“Kamu demam, Kak?”
Tangan Azkiya sibuk menyentuh dahi Arza lalu beralih pada dahinya sendiri untuk membandingkan.
Meski terkejut dengan sikap Azkiya tapi Arza hanya diam tanpa respon apapun.
Sadar sikap Azkiya dikarenakan salah paham dengann obat yang ia pegang, Arza lantas bergegas menyembunyikannya. Ia memasukkan benda tersebut ke saku celananya.
“Kak Arza tidak enak badan? Apa yang sakit?”
Arza tak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Ia hanya diam sambil menatap Azkiya dengan tatapan dinginnya.
Melihat sikap Arza yang dingin membuat Azkiya menciut. Ia beringsut ke samping untuk memberi jarak antara mereka berdua.
“Aku tidak sakit.”
Azkiya kembali menatap tangan Arza. Tapi obat itu sudah tidak ada di sana.
”Tapi tadi Kak Arza memegang…”
“Hanya vitamin. Meskipun aku sakit itu bukan urusanmu!” potong Arza dengan cepat. Ia tidak ingin siapapun ta
“Hah?” Azkiya mengerjapkan matanya saat mendengar ucapan Arza.Azkiya mematung dengan wajah yang terkejut.Jarak yang begitu dekat membuat Azkiya bisa melihat wajah Arza dengan jelas. Azkiya bisa menerka jika Arza tengah memiliki beban yang amat berat. Wajah lelah dan frustasi itu terpampang jelas di mata Azkiya.“Maaf.” Suara Azkiya memecah keheningan. Ia menunduk menghindari tatapan Arza.Arza berbalik. Dengan langkah gontai lelaki itu melenggang menuju kamarnya.Dengan perlahan Azkiya membuka pintu kamar. Ia mengedarkan pandangan dan tak melihat sang suami. Gemericik suara air terdengar oleh Azkiya. Menandakan sang suami tengah berada di kamar mandi.Azkiya sengaja membiarkan Arza masuk ke kamar lebih dulu. Azkiya tahu jika tetap mengikuti Arza seperti tadi, lelaki itu akan semakin marah.Perempuan dengan rambut panjang itu segera membuka lemari pakaian lalu mengambil baju Arza.Tiba-tiba Azkiya menatap pintu kamar mandi sebentar. Perempuan itu melangkah mendekati nakas lalu mengamb
Mata Azkiya melebar saat melihat foto yang ada di tangan Ria. Itu adalah foto dirinya dan Alwi.“Kapan kamu mengambil foto…”“Kenapa?” potong Ria dengan cepat.Wanita itu tersenyum sambil menatap Azkiya dengan sinis.“Kau takut topengmu terbongkar?”Azkiya mengangkat tangannya untuk mengambil foto tersebut. Ia harus melihat dengan jelas foto apa saja yang dimiliki oleh Ria. Tapi Ria mengelak.Wanita itu dengan cepat menarik kembali tangannya lalu menyimpan foto tersebut ke tempat semula.“Eits! Kau mau apa?” tanya Ria dengan nada mengejek.Azkiya gelagapan. Ia menatap Ria dengan wajah bingungnya.“Kenapa foto-foto itu ada padamu? Untuk apa?” tanya Azkiya. Ia benar-benar bingung kenapa Ria mengambil foto dirinya dengan Alwi?“Untuk apa?”“Ehmm…” Ria menatap ke atas sambil berpikir.Ria menjetikkan ibu jari dan ja
Seketika Azkiya mematung. Ucapan Arza bagai belati yang mengiris hatinya secara tiba-tiba.“Kenapa kamu diam saja?!” tanya Arza yang melihat Azkiya masih bergeming seraya menatap benda yang berserakan di atas ranjang tersebut.Bentakan Arza membuat Azkiya membeku. Tentu saja. Perempuan mana yang tidak takut saat mendengar seorang lelaki yang berbicara dengan nada tinggi?“Kamu bisu, hah?!” emosi Arza semakin tersulut karena tak ada respon apapun dari istrinya.“Kak, aku…” ucap Azkiya terbata karena menahan tangis.Azkiya menggelengkan kepalanya perlahan.“Ini tidak seperti yang kamu pikirkan.”Dengan gemetar Azkiya meraih foto-foto itu lalu melihatnya satu persatu dengan tak percaya.Azkiya tercengang karena ia pikir hanya ada satu foto seperti yang ditunjukkan Ria padanya. Tapi nyatanya banyak. Dan memang benar yang ada dalam gambar itu adalah dirinya dan alwi.“Lalu
“Itu surat cerai,” ujar Arza.Deg!!!Kalimat yang baru saja keluar dari mulut Arza benar-benar tak pernah Azkiya dugaAzkiya yang hendak minum seketika membeku. Ia terdiam sambil menggenggam gelas dengan amat erat.“Maksud Kak Arza apa tiba-tiba memberi surat cerai?” tanya Azkiya yang masih berusaha mengontrol nada bicaranya agar tetap tenang. Meski nyatanya hati Azkiya amat sakit.Arza meletakkan sendok yang semual ia pegang ke atas piring.”Tidak harus sekarang. Tanda tangani surat itu jika kamu sudah memiliki niat meninggalkanku.”“Aku ingatkan jika sikapku padamu tak akan pernah berubah,”“Kamu mungkin akan terus terluka jika berada di sampingku.” Arza sekilas menatap perempuan yang duduk di seberangnya.Sejujurnya saat ini Azkiya ingin sekali menangis. Tapi ia tetap berusaha menahannya. Air mata tidak akan membuat keadaan berubah pikir Azkiya.“Emm, begitu. Baiklah.” Azkiya menganggukkan kepalanya beberapa kali.Azkiya mengangkat gelas yang sedari tadi berada di genggamannya lalu
“Ria?” Azkiya bergumam pelan.Dengan cepat Ria bangun dari posisinya. Ia menatap nyalang pada Azkiya.”Dasar perempuan miskin!”“Apa kau tidak punya mata?!” umpat Ria.“Aku tidak sengaja. Maaf,” ujar Azkiya yang mencoba mengalah. Ia tidak ingin terjadi keributan hanya karena hal sepele seperti ini.“Tidak sengaja? Hah?” Ria tertawa sinis sambil menyugar rambutnya ke belakang.Dahi Azkiya mengernyit. Ia bingung dengan sikap Ria yang menurutnya berlebihan. Lagipula insiden itu bukanlah sesuatu yang di sengajaRia menatap remeh Azkiya dari atas hingga bawah.”Bagaimana perempuan miskin sepertimu bisa datang ke tempat mahal ini?”“Dengan selingkuhanmu itu?” tanya Ria dengan nada mengejek.Mendengar kata selingkuhan membuat Azkiya tidak terima. Ria benar-benar sudah melewati batas dengan fitnahannya itu.“Apa maksudmu aku selingkuh? Fitnah
Azkiya berjalan tepat di belakang Arza dengan wajah yang terus menunduk.Mereka berdua baru saja sampai di rumah dan langsung menuju kamar.Sampai di dalam kamar Arza menjatuhkan bokongnya di atas kasur. Ia kemudian menyuruh Azkiya duduk di sofa dengan isyarat matanya.Azkiya menuruti perintah itu tanpa membantah. Ia duduk dan tak berani mengangkat wajahnya. Raut wajah Arza memang selalu dingin, tapi kali ini Azkiya sadar jika suaminya tengah marah atas kejadian tadi.Keheningan menyelimuti ruangan itu.“Apa tidak ada yang ingin kamu katakan padaku?” tanya Arza memecah kesunyian.Azkiya menatap Arza sekilas. Ia meletakkan kedua tangannya di atas paha lalu menggenggam keduanya dengan erat.“Maaf, Kak.” Suara Azkiya terdengar pelan dan takut. Perempuan itu terlihat seperti gadis kecil yang tengah dimarahi ayahnya karena melakukan kesalahan.Mata Arza memindai perempuan yang duduk tepat di hadapannya dengan
Semilir angin malam menelisik menyusup ke setiap pori-pori tubuh. Arza yang tengah melamun di balkon mulai mengusap-ngusap lengannya karena kedinginan.Akhirnya Arza menyerah pada angin dan memutuskan untuk masuk kembali ke kamar.Namun, Arza terkejut kala menyibak tirai yang menutupi pintu kaca yang memisahkan kamar dan balkon tersebut.Langkah Arza langsung terhenti saat netranya menangkap sosok Azkiya yang tengah berdiri tak jauh dari pintu.“Kak Arza belum tidur?” tanya Azkiya. Sementara Arza terlihat masih terkejut.Arza menatap perempuan di depannya sesaat. Ia akhirnya melanjutkan langkah menuju kasur tanpa menghiraukan pertanyaan yang diberikan kepadanya.Azkiya mengikuti Arza dengan matanya hingga lelaki itu berbaring di atas tempat tidur dan menutup matanya.Helaan nafas pelan terdengar beberapa kali dari mulut Azkiya. Ia memegang dadanya yang berdegup kencang sambil menutup mata.‘Hampir saja’ monolog Azkiya dalam hatinya.Azkiya membuka tangannya yang sedari tadi terkepal.
Bukannya ikut berjalan Azkiya justru malah terpaku sambil menengadah menatap Arza. Proporsi tubuh Arza yang tinggi memang membuat Azkiya harus mengangkat wajahnya saat ingin menatap sang suami.Otomatis Arza juga ikut berhenti dan menahan langkahnya karena Azkiya tak bergerak.“Ada apa lagi?” tanya Arza sambil menoleh. Ia menatap gandengan tangannya pada Azkiya. Arza tersadar, lalu gegas melepaskan genggamannya.“Tetap berjalan di belakangku!” tukas Arza seraya melanjutkan langkahnya.Azkiya mengulum senyum melihat tingkah Arza. Kemudian ia bergegas untuk menyusul langkah lelaki itu.Tatapan Arza menyapu seluruh toko yang ada di hadapannya.”Apa saja yang kamu butuhkan?”Azkiya hanya terdiam.Merasa tak ada jawaban membuat Arza frustasi.”Ibu menyuruhmu untuk membeli apa?”“Baju, tas…” Azkiya diam sejenak untuk berpikir. Ia menggenggam tali tas slempangnya dengan