Azkiya berjalan tepat di belakang Arza dengan wajah yang terus menunduk.
Mereka berdua baru saja sampai di rumah dan langsung menuju kamar.
Sampai di dalam kamar Arza menjatuhkan bokongnya di atas kasur. Ia kemudian menyuruh Azkiya duduk di sofa dengan isyarat matanya.
Azkiya menuruti perintah itu tanpa membantah. Ia duduk dan tak berani mengangkat wajahnya. Raut wajah Arza memang selalu dingin, tapi kali ini Azkiya sadar jika suaminya tengah marah atas kejadian tadi.
Keheningan menyelimuti ruangan itu.
“Apa tidak ada yang ingin kamu katakan padaku?” tanya Arza memecah kesunyian.
Azkiya menatap Arza sekilas. Ia meletakkan kedua tangannya di atas paha lalu menggenggam keduanya dengan erat.
“Maaf, Kak.” Suara Azkiya terdengar pelan dan takut. Perempuan itu terlihat seperti gadis kecil yang tengah dimarahi ayahnya karena melakukan kesalahan.
Mata Arza memindai perempuan yang duduk tepat di hadapannya dengan
Semilir angin malam menelisik menyusup ke setiap pori-pori tubuh. Arza yang tengah melamun di balkon mulai mengusap-ngusap lengannya karena kedinginan.Akhirnya Arza menyerah pada angin dan memutuskan untuk masuk kembali ke kamar.Namun, Arza terkejut kala menyibak tirai yang menutupi pintu kaca yang memisahkan kamar dan balkon tersebut.Langkah Arza langsung terhenti saat netranya menangkap sosok Azkiya yang tengah berdiri tak jauh dari pintu.“Kak Arza belum tidur?” tanya Azkiya. Sementara Arza terlihat masih terkejut.Arza menatap perempuan di depannya sesaat. Ia akhirnya melanjutkan langkah menuju kasur tanpa menghiraukan pertanyaan yang diberikan kepadanya.Azkiya mengikuti Arza dengan matanya hingga lelaki itu berbaring di atas tempat tidur dan menutup matanya.Helaan nafas pelan terdengar beberapa kali dari mulut Azkiya. Ia memegang dadanya yang berdegup kencang sambil menutup mata.‘Hampir saja’ monolog Azkiya dalam hatinya.Azkiya membuka tangannya yang sedari tadi terkepal.
Bukannya ikut berjalan Azkiya justru malah terpaku sambil menengadah menatap Arza. Proporsi tubuh Arza yang tinggi memang membuat Azkiya harus mengangkat wajahnya saat ingin menatap sang suami.Otomatis Arza juga ikut berhenti dan menahan langkahnya karena Azkiya tak bergerak.“Ada apa lagi?” tanya Arza sambil menoleh. Ia menatap gandengan tangannya pada Azkiya. Arza tersadar, lalu gegas melepaskan genggamannya.“Tetap berjalan di belakangku!” tukas Arza seraya melanjutkan langkahnya.Azkiya mengulum senyum melihat tingkah Arza. Kemudian ia bergegas untuk menyusul langkah lelaki itu.Tatapan Arza menyapu seluruh toko yang ada di hadapannya.”Apa saja yang kamu butuhkan?”Azkiya hanya terdiam.Merasa tak ada jawaban membuat Arza frustasi.”Ibu menyuruhmu untuk membeli apa?”“Baju, tas…” Azkiya diam sejenak untuk berpikir. Ia menggenggam tali tas slempangnya dengan
Kaki Azkiya terus berjalan mundur seiring lelaki asing tersebut mendekat. Perasaannya sudah tak karuan.“Apa yang akan kau lakukan?” Arza tiba-tiba muncul entah dari mana. Ia menarik Azkiya agar berdiri di belakangnya.Arza menatap lelaki asing di hadapannya dengan tajam dari atas hingga bawah.“Jawab!” Arza mendorong bahu lelaki itu.Dorongan Arza cukup kuat sehingga lelaki asing tersebut terpental ke belakang dan hampir terbentur mobilnya sendiri.“Siapa kau tiba-tiba ikut campur?” tanya lelaki itu dengan nada bicara tak senang.“Aku suaminya! Kau siapa?!”Seketika wajah lelaki itu berubah pias. Ia terkejut saat mendengar kata suami yang meluncur dari mulut Arza.Dengan tergesa lelaki itu masuk ke dalam mobilnya. Arza berniat mengejar tapi langsung ditahan oleh Azkiya.Mobil tersebut langsung melesat pergi meninggalkan parkiran.Arza berbalik menghadap pada Azkiya.”Ada yang terluka?”Kepala Azkiya menggeleng. Tidak ada yang terluka, Azkiya hanya takut.Arza menatap Azkiya yang terli
Tangan Arza meraih plastik kecil itu. Matanya mengernyit saat menatap benda tersebut. Ia merasa tidak asing dengan pil yang ada di dalamnya.Azkiya berbalik setelah menaruh belanjaannya di atas sofa. Betapa terkejutnya ia saat melihat Arza yang tengah memegang pil tersebut.Dengan cepat Azkiya berjongkok lalu merampas plastik kecil itu dari tangan Arza.Tatapan Arza beralih saat pil tersebut sudah berpindah tangan. Ia menatap Azkiya yang kini sudah berada di hadapannya.“Biar aku saja!” ujar Azkiya seraya mengumpulkan satu persatu barang yang berceceran di lantai. Tangannya bergerak dengan begitu cepat seolah takut orang lain mengambil barang miliknya.Sementara Arza hanya terdiam dan membiarkan Azkiya melakukan keinginanya.“Obat apa itu?”Tangan Azkiya yang semula hendak meraih ponsel seketika berhenti. Ia terpaku dengan jantung yang mulai berdebar tak karuan.“Hah? O-obat tadi?” tanya Azki
Azkiya termenung. Matanya terkunci pada sosok yang tengah tersenyum sinis sambil menatapnya.“Hai sayang!” sapa Ria pada Arza. Tapi matanya tetap tak beralih dari Azkiya.Tatapan Azkiya beralih pada Arza. Ia meminta penjelasan lewat matanya. Tapi lelaki itu tak mengatakan sepatah katapun.Azkiya melengos ke depan. Ia benar-benar tak percaya dengan semua ini. Mengajak Ria?“Aku harus duduk dimana? Tak mungkin di belakang bukan?” tanya Ria dengan suara yang dibuat manja. Azkiya merasa jijik mendengarnya.“Duduklah dimanapun kau mau,” seloroh Arza yang membuat Azkiya kembali terkejut.Ria tersenyum penuh kemenangan.”Aku ingin duduk di sampingmu.”Arza langsung menoleh ke samping menatap Azkiya. Raut wajah itu mengatakan segalanya.Tentu saja. Azkiya sudah dapat menebak apa yang Ria inginkan. Hatinya penuh dengan kekesalan. Ingin rasanya Azkiya membantah tapi sudah pasti hal itu akan
Tatapan Arza dan Azkiya beradu. Dua orang itu saling menatap untuk sesaat.Wajah Azkiya sudah memerah, netranya mulai digenangi air mata. Tapi hal itu tak berlaku untuk Arza. Lelaki itu justru menatap Azkiya dengan wajah dinginnya.Tak ada penyesalan di wajah Arza.Setelah beberapa saat Arza memutuskan kontak matanya dengan Azkiya. Ia melengos menatap ke sembarang arah. Lelaki itu bahkan tak berkutik saat Ria melingkarkan jari jemarinya di lengan Arza.Tempat itu di penuhi dengan sorak sorai. Atmosfer bahagia seakan melingkup tiap manusia yang ada di sana. Terkecuali Azkiya.Dadanya sesak seakan tak ada oksigen di sekitarnya. Dia satu-satunya manusia yang menahan tangis di saat semua orang tertawa.Azkiya menggerakkan kakinya perlahan ke belakang. Ia harus pergi secepatnya dari sana sebelum air matanya tumpah.Azkiya mengayunkan kakinya dengan perlahan. Wajahnya tertunduk menghindari tatapan orang-orang.Air matanya tumpah sesaat setelah ia menutup pintu. Perempuan itu memutuskan untu
Butiran air mata terus berjatuhan meski Azkiya tak berkedip. Perempuan itu masih diam seraya menatap nanar lelaki di hadapannya.Pikirannya kalut. Azkiya tak lagi dapat berpikir harus melakukan apa.Azkiya berbalik. Dengan gamang ia melangkah lalu meraih tasnya yang tergeletak di sofa.Dengan langkah yang berat ia mengayunkan kakinya menuju pintu. Azkiya berjalan melewati Arza yang masih berdiri bagai patung.Hatinya benar-benar terluka. Azkiya bahkan tak sadar saat melewati Ria yang berdiri sambil menatapnya dengan sinis.Setelah melewati pintu, Azkiya dengan segera mengusap wajahnya yang basah. Ia tidak ingin menarik perhatian orang-orang saat melihatnya dengan keadaan yang kacau.Azkiya menunduk. Kakinya dengan cepat melangkah melewati orang-orang di sana. Perempuan itu akhirnya melenggang meninggalkan kafe.Dengan tergesa Alwi melangkah menuju ruangan tempat di mana Arza kini berada. Lelaki itu tengah mencari keberadaan Azkiya.Tangannya membuka pintu dengan kasar. Alwi melangkah m
“Mbak!”“Mbak!”Panggilan lelaki itu menyadarkan Azkiya.Mata Azkiya mengerjap. Ia tersadar.“Jangan takut Mbak! Saya bukan orang jahat,” ujar lelaki tersebut. Ia menyadari gelagat ketakutan Azkiya.Bibir Azkiya tersenyum canggung. Ia merasa bersalah karena bertingkah seperti tadi.Azkiya menyibak poninya gugup lalu membungkuk sedikit sebagai permohonan maaf.Lelaki dengan penampilan bak preman dan beberapa tato di tangannya itu membalas senyum Azkiya.“Saya lihat Mbak seperti sedang bingung.”Azkiya menatap ujung sandalnya sekilas lalu kembali beralih pada lelaki di hadapannya. Wajahnya terlihat ragu untuk mengucapkan sesuatu.Sebuah angkutan umum melaju dengan kecepatan sedang. Azkiya duduk tepat di belakang sopir. Rambutnya terbang karena tersapu oleh angin.Sementara lelaki tadi duduk berjarak di samping Azkiya. Setelah perbincangan singkat tadi akhirnya Azkiya diantar oleh lelaki tersebut menuju ….. . Awalnya Azkiya ragu dan takut. Tapi setelah melihat bagaimana cara bicara lela