Azkiya menatap sahabatnya itu dengan penasaran dan bingung.
“Ada apa, Atifa? Katakan saja!” desak Azkiya tidak sabar.
“Wanita itu lagi-lagi hanya ingin dilayani olehmu. Dan Arza memanggilmu untuk kesana.” Tatapan Atifa menunduk sesaat setelah mengatakan hal itu. Ia tahu hati Azkiya pasti terluka diperlakukan seperti ini oleh Arza.
Dalam hatinya, Atifa mengumpat kesal pada atasannya itu. Bisa-bisanya orang yang berpendidikan seperti dia melakukan hal serendah itu.
Ucapan Azkiya barusan membuatnya terkejut sesaat, tapi segera senyum itu terukir dari bibirnya. Meski ia yakin senyum yang disuguhkan tidak membuat sahabatnya itu merasa tenang, setidaknya Azkiya berusaha untuk terlihat baik-baik saja.
“Tidak apa-apa, Atifa. Aku akan melayaninya. Pekerjaanku memang seorang pelayan.” Kata-kata itu meluncur bebas dari mulut Azkiya.
Mendengar apa yang diucapkan sahabatnya itu membuat hati Aatifa semakin pilu, ia mend
“Arza!” lirih Alwi dengan mengepalkan tangannya.Pria berwajah manis itu memandang kejadian di sudut sana dengan tidak percaya. Arza sudah melewati batasnya pikir Alwi.Azkiya melangkah mendekat pada Ria.“Kamu boleh merendahkanku karena harta, tapi jangan pernah melukai harga diriku,” desis Azkiya seraya menatap tajam pada wanita yang kini wajahnya telah basah oleh jus.“Dan, ya. Kalaupun ada yang harus disebut sebagai perempuan rendahan adalah kamu! Karena tidak ada wanita berkelas yang mengusik rumah tangga orang lain!” ucap Azkiya dengan penuh penekanan disetiap kata.Duarrrr!Gelegar petir terdengar, seketika hujan turun dengan derasnya.Air mata tak henti turun dengan derasnya, Azkiya tidak lagi mencoba menahannya karena ini sudah amat melukai dirinya.“Berani sekali kamu!” Ria membentak Azkiya.Namun hal itu sama sekali tidak membuat Azkiya takut, memang benar
“Azkiya!” gumam Alwi. Ia mengenali pakaian kerja yang Azkiya kenakan.Ya. Azkiya masih mengenakan pakaian kerjanya.Alwi melangkah dengan cepat. Lelaki itu benar-benar khawatir.Sementara itu, Azkiya menangis sambil menundukkan pandangannya sehingga tak menyadari kedatangan Alwi.“Azkiya,” panggil Alwi dengan lirih. Tangannya menyentuh pundak Azkiya dengan pelan.Azkiya membuka matanya saat merasakan pundaknya disentuh. Ia perlahan mendongak.“Alwi!” Suara Azkiya terdengar lemah.Azkiya menatap Alwi dengan sendu. Wajahnya sangat pucat karena kedinginan.Tanpa aba-aba Alwi memeluk Azkiya dengan erat. Ia amat terluka melihat kondisi Azkiya.Sementara Azkiya hanya bisa terdiam dalam pelukan lelaki itu. Pikirannya benar-benar kalut hingga tak sadar dengan apa yang terjadi.Tak ada satupun kata yang terucap. Azkiya hanya menangis. Meluapkan semua rasa sakitnya dalam pelukan Alw
Azkiya berbicara dengan sedikit gugup. Bagaimana tidak? Arza kini tengah menatapnya dari jarak yang sangat dekat.Lelaki itu terdiam sebentar. Matanya terpaku pada bibir Azkiya yang pucat.Sikap Arza membuat Azkiya salah tingkah. Perempuan itu melangkah mundur untuk mengambil jarak. Degup jantung Azkiya meningkat saat Arza menatapnya.“Ekhem!”Arza tersadar. Lelaki itu langsung mengalihkan pandangannya“Tidurlah di sana!” ujar Arza seraya menunjuk tempat tidur dengan matanya. Ia kemudian berbalik dan melangkah keluar kamar setelah mengatakan itu.Mata Azkiya tak beralih hingga Arza benar-benar hilang di balik pintu.”Apa aku tidak salah dengar?”“Kak Arza menyuruhku tidur di kasur secara langsung?”Azkiya menjatuhkan bobot tubuhnya di atas ranjang, matanya menatap langit-langit kamar.“Sikapnya benar-benar tidak bisa ditebak.”“Tadi siang dia begitu meng
Seorang wanita segera menyambut kedatangan Arza dengan antusias.“Akhirnya kamu sampai.”“Aku sudah menunggumu sedari tadi.” Ria memeluk lengan Arza dengan manja.Sikap wanita itu membuat Arza risih. Namun Arza tak bisa menghindar. Lelaki itu hanya diam dengan wajah tanpa ekspresi.“Ayo masuk! Ayah juga sudah menunggu.” Ria menuntun Arza untuk memasuki rumah.Ria membuka perlahan pintu kamar. Tampak seorang lelaki paruh baya yang tengah terbaring di atas ranjang.Lelaki paruh baya itu adalah Mahendra. Ayah Ria.Mata Mahendra melirik kala mendengar suara pintu dibuka dari luar. Ia tersenyum saat melihat seorang lelaki yang berjalan di belakang putrinya.“Ayah!” panggil Ria dengan sumringah. Ia berjalan mendekat ke arah ranjang diikuti oleh Arza.Ria membantu sang ayah untuk duduk bersandar pada ranjang.“Bagaimana kabarnya, Pak?” Arza menyalami Mahendra dengan senyum tipisnya. Ia kemudian duduk di kursi tepat di samping Mahendra.“Seperti inilah,” jawab Mahendra apa adanya.“Sebenarnya
Mata Azkiya tak berkedip. Ia bahkan memperbesar foto tersebut untuk memastikan apa yang ia lihat.Azkiya berkali-kali melihat ponselnya, berharap ia salah lihat. Tapi tentu saja semua tak merubah apapun.Itu adalah foto Ria dan suaminya.Dalam foto itu Arza terlihat tengah sibuk. Entah lelaki itu menyadari atau tidak saat Ria mengambil foto tersebut.Azkiya menggenggam ponselnya dengan lemah.”Arza bahkan tak memberitahuku akan pergi ke kota mana.”“Tapi dia membawa wanita itu bersamanya.”Perlahan pandangan Azkiya mengabur karena air mata. Perempuan itu mendongak agar air matanya tak jatuh, tapi gagal.Tarikan nafas dalam terdengar dari mulut Azkiya, ia mencoba meredam rasa sakit hatinya.Bukankah ini sudah menjadi yang kesekian kalinya bagi Azkiya? Arza bahkan tak segan bermesraan dengan kekasihnya di depan semua orang. Jadi, seharusnya Azkiya sudah terbiasa ‘kan?Tapi bagaimanapun juga hal itu tetap menyakitan. Tentu saja, Azkiya hanya manusia biasa.Baru saja Azkiya merasa bahagia
Mata Azkiya terbuka sempurna.Refleks Arza melangkah mundur. Ia menatap mata Azkiya untuk beberapa saat lalu membuang pandangannya ke arah lain.Azkiya belum benar-benar tidur. Ia bisa merasakan ada bayangan saat Arza mendekat, karenanya ia membuka mata.“Sudah pulang?” Azkiya bangkit dari posisinya.Arza masih terdiam dengan rasa terkejutnya dan membuat pertanyaan Azkiya menguap begitu saja.Tanpa berkata apapun Arza kemudian berlalu menuju kamarnya.“Aku akan menyiapkan air hangat untuk mandi,” ujar AzkiyaArza mendengar apa yang diucapkan Azkiya. Namun kakinya tetap meniti tangga tanpa berniat menjawab ucapan sang istri.Terdengar gemericik air dari arah kamar mandi. Suara itu berasal dari aktivitas Arza yang tengah membersihkan diri.Sementara itu Azkiya tengah menyiapkan baju untuk Arza. Ia kemudian meletakkan baju itu di atas tempat tidur dan berlalu menuju sofa.“Sepertin
Azkiya mematung sesaat kala Arza menatap tepat pada dirinya.Namun, dengan cepat wanita itu menunduk. Tangannya merapikan pakaian yang sebenarnya sudah rapi. Tentu saja. Azkiya hanya berpura-pura. Setelah itu Azkiya berbalik dan berjalan masuk seolah tak terjadi apapun.Sementara itu Arza masih terdiam di tempatnya. Ia terus menatap Azkiya hingga wanita itu benar-benar masuk ke dalam restoran.Arza baru tersadar saat Ria memanggilnya dari dalam mobil. Lelaki itu akhirnya bergegas untuk masuk.Ria menatap Arza yang hanya diam membisu sambil menyetir mobli.Perasaan Arza benar-benar tak karuan. Ia bingung dengan dirinya sendiri.Tatapan Azkiya tadi terus membayangi pikirannya. Ada apa? bahkan jika Azkiya terluka, bukankah itu hal yang bagus?Arza menghela nafas pelan.“Arza!”Ria rupanya masih memperhatikan Arza.“Hem?” Arza menjawab dengan malas.“Kamu kenapa?” tanya Ria.Tiba-tiba Arza menepikan mobilnya di pinggir jalan.“ Kenapa kamu tiba-tiba datang ke kafe? Ada apa?”Nada bicara Ar
“Kamu demam, Kak?”Tangan Azkiya sibuk menyentuh dahi Arza lalu beralih pada dahinya sendiri untuk membandingkan.Meski terkejut dengan sikap Azkiya tapi Arza hanya diam tanpa respon apapun.Sadar sikap Azkiya dikarenakan salah paham dengann obat yang ia pegang, Arza lantas bergegas menyembunyikannya. Ia memasukkan benda tersebut ke saku celananya.“Kak Arza tidak enak badan? Apa yang sakit?”Arza tak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Ia hanya diam sambil menatap Azkiya dengan tatapan dinginnya.Melihat sikap Arza yang dingin membuat Azkiya menciut. Ia beringsut ke samping untuk memberi jarak antara mereka berdua.“Aku tidak sakit.”Azkiya kembali menatap tangan Arza. Tapi obat itu sudah tidak ada di sana.”Tapi tadi Kak Arza memegang…”“Hanya vitamin. Meskipun aku sakit itu bukan urusanmu!” potong Arza dengan cepat. Ia tidak ingin siapapun ta
“Ayah!”Tiba-tiba Aluna berlari menghampiri dan langsung menubruk tubuh Arza. Seketika perhatian mereka langsung teralihkan pada gadis kecil itu.“Iya, kenapa?” tanya Arza seraya memegang tubuh putrinya.Aluna memegang telunjuk sang ayah lalu menariknya agar bangun dari duduknya. Arza bangun menuruti keinginan sang putri.“Ayo ke sana!” ajak Aluna seraya menunjuk ke suatu arah. Gadis itu ingin ayahnya ikut bergabung dan bermain bersamanya.Arza melirik ke arah Azkiya. Ia bahkan belum sempat menyelesaikan pertanyaannya tadi, padahal Arza sudah mempersiapkan diri untuk hal itu.Tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain menuruti keinginan Aluna. Arza tidak sampai hati untuk menolak permintaan putrinya.Akhirnya Arza berjalan mengikuti langkah kecil Aluna. Matanya beberapa kali sempat melirik ke arah Azkiya. Perempuan itu hanya bisa tersenyum tipis karena sebenarnya ia juga penasaran dengan apa yang ingin Arza katakan.Tidak terasa mereka sudah seharian berada di pusat perbelanjaan ter
Arza tertegun sebentar sebelum akhirnya mengangguk pelan seraya tersenyum kecil.Saat menyetir Arza terus terngiang-ngiang ucapan Azkiya sebelum ia pergi tadi. Entah mengapa tiba-tiba ada yang menghangat di sudut hatinya saat kembali mengingat hal itu.Hatinya berdebar saat membayangkan wajah Azkiya. Bayangan perempuan tersebut membuat Arza terus tersenyum sepanjang perjalanan menuju rumah.Lelaki itu bersumpah perasaannya pada Azkiya tidak pernah berubah sedikitpun.Keesokan paginya saat Aluna bangun ia langsung langsung menanyakan keberadaan sang ayah. Gadis kecil itu berpikir akan hidup satu rumah dengan ayahnya.“Bunda!” seru Aluna.“Hem?” Azkiya tengah sibuk menyiapkan bekal untuk dibawa putrinya ke sekolah.“Kenapa ayah tidak tinggal bersama kita?” tanya Aluna polos.Azkiya tertegun sejenak. Ia bingung bagaimana menjelaskan mengenai perceraian pada anak sekecil itu.“Aku ju
“Aku tidak akan menyarankan apapun. Keputusan ada padamu, Azkiya,” ujar Alwi.Azkiya tampak bingung setelah mendengar celotehan Aluna mengenai nenek dan kakeknya.Selama ini, Azkiya memang tidak pernah menunggu Aluna saat gadis kecil itu bersekolah karena ia memang harus bekerja.Azkiya hanya akan mengantarnya saat berangkat lalu menjemputnya saat waktu pulang tiba.Perempuan itu mendesah pelan setelah cukup lama berpikir. Meski ia dan Arza sudah berpisah, tapi Aluna tetaplah bagian dari keluarga Arza.Aluna tampak sangat gembira duduk di dalam mobil Arza. Gadis itu tak berhenti berceloteh membicarakan apapun yang ia lihat di sepanjang jalan.Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Azkiya menerima ajakan Arza untuk membawa putri mereka menemui neneknya.Sesekali Arza tersenyum mendengar ocehan Aluna yang duduk di belakang bersama Azkiya. Arza sadar mungkin kebahagiaan ini tidak pantas ia dapatkan, tapi hari ini adalah
“Aluna! Kamu tidak apa-apa?”“Oh! Bunda! Iya, tadi Om ini menolongku,” jawab gadis kecil yang ternyata bernama Aluna tersebut.“Benarkah?” Seseorang yang dipanggil bunda tersebut kembali menanggapi.Arza masih terpaku dalam posisinya. Ia berjongkok membelakangi orang tua dari anak tersebut. Jantungnya mendadak berdebar. Apakah suara itu benar milik seseorang yang ia kenal?“Kamu harus mengucapkan terima kasih padanya!”“Terima kas….”Perempuan tersebut membeku dan tidak sempat menyelesaikan ucapannya saat Arza membalikkan tubuhnya.Arza mematung di tempatnya. Begitu juga perempuan tersebut yang terdiam seketika dengan mata membulat sempurna.Dua orang tersebut saling menatap satu sama lain dengan perasaan yang campur aduk.“Azkiya,” lirih Arza dengan suara yang hampir tidak terdengar.“Bunda?” panggil Aluna yang merasa heran
“Arza!” pekik Alwi saat melihat pemandangan di kamar Arza.Tampak Arza tengah berdiri di balkon. Sekilas tak ada yang salah memang. Namun, yang membuat Alwi segera berlari menghampiri adalah karena Arza berdiri di atas kursi tepat di depan pagar yang menjadi pembatas balkon.Benar. Arza memang berniat mengakhiri hidupnya.Alwi berlari dengan cepat lalu segera menarik tubuh Arza agar turun dari kursi tersebut. Ia kemudian membawa Arza menjauh dari pinggir balkon.Alwi benar-benar terkejut dengan apa yang ia lihat. Wajahnya tampak sangat tegang dan penuh ketakutan.“Apa yang akan kau lakukan, hah?” pekik Alwi. Ia menatap sahabatnya itu dengan segala emosi yang seketika bercampur baur.Tetapi tidak ada respon apapun dari Arza. Lelaki itu hanya diam seraya menatap lurus ke depan. Tatapannya kosong seperti tanpa jiwa.“Arza!”“Dengarkan aku!” bentak Alwi seraya mengguncang tubuh lelaki
“Dengan sadar aku menjatuhkan talak padamu.”Kalimat talak Arza bercampur dengan suara air hujan mengalun lirih di telinga Azkiya.“Seperti permintaanmu aku akan mengurus perceraian kita. Jadi, kamu tidak perlu datang,” ujar Arza.Gelegar petir menyambar mengiringi jatuhnya air mata dari sudut mata Arza. Lelaki itu semakin mengeratkan genggamannya pada payung, ia berusaha menahan sesak yang semakin menghimpit dadanya.Tak ada satu katapun yang keluar dari mulut Azkiya sebagai tanggapan dari ucapan Arza. Perempuan itu membeku mencoba mencerna apa yang baru saja ia dengar.Azkiya terpaku saat rasa sakit mulai merambah dalam hatinya. Meski ini yang Azkiya inginkan, tetap saja ia tidak dapat mengelak bahwa perasaannya hancur kala kata talak keluar dari mulut Arza.Mulut Azkiya terkatup rapat tetapi air matanya mengalir semakin deras. Ia berusaha menahan tangisnya agar tidak meledak di hadapan Arza.“Maaf, karena sampai akhir aku masih tidak mampu membahagiakanmu,” lirih Arza.Kakinya mela
Pukulan terakhir dari Alwi membuat Arza terkapar. Tidak ada perlawanan sama sekali dari Arza, lelaki itu benar-benar sudah pasrah.Alwi duduk di samping Arza yang terbaring di bawah. Ia mengatur nafasnya perlahan untuk meredam emosi yang sempat meluap.“Tolong sampaikan maafku pada Azkiya,” pinta Arza yang masih berada di posisi sebelumnya. Matanya menatap ke arah langit.“Tidak.”“Katakan pada Azkiya dengan mulutmu sendiri!” tolak Alwi dengan cepat. Ia sadar tidak berhak masuk ke dalam urusan tersebut karena ini menyangkut hubungan mereka berdua.Alwi bangkit dari duduknya. Ia berdiri membelakangi Arza.“Selesaikan semua ini!”“Kau harus melanjutkan hidup apapun yang terjadi!” tukas Alwi.Arza hanya terdiam mendengar ucapan Alwi. Melanjutkan hidup? Arza bahkan rasanya ingin menghilang dari muka bumi ini.“Obati lukamu!” ujar Alwi sebelum akhirnya mele
Tangannya gemetar saat memegang kertas tersebut. Arza tertegun cukup lama dengan netra yang berkaca-kaca.“Benarkah ini?” lirih Arza. Ia sungguh ingin mempercayai bahwa apa yang ia lihat tidaklah nyata. Tetapi tanda tangan Azkiya di kertas tersebut tidak dapat disangkal.Surat yang dulu pernah ia siapkan untuk perceraian kini benar-benar ditandatangani oleh Azkiya.Arza meremas kertas itu dengan kuat seiring rasa sakit yang makin menyesakkan dadanya. Apakah pernikahannya akan benar-benar berakhir seperti ini?Arza menggeleng. Lelaki itu kemudian bangkit dari duduknya. Ia menyambar kunci mobil di atas nakas lalu melangkah cepat keluar dari kamar.Kebahagiaannya bersama Azkiya terlalu cepat berakhir. Ini bahkan tidak sebanding dengan usaha Arza untuk menerima kehadiran perempuan itu dalam hidupnya.Kakinya melangkah dengan cepat menuruni tangga. Pikirannya kini hanya tertuju pada Azkiya. Arza harus bisa menemukan perempuan itu baga
Azkiya langsung tertegun. Matanya berkaca-kaca mendengar ucapan yang baru saja keluar dari mulut Atifa.“Apa kamu yakin Arza berkata jujur?” tanya Azkiya memastikan. Ia sepertinya trauma dengan semua kebohongan yang ditujukan padanya.“Dia mengatakannya kepadaku dan Alwi kemarin. Aku tidak melihat kebohongan di matanya,” jelas Atifa. Ia merasa serba salah saat mengatakannya. Pasalnya, Alwi bersikeras untuk tidak memberitahu Azkiya tentang hal itu.Tak ada tanggapan apapun. Azkiya hanya termangu dengan tatapan entah kemana.“Kemarin Alwi menghajarnya,” cicit Atifa yang masih bisa terdengar oleh Azkiya.“Kondisinya sangat memprihatinkan. Dia tidak pernah berhenti mencarimu, Azkiya,” tambah Atifa. Hatinya merasa dilema saat mengatakannya.Seketika Azkiya mengalihkan pandangannya. Air matanya mulai berjatuhan saat ia menatap sahabatnya itu.Ada rasa perih disudut hatinya saat mendengar hal t