Share

Bab 5

Bambang menghajar wajah Rendy dengan membabi–buta, orang-orang yang berada di puskesmas tersebut menjadi gaduh dan berusaha untuk melerai keduanya.

"Aduh! Kamu pikir kamu siapa! Hah!" pekik Rendy setelah menerima bogem mentah dari Bambang di wajahnya.

Rendy mengusap pelan sudut bibirnya yang sedikit mengeluarkan d4r4h, lelaki itu ingin membalas perbuatan Bambang. Namun, tangannya yang sudah berada di udara harus terhenti karena suara teriakan seseorang yang menyebut namanya.

"Pak Rendy!" pekik Aprilia dan bergegas berlari menuju ke arah Rendy.

"Kamu kenapa sih, Bang! Gaya kayak preman! Main pukul orang!" bentak Aprilia meluapkan emosinya setelah melihat wajah Rendy babak-belur akibat ulah Bambang.

"Itu bukan urusanmu! Minggir!" bantak Bambang yang ingin kembali memukul Rendy sampai puas. Namun, Aprilia membentangkan kedua tangannya. Melindungi Rendy, hal itu membuat Bambang semakin kesal.

Bambang meludahkan air liurnya ke tanah, sebagai bentuk penghinaan kepada Rendy, "Dasar b4nc1!"

Rendy tidak terima dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Bambang tersebut, "Kamu!" pekik Rendy mencoba menyingkirkan tubuh Aprilia.

Namun, perkelahian keduanya terhenti disaat Herlina datang dan menarik telinga Bambang seperti anak kecil.

"Kamu ini, Bang! Bikin Ibu malu!" omel Herlina seraya menyeret Bambang pergi dari tempat tersebut. Sedangkan semua orang yang menyaksikan tingkah ibu dan anak itu berbisik-bisik.

"Bapak tidak apa-apa?" tanya Aprilia yang membuat Rendy menatap ke arah wanita itu seraya menggeleng pelan. Walaupun rasa perih yang ia rasakan mulai menjalar.

Kemudian Aprilia mengajak Rendy untuk menjenguk Mawar yang sudah mulai membaik membuat Rendy kembali bersemangat dan bergegas menuju ruangan dimana wanita itu berada.

"Ada apa tadi?" tanya Mawar ketika Aprilia masuk, tdiak lama kemudian disusul oleh Rendy dari belakang.

Aprilia langsung mengadukan apa yang baru saja Bambang lakukan kepada Rendy, tidak lupa tentang ibu mertua Mawar yang datang menjemput putranya tersebut.

"Aku benar-benar gak habis pikir, War sama suami kamu tuh! Untung ada Ibu Her. Kalau tidak? Entahlah," celetuk Aprilia seraya membayangkan apa yang nanti bisa terjadi.

Mawar yang mendengar penuturan Aprilia langsung dihinggapi oleh perasaan bersalah, "atas nama suamiku, aku minta maaf."

Rendy segera menggeleng pelan dan menarik lembut tangan Mawar, namun sayang dengan cepat wanita itu menariknya.

"Maaf, aku wanita yang sudah bersuami Pak Rendy," ucap Mawar pelan membuat Rendy terdiam.

Cukup lama hening mengisi suasana di dalam ruangan tersebut sampai suara ponsel Rendy berdering.

"Iya, Pak."

"Keadaan Ibu Mawar sudah mulai membaik, saya akan ke sana segera," ucap Rendy seraya mengakhiri panggilan teleponnya. Kemudian Rendy pamit untuk kembali ke gedung di mana acara penyeluruhan masih berlangsung dan menunggu kedatangannya.

"Sebelumnya, terimakasih Pak Rendy," ucap Mawar dengan tulus ketika lelaki itu berpamitan, tidak lupa Aprillia yang ikut bersama Rendy untuk mengantikan Mawar dan kini tinggal dirinya seorang.

Di dalam diamnya Mawar masih berusaha berpikir positif, waktu yang terus berjalan sampai malam membuat hati dan pikirannya mulai dihinggapi perasaan tidak tenang.

"Apakah Ibu masih berasa pusing?" tanya seroang perawat wanita yang memeriksa keadaan Mawar yang dibalas dengan gelengan pelan.

"Apakah saya boleh pulang, Sus?" tanya Mawar kepada perawatan tersebut yang memberitahu bahwa keadaan Mawar sudah membaik.

"Boleh, Bu. Tapi, kemungkinan besok. Setidaknya habiskan kantung infusan terlebih dahulu," jelas perawat tersebut membuat Mawar membuang nafas panjang.

"Keluarganya di mana, ya Bu? Ko tidak ada yang menjenguk atau menjaga Ibu di sini?" tanya sang perawatan yang hanya bisa dibalas dengan senyuman pahit oleh Mawar.

Saat ini apa boleh buat, Mawar harus menginap di puskesmas. Di dalam hatinya bertanya-tanya ke mana sang suami yang belum saja datang. Hingga keesokan paginya, Bambang ataupun ibu mertuanya belum menampakkan diri membuat Mawar merasa kian frustasi.

Mawar yang tidak membawa tasnya dan ponsel hanya bisa menunggu, sampai agak siang lelaki yang sedari malam ia tunggu-tunggu kedatangannya baru saja menampakkan diri.

"Mas ke mana saja, sih?" tanya Mawar ingin marah. Namun ia urungkan niatnya tersebut setelah melihat tatapan dingin dari sang suami.

"Kamu baik-baik saja, Dek?" tanya Bambang yang mendapatkan anggukan dari Mawar.

Setelah itu, Mawar minta untuk segera pulang. Bambang sudah mengurus semuanya, termasuk administrasi Mawar dan membawa sang istri pulang.

Selama di perjalanan, Mawar hanya diam. Ia melihat gelagat aneh dari sang suami, bahkan malam tadi pun lelaki itu tidak datang menjenguk atau menemaninya. Semua prasangka ia pendam sampai mereka sampai di rumah.

"Oh ... sudah pulang rupanya Nyonya drama."

Mawar sedikit tersentak mendengar suara ibu mertuanya yang kini berdiri di ambang pintu seraya melipat kedua tangannya di dada.

"Bu, tolong kasihani Mawar. Dia masih sakit," ucap Bambang meminta pengertian dari Herlina yang mengendus kesal dan berlalu.

Kemudian Bambang menatap ke arah Mawar dan meminta istrinya untuk tidak menanggapi pertanyaan dari sang ibu.

"Ibu kenapa, sih, Mas?" tanya Mawar penasaran, ketika mereka sudah berada di kamar.

"Sekarang kamu mandi dan ganti pakaian, setelah itu Mas antar kamu kerja," pinta Bambang mengalihkan pembicaraan.

Mawar yang sedari tadi mencoba mengontrol emosi agar tidak marah, namun apa yang baru saja suaminya ucapankan tidak masuk diakal.

"Mas! Aku masih sakit dan perlu istirahat! Lagian, Mas ke mana saja sih? Aku sendiri di puskesmas!" Mawar akhiri meluapkan perasaan dengan lelehan air mata. Akan tetapi, Bambang sama sekali tidak bergeming dan malahan berlalu begitu saja.

"Mas!" panggil Mawar. Ia tidak habis pikir dengan suaminya yang tega menyuruhnya tetap bekerja, sedangkan lelaki itu tahu keadaannya yang masih sakit.

"Bunda! Ayah! Aku sakit! Suamiku gak perduli!" ucap Mawar tidak kuasa akan apa yang ia alami.

Tidak lama kemudian Herlina masuk ke kamar seraya berkaca pinggang.

"Hey Mawar! Apa kamu masih mau berdiam saja? Hah! Cepat pergi kerja sana! Itu dapur tidak akan mengepul! Kalau kamu masih di sini!"

"Apa maksud, Ibu berbicara seperti itu?" tanya Mawar seraya mengusap kasar air mata yang membasahi pipinya.

"Cih! Pura-pura gak tau lagi!" decak Herlina kesal.

"Bambang sekarang sudah tidak bekerja! Jadi ... apa perlu Ibu menjelaskan semuanya? Kamu sudah paham 'kan dengan maksud Ibu?" tambah wanita itu.

Mawar menatap lekat wajah sang ibu mertua yang tak ubahnya ibu tiri Cinderella itu, ia sudah menduga akan terjadi seperti ini. Jika Herlina tahu kalau Bambang sudah di PHK. Namun apa boleh dibuat, kini Mawar yang harus menggantikan peran suaminya untuk mencari nafkah.

Ia membawa langkahnya yang lemah menuju ke kamar mandi, tubuhnya yang lengket sebab belum mandi dari kemarin Mawar guyur dengan air. Setelah itu ia bersiap-siap untuk berangkat ke kantor, dengan sarapan omelan Herlina yang tidak henti-hentinya.

Di dalam benak Mawar, setidaknya ia tidak akan mendengar suara Herlina di kantor.

"Dek, kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Bambang ketika mereka baru saja berhenti di depan kantor membuat Mawar tersenyum getir.

Apakah keadaanya saat ini baik? Tentu saja jawabannya tidak.

"Aku harus berkerja! Kalau tidak? Dapur tidak akan mengepul!" kata Mawar bergegas berlalu meninggalkan sang suami yang hanya terpaku ditempatnya.

"Loh! War! Kamu ko' masuk kerja? Seharusnya 'kan kamu istirahat di rumah," tanya Aprilia ketika melihat kedatangan Mawar dan hal itu masih bisa didengar oleh Bambang.

"Parah suami kamu, War! Suami zolim ini namanya! Istri sakit disuruh bekerja!" celetuk Aprilia lagi. Mawar hanya diam, enggan menimpali ucapan temannya itu dan memilih untuk masuk ke kantor. Namun, ketika Mawar baru saja melangkah. Aprilia kembali membuka suaranya.

"Sudah War! Untuk apa kamu bertahan? Lebih baik kamu bercerai dengan suamimu itu! Banyak lelaki yang lebih pantas dan baik!"

Jantung Mawar berdetak dengan cepat, "untuk apa aku bertahan dengan suami yang sudah menjadi pengganguran?" batin Mawar berfikir.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status