Setelah semua pekerjaan rumah selesai, Mawar memilih untuk beristirahat sejenak. Ia menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, lalu memainkan ponsel miliknya.
Ah, hanya hal yang sederhana. Namun bisa mengurangi rasa jenuh yang ia rasakan. Mawar mulai menggeser-geser layar ponselnya, mencari hal-hal yang menarik untuk dilihat. Sampai sebuah postingan seseorang membuatnya tertarik.
"Aku selalu berusaha, walaupun ... hasilnya entah sampai kapan baru bisa kamu rasakan."
Mata Mawar membulat sempurna akan sepengalan kalimat tersebut, sampai merubah posisinya yang tadi rebahan kini menjadi duduk.
"Apa maksudnya?" gumam Mawar. Kemudian membaca komentar pada kolom postingan tersebut. Namun, ia tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan.
Mawar semakin penasaran akan apa yang suaminya lakukan diluar sana, di mana yang ia ketahui kalau Bambang hanya keluyuran dan nongkrong bersama temannya.
Pernah sekali Mawar meminta suaminya itu untuk mencari pekerjaan dan mengajukan lamaran, namun hanya dibalas dengan kalimat 'iya' saja dari lelaki itu.
"Aku akan mempertanyakan hal ini kepada Mas Bambang, nanti," ucap Mawar pelan.
Hingga waktu terus saja berlalu tanpa terasa siang menjadi malam. Hal itu membuat Mawar kian gusar, sebab suaminya yang belum saja pulang.
"Apa Mas Bambang masih marah sama aku?" batin Mawar menerka-nerka akan alasan apa yang membuat suaminya belum saja pulang. Padahal hari semakin lama, semakin larut.
Hingga, Mawar teringat lagi akan perilakunya tadi pagi terhadap sang suami. Akan tetapi, di sisi lain Mawar juga ada perasaan menyesal.
Tidak seharusnya ia menjatuhkan harga diri sang suami, bahkan ia harus selalu memberikan dukungan kepada Bambang sebagai seorang istri.
"Ahh ... !" pekik Mawar mulai prusrtasi.
Dirinya seolah memiliki dua jiwa, di mana ia begitu menyesal telah menikah dengan Bambang. Namun, di hatinya tidak bisa berbohong. Kalau, begitu mencintai suaminya.
Apakah ini yang di namakan dilema cinta buta? Terkadang, di saat fikirannya jernih dan logika masuk ke dalam otak. Mawar ingin sekali bercerai dengan suaminya, namun jika perasaan sayang dan cinta yang merasuki. Mawar merasa tidak ingin berpisah dari sang suami.
Hingga suara deru motor terdengar, tanpa menunggu lama lagi. Mawar bergegas menuju pintu dan mendapati sosok yang ia rindukan tengah tersenyum kepadanya.
"Kamu belum tidur, Dek?" tanya Bambang seraya menyodorkan tangannya yang langsung di sambut dengan bibir kerucut dari Mawar.
"Mas, ke mana aja sih? Aku khawatir!" Kata Mawar mencemaskan keadaan suaminya, atau lebih tepatnya ia ingin secepatnya mengintrogasi lelaki itu.
Bambang tergelak pelan, kemudian berjalan masuk ke rumah. Tidak lupa mempertanyakan bagaimana keadaan ibu dan adiknya kepada Mawar.
"Ibu dan Kirana sudah lama tidur, Mas tahu 'kan? Ini sudah jam berapa?" jelas Mawar seraya duduk di atas ranjang. Ia tidak bisa menahan diri lebih lama lagi, bisa-bisa ia mati akan perasaan penasaran yang menghantui.
"Maaf, ya Dek. Mas pulang kemalaman," kata Bambang dengan raut wajah menyesal seraya mengusap puncak kepala Mawar dengan penuh kasih sayang.
Aneh, tapi nyata. Itulah hubungan suami–istri, di mana kedua orang tersebut bisa marahan dan kembali sayang-sayangan dalam waktu yang singnifikat.
Bahkan, tidak jarang berakhir di ranjang dengan eksakusi diluar ekspedisi. Namun, itulah realitanya. Sebuah hubungan yang diikat dengan pernikahan, menyatukan dua insan yang tidak memiliki ikatan darah. Namun saling menyatu dalam cinta.
"Mas! Geli!" pekik Mawar, ketika Bambang mulai menciumi wajahnya.
"Lah! Ko geli sih? Bukannya, kamu nunggui Mas untuk ini?" kata Bambang seraya mengedipkan sebelah matanya menggoda Mawar.
Namun, sekuat tenaga Mawar menjauhkan wajah suaminya dari kenakalan yang bisa berakhir pada kenistaan. Bahwa Mawar begitu mencintai Bambang.
Mawar bergegas mengambil ponselnya, lalu menunjukkan layar benda pipih itu tepat di depan wajah sang saumi.
"Ini apa Maksudnya?" tanya Mawar.
Bambang hanya menatap layar ponsel tersebut sekilas, kemudian menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Seolah enggan untuk memahas status sosial media yang dibuat.
"Mas!" pekik Mawar kesal.
"Hus! Jangan berisik, Dek! Ini udah tengah malam," tegur Bambang pelan yang malahan membuat Mawar menjadi takut, terlebih terdengar dengan jelas suara lolongan 4nji4ng sedari tadi.
"Mas, jangan nakuti aku, deh!" katanya seraya masuk ke dalam selimut yang sama dengan sang suami.
Bambang memeluk tubuh istrinya dengan penuh kasih sayang, terkadang seorang wanita tidak memerlukan uang dan harta. Melainkan cinta dan kasih sayang yang tulus dari pasangannya.
Hanya hal yang sederhana, namun memberikan efek yang luar biasa. Karena keharmonisan dalam rumah tangga adalah peran antar keduanya dalam membangun komunikasi dan bisa memberikan pengertian kepada pasangannya.
"Mas!" pekik Mawar ketika tangan sang suami mulai nakal dan mengabsen setiap inci dari tubuhnya.
Apakah Mawar akan tetap bertahan? Atau memilih bercerai, di saat benih-benih cinta masuk ke dalam rahim dan menghadirkan malaikat kecil yang akan merubah segalanya.
Bab 8 Di TalakHari kembali kepada aktivitas yang melelahkan lagi, sekarang tugas Mawar bukan hanya mencari nafkah dengan bekerja di kantor. Melainkan mencari tambahan dengan membuat kue yang akan dititipkan ke beberapa warung.Cibiran demi hinaan mulai menerpa Mawar, sebab sebagian orang mengenalnya sebagai istri Bambang. Hingga banyak sekali isu yang tidak sedap didengar sampai ke telinga sang suami."Dek! Kamu kalau pergi kerja, jangan dandan! Mas enggak suka!" perintah Bambang ketika Mawar baru saja mengoleskan lipstik tipis ke bibirnya.Bukan kali ini saja sang suami menyuarakan ketidaksukaan atas penampilannya dalam bekerja, sebab Mawar tidak mampu menghitung berapa kali mereka berdua bertengkar akan masalah sepele menurutnya."Dek! Kamu dengar atau, tidak?" bentak Bambang, sebab diacuhkan oleh Mawar."Aku dengar, Mas. Cuma enggak menyahut," balas Mawar cepat dan bergegas memasukan poselnya ke dalam tas dan berjalan menuju keluar.Baru saja di ambang pintu rumah, Kiranan sudah m
Bab 9 Minta Pulang"Siapa yang mau ditalak?"Mawar bergegas mengusap air matanya yang sempat terjatuh dan berusaha terlihat baik-baik saja, ketika Rendy yang entah dari mana tiba-tiba saja muncul dan bertanya."Itu si Mawar—""Bukan apa-apa, Pak!" balas Mawar dengan cepat, memotong ucapan Aprilia dan menatap wajah temannya itu dengan sorot mata yajam. Seolah, jika Aprilia membuka mulutnya akan m4ti.Aprilia menjadi bungkam dan tidak berkutik, Rendy yang merasa ada kejanggalan tersebut kembali memperjelas apa yang disampaikan oleh Mawar."Beneran?" tanya Rendy yang mendapatkan anggukan dari Mawar."Oh, iya Pak Rendy. Nanti siang, kemungkinan hanya Aprilia yang akan menemani Bapak ke lokasi bangunan yang akan kita buat. Sebab, saya ada keperluan lain," jelas Mawar yang mengingat akan adanya agenda bersama Rendy.Mungkin begitu berat bagi Mawar untuk bisa bekerja dengan baik, jika ditipa masalah yang begitu besar seperti saat ini.Bukan ingin menghindari tanggungjawab, tapi Mawar ingin c
Bab 10 Petuah orangtua"Tidak Ibu! Tidak anak! Kalian sama saja!" teriak Mawar marah.Herlina yang ingin membalas ucapan Mawar dihadang oleh Bambang yang memberikan sebuah ancaman yang begitu menakutkan."Kalau Ibu masih menganggap aku sebagai anak? Jangan mengatakan hal yang kasar lagi." Setelah itu, Bambang segera menarik tangan Mawar untuk naik ke atas motornya."Apa yang Mas lakukan?" tanya Mawar yang berniat menolak ajakan sang suami."Mas sendiri yang akan mengantarkan kamu pulang! Ingat! Mas ini masih suamimu," jelas Bambang membuat Mawar terdiam dan hanya bisa manut-manut.Mereka berdua pun meninggalkan Herlina yang hanya mampu terdiam, tidak berkutik. Selama diperjalanan Bambang hanya saling terdiam, begitupun dengan Mawar. Hingga Bambang memakirkan motornya di depan sebuah warung makan."Mas mau apa?" tanya Mawar yang hanya mendapatkan tatap dingin dari sang suami yang sudah terlebih dahulu masuk.Dengan langkah gontai, Mawar mengikuti suaminya. Ingin sekali ia menyeruakan p
"Lalu, apa yang harus aku lakukan?" tanya Mawar dengan polos. Arumi hanya mengangkat bahunya, tidak berkomentar atas pertanyaan yang diajukan oleh Mawar dan memilih untuk keluar.Sebelum benar-benar meninggalkan Mawar, Arumi kembali berpesan, "War, kalau kamu merasa sedih? Maka, ingatlah hal bahagia yang pernah kamu rasakan."Mawar hanya mampu menatap lekat wajah bundanya sampai wanita itu menghilang dibalik pintu. Mawar sangat paham akan maksud yang disampaikan oleh sang bunda.Hal yang selalu Arumi sarankan ketika dirinya merasa sedih, agar kembali mengingat rasa senang yang pernah ia rasakan. Sebab, terlalu munafik untuk mengeluh atas rasa sakit yang dirasakan ketika Tuhan pernah memberikan rasa bahagia.Setiap manusia selalu diuji sampai akhirnya kembali kepada Sang Pencipta, dunia ini hanyalah sebuah panggung sandirwara di mana Manusia hanya menjalankan perannya saja."Dek," panggil Bambang yang tiba-tiba saja masuk membuat Mawar sontak saja terkaget."Apa yang Mas lakukan
"Mas bukan maling, Dek," elak Bambang membuat Mawar semakin jengah dengan suaminya yang sangat pandai bersilat lidah."Pokoknya aku mau cerai!" teriak Mawar.Arman yang tidak terima dengan apa yang baru saja disampaikan oleh Mawar kini menjadi tameng untuk sang putri dan akan membela mati-matian anak semata wayangnya itu.Sedangkan Arumi yang mencoba menjadi penengah atas masalah yang tengah Bambang dan Mawar hadapi mencoba mencari celah atas sebuah kebenaraan yang sesungguhnya."War, kamu bilang kalau Bambang selingkuh?" tanya Arumi membuat Mawar mengagguk cepat."Apa kamu punya bukti dan alasan yang kuat untuk mengajukan perceraian?" tanya Arumi lagi dan membuat Mawar meraih ponselnya, kemudian menujukkan foto Bambang yang tengah berboncengan dengan Melati.Arman yang melihat bukti yang Mawar tunjukkan bergegas menghampiri Bambang dan melayangkan sebuah bogem mentah tepat diwajah menantunya itu sampai terjatuh.Arumi melihat apa yang dilakukan oleh Arman segera menghadang lelaki itu
"Dek, Mas di PHK!"Bagaikan tidak memiliki tulang lagi, tubuh Mawar luruh ke bawah setelah mendengar pernyataan sang suami.Berbagai ujian dalam hidup berumah–tangga saja sudah membuat seorang Mawar yang berstatus sebagai istri harus menelan pil pahit, sekarang ditambah masalah ekonomi yang menjadi momok yang paling menakutkan."Lalu, bagaimana biaya hidup kita, Mas?" tanya Mawar dengan lirih."Kamu 'kan masih bekerja? Jadi, pakai uang gajih kamu saja dulu, untuk menutupi kebutuhan kita," terang Bambang yang membuat Mawar hanya mampu tersenyum getir.Bukan Mawar tidak ingin berbakti kepada sang suami, akan tetapi kebutuhan mereka sangatlah banyak. Karena Bambang yang harus membiayai ibu dan juga adik perempuannya, sedangkan gajih yang dimiliki oleh Mawar sebagai pegawai disalah satu pemerintahan desa tidaklah seberapa.Disaat semua hal tengah berkecambuk di dalam pikirannya, tidak berapa lama terdengar suara Herlina dari balik pintu."Bang! Ibu mau minta uang! Tabung gas habis!"Mawa
"Kamu!" pekik Mawar antara terkejut dan juga kesal, sedangkan Herlina tertawa lepas melihat ekspresi sang menantu yang berhasil ia kerjai."Ada apa sih, War?" tanya Kirana tanpa dosa membuat Mawar semakin kesal dan berbalik badan berlalu seraya menghentak-hentakkan kakinya. Bambang yang melihat tingkah ibu dan juga adik perempuannya itu hanya mampu membuang nafas panjang."Ibu kenapa, sih? Suka sekali mengerjai Mawar?" tanya Bambang tidak habis pikir dengan kelakukan sang ibu. Namun, wanita itu hanya mengangkat bahunya acuh.Ketika Bambang ingin berlalu menyusul sang istri, tangannya di cegat oleh Karina membuat lelaki itu menatap sang adik lekat."Ada apa lagi?" tanyanya dengan dingin."Its, Mas Bambang gitu deh," balas Kirana manja seraya mengayun-ayunkan tangan Bambang seperti anak kecil yang tengah merajuk dan meminta dibelikan permen.Herlina yang awalnya acuh kini menghampiri kedua anaknya itu."Kamu jangan kasar sama adikmu, Bang. Ibu gak suka,!" ucapnya dengan penuh penekanan.
Setelah sambutan dan serangkaian acara apel yang digelar selesai, Mawar yang hendak berlalu seperti teman-temannya yang sudah pada bubar sedikit tersentak. Ketika ada sebuah tangan yang begitu hangat menariknya perlahan. "Mawar?" seru pemuda itu membuat Mawar hanya bisa mematung, antara senang dan juga bingung harus berbuat apa. Namun, disaat kedua manik mata mereka bertemu. Tiba-tiba saja terdengar suara berat lelaki yang sangat ia kenal. "Mas Bambang!" seru Mawar terkesima. Bambang menarik dengan kasar tangan Mawar dan membuat Rendy yang sebelumnya menggenggam pergelangan tangan Mawar melepaskan genggamannya. "Ayo pulang!" perintah Bambang yang sudah mulai kehilangan akal sehatnya, sebab cemburu buta yang tengah menguasai lelaki itu. Mawar berusaha untuk tidak terpancing emosi dan mengelus lembut lengan sang suami, apa yang dilakukan oleh Mawar membuat Rendy yang melihat hal itu hanya terdiam dengan sorot mata dingin. "Mas, aku akan pulang nanti siang. Hari ini aku bekerja du