Setelah sambutan dan serangkaian acara apel yang digelar selesai, Mawar yang hendak berlalu seperti teman-temannya yang sudah pada bubar sedikit tersentak. Ketika ada sebuah tangan yang begitu hangat menariknya perlahan. "Mawar?" seru pemuda itu membuat Mawar hanya bisa mematung, antara senang dan juga bingung harus berbuat apa. Namun, disaat kedua manik mata mereka bertemu. Tiba-tiba saja terdengar suara berat lelaki yang sangat ia kenal. "Mas Bambang!" seru Mawar terkesima. Bambang menarik dengan kasar tangan Mawar dan membuat Rendy yang sebelumnya menggenggam pergelangan tangan Mawar melepaskan genggamannya. "Ayo pulang!" perintah Bambang yang sudah mulai kehilangan akal sehatnya, sebab cemburu buta yang tengah menguasai lelaki itu. Mawar berusaha untuk tidak terpancing emosi dan mengelus lembut lengan sang suami, apa yang dilakukan oleh Mawar membuat Rendy yang melihat hal itu hanya terdiam dengan sorot mata dingin. "Mas, aku akan pulang nanti siang. Hari ini aku bekerja du
"Aaaa!""Mawar!" pekik Bambang panik melihat tubuh sang istri yang terjatuh dan terguling ditangga. Bahkan semua orang yang berada di tempat tersebut ikut terkejut dan bergegas menghampiri tubuh Mawar yang kini sudah berada di atas tanah. Tergeletak tidak berdaya.Bambang langsung panik seketika, ketika melihat keadaan sang istri. Namun sayang, karena jaraknya yang lumayan jauh membuat Rendy yang kebetulan berada disana dengan sigap mengangkat tubuh Mawar dan membawanya masuk ke mobil.Aprilia ikut masuk ke mobil yang ditumpangi oleh Rendy dan juga mawar tersebut, sedangkan Bambang tidak mempu berbicara apa-apa melihat semua yang terjadi begitu cepat. Hingga sedetik kemudian Bambang tersadar kemudian kembali naik ke atas motornya dan mengekori mobil mereka bertiga dari belakang."Minggir! Tolong! Beri jalan!" teriak Rendy panik seraya menggedong tubuh Mawar ketika sudah sampai disebuah puskesmas sederhana yang berada di desa tersebut.Sedangkan Aprlila yang sedari tadi berjalan dibela
Bambang menghajar wajah Rendy dengan membabi–buta, orang-orang yang berada di puskesmas tersebut menjadi gaduh dan berusaha untuk melerai keduanya."Aduh! Kamu pikir kamu siapa! Hah!" pekik Rendy setelah menerima bogem mentah dari Bambang di wajahnya. Rendy mengusap pelan sudut bibirnya yang sedikit mengeluarkan d4r4h, lelaki itu ingin membalas perbuatan Bambang. Namun, tangannya yang sudah berada di udara harus terhenti karena suara teriakan seseorang yang menyebut namanya."Pak Rendy!" pekik Aprilia dan bergegas berlari menuju ke arah Rendy."Kamu kenapa sih, Bang! Gaya kayak preman! Main pukul orang!" bentak Aprilia meluapkan emosinya setelah melihat wajah Rendy babak-belur akibat ulah Bambang."Itu bukan urusanmu! Minggir!" bantak Bambang yang ingin kembali memukul Rendy sampai puas. Namun, Aprilia membentangkan kedua tangannya. Melindungi Rendy, hal itu membuat Bambang semakin kesal.Bambang meludahkan air liurnya ke tanah, sebagai bentuk penghinaan kepada Rendy, "Dasar b4nc1!"
Hari demi hari berlalu, Mawar masih saja terngiang-ngiang akan akan ucapan Aprilia tempo lalu. Di mana wanita itu mempertanyakan alasan apa yang membuatnya tetap bertahan dengan pernikahan toksik ini.Hingga terlintas begitu saja di dalam benaknya untuk meninggalkan sang suami, akan tetapi Mawar belum mendapatkan alasan yang tepat untuk mengajukan perceraian."Dek, Mas minta uang kamu untuk beli rokok ya?" Pernyataan Bambang yang tiba-tiba itu membuat Mawar yang sedang menjemur pakaian terdiam sejenak, kemudian membuang nafas panjang dan bergegas menyudahi aktifitasnya.Sebagai seorang istri, Mawar sangat menghindari perdebatan dengan sang suami. Terlebih tentang masalah ekonomi."Ini Mas, uangnya," ucap Mawar seraya menyodorkan uang berwarna merah. Namun, bukannya menerima uang tersebut. Bambang malahan membuang muka dan memakinya."Mana cukup ini, Dek!"Sebisa mungkin Mawar menahan amarah yang mulai naik keubun-ubun, andaikan saja lelaki yang berada dihadapannya ini bukanlah orang y
Setelah semua pekerjaan rumah selesai, Mawar memilih untuk beristirahat sejenak. Ia menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, lalu memainkan ponsel miliknya.Ah, hanya hal yang sederhana. Namun bisa mengurangi rasa jenuh yang ia rasakan. Mawar mulai menggeser-geser layar ponselnya, mencari hal-hal yang menarik untuk dilihat. Sampai sebuah postingan seseorang membuatnya tertarik."Aku selalu berusaha, walaupun ... hasilnya entah sampai kapan baru bisa kamu rasakan."Mata Mawar membulat sempurna akan sepengalan kalimat tersebut, sampai merubah posisinya yang tadi rebahan kini menjadi duduk."Apa maksudnya?" gumam Mawar. Kemudian membaca komentar pada kolom postingan tersebut. Namun, ia tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan.Mawar semakin penasaran akan apa yang suaminya lakukan diluar sana, di mana yang ia ketahui kalau Bambang hanya keluyuran dan nongkrong bersama temannya.Pernah sekali Mawar meminta suaminya itu untuk mencari pekerjaan dan mengajukan lamaran, namun hanya dibalas deng
Bab 8 Di TalakHari kembali kepada aktivitas yang melelahkan lagi, sekarang tugas Mawar bukan hanya mencari nafkah dengan bekerja di kantor. Melainkan mencari tambahan dengan membuat kue yang akan dititipkan ke beberapa warung.Cibiran demi hinaan mulai menerpa Mawar, sebab sebagian orang mengenalnya sebagai istri Bambang. Hingga banyak sekali isu yang tidak sedap didengar sampai ke telinga sang suami."Dek! Kamu kalau pergi kerja, jangan dandan! Mas enggak suka!" perintah Bambang ketika Mawar baru saja mengoleskan lipstik tipis ke bibirnya.Bukan kali ini saja sang suami menyuarakan ketidaksukaan atas penampilannya dalam bekerja, sebab Mawar tidak mampu menghitung berapa kali mereka berdua bertengkar akan masalah sepele menurutnya."Dek! Kamu dengar atau, tidak?" bentak Bambang, sebab diacuhkan oleh Mawar."Aku dengar, Mas. Cuma enggak menyahut," balas Mawar cepat dan bergegas memasukan poselnya ke dalam tas dan berjalan menuju keluar.Baru saja di ambang pintu rumah, Kiranan sudah m
Bab 9 Minta Pulang"Siapa yang mau ditalak?"Mawar bergegas mengusap air matanya yang sempat terjatuh dan berusaha terlihat baik-baik saja, ketika Rendy yang entah dari mana tiba-tiba saja muncul dan bertanya."Itu si Mawar—""Bukan apa-apa, Pak!" balas Mawar dengan cepat, memotong ucapan Aprilia dan menatap wajah temannya itu dengan sorot mata yajam. Seolah, jika Aprilia membuka mulutnya akan m4ti.Aprilia menjadi bungkam dan tidak berkutik, Rendy yang merasa ada kejanggalan tersebut kembali memperjelas apa yang disampaikan oleh Mawar."Beneran?" tanya Rendy yang mendapatkan anggukan dari Mawar."Oh, iya Pak Rendy. Nanti siang, kemungkinan hanya Aprilia yang akan menemani Bapak ke lokasi bangunan yang akan kita buat. Sebab, saya ada keperluan lain," jelas Mawar yang mengingat akan adanya agenda bersama Rendy.Mungkin begitu berat bagi Mawar untuk bisa bekerja dengan baik, jika ditipa masalah yang begitu besar seperti saat ini.Bukan ingin menghindari tanggungjawab, tapi Mawar ingin c
Bab 10 Petuah orangtua"Tidak Ibu! Tidak anak! Kalian sama saja!" teriak Mawar marah.Herlina yang ingin membalas ucapan Mawar dihadang oleh Bambang yang memberikan sebuah ancaman yang begitu menakutkan."Kalau Ibu masih menganggap aku sebagai anak? Jangan mengatakan hal yang kasar lagi." Setelah itu, Bambang segera menarik tangan Mawar untuk naik ke atas motornya."Apa yang Mas lakukan?" tanya Mawar yang berniat menolak ajakan sang suami."Mas sendiri yang akan mengantarkan kamu pulang! Ingat! Mas ini masih suamimu," jelas Bambang membuat Mawar terdiam dan hanya bisa manut-manut.Mereka berdua pun meninggalkan Herlina yang hanya mampu terdiam, tidak berkutik. Selama diperjalanan Bambang hanya saling terdiam, begitupun dengan Mawar. Hingga Bambang memakirkan motornya di depan sebuah warung makan."Mas mau apa?" tanya Mawar yang hanya mendapatkan tatap dingin dari sang suami yang sudah terlebih dahulu masuk.Dengan langkah gontai, Mawar mengikuti suaminya. Ingin sekali ia menyeruakan p
Wajah Mawar menjadi merah padam, semua itu gara-gara Budi. Ia benar-benar merasa begitu malu, bisa-bisanya lelaki itu datang diwaktu yang tidak tepat."Kamu ngomong apaan, sih, Di!" seru suaminya yang nampak terkejut seperti dirinya.Padahal, mereka berdua merupakan suami istri yang sah. Tapi, entah mengapa. Untuk sekedar bercumbu terasa begitu canggung, terlebih sampai diketahui oleh orang lain."Cih! Kalian memang tidak ingat waktu!" Setelah mengatakan hal demikian, Budi menutup kembali pintu kamar.Mawar membuang nafas panjang seraya mengusap dadanya yang terasa polong, setelah kepergian Budi.Ia merasa tidak aman tinggal di rumah ini, sebab gerak-gerik Mawar terbatas. Kemudian ia mengutarakan keinginannya kepada sang suami."Mas, nanti kita cari kontrakan, ya," pinta Mawar dengan raut wajah memelas membuat suaminya mengedus kasar."Bukan Mas enggak mau, Dek. Tapi, Mas enggak punya penghasilan yang tetap," jelas suaminya yang menyatakan keberatan.Memang benar apa yang lelaki itu u
Ternyata keributan antara Bambang dan Budi masih terus berlanjut, kepala Mawar benar-benar dibuat pusing oleh kedua lelaki tersebut.Ia mencoba menjadi penengah diantara keduanya, tapi malahan disalah artikan oleh sang suami."Kamu jangan membela Budi, Dek!" kata suaminya membuat Mawar membuang nafas panjang."Aku enggak membela Mas Budi, Mas! Aku hanya ingin, kalian berhenti bertengkar!" seru Mawar kesal."Kami bukan anak kecil, Mbak. Lagian, Mas Bambang sendiri yang salah! Masa Mbak dibuat mabuk!" seru Budi yang salah paham membuat Mawar memegangi kepalanya yang terus saja berdenyut sedari tadi.Padahal, ia baru saja sampai di rumah ini. Tapi, dirinya sudah dihadapkan dengan ujian yang begitu menohok."Kamu ngomong apa sih, Di? Mawar mabuk perjalanan! Karena tidak terbiasa naik mobil pickupmu!" tandas Bambang membuat Budi terdiam.Lelaki itu menatap ke arah Mawar, seolah meminta penjelasan. Melihat lirikan dari Budi membuat ia hanya mengangguk kecil."Cih! Kenapa Mbak enggak bilang
Pernikahan pada hakikatnya bukan tentang cinta dan perasaan sayang semata, akan tetapi tentang bagaimana komitmen pada kedua pasangan suami-isteri yang menjalani pernikahan tersebut.Apakah mereka mampu melewati setiap ujian dengan terus bersama? Ataukah, mereka memilih berjalan masing-masing dengan alasan tertentu. Semuanya kembali kepada kedua insan yang dulunya tidak saling mengenal, sampai pada akhirnya disatukan dalam sebuah ikatan suci.Inilah kisah yang harus dihadapi oleh Mawar, di mana ia kembali kepada Bambang untuk membina rumah tangganya yang sempat kandas."Mas, hari ini kita pulang ke rumah Mas?" tanya Mawar entah keberapa kali membuat suaminya nampak ilfil. Tapi, lelaki itu hanya mangut-mangut saja.Tangan Mawar yang sedari tadi mengemas pakaiannya tidak selesai-selesai, sebab di dalam hatinya begitu berat untuk meninggalkan rumah kedua orang tuanya yang begitu nyaman.Jika dibandingkan dengan tinggal satu atap dengan mertua serta ipar, tentu saja Mawar memilih tinggal
"Apa yang Mas lakukan?" pekik Mawar.Mawar benar-benar tidak percaya dengan apa yang tengah Bambang lakukan, hal yang tidak pernah ia lihat selama ini."Mas!" seru Mawar lagi, sebab suaminya seolah tengah asik sendiri dan mengabaikan apa yang baru saja ia katakan.Karena tidak tahan dengan kelakuan abstrak sang suami, Mawar lansung menarik tangan lelaki itu.Tiba-tiba saja cairan berwarna putih memuncah dan mengenai tangan Mawar yang langsung memekik."Mas Bambang!" Teriakknya dan membuat suara gaduh, Mawar langsung mengambil langkah mundur seraya menatap tajam ke arah suaminya."Kamu kenapa sih, Dek?" tanya suaminya yang membuat Mawar hanya bisa melongo."Kamu yang apa-apaan?" Seru Mawar tidak terima.Namun, bukannya menghentikan perbuatannya. Bambang malahan meneruskan aktivitas lelaki itu membuat Mawar kembali menjerit kesal."Mas! Hentikan!" Teriak Mawar membuat suaminya meletakan jari telunjuk di depan bibir seraya mendekat."Jangan teriak, Dek! Nanti orang-orang pikir kita teng
"Lalu, apa hubungannya dengan uang PHK, Mas?" Tanya Bambang penasaran.Mawar menatap lekat wajah suaminya yang nampak kebingungan, kemudian menggenggam erat tangan lelaki itu."Mas, aku ada niat baik. Aku pengen beget, jika Mas mau membantuku," jelas Mawar dengan raut wajah serius membuat suaminya nampak menelan silvernya kasar."Apa itu, Dek?" tanya Bambang ragu-ragu. Barulah Mawar menceritakan semuanya, mulai dari ia yang menemukan kejanggalan dalam proyek hotel yang sebelumnya ditangani oleh Rendy.Terlihat dengan jelas raut wajah Bambang berubah drastis, ketika Mawar menyebut nama Rendy.Tentu saja hal itu bisa Mawar lihat, akan tetapi ia terus saja bercerita tentang rencananya."Pokoknya, kita mulai dari awal lagi. Ya, Mas," kata Mawar membuat suaminya hanya mengaguk pelan sebagai jawaban, kemudian merebahkan tubuhnya.Mawar yang melihat hal itu menjadi patah semangat, seolah suaminya nampak begitu terpaksa."Mas ikhlas, enggak sih bantuin aku?" Tanya Mawar membuat suaminya itu
Mawar hanya bisa mengangguk kecil dan tersenyum terpaksa, sebagai jawaban atas permintaan Herlina tersebut."Aku usahakan, Bu," kata Mawar pelan seraya menutup pintu kamar tersebut.Padahal, dirinya baru saja kembali rujuk dengan Bambang. Tentu saja ia merasa begitu grogi, bahkan melebihi saat mereka baru menikah dulu.Langkah Mawar yang diayunkan secara perlahan, agar lambat sampai ke kamar sengaja ia lakukan.Degup jantung yang terus berlantun membuatnya menekan dada agar sedikit mengurangi rasa berdebarnya."Dek," panggil Bambang tiba-tiba membuat Mawar terlonjak kaget, sebab lelaki itu ternyata sudah berada dibelakangnya."Mas bikin aku kaget!" Gerutu Mawar yang membuat lelaki itu hanya nyengir seperti kuda dan melangkah masuk ke kamar.Sontak saja apa yang dilakukan oleh Bambang membuat Mawar kembali merasa berdebar dan mengikuti langkah lelaki itu dari belakang.Mawar mengekori Bambang sampai lelaki itu tiba-tiba saja berhenti dan membuat tubuh Mawar menabraknya."Aw!" Pekik Ma
Semua orang terdiam termasuk Mawar yang masih mencerna baik-baik apa yang baru saja disampaikan oleh sang bunda. Hingga ia memekik cukup keras."Bunda!" Raut wajah Mawar memerah sebab merasa malu, hal yang paling ia takuti. Malahan di ucapkan oleh sang bunda, tentu saja semua orang yang berada di sana merasa geli hati.Mawar sampai merasa enggan untuk sekedar menatap wajah Bambang terlihat sedikit terkejut, tapi mana bisa dipungkiri. Jika mereka melakukan ijab kobul dan kembali tidur bersama lagi? Untuk tidak melakukan kewajiban tersebut."Apa kamu yakin, Dek? Tidak akan menyesali keputusanmu kali ini?' tanya Bambang memastikan membuat Mawar mengangguk cepat. "Ya, mana mungkin dia menyesal! Kalau dia yang ngotot mau rujuk lagi sama kamu, Bang!" Seru Arumi memebritahu membuat Mawar semakin merunduk, menahan prasaan malunya.Mendengar apa yang disampikan oleh Arumi membuat Bambang bergegas mendekati sang penghulu, Mawar yang sesekali mencuri pandangan ke arah Bambang nampak gugup."B
Tangan Mawar terasa begitu dingin, ia beberapa kali menatap ke arah ayah dan bundanya.Malam ini rencananya mereka akan melakukan ijab Kabul sesuai dengan apa yang sudah mereka sepakati."Kamu kenapa, War? Bukankah kamu sendiri yang ingin kembali rujuk dengan Bambang?" tanya Arumi yang melihat dengan jelas raut kegelisahan dari Mawar."Iya, Bun. Tapi, kenapa aku merasa gugup?" tanya Mawar memberitahukan apa yang saat ini tengah ia rasakan. Sangat berbeda dengan waktu dulu, ketika ia melajukan ijab Kabul pertama kalinya.Kali ini ia dihinggapi oleh perasaan gelisah yang tidak beralasan, entah dari bisikan setan yang terus menggoda. Atau karena ia takut menghadapi malam pertama bersama Bambang setelah sekian waktu mereka berpisah.Semakin memikirkan hal itu membuat Mawar berkeringat, ia berusaha mengatur nafasnya yang tiba-tiba terasa sesak."Kalian sudah siap?" tanya Arman yang tiba-tiba saja muncul membuat jantung Mawar semakin berdetak dengan kencang.Ia kembali menoleh ke arah sang
Tidak ada yang namanya penyesalan di awal, penyesalan selalu datang diakhir. Jika di awal, itu bukan namanya penyesalan. Tapi, pencoblosan.Mau tidak mau sekalipun, Bambang harus mau. Sebab, ia harus bertanggung jawab atas kesalahan yang dulu pernah diperbuat kepada Mawar.Ditemani sang ibu, Bambang berangkat ke gedung pengadilan untuk memenuhi undangan dari Mawar."Kamu harus ikhlas, Bang."Bambang hanya menatap sekilas ke arah sang ibu, semenjak hidup mereka susah dan rumah terbakar. Ibunya kini sangat berubah, seolah sudah mendapatkan hidayah dari Tuhan.Di satu sisi Bambang sangat bersyukur atas apa yang menimpa hidup mereka, sebab begitu banyak pelajaran berharga yang bisa ia petik. Namun, disisi lain. Ia juga merasa sedih. Karena, rumah peninggalan almarhum sang bapak telah rata dengan tanah. Hanya tersisa beberapa abu dan arang saja."Aku sudah iklas, Bu. Aku yang salah," kata Bambang menerima apapun keputusan hakim nanti.Sekalipun perpisahan ini harus terjadi, setidaknya ia t