Setelah semua pekerjaan rumah selesai, Mawar memilih untuk beristirahat sejenak. Ia menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, lalu memainkan ponsel miliknya.
Ah, hanya hal yang sederhana. Namun bisa mengurangi rasa jenuh yang ia rasakan. Mawar mulai menggeser-geser layar ponselnya, mencari hal-hal yang menarik untuk dilihat. Sampai sebuah postingan seseorang membuatnya tertarik.
"Aku selalu berusaha, walaupun ... hasilnya entah sampai kapan baru bisa kamu rasakan."
Mata Mawar membulat sempurna akan sepengalan kalimat tersebut, sampai merubah posisinya yang tadi rebahan kini menjadi duduk.
"Apa maksudnya?" gumam Mawar. Kemudian membaca komentar pada kolom postingan tersebut. Namun, ia tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan.
Mawar semakin penasaran akan apa yang suaminya lakukan diluar sana, di mana yang ia ketahui kalau Bambang hanya keluyuran dan nongkrong bersama temannya.
Pernah sekali Mawar meminta suaminya itu untuk mencari pekerjaan dan mengajukan lamaran, namun hanya dibalas dengan kalimat 'iya' saja dari lelaki itu.
"Aku akan mempertanyakan hal ini kepada Mas Bambang, nanti," ucap Mawar pelan.
Hingga waktu terus saja berlalu tanpa terasa siang menjadi malam. Hal itu membuat Mawar kian gusar, sebab suaminya yang belum saja pulang.
"Apa Mas Bambang masih marah sama aku?" batin Mawar menerka-nerka akan alasan apa yang membuat suaminya belum saja pulang. Padahal hari semakin lama, semakin larut.
Hingga, Mawar teringat lagi akan perilakunya tadi pagi terhadap sang suami. Akan tetapi, di sisi lain Mawar juga ada perasaan menyesal.
Tidak seharusnya ia menjatuhkan harga diri sang suami, bahkan ia harus selalu memberikan dukungan kepada Bambang sebagai seorang istri.
"Ahh ... !" pekik Mawar mulai prusrtasi.
Dirinya seolah memiliki dua jiwa, di mana ia begitu menyesal telah menikah dengan Bambang. Namun, di hatinya tidak bisa berbohong. Kalau, begitu mencintai suaminya.
Apakah ini yang di namakan dilema cinta buta? Terkadang, di saat fikirannya jernih dan logika masuk ke dalam otak. Mawar ingin sekali bercerai dengan suaminya, namun jika perasaan sayang dan cinta yang merasuki. Mawar merasa tidak ingin berpisah dari sang suami.
Hingga suara deru motor terdengar, tanpa menunggu lama lagi. Mawar bergegas menuju pintu dan mendapati sosok yang ia rindukan tengah tersenyum kepadanya.
"Kamu belum tidur, Dek?" tanya Bambang seraya menyodorkan tangannya yang langsung di sambut dengan bibir kerucut dari Mawar.
"Mas, ke mana aja sih? Aku khawatir!" Kata Mawar mencemaskan keadaan suaminya, atau lebih tepatnya ia ingin secepatnya mengintrogasi lelaki itu.
Bambang tergelak pelan, kemudian berjalan masuk ke rumah. Tidak lupa mempertanyakan bagaimana keadaan ibu dan adiknya kepada Mawar.
"Ibu dan Kirana sudah lama tidur, Mas tahu 'kan? Ini sudah jam berapa?" jelas Mawar seraya duduk di atas ranjang. Ia tidak bisa menahan diri lebih lama lagi, bisa-bisa ia mati akan perasaan penasaran yang menghantui.
"Maaf, ya Dek. Mas pulang kemalaman," kata Bambang dengan raut wajah menyesal seraya mengusap puncak kepala Mawar dengan penuh kasih sayang.
Aneh, tapi nyata. Itulah hubungan suami–istri, di mana kedua orang tersebut bisa marahan dan kembali sayang-sayangan dalam waktu yang singnifikat.
Bahkan, tidak jarang berakhir di ranjang dengan eksakusi diluar ekspedisi. Namun, itulah realitanya. Sebuah hubungan yang diikat dengan pernikahan, menyatukan dua insan yang tidak memiliki ikatan darah. Namun saling menyatu dalam cinta.
"Mas! Geli!" pekik Mawar, ketika Bambang mulai menciumi wajahnya.
"Lah! Ko geli sih? Bukannya, kamu nunggui Mas untuk ini?" kata Bambang seraya mengedipkan sebelah matanya menggoda Mawar.
Namun, sekuat tenaga Mawar menjauhkan wajah suaminya dari kenakalan yang bisa berakhir pada kenistaan. Bahwa Mawar begitu mencintai Bambang.
Mawar bergegas mengambil ponselnya, lalu menunjukkan layar benda pipih itu tepat di depan wajah sang saumi.
"Ini apa Maksudnya?" tanya Mawar.
Bambang hanya menatap layar ponsel tersebut sekilas, kemudian menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Seolah enggan untuk memahas status sosial media yang dibuat.
"Mas!" pekik Mawar kesal.
"Hus! Jangan berisik, Dek! Ini udah tengah malam," tegur Bambang pelan yang malahan membuat Mawar menjadi takut, terlebih terdengar dengan jelas suara lolongan 4nji4ng sedari tadi.
"Mas, jangan nakuti aku, deh!" katanya seraya masuk ke dalam selimut yang sama dengan sang suami.
Bambang memeluk tubuh istrinya dengan penuh kasih sayang, terkadang seorang wanita tidak memerlukan uang dan harta. Melainkan cinta dan kasih sayang yang tulus dari pasangannya.
Hanya hal yang sederhana, namun memberikan efek yang luar biasa. Karena keharmonisan dalam rumah tangga adalah peran antar keduanya dalam membangun komunikasi dan bisa memberikan pengertian kepada pasangannya.
"Mas!" pekik Mawar ketika tangan sang suami mulai nakal dan mengabsen setiap inci dari tubuhnya.
Apakah Mawar akan tetap bertahan? Atau memilih bercerai, di saat benih-benih cinta masuk ke dalam rahim dan menghadirkan malaikat kecil yang akan merubah segalanya.
Bab 8 Di TalakHari kembali kepada aktivitas yang melelahkan lagi, sekarang tugas Mawar bukan hanya mencari nafkah dengan bekerja di kantor. Melainkan mencari tambahan dengan membuat kue yang akan dititipkan ke beberapa warung.Cibiran demi hinaan mulai menerpa Mawar, sebab sebagian orang mengenalnya sebagai istri Bambang. Hingga banyak sekali isu yang tidak sedap didengar sampai ke telinga sang suami."Dek! Kamu kalau pergi kerja, jangan dandan! Mas enggak suka!" perintah Bambang ketika Mawar baru saja mengoleskan lipstik tipis ke bibirnya.Bukan kali ini saja sang suami menyuarakan ketidaksukaan atas penampilannya dalam bekerja, sebab Mawar tidak mampu menghitung berapa kali mereka berdua bertengkar akan masalah sepele menurutnya."Dek! Kamu dengar atau, tidak?" bentak Bambang, sebab diacuhkan oleh Mawar."Aku dengar, Mas. Cuma enggak menyahut," balas Mawar cepat dan bergegas memasukan poselnya ke dalam tas dan berjalan menuju keluar.Baru saja di ambang pintu rumah, Kiranan sudah m
Bab 9 Minta Pulang"Siapa yang mau ditalak?"Mawar bergegas mengusap air matanya yang sempat terjatuh dan berusaha terlihat baik-baik saja, ketika Rendy yang entah dari mana tiba-tiba saja muncul dan bertanya."Itu si Mawar—""Bukan apa-apa, Pak!" balas Mawar dengan cepat, memotong ucapan Aprilia dan menatap wajah temannya itu dengan sorot mata yajam. Seolah, jika Aprilia membuka mulutnya akan m4ti.Aprilia menjadi bungkam dan tidak berkutik, Rendy yang merasa ada kejanggalan tersebut kembali memperjelas apa yang disampaikan oleh Mawar."Beneran?" tanya Rendy yang mendapatkan anggukan dari Mawar."Oh, iya Pak Rendy. Nanti siang, kemungkinan hanya Aprilia yang akan menemani Bapak ke lokasi bangunan yang akan kita buat. Sebab, saya ada keperluan lain," jelas Mawar yang mengingat akan adanya agenda bersama Rendy.Mungkin begitu berat bagi Mawar untuk bisa bekerja dengan baik, jika ditipa masalah yang begitu besar seperti saat ini.Bukan ingin menghindari tanggungjawab, tapi Mawar ingin c
Bab 10 Petuah orangtua"Tidak Ibu! Tidak anak! Kalian sama saja!" teriak Mawar marah.Herlina yang ingin membalas ucapan Mawar dihadang oleh Bambang yang memberikan sebuah ancaman yang begitu menakutkan."Kalau Ibu masih menganggap aku sebagai anak? Jangan mengatakan hal yang kasar lagi." Setelah itu, Bambang segera menarik tangan Mawar untuk naik ke atas motornya."Apa yang Mas lakukan?" tanya Mawar yang berniat menolak ajakan sang suami."Mas sendiri yang akan mengantarkan kamu pulang! Ingat! Mas ini masih suamimu," jelas Bambang membuat Mawar terdiam dan hanya bisa manut-manut.Mereka berdua pun meninggalkan Herlina yang hanya mampu terdiam, tidak berkutik. Selama diperjalanan Bambang hanya saling terdiam, begitupun dengan Mawar. Hingga Bambang memakirkan motornya di depan sebuah warung makan."Mas mau apa?" tanya Mawar yang hanya mendapatkan tatap dingin dari sang suami yang sudah terlebih dahulu masuk.Dengan langkah gontai, Mawar mengikuti suaminya. Ingin sekali ia menyeruakan p
"Lalu, apa yang harus aku lakukan?" tanya Mawar dengan polos. Arumi hanya mengangkat bahunya, tidak berkomentar atas pertanyaan yang diajukan oleh Mawar dan memilih untuk keluar.Sebelum benar-benar meninggalkan Mawar, Arumi kembali berpesan, "War, kalau kamu merasa sedih? Maka, ingatlah hal bahagia yang pernah kamu rasakan."Mawar hanya mampu menatap lekat wajah bundanya sampai wanita itu menghilang dibalik pintu. Mawar sangat paham akan maksud yang disampaikan oleh sang bunda.Hal yang selalu Arumi sarankan ketika dirinya merasa sedih, agar kembali mengingat rasa senang yang pernah ia rasakan. Sebab, terlalu munafik untuk mengeluh atas rasa sakit yang dirasakan ketika Tuhan pernah memberikan rasa bahagia.Setiap manusia selalu diuji sampai akhirnya kembali kepada Sang Pencipta, dunia ini hanyalah sebuah panggung sandirwara di mana Manusia hanya menjalankan perannya saja."Dek," panggil Bambang yang tiba-tiba saja masuk membuat Mawar sontak saja terkaget."Apa yang Mas lakukan
"Mas bukan maling, Dek," elak Bambang membuat Mawar semakin jengah dengan suaminya yang sangat pandai bersilat lidah."Pokoknya aku mau cerai!" teriak Mawar.Arman yang tidak terima dengan apa yang baru saja disampaikan oleh Mawar kini menjadi tameng untuk sang putri dan akan membela mati-matian anak semata wayangnya itu.Sedangkan Arumi yang mencoba menjadi penengah atas masalah yang tengah Bambang dan Mawar hadapi mencoba mencari celah atas sebuah kebenaraan yang sesungguhnya."War, kamu bilang kalau Bambang selingkuh?" tanya Arumi membuat Mawar mengagguk cepat."Apa kamu punya bukti dan alasan yang kuat untuk mengajukan perceraian?" tanya Arumi lagi dan membuat Mawar meraih ponselnya, kemudian menujukkan foto Bambang yang tengah berboncengan dengan Melati.Arman yang melihat bukti yang Mawar tunjukkan bergegas menghampiri Bambang dan melayangkan sebuah bogem mentah tepat diwajah menantunya itu sampai terjatuh.Arumi melihat apa yang dilakukan oleh Arman segera menghadang lelaki itu
Setelah kepergian Bambang, Mawar malahan terus saja menangis dan menyalahkan keadaan yang terjadi.Bahkan, Mawar beberapa kali menyalahkan sang ayah yang telah memukul Bambang. Apa yang Mawar lakukan membuat kedua orangtuanya menjadi pusing akan sifat kekanak-kanakan Mawar tersebut."Ini semua salah Bunda!" kata Mawar membuat Arumi yang sedari tadi diam sampai angkat bicara."Apa maksudmu, War? Sudah jelas kamu yang salah, terus ... ingin menyalahkan orang lain?" tanya Arumi tidak habis pikir dengan tuduhan Mawar yang masih tidak sadar akan kesalahannya sendiri dan menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi.Arman yang awalnya diam, mencoba membujuk anak kesayangannya itu."Sudahlah, War. Nanti Ayah ke rumah Bambang dan memintanya untuk rujuk kembali sama kamu," jelas Arman membuat Arumi melongo dengan mulut terbuka lebar dan mata melotot."Apa Ayah sudah g1l4? Atau, kehilangan rasa malu?" tanya Arumi.Hingga terjadi adu mulut antara keduanya, di mana Arumi dan Arman saling menyudut
Herlina mondar-mandir seperti setrika membuat Kirana jengah akan sikap sang ibu, bahkan tidak terhitung berapa kali wanita itu menanyakan hal yang sama berulang-ulang."Di mana Bambang ya, Kir?" Pertanyaan itu terus berputar seperti radio lama yang sudah rusak.Hingga, tidak berapa lama terdengar suara deru motor membuat Herlina bergegas keluar rumah. Wanita itu melihat kedatangan putranya yang sedari tadi membuat Herlina cemas."Bang! Kamu ke mana aja, sih? Terus, di mana Mawar?" Herlina menodong Bambang dengan beberapa pertanyaan, bahkan lelaki tersebut baru saja melepas helmnya."Kita masuk dulu, ya Bu," ajak Bambang seraya berjalan mendahului sang ibu yang mengekor dibelakang.Herlina benar-benar tidak tenang dan kembali bertanya tentang keberadaan Mawar kepada Bambang."Bang, Mawar mana?""Mawar sudah pulang ke rumah orangtuanya, Bu," jelas Bambang apa adanya membuat raut wajah Herlina menjadi pias dan pucat."Pu-la-ng?" tanya Herlia terbata-bata dan mendapatkan anggukan dari Bam
Bambang mengantar Melati berkeliling, dari satu warung ke warung lainnya untuk mengambil kue buatan gadis itu yang dititipkan.Hal ini sudah hampir sepekan ini Bambang lakukan, kerjaan sampingan yang baru saja ia bertitahukan kepada Mawar.Teringat kepada sang istri membuat hati Bambang kembali dilema, apa yang sudah ia lakukan? Setangguh apa hatinya berpisah dari wanita yang amat ia cintai itu."Mas bambang," panggil Melati pelan membuyarkan lamunan Bambang yang kembali bergegas menyalakan motornya dan membawa Melati ke tempat lain."Ini yang terakhir, ya?" tanya Bambang ketika mereka sudah sampai di depan sebuah warung sederhana, Melati hanya mengangguk kecil sebagai jawaban.Bambang menunggu Melati yang sudah masuk ke warung tersebut dengan sabar, hingga terdengar bisik-bisik dari sekumpulan ibu-ibu yang lewat."Itu 'kan suaminya Mawar?" "Iya, ngapain dia beboncengan dengan anak kepala desa?""Kasihan Mawar, suaminya jalan sama anak gadis orang. Sedangkan Mawar sibuk bekerja."Mas
Wajah Mawar menjadi merah padam, semua itu gara-gara Budi. Ia benar-benar merasa begitu malu, bisa-bisanya lelaki itu datang diwaktu yang tidak tepat."Kamu ngomong apaan, sih, Di!" seru suaminya yang nampak terkejut seperti dirinya.Padahal, mereka berdua merupakan suami istri yang sah. Tapi, entah mengapa. Untuk sekedar bercumbu terasa begitu canggung, terlebih sampai diketahui oleh orang lain."Cih! Kalian memang tidak ingat waktu!" Setelah mengatakan hal demikian, Budi menutup kembali pintu kamar.Mawar membuang nafas panjang seraya mengusap dadanya yang terasa polong, setelah kepergian Budi.Ia merasa tidak aman tinggal di rumah ini, sebab gerak-gerik Mawar terbatas. Kemudian ia mengutarakan keinginannya kepada sang suami."Mas, nanti kita cari kontrakan, ya," pinta Mawar dengan raut wajah memelas membuat suaminya mengedus kasar."Bukan Mas enggak mau, Dek. Tapi, Mas enggak punya penghasilan yang tetap," jelas suaminya yang menyatakan keberatan.Memang benar apa yang lelaki itu u
Ternyata keributan antara Bambang dan Budi masih terus berlanjut, kepala Mawar benar-benar dibuat pusing oleh kedua lelaki tersebut.Ia mencoba menjadi penengah diantara keduanya, tapi malahan disalah artikan oleh sang suami."Kamu jangan membela Budi, Dek!" kata suaminya membuat Mawar membuang nafas panjang."Aku enggak membela Mas Budi, Mas! Aku hanya ingin, kalian berhenti bertengkar!" seru Mawar kesal."Kami bukan anak kecil, Mbak. Lagian, Mas Bambang sendiri yang salah! Masa Mbak dibuat mabuk!" seru Budi yang salah paham membuat Mawar memegangi kepalanya yang terus saja berdenyut sedari tadi.Padahal, ia baru saja sampai di rumah ini. Tapi, dirinya sudah dihadapkan dengan ujian yang begitu menohok."Kamu ngomong apa sih, Di? Mawar mabuk perjalanan! Karena tidak terbiasa naik mobil pickupmu!" tandas Bambang membuat Budi terdiam.Lelaki itu menatap ke arah Mawar, seolah meminta penjelasan. Melihat lirikan dari Budi membuat ia hanya mengangguk kecil."Cih! Kenapa Mbak enggak bilang
Pernikahan pada hakikatnya bukan tentang cinta dan perasaan sayang semata, akan tetapi tentang bagaimana komitmen pada kedua pasangan suami-isteri yang menjalani pernikahan tersebut.Apakah mereka mampu melewati setiap ujian dengan terus bersama? Ataukah, mereka memilih berjalan masing-masing dengan alasan tertentu. Semuanya kembali kepada kedua insan yang dulunya tidak saling mengenal, sampai pada akhirnya disatukan dalam sebuah ikatan suci.Inilah kisah yang harus dihadapi oleh Mawar, di mana ia kembali kepada Bambang untuk membina rumah tangganya yang sempat kandas."Mas, hari ini kita pulang ke rumah Mas?" tanya Mawar entah keberapa kali membuat suaminya nampak ilfil. Tapi, lelaki itu hanya mangut-mangut saja.Tangan Mawar yang sedari tadi mengemas pakaiannya tidak selesai-selesai, sebab di dalam hatinya begitu berat untuk meninggalkan rumah kedua orang tuanya yang begitu nyaman.Jika dibandingkan dengan tinggal satu atap dengan mertua serta ipar, tentu saja Mawar memilih tinggal
"Apa yang Mas lakukan?" pekik Mawar.Mawar benar-benar tidak percaya dengan apa yang tengah Bambang lakukan, hal yang tidak pernah ia lihat selama ini."Mas!" seru Mawar lagi, sebab suaminya seolah tengah asik sendiri dan mengabaikan apa yang baru saja ia katakan.Karena tidak tahan dengan kelakuan abstrak sang suami, Mawar lansung menarik tangan lelaki itu.Tiba-tiba saja cairan berwarna putih memuncah dan mengenai tangan Mawar yang langsung memekik."Mas Bambang!" Teriakknya dan membuat suara gaduh, Mawar langsung mengambil langkah mundur seraya menatap tajam ke arah suaminya."Kamu kenapa sih, Dek?" tanya suaminya yang membuat Mawar hanya bisa melongo."Kamu yang apa-apaan?" Seru Mawar tidak terima.Namun, bukannya menghentikan perbuatannya. Bambang malahan meneruskan aktivitas lelaki itu membuat Mawar kembali menjerit kesal."Mas! Hentikan!" Teriak Mawar membuat suaminya meletakan jari telunjuk di depan bibir seraya mendekat."Jangan teriak, Dek! Nanti orang-orang pikir kita teng
"Lalu, apa hubungannya dengan uang PHK, Mas?" Tanya Bambang penasaran.Mawar menatap lekat wajah suaminya yang nampak kebingungan, kemudian menggenggam erat tangan lelaki itu."Mas, aku ada niat baik. Aku pengen beget, jika Mas mau membantuku," jelas Mawar dengan raut wajah serius membuat suaminya nampak menelan silvernya kasar."Apa itu, Dek?" tanya Bambang ragu-ragu. Barulah Mawar menceritakan semuanya, mulai dari ia yang menemukan kejanggalan dalam proyek hotel yang sebelumnya ditangani oleh Rendy.Terlihat dengan jelas raut wajah Bambang berubah drastis, ketika Mawar menyebut nama Rendy.Tentu saja hal itu bisa Mawar lihat, akan tetapi ia terus saja bercerita tentang rencananya."Pokoknya, kita mulai dari awal lagi. Ya, Mas," kata Mawar membuat suaminya hanya mengaguk pelan sebagai jawaban, kemudian merebahkan tubuhnya.Mawar yang melihat hal itu menjadi patah semangat, seolah suaminya nampak begitu terpaksa."Mas ikhlas, enggak sih bantuin aku?" Tanya Mawar membuat suaminya itu
Mawar hanya bisa mengangguk kecil dan tersenyum terpaksa, sebagai jawaban atas permintaan Herlina tersebut."Aku usahakan, Bu," kata Mawar pelan seraya menutup pintu kamar tersebut.Padahal, dirinya baru saja kembali rujuk dengan Bambang. Tentu saja ia merasa begitu grogi, bahkan melebihi saat mereka baru menikah dulu.Langkah Mawar yang diayunkan secara perlahan, agar lambat sampai ke kamar sengaja ia lakukan.Degup jantung yang terus berlantun membuatnya menekan dada agar sedikit mengurangi rasa berdebarnya."Dek," panggil Bambang tiba-tiba membuat Mawar terlonjak kaget, sebab lelaki itu ternyata sudah berada dibelakangnya."Mas bikin aku kaget!" Gerutu Mawar yang membuat lelaki itu hanya nyengir seperti kuda dan melangkah masuk ke kamar.Sontak saja apa yang dilakukan oleh Bambang membuat Mawar kembali merasa berdebar dan mengikuti langkah lelaki itu dari belakang.Mawar mengekori Bambang sampai lelaki itu tiba-tiba saja berhenti dan membuat tubuh Mawar menabraknya."Aw!" Pekik Ma
Semua orang terdiam termasuk Mawar yang masih mencerna baik-baik apa yang baru saja disampaikan oleh sang bunda. Hingga ia memekik cukup keras."Bunda!" Raut wajah Mawar memerah sebab merasa malu, hal yang paling ia takuti. Malahan di ucapkan oleh sang bunda, tentu saja semua orang yang berada di sana merasa geli hati.Mawar sampai merasa enggan untuk sekedar menatap wajah Bambang terlihat sedikit terkejut, tapi mana bisa dipungkiri. Jika mereka melakukan ijab kobul dan kembali tidur bersama lagi? Untuk tidak melakukan kewajiban tersebut."Apa kamu yakin, Dek? Tidak akan menyesali keputusanmu kali ini?' tanya Bambang memastikan membuat Mawar mengangguk cepat. "Ya, mana mungkin dia menyesal! Kalau dia yang ngotot mau rujuk lagi sama kamu, Bang!" Seru Arumi memebritahu membuat Mawar semakin merunduk, menahan prasaan malunya.Mendengar apa yang disampikan oleh Arumi membuat Bambang bergegas mendekati sang penghulu, Mawar yang sesekali mencuri pandangan ke arah Bambang nampak gugup."B
Tangan Mawar terasa begitu dingin, ia beberapa kali menatap ke arah ayah dan bundanya.Malam ini rencananya mereka akan melakukan ijab Kabul sesuai dengan apa yang sudah mereka sepakati."Kamu kenapa, War? Bukankah kamu sendiri yang ingin kembali rujuk dengan Bambang?" tanya Arumi yang melihat dengan jelas raut kegelisahan dari Mawar."Iya, Bun. Tapi, kenapa aku merasa gugup?" tanya Mawar memberitahukan apa yang saat ini tengah ia rasakan. Sangat berbeda dengan waktu dulu, ketika ia melajukan ijab Kabul pertama kalinya.Kali ini ia dihinggapi oleh perasaan gelisah yang tidak beralasan, entah dari bisikan setan yang terus menggoda. Atau karena ia takut menghadapi malam pertama bersama Bambang setelah sekian waktu mereka berpisah.Semakin memikirkan hal itu membuat Mawar berkeringat, ia berusaha mengatur nafasnya yang tiba-tiba terasa sesak."Kalian sudah siap?" tanya Arman yang tiba-tiba saja muncul membuat jantung Mawar semakin berdetak dengan kencang.Ia kembali menoleh ke arah sang
Tidak ada yang namanya penyesalan di awal, penyesalan selalu datang diakhir. Jika di awal, itu bukan namanya penyesalan. Tapi, pencoblosan.Mau tidak mau sekalipun, Bambang harus mau. Sebab, ia harus bertanggung jawab atas kesalahan yang dulu pernah diperbuat kepada Mawar.Ditemani sang ibu, Bambang berangkat ke gedung pengadilan untuk memenuhi undangan dari Mawar."Kamu harus ikhlas, Bang."Bambang hanya menatap sekilas ke arah sang ibu, semenjak hidup mereka susah dan rumah terbakar. Ibunya kini sangat berubah, seolah sudah mendapatkan hidayah dari Tuhan.Di satu sisi Bambang sangat bersyukur atas apa yang menimpa hidup mereka, sebab begitu banyak pelajaran berharga yang bisa ia petik. Namun, disisi lain. Ia juga merasa sedih. Karena, rumah peninggalan almarhum sang bapak telah rata dengan tanah. Hanya tersisa beberapa abu dan arang saja."Aku sudah iklas, Bu. Aku yang salah," kata Bambang menerima apapun keputusan hakim nanti.Sekalipun perpisahan ini harus terjadi, setidaknya ia t