Bambang menghajar wajah Rendy dengan membabi–buta, orang-orang yang berada di puskesmas tersebut menjadi gaduh dan berusaha untuk melerai keduanya.
"Aduh! Kamu pikir kamu siapa! Hah!" pekik Rendy setelah menerima bogem mentah dari Bambang di wajahnya. Rendy mengusap pelan sudut bibirnya yang sedikit mengeluarkan d4r4h, lelaki itu ingin membalas perbuatan Bambang. Namun, tangannya yang sudah berada di udara harus terhenti karena suara teriakan seseorang yang menyebut namanya. "Pak Rendy!" pekik Aprilia dan bergegas berlari menuju ke arah Rendy. "Kamu kenapa sih, Bang! Gaya kayak preman! Main pukul orang!" bentak Aprilia meluapkan emosinya setelah melihat wajah Rendy babak-belur akibat ulah Bambang. "Itu bukan urusanmu! Minggir!" bantak Bambang yang ingin kembali memukul Rendy sampai puas. Namun, Aprilia membentangkan kedua tangannya. Melindungi Rendy, hal itu membuat Bambang semakin kesal. Bambang meludahkan air liurnya ke tanah, sebagai bentuk penghinaan kepada Rendy, "Dasar b4nc1!" Rendy tidak terima dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Bambang tersebut, "Kamu!" pekik Rendy mencoba menyingkirkan tubuh Aprilia. Namun, perkelahian keduanya terhenti disaat Herlina datang dan menarik telinga Bambang seperti anak kecil. "Kamu ini, Bang! Bikin Ibu malu!" omel Herlina seraya menyeret Bambang pergi dari tempat tersebut. Sedangkan semua orang yang menyaksikan tingkah ibu dan anak itu berbisik-bisik. "Bapak tidak apa-apa?" tanya Aprilia yang membuat Rendy menatap ke arah wanita itu seraya menggeleng pelan. Walaupun rasa perih yang ia rasakan mulai menjalar. Kemudian Aprilia mengajak Rendy untuk menjenguk Mawar yang sudah mulai membaik membuat Rendy kembali bersemangat dan bergegas menuju ruangan dimana wanita itu berada. "Ada apa tadi?" tanya Mawar ketika Aprilia masuk, tdiak lama kemudian disusul oleh Rendy dari belakang. Aprilia langsung mengadukan apa yang baru saja Bambang lakukan kepada Rendy, tidak lupa tentang ibu mertua Mawar yang datang menjemput putranya tersebut. "Aku benar-benar gak habis pikir, War sama suami kamu tuh! Untung ada Ibu Her. Kalau tidak? Entahlah," celetuk Aprilia seraya membayangkan apa yang nanti bisa terjadi. Mawar yang mendengar penuturan Aprilia langsung dihinggapi oleh perasaan bersalah, "atas nama suamiku, aku minta maaf." Rendy segera menggeleng pelan dan menarik lembut tangan Mawar, namun sayang dengan cepat wanita itu menariknya. "Maaf, aku wanita yang sudah bersuami Pak Rendy," ucap Mawar pelan membuat Rendy terdiam. Cukup lama hening mengisi suasana di dalam ruangan tersebut sampai suara ponsel Rendy berdering. "Iya, Pak." "Keadaan Ibu Mawar sudah mulai membaik, saya akan ke sana segera," ucap Rendy seraya mengakhiri panggilan teleponnya. Kemudian Rendy pamit untuk kembali ke gedung di mana acara penyeluruhan masih berlangsung dan menunggu kedatangannya. "Sebelumnya, terimakasih Pak Rendy," ucap Mawar dengan tulus ketika lelaki itu berpamitan, tidak lupa Aprillia yang ikut bersama Rendy untuk mengantikan Mawar dan kini tinggal dirinya seorang. Di dalam diamnya Mawar masih berusaha berpikir positif, waktu yang terus berjalan sampai malam membuat hati dan pikirannya mulai dihinggapi perasaan tidak tenang. "Apakah Ibu masih berasa pusing?" tanya seroang perawat wanita yang memeriksa keadaan Mawar yang dibalas dengan gelengan pelan. "Apakah saya boleh pulang, Sus?" tanya Mawar kepada perawatan tersebut yang memberitahu bahwa keadaan Mawar sudah membaik. "Boleh, Bu. Tapi, kemungkinan besok. Setidaknya habiskan kantung infusan terlebih dahulu," jelas perawat tersebut membuat Mawar membuang nafas panjang. "Keluarganya di mana, ya Bu? Ko tidak ada yang menjenguk atau menjaga Ibu di sini?" tanya sang perawatan yang hanya bisa dibalas dengan senyuman pahit oleh Mawar. Saat ini apa boleh buat, Mawar harus menginap di puskesmas. Di dalam hatinya bertanya-tanya ke mana sang suami yang belum saja datang. Hingga keesokan paginya, Bambang ataupun ibu mertuanya belum menampakkan diri membuat Mawar merasa kian frustasi. Mawar yang tidak membawa tasnya dan ponsel hanya bisa menunggu, sampai agak siang lelaki yang sedari malam ia tunggu-tunggu kedatangannya baru saja menampakkan diri. "Mas ke mana saja, sih?" tanya Mawar ingin marah. Namun ia urungkan niatnya tersebut setelah melihat tatapan dingin dari sang suami. "Kamu baik-baik saja, Dek?" tanya Bambang yang mendapatkan anggukan dari Mawar. Setelah itu, Mawar minta untuk segera pulang. Bambang sudah mengurus semuanya, termasuk administrasi Mawar dan membawa sang istri pulang. Selama di perjalanan, Mawar hanya diam. Ia melihat gelagat aneh dari sang suami, bahkan malam tadi pun lelaki itu tidak datang menjenguk atau menemaninya. Semua prasangka ia pendam sampai mereka sampai di rumah. "Oh ... sudah pulang rupanya Nyonya drama." Mawar sedikit tersentak mendengar suara ibu mertuanya yang kini berdiri di ambang pintu seraya melipat kedua tangannya di dada. "Bu, tolong kasihani Mawar. Dia masih sakit," ucap Bambang meminta pengertian dari Herlina yang mengendus kesal dan berlalu. Kemudian Bambang menatap ke arah Mawar dan meminta istrinya untuk tidak menanggapi pertanyaan dari sang ibu. "Ibu kenapa, sih, Mas?" tanya Mawar penasaran, ketika mereka sudah berada di kamar. "Sekarang kamu mandi dan ganti pakaian, setelah itu Mas antar kamu kerja," pinta Bambang mengalihkan pembicaraan. Mawar yang sedari tadi mencoba mengontrol emosi agar tidak marah, namun apa yang baru saja suaminya ucapankan tidak masuk diakal. "Mas! Aku masih sakit dan perlu istirahat! Lagian, Mas ke mana saja sih? Aku sendiri di puskesmas!" Mawar akhiri meluapkan perasaan dengan lelehan air mata. Akan tetapi, Bambang sama sekali tidak bergeming dan malahan berlalu begitu saja. "Mas!" panggil Mawar. Ia tidak habis pikir dengan suaminya yang tega menyuruhnya tetap bekerja, sedangkan lelaki itu tahu keadaannya yang masih sakit. "Bunda! Ayah! Aku sakit! Suamiku gak perduli!" ucap Mawar tidak kuasa akan apa yang ia alami. Tidak lama kemudian Herlina masuk ke kamar seraya berkaca pinggang. "Hey Mawar! Apa kamu masih mau berdiam saja? Hah! Cepat pergi kerja sana! Itu dapur tidak akan mengepul! Kalau kamu masih di sini!" "Apa maksud, Ibu berbicara seperti itu?" tanya Mawar seraya mengusap kasar air mata yang membasahi pipinya. "Cih! Pura-pura gak tau lagi!" decak Herlina kesal. "Bambang sekarang sudah tidak bekerja! Jadi ... apa perlu Ibu menjelaskan semuanya? Kamu sudah paham 'kan dengan maksud Ibu?" tambah wanita itu. Mawar menatap lekat wajah sang ibu mertua yang tak ubahnya ibu tiri Cinderella itu, ia sudah menduga akan terjadi seperti ini. Jika Herlina tahu kalau Bambang sudah di PHK. Namun apa boleh dibuat, kini Mawar yang harus menggantikan peran suaminya untuk mencari nafkah. Ia membawa langkahnya yang lemah menuju ke kamar mandi, tubuhnya yang lengket sebab belum mandi dari kemarin Mawar guyur dengan air. Setelah itu ia bersiap-siap untuk berangkat ke kantor, dengan sarapan omelan Herlina yang tidak henti-hentinya. Di dalam benak Mawar, setidaknya ia tidak akan mendengar suara Herlina di kantor. "Dek, kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Bambang ketika mereka baru saja berhenti di depan kantor membuat Mawar tersenyum getir. Apakah keadaanya saat ini baik? Tentu saja jawabannya tidak. "Aku harus berkerja! Kalau tidak? Dapur tidak akan mengepul!" kata Mawar bergegas berlalu meninggalkan sang suami yang hanya terpaku ditempatnya. "Loh! War! Kamu ko' masuk kerja? Seharusnya 'kan kamu istirahat di rumah," tanya Aprilia ketika melihat kedatangan Mawar dan hal itu masih bisa didengar oleh Bambang. "Parah suami kamu, War! Suami zolim ini namanya! Istri sakit disuruh bekerja!" celetuk Aprilia lagi. Mawar hanya diam, enggan menimpali ucapan temannya itu dan memilih untuk masuk ke kantor. Namun, ketika Mawar baru saja melangkah. Aprilia kembali membuka suaranya. "Sudah War! Untuk apa kamu bertahan? Lebih baik kamu bercerai dengan suamimu itu! Banyak lelaki yang lebih pantas dan baik!" Jantung Mawar berdetak dengan cepat, "untuk apa aku bertahan dengan suami yang sudah menjadi pengganguran?" batin Mawar berfikir.Hari demi hari berlalu, Mawar masih saja terngiang-ngiang akan akan ucapan Aprilia tempo lalu. Di mana wanita itu mempertanyakan alasan apa yang membuatnya tetap bertahan dengan pernikahan toksik ini.Hingga terlintas begitu saja di dalam benaknya untuk meninggalkan sang suami, akan tetapi Mawar belum mendapatkan alasan yang tepat untuk mengajukan perceraian."Dek, Mas minta uang kamu untuk beli rokok ya?" Pernyataan Bambang yang tiba-tiba itu membuat Mawar yang sedang menjemur pakaian terdiam sejenak, kemudian membuang nafas panjang dan bergegas menyudahi aktifitasnya.Sebagai seorang istri, Mawar sangat menghindari perdebatan dengan sang suami. Terlebih tentang masalah ekonomi."Ini Mas, uangnya," ucap Mawar seraya menyodorkan uang berwarna merah. Namun, bukannya menerima uang tersebut. Bambang malahan membuang muka dan memakinya."Mana cukup ini, Dek!"Sebisa mungkin Mawar menahan amarah yang mulai naik keubun-ubun, andaikan saja lelaki yang berada dihadapannya ini bukanlah orang y
Setelah semua pekerjaan rumah selesai, Mawar memilih untuk beristirahat sejenak. Ia menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, lalu memainkan ponsel miliknya.Ah, hanya hal yang sederhana. Namun bisa mengurangi rasa jenuh yang ia rasakan. Mawar mulai menggeser-geser layar ponselnya, mencari hal-hal yang menarik untuk dilihat. Sampai sebuah postingan seseorang membuatnya tertarik."Aku selalu berusaha, walaupun ... hasilnya entah sampai kapan baru bisa kamu rasakan."Mata Mawar membulat sempurna akan sepengalan kalimat tersebut, sampai merubah posisinya yang tadi rebahan kini menjadi duduk."Apa maksudnya?" gumam Mawar. Kemudian membaca komentar pada kolom postingan tersebut. Namun, ia tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan.Mawar semakin penasaran akan apa yang suaminya lakukan diluar sana, di mana yang ia ketahui kalau Bambang hanya keluyuran dan nongkrong bersama temannya.Pernah sekali Mawar meminta suaminya itu untuk mencari pekerjaan dan mengajukan lamaran, namun hanya dibalas deng
Bab 8 Di TalakHari kembali kepada aktivitas yang melelahkan lagi, sekarang tugas Mawar bukan hanya mencari nafkah dengan bekerja di kantor. Melainkan mencari tambahan dengan membuat kue yang akan dititipkan ke beberapa warung.Cibiran demi hinaan mulai menerpa Mawar, sebab sebagian orang mengenalnya sebagai istri Bambang. Hingga banyak sekali isu yang tidak sedap didengar sampai ke telinga sang suami."Dek! Kamu kalau pergi kerja, jangan dandan! Mas enggak suka!" perintah Bambang ketika Mawar baru saja mengoleskan lipstik tipis ke bibirnya.Bukan kali ini saja sang suami menyuarakan ketidaksukaan atas penampilannya dalam bekerja, sebab Mawar tidak mampu menghitung berapa kali mereka berdua bertengkar akan masalah sepele menurutnya."Dek! Kamu dengar atau, tidak?" bentak Bambang, sebab diacuhkan oleh Mawar."Aku dengar, Mas. Cuma enggak menyahut," balas Mawar cepat dan bergegas memasukan poselnya ke dalam tas dan berjalan menuju keluar.Baru saja di ambang pintu rumah, Kiranan sudah m
Bab 9 Minta Pulang"Siapa yang mau ditalak?"Mawar bergegas mengusap air matanya yang sempat terjatuh dan berusaha terlihat baik-baik saja, ketika Rendy yang entah dari mana tiba-tiba saja muncul dan bertanya."Itu si Mawar—""Bukan apa-apa, Pak!" balas Mawar dengan cepat, memotong ucapan Aprilia dan menatap wajah temannya itu dengan sorot mata yajam. Seolah, jika Aprilia membuka mulutnya akan m4ti.Aprilia menjadi bungkam dan tidak berkutik, Rendy yang merasa ada kejanggalan tersebut kembali memperjelas apa yang disampaikan oleh Mawar."Beneran?" tanya Rendy yang mendapatkan anggukan dari Mawar."Oh, iya Pak Rendy. Nanti siang, kemungkinan hanya Aprilia yang akan menemani Bapak ke lokasi bangunan yang akan kita buat. Sebab, saya ada keperluan lain," jelas Mawar yang mengingat akan adanya agenda bersama Rendy.Mungkin begitu berat bagi Mawar untuk bisa bekerja dengan baik, jika ditipa masalah yang begitu besar seperti saat ini.Bukan ingin menghindari tanggungjawab, tapi Mawar ingin c
Bab 10 Petuah orangtua"Tidak Ibu! Tidak anak! Kalian sama saja!" teriak Mawar marah.Herlina yang ingin membalas ucapan Mawar dihadang oleh Bambang yang memberikan sebuah ancaman yang begitu menakutkan."Kalau Ibu masih menganggap aku sebagai anak? Jangan mengatakan hal yang kasar lagi." Setelah itu, Bambang segera menarik tangan Mawar untuk naik ke atas motornya."Apa yang Mas lakukan?" tanya Mawar yang berniat menolak ajakan sang suami."Mas sendiri yang akan mengantarkan kamu pulang! Ingat! Mas ini masih suamimu," jelas Bambang membuat Mawar terdiam dan hanya bisa manut-manut.Mereka berdua pun meninggalkan Herlina yang hanya mampu terdiam, tidak berkutik. Selama diperjalanan Bambang hanya saling terdiam, begitupun dengan Mawar. Hingga Bambang memakirkan motornya di depan sebuah warung makan."Mas mau apa?" tanya Mawar yang hanya mendapatkan tatap dingin dari sang suami yang sudah terlebih dahulu masuk.Dengan langkah gontai, Mawar mengikuti suaminya. Ingin sekali ia menyeruakan p
"Lalu, apa yang harus aku lakukan?" tanya Mawar dengan polos. Arumi hanya mengangkat bahunya, tidak berkomentar atas pertanyaan yang diajukan oleh Mawar dan memilih untuk keluar.Sebelum benar-benar meninggalkan Mawar, Arumi kembali berpesan, "War, kalau kamu merasa sedih? Maka, ingatlah hal bahagia yang pernah kamu rasakan."Mawar hanya mampu menatap lekat wajah bundanya sampai wanita itu menghilang dibalik pintu. Mawar sangat paham akan maksud yang disampaikan oleh sang bunda.Hal yang selalu Arumi sarankan ketika dirinya merasa sedih, agar kembali mengingat rasa senang yang pernah ia rasakan. Sebab, terlalu munafik untuk mengeluh atas rasa sakit yang dirasakan ketika Tuhan pernah memberikan rasa bahagia.Setiap manusia selalu diuji sampai akhirnya kembali kepada Sang Pencipta, dunia ini hanyalah sebuah panggung sandirwara di mana Manusia hanya menjalankan perannya saja."Dek," panggil Bambang yang tiba-tiba saja masuk membuat Mawar sontak saja terkaget."Apa yang Mas lakukan
"Mas bukan maling, Dek," elak Bambang membuat Mawar semakin jengah dengan suaminya yang sangat pandai bersilat lidah."Pokoknya aku mau cerai!" teriak Mawar.Arman yang tidak terima dengan apa yang baru saja disampaikan oleh Mawar kini menjadi tameng untuk sang putri dan akan membela mati-matian anak semata wayangnya itu.Sedangkan Arumi yang mencoba menjadi penengah atas masalah yang tengah Bambang dan Mawar hadapi mencoba mencari celah atas sebuah kebenaraan yang sesungguhnya."War, kamu bilang kalau Bambang selingkuh?" tanya Arumi membuat Mawar mengagguk cepat."Apa kamu punya bukti dan alasan yang kuat untuk mengajukan perceraian?" tanya Arumi lagi dan membuat Mawar meraih ponselnya, kemudian menujukkan foto Bambang yang tengah berboncengan dengan Melati.Arman yang melihat bukti yang Mawar tunjukkan bergegas menghampiri Bambang dan melayangkan sebuah bogem mentah tepat diwajah menantunya itu sampai terjatuh.Arumi melihat apa yang dilakukan oleh Arman segera menghadang lelaki itu
"Dek, Mas di PHK!"Bagaikan tidak memiliki tulang lagi, tubuh Mawar luruh ke bawah setelah mendengar pernyataan sang suami.Berbagai ujian dalam hidup berumah–tangga saja sudah membuat seorang Mawar yang berstatus sebagai istri harus menelan pil pahit, sekarang ditambah masalah ekonomi yang menjadi momok yang paling menakutkan."Lalu, bagaimana biaya hidup kita, Mas?" tanya Mawar dengan lirih."Kamu 'kan masih bekerja? Jadi, pakai uang gajih kamu saja dulu, untuk menutupi kebutuhan kita," terang Bambang yang membuat Mawar hanya mampu tersenyum getir.Bukan Mawar tidak ingin berbakti kepada sang suami, akan tetapi kebutuhan mereka sangatlah banyak. Karena Bambang yang harus membiayai ibu dan juga adik perempuannya, sedangkan gajih yang dimiliki oleh Mawar sebagai pegawai disalah satu pemerintahan desa tidaklah seberapa.Disaat semua hal tengah berkecambuk di dalam pikirannya, tidak berapa lama terdengar suara Herlina dari balik pintu."Bang! Ibu mau minta uang! Tabung gas habis!"Mawa