhenti. Ia terpaku dengan jantung yang mulai berdebar tak karuan.“Hah? O-obat tadi?” tanya Azki
Azkiya termenung. Matanya terkunci pada sosok yang tengah tersenyum sinis sambil menatapnya.“Hai sayang!” sapa Ria pada Arza. Tapi matanya tetap tak beralih dari Azkiya.Tatapan Azkiya beralih pada Arza. Ia meminta penjelasan lewat matanya. Tapi lelaki itu tak mengatakan sepatah katapun.Azkiya melengos ke depan. Ia benar-benar tak percaya dengan semua ini. Mengajak Ria?“Aku harus duduk dimana? Tak mungkin di belakang bukan?” tanya Ria dengan suara yang dibuat manja. Azkiya merasa jijik mendengarnya.“Duduklah dimanapun kau mau,” seloroh Arza yang membuat Azkiya kembali terkejut.Ria tersenyum penuh kemenangan.”Aku ingin duduk di sampingmu.”Arza langsung menoleh ke samping menatap Azkiya. Raut wajah itu mengatakan segalanya.Tentu saja. Azkiya sudah dapat menebak apa yang Ria inginkan. Hatinya penuh dengan kekesalan. Ingin rasanya Azkiya membantah tapi sudah pasti hal itu akan
Tatapan Arza dan Azkiya beradu. Dua orang itu saling menatap untuk sesaat.Wajah Azkiya sudah memerah, netranya mulai digenangi air mata. Tapi hal itu tak berlaku untuk Arza. Lelaki itu justru menatap Azkiya dengan wajah dinginnya.Tak ada penyesalan di wajah Arza.Setelah beberapa saat Arza memutuskan kontak matanya dengan Azkiya. Ia melengos menatap ke sembarang arah. Lelaki itu bahkan tak berkutik saat Ria melingkarkan jari jemarinya di lengan Arza.Tempat itu di penuhi dengan sorak sorai. Atmosfer bahagia seakan melingkup tiap manusia yang ada di sana. Terkecuali Azkiya.Dadanya sesak seakan tak ada oksigen di sekitarnya. Dia satu-satunya manusia yang menahan tangis di saat semua orang tertawa.Azkiya menggerakkan kakinya perlahan ke belakang. Ia harus pergi secepatnya dari sana sebelum air matanya tumpah.Azkiya mengayunkan kakinya dengan perlahan. Wajahnya tertunduk menghindari tatapan orang-orang.Air matanya tumpah sesaat setelah ia menutup pintu. Perempuan itu memutuskan untu
Arza terkapar ke sandaran sofa sebelum sempat menuntaskan ucapannya. Satu pukulan keras melayang tepat di sisi kiri wajahnya. Benar. Pukulan tersebut melayang dari tangan Alwi.Dengan cepat Alwi meraih kerah baju Arza dan memaksa lelaki itu untuk berdiri.”Apa kau sudah tidak waras?”Arza tampak pasrah dalam cengkraman Alwi yang tengah dikuasai amarah. Entah karena merasa bersalah atau tidak memiliki tenaga, tapi lelaki itu terlihat tidak berniat melawan sahabatnya.Lagi-lagi satu pukulan mentah mendarat mulus di wajah Arza. Lelaki itu terhuyung ke belakang hingga menabrak meja kerjanya.Arza ambruk tepat di bawah meja.“Bagaimana bisa kalian melakukan itu pada Azkiya?” cicit Alwi dengan mata nyalang menatap ke arah Arza. Dia sudah berusaha menekan emosinya, tapi akhirnya meledak juga.Perbuatan Arza dan orangtuanya sungguh tidak manusiawi. Mereka telah merenggut nyawa ayah Azkiya lalu kini membodohi perempuan itu deng
Alwi mengendarai motor dengan kecepatan tinggi menembus gelapnya malam. Sepanjang perjalanan hatinya merasa tidak tenang.Setelah berkendara beberapa saat, akhirnya Alwi sampai di tempat tujuan. Ia langsung melepas helm yang bertengger di kepalanya lalu bergegas turun.Tangannya mengetuk pintu beberapa kali. Alwi tampak tidak sabar menunggu pintu tersebut terbuka.Seorang perempuan muncul dari balik pintu yang terbuka perlahan dari dalam. Dia adalah Atifa. Mereka saling menatap satu sama lain sebelum akhirnya Alwi diizinkan masuk.“Kamu tahu di mana Azkiya?” tanya Alwi langsung pada intinya. Mereka bahkan masih dalam posisi berdiri.Atifa terdiam dan tampak ragu.Tiba-tiba fokus Alwi teralihkan saat seseorang melangkah keluar dari dalam kamar.“Azkiya,” lirih Alwi dengan mata yang menatap ke arah perempuan tersebut.Mereka kini tengah duduk lesehan di ruang tamu berukuran kecil tersebut. Tampaknya tidak ada yang berniat memulai percakapan karena sedari tadi mereka hanya terdiam dengan
Atifa mengangguk pelan seraya menatap perempuan yang hanya menyembulkan kepalanya dari dalam kamar.“Azkiya!”“Ada apa sebenarnya?” tanya Atifa seraya melangkah masuk ke dalam kamar.Sementara itu Azkiya kembali duduk di atas kasur. Ia menunduk menatap lantai.Setelah cukup lama berada di danau untuk meluapkan segala amarahnya, Azkiya terlunta-lunta di jalanan hingga malam sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi ke tempat Atifa.Azkiya sudah menduga Arza akan mencarinya ke kontrakan Atifa. Beruntung sahabatnya itu bersedia merahasiakan keberadaannya dari lelaki itu.Atifa ikut menjatuhkan bokongnya tepat di samping Azkiya. Matanya memindai wajah perempuan itu dengan seksama.Tampak jelas wajah Azkiya yang pucat disertai dengan mata yang bengkak. Atifa yakin sahabatnya itu menangis cukup lama.“Kamu bertengkar dengan Arza?” tanya Atifa dengan hati-hati. Ia semakin penasaran karena Azkiya membi
Lelaki itu merogoh ponselnya lalu mencoba menghubungi Azkiya.Berkali-kali panggilan itu tidak terjawab, membuat Arza semakin gelisah.Dengan debar jantung yang sudah tak terkendali, Arza melangkah cepat menuruni tangga. Ia kembali menghampiri orang tuanya di ruang tamu.“Bukankah Azkiya sudah pulang?”“Kemana Azkiya?” tanya Arza beruntun.Wajahnya tampak panik.Lina dan Darma hanya diam membisu.“Jawab aku!!” bentak Arza. Kesabarannya sudah hilang. Ia benar-benar sudah tenggelam dalam rasa takutnya. Benar, Arza takut kehilangan lagi.“Azkiya sudah tahu semuanya lalu dia pergi,” ungkap Lina disela isakkan kecilnya. Perasaan bersalah semakin menggunung menyelimuti hatinya.Seketika kaki Arza terasa lemas mendengar penuturan sang ibu.“Tidak! Azkiya!”Lelaki itu seketika berlari keluar.Dengan cepat Arza berlari menyusuri jalanan. Matanya menata
“Bagaimana bisa kau menikahkannya dengan Arza?!” Darma menatap Lina dengan tidak percaya.Lelaki itu mengusap wajah kasar. Sungguh ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Lina.“Kenapa tidak bisa?”“Hidupnya terjamin dan bahagia bersama Arza. Dan itu adalah caraku meminta maaf atas apa yang terjadi padanya,” ungkap Lina yang merasa tindakannya tidaklah salah.“Kau….” Darma hampir tidak bisa berkata-kata lagi.“Bagaimana jika dia tahu bahwa Arza adalah pelaku tabrak lari yang menyebabkan ayahnya meninggal dunia?”“Dan mertuanya yang membungkam kasus itu agar Arza tidak dipenjara?” cecar Darma dengan perasaan tidak karuan.Tindakan Lina sungguh diluar dugaannya.“Semua akan aman jika kamu tetap diam!” gertak Lina.Ia tahu mungkin ini terlalu beresiko, tapi tidak ada cara lain.“Tutup mulut….”&ldquo
“Kamu menemukan orangnya?” tanya Lina seraya menatap menantunya lekat.Ia bahkan menghadapkan seluruh tubuhnya ke arah Azkiya.Azkiya mengangguk pelan.“Siapa?” Lagi Lina bertanya.“Seorang pemulung yang tinggal tidak jauh dari tempat kejadian itu,” tukas Azkiya.Pandangannya menatap entah kemana.”Ternyata keluarga pelaku memberinya uang agar tetap diam.”“Aku tidak habis pikir ada manusia sejahat itu, Bu,” lirih AzkiyaIa menunduk seraya tersenyum miris.Manusia memang bisa lebih jahat dari yang ia kira pikirnya.“Aku sedang berusaha menemukan mereka.”“Kak Arza meminta bantuan temannya dan juga meminta polisi kembali mengusutnya,” tutur Azkiya menjelaskan.Tak ada tanggapan. Lina hanya diam mendengar semua ucapan Azkiya.“Aku akan meminta keadilan pada mereka.” Azkiya tersenyum seraya mengalihkan pandangannya pa
“Memangnya Azkiya kenapa?” tanya Arza lagi. Ia kembali melangkah lalu berdiri tepat di dekat Azkiya.“Kak Arza?” lirih Azkiya seraya mendongak untuk menatap sang suami.“Kapan kamu datang?” tanya Rania dengan gugup. Wajahnya tampak tegang.“Sejak kamu bertanya bagaimana wanita seperti Azkiya bisa menikah denganku,” seloroh Arza.Suasana menjadi canggung seketika. Teman-teman Arza hanya saling melirik satu sama lain.Sementara itu manik mata Rania bergerak kesana kemari. Ia merasa terintimidasi karena Arza menatapnya dengan dingin.“Wanita seperti apa maksudmu?” tanya Arza sekali lagi.Rania duduk dengan gelisah.”Sepertinya kamu salah paham, Arza.”“Jadi apa maksudmu?” sambar Arza cepat.Ia tidak bodoh. Arza tahu pertanyaan Rania memang bermaksud merendahkan Azkiya.“Kak!” Azkiya menarik baju Arza dengan pelan. Ia berusa
Arza terus menatap Azkiya cukup lama tanpa berkedip. Ia tampak terpana dengan penampilan perempuan itu.Make up yang dipakai sangat cocok dan menyatu dengan kulit wajahnya.Dress panjang yang simple namun tetap elegan juga terlihat indah di tubuh Azkiya.Penampilan perempuan itu mampu membuat Arza tidak berpaling.Azkiya sampai menyentuh wajah serta memeriksa kembali pakaian yang melekat di tubuhnya.Apa ada yang salah pikirnya?“Kak!” seru Azkiya.Suara perempuan itu menarik kesadaran Arza kembali.Ia mengerjap beberapa kali.”O-oh? Iya?”“Apa aku tidak pantas memakai ini?”“Atau aku jelek?” tanya Azkiya khawatir.Jika benar begitu, maka ia tidak perlu pergi. Azkiya tidak ingin membuat Arza malu.“Kalau begitu aku tidak usah pergi, ya?”Arza mengernyit.”Apa maksudmu?”Lelaki itu bergegas melangkah menghampiri Azkiya.“Ayo!” ajak Arza.Di dalam mobil, Arza berkali-kali melirik perempuan yang duduk di sampingnya.Azkiya memang sudah cantik, tapi hari ini dia terlihat sangat cantik.“Jad
“Kamu anaknya?” Suara pria tua itu terdengar bergetar. Wajahnya tampak sangat terkejut.Azkiya mengangguk pelan. Ia masih belum melepas cekalan tangannya pada pria tersebut.Untuk sesaat dua orang itu hanya terdiam sambil menatap satu sama lain.Mata Azkiya menatap kesana kemari, ia sudah masuk dan tengah duduk di dalam gubuk kecil tersebut.Hati Azkiya merasa tersentil mengingat seberapa seringnya ia berkata lelah dan terkadang merasa kurang beruntung, padahal masih banyak yang kehidupannya lebih sulit darinya.“Kakek tinggal sendirian di sini?” tanya Azkiya hati-hati.Pria itu mengangguk untuk menjawab pertanyaan Azkiya.Banyak hal yang sebenarnya ingin ia tanyakan, tapi Azkiya merasa tidak enak. Lagipula tujuannya datang karena ada alasan khusus.“Jadi benar kalau Kakek adalah saksi mata kejadian itu?” Azkiya membenarkan posisi duduknya. Tatapannya terlihat sangat serius saat berbicara.