Setelah kepergian Bambang, Mawar malahan terus saja menangis dan menyalahkan keadaan yang terjadi.Bahkan, Mawar beberapa kali menyalahkan sang ayah yang telah memukul Bambang. Apa yang Mawar lakukan membuat kedua orangtuanya menjadi pusing akan sifat kekanak-kanakan Mawar tersebut."Ini semua salah Bunda!" kata Mawar membuat Arumi yang sedari tadi diam sampai angkat bicara."Apa maksudmu, War? Sudah jelas kamu yang salah, terus ... ingin menyalahkan orang lain?" tanya Arumi tidak habis pikir dengan tuduhan Mawar yang masih tidak sadar akan kesalahannya sendiri dan menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi.Arman yang awalnya diam, mencoba membujuk anak kesayangannya itu."Sudahlah, War. Nanti Ayah ke rumah Bambang dan memintanya untuk rujuk kembali sama kamu," jelas Arman membuat Arumi melongo dengan mulut terbuka lebar dan mata melotot."Apa Ayah sudah g1l4? Atau, kehilangan rasa malu?" tanya Arumi.Hingga terjadi adu mulut antara keduanya, di mana Arumi dan Arman saling menyudut
Herlina mondar-mandir seperti setrika membuat Kirana jengah akan sikap sang ibu, bahkan tidak terhitung berapa kali wanita itu menanyakan hal yang sama berulang-ulang."Di mana Bambang ya, Kir?" Pertanyaan itu terus berputar seperti radio lama yang sudah rusak.Hingga, tidak berapa lama terdengar suara deru motor membuat Herlina bergegas keluar rumah. Wanita itu melihat kedatangan putranya yang sedari tadi membuat Herlina cemas."Bang! Kamu ke mana aja, sih? Terus, di mana Mawar?" Herlina menodong Bambang dengan beberapa pertanyaan, bahkan lelaki tersebut baru saja melepas helmnya."Kita masuk dulu, ya Bu," ajak Bambang seraya berjalan mendahului sang ibu yang mengekor dibelakang.Herlina benar-benar tidak tenang dan kembali bertanya tentang keberadaan Mawar kepada Bambang."Bang, Mawar mana?""Mawar sudah pulang ke rumah orangtuanya, Bu," jelas Bambang apa adanya membuat raut wajah Herlina menjadi pias dan pucat."Pu-la-ng?" tanya Herlia terbata-bata dan mendapatkan anggukan dari Bam
Bambang mengantar Melati berkeliling, dari satu warung ke warung lainnya untuk mengambil kue buatan gadis itu yang dititipkan.Hal ini sudah hampir sepekan ini Bambang lakukan, kerjaan sampingan yang baru saja ia bertitahukan kepada Mawar.Teringat kepada sang istri membuat hati Bambang kembali dilema, apa yang sudah ia lakukan? Setangguh apa hatinya berpisah dari wanita yang amat ia cintai itu."Mas bambang," panggil Melati pelan membuyarkan lamunan Bambang yang kembali bergegas menyalakan motornya dan membawa Melati ke tempat lain."Ini yang terakhir, ya?" tanya Bambang ketika mereka sudah sampai di depan sebuah warung sederhana, Melati hanya mengangguk kecil sebagai jawaban.Bambang menunggu Melati yang sudah masuk ke warung tersebut dengan sabar, hingga terdengar bisik-bisik dari sekumpulan ibu-ibu yang lewat."Itu 'kan suaminya Mawar?" "Iya, ngapain dia beboncengan dengan anak kepala desa?""Kasihan Mawar, suaminya jalan sama anak gadis orang. Sedangkan Mawar sibuk bekerja."Mas
"B14d4b!""Hajar saja dia!"Suara gaduh dan umpatan membuat Bambang memaksakan kesadarannya, sayup-sayup ia juga mendengar suara isakan tangis.Kepalanya begitu berat dan terasa pening, cukup lama ia berusaha tersadar serta membuka mata. Hingga Bambang bisa melihat beberapa orang warga tengah berdiri didepannya."Ada apa, ini?" lirih Bambang pelan seraya memegangi kepalanya. Hal terakhir yang bisa ia ingat adalah ketika Kirana membawakan dirinya secangkir teh hangat.Walaupun Bambang merasa aneh dengan sikap sang adik yang tiba-tiba saja baik, akan tetapi ia tetap meminum air yang dibawakan oleh Kirana tersebut."Alah! Pura-pura tidak tahu!""Hajar saja, dia!" teriak salah seorang dari kerumbunan warga yang nampak begitu kesal tersebut.Hingga ada yang menarik tubuhnya dan menghajar Bambang sampai oleng."D4s4r! Predator!" hardik orang tersebut."Hentikan! Jangan sakiti anakku!" teriak Herlina dengan tergugu, menangis membuat Bambang yang sempat oleng berusaha untuk bangun.Namun, ket
Tidak terasa, sudah seminggu Mawar tinggal di rumah kedua orangtuanya. Begitu banyak nasehat dan petuah yang diberikan oleh sang bunda kepadanya membuka wawasan Melati tentang kehidupan ini.Melati adalah anak yang tidak diinginkan kehadirannya, bukan karena hubungan gelap. Akan tetapi, Arumi yang belum siap memiliki anak."Kamu sedang apa, War?" tanya Arumi yang baru saja datang seraya menghampiri Mawar yang tengah asik dengan ponsel ditangan wanita itu."Bun, aku lagi lihat video tentang cara memandikan bayi," jawab Melati dengan raut wajah gembira.Arumi tersenyum lebar seraya mengusap kepala Mawar dengan penuh kasih sayang, semenjak sang putri tahu akan kebenaran yang selama ini Arumi semunyikan."Jadi, apa kamu sudah siap punya anak?" tanya Arumi yang kini duduk di samping Mawar.Dalam seminggu ini sudah tidak terhitung celotehan Mawar akan tutorial dalam mengasuh bayi yang wanita itu pelajari dari ponsel pintarnya.Bahkan, Arman ikut membantu minat Mawar yang ingin belajar denga
"Mawar!" pekik Arumi nyaring, ketika mendapati tubuh Mawar yang tergeletak begitu saja dibawah kasur dengan keadaan bersimbah d4r4h.Air matanya menetes begitu deras, Arumi tidak menyangka kalau sang putri nekat mencoba mengakhiri hidupnya dengan hal demikian."Ayah! Angkat tubuh Mawar!" perintah Arumi ketika melihat keadaan Mawar yang sudah tidak sadarkan diri. Sedangkan Arman bergegas mengendong tubuh Mawar dan membawanya keluar di mana Arumi mengekor dari belakang.Mereka bertiga masuk ke dalam mobi, Arumi memilih yang mengemudi. Sebab, tidak ingin Arman yang sama seperti dirinya, kalut melihat keadaan Mawar yang mengemudi. Jika menyruh Arman, yang ada nanti mereka semua masuk ke rumah sakit. Karena Arman yang tidak bisa mengontrol emosinya, sama seperti saat ini."Bun! Cepat!" perintah Arman seraya memegangi tangan Mawar yang sudah diikat dengan kain, berharap agar d4r4h yang mengalir seperti keran mau berkurang.Seakan semuanya berjalan dengan lambat, Arumi berusaha tetap tenang
Kini keadaan Mawar masih belum sadarkan diri, hal itu membuat Arumi dan Arman merasa sedih. Melihat keadaan putri mereka yang demikian."Bun, sampai kapan Mawar seperti ini?" tanya Arman, entah sudah kesekian kalinya membuat Arumi tidak mampu memberikan jawaban apapun. Sebab, ia juga merasa tidak mampu untuk berbuat apa-apa.Melihat keadaan Mawar dengan selang infus dan alat oksigen yang terpasang dihidung membuat hati Arumi terasa diremas-remas."Bunda mau ke mana?" tanya Arman, ketika melihat sang istri yang beranjak dari tempatnya duduk."Bunda mau cari angin segar dulu," jawab Arumi.Arumi perlu rehat sejenak, agar tidak stres. Karena memikirkan keadaan Mawar, ia membawa langkahnya menyelusuri lorong-lorong rumah sakit. Hingga tidak sengaja menabrak seseorang."Maaf," ucap seorang pemuda yang tidak sengaja menabrak Arumi, hingga mereka saling menatap dan menujuk."Kamu!" pekik Arumi setelah cukup lama mengingat pemuda yang ada dihadapannya tersebut, sedetik kemudian Arumi memukul
Setelah beberapa hari dirawat, hari ini Mawar diperbolehkan untuk pulang. Sebab keadaan wanita itu yang sudah mulai membaik. Namun, masih harus cek up kembali untuk beberapa hari kedepan.Namun, perubahan Mawar sangat berbeda dengan sebelumnya. Wanita itu banyak diam dan melamun, sama seperti saat ini."War, hari ini kamu pulang. Apa kamu tidak senang?" tanya Arumi, akan tetapi diacuhkan oleh Mawar yang masih saja diam.Hati wanita mana yang sanggup menerima surat undangan pernikahan dari lelaki yang amat dicintai? Begitu pun dengan Mawar, ia masih belum percaya dengan apa yang kemarin terjadi.Di mana setelah melihat nama Bambang yang bersanding dengan Melati pada sebuah surat undangan membuat Mawar gelap mata dan memilih untuk mengakhiri hidupnya."Hey, Mawar, apa kabar?" suara yang begitu familiar membuat Mawar menatap kearah asal suara tersebut.Kini berdiri seorang pemuda tampan dengan sebuket bunga mawar yang begitu besar."Mawar cantik, hanya untukmu," kata Rendy seraya menyodo
Wajah Mawar menjadi merah padam, semua itu gara-gara Budi. Ia benar-benar merasa begitu malu, bisa-bisanya lelaki itu datang diwaktu yang tidak tepat."Kamu ngomong apaan, sih, Di!" seru suaminya yang nampak terkejut seperti dirinya.Padahal, mereka berdua merupakan suami istri yang sah. Tapi, entah mengapa. Untuk sekedar bercumbu terasa begitu canggung, terlebih sampai diketahui oleh orang lain."Cih! Kalian memang tidak ingat waktu!" Setelah mengatakan hal demikian, Budi menutup kembali pintu kamar.Mawar membuang nafas panjang seraya mengusap dadanya yang terasa polong, setelah kepergian Budi.Ia merasa tidak aman tinggal di rumah ini, sebab gerak-gerik Mawar terbatas. Kemudian ia mengutarakan keinginannya kepada sang suami."Mas, nanti kita cari kontrakan, ya," pinta Mawar dengan raut wajah memelas membuat suaminya mengedus kasar."Bukan Mas enggak mau, Dek. Tapi, Mas enggak punya penghasilan yang tetap," jelas suaminya yang menyatakan keberatan.Memang benar apa yang lelaki itu u
Ternyata keributan antara Bambang dan Budi masih terus berlanjut, kepala Mawar benar-benar dibuat pusing oleh kedua lelaki tersebut.Ia mencoba menjadi penengah diantara keduanya, tapi malahan disalah artikan oleh sang suami."Kamu jangan membela Budi, Dek!" kata suaminya membuat Mawar membuang nafas panjang."Aku enggak membela Mas Budi, Mas! Aku hanya ingin, kalian berhenti bertengkar!" seru Mawar kesal."Kami bukan anak kecil, Mbak. Lagian, Mas Bambang sendiri yang salah! Masa Mbak dibuat mabuk!" seru Budi yang salah paham membuat Mawar memegangi kepalanya yang terus saja berdenyut sedari tadi.Padahal, ia baru saja sampai di rumah ini. Tapi, dirinya sudah dihadapkan dengan ujian yang begitu menohok."Kamu ngomong apa sih, Di? Mawar mabuk perjalanan! Karena tidak terbiasa naik mobil pickupmu!" tandas Bambang membuat Budi terdiam.Lelaki itu menatap ke arah Mawar, seolah meminta penjelasan. Melihat lirikan dari Budi membuat ia hanya mengangguk kecil."Cih! Kenapa Mbak enggak bilang
Pernikahan pada hakikatnya bukan tentang cinta dan perasaan sayang semata, akan tetapi tentang bagaimana komitmen pada kedua pasangan suami-isteri yang menjalani pernikahan tersebut.Apakah mereka mampu melewati setiap ujian dengan terus bersama? Ataukah, mereka memilih berjalan masing-masing dengan alasan tertentu. Semuanya kembali kepada kedua insan yang dulunya tidak saling mengenal, sampai pada akhirnya disatukan dalam sebuah ikatan suci.Inilah kisah yang harus dihadapi oleh Mawar, di mana ia kembali kepada Bambang untuk membina rumah tangganya yang sempat kandas."Mas, hari ini kita pulang ke rumah Mas?" tanya Mawar entah keberapa kali membuat suaminya nampak ilfil. Tapi, lelaki itu hanya mangut-mangut saja.Tangan Mawar yang sedari tadi mengemas pakaiannya tidak selesai-selesai, sebab di dalam hatinya begitu berat untuk meninggalkan rumah kedua orang tuanya yang begitu nyaman.Jika dibandingkan dengan tinggal satu atap dengan mertua serta ipar, tentu saja Mawar memilih tinggal
"Apa yang Mas lakukan?" pekik Mawar.Mawar benar-benar tidak percaya dengan apa yang tengah Bambang lakukan, hal yang tidak pernah ia lihat selama ini."Mas!" seru Mawar lagi, sebab suaminya seolah tengah asik sendiri dan mengabaikan apa yang baru saja ia katakan.Karena tidak tahan dengan kelakuan abstrak sang suami, Mawar lansung menarik tangan lelaki itu.Tiba-tiba saja cairan berwarna putih memuncah dan mengenai tangan Mawar yang langsung memekik."Mas Bambang!" Teriakknya dan membuat suara gaduh, Mawar langsung mengambil langkah mundur seraya menatap tajam ke arah suaminya."Kamu kenapa sih, Dek?" tanya suaminya yang membuat Mawar hanya bisa melongo."Kamu yang apa-apaan?" Seru Mawar tidak terima.Namun, bukannya menghentikan perbuatannya. Bambang malahan meneruskan aktivitas lelaki itu membuat Mawar kembali menjerit kesal."Mas! Hentikan!" Teriak Mawar membuat suaminya meletakan jari telunjuk di depan bibir seraya mendekat."Jangan teriak, Dek! Nanti orang-orang pikir kita teng
"Lalu, apa hubungannya dengan uang PHK, Mas?" Tanya Bambang penasaran.Mawar menatap lekat wajah suaminya yang nampak kebingungan, kemudian menggenggam erat tangan lelaki itu."Mas, aku ada niat baik. Aku pengen beget, jika Mas mau membantuku," jelas Mawar dengan raut wajah serius membuat suaminya nampak menelan silvernya kasar."Apa itu, Dek?" tanya Bambang ragu-ragu. Barulah Mawar menceritakan semuanya, mulai dari ia yang menemukan kejanggalan dalam proyek hotel yang sebelumnya ditangani oleh Rendy.Terlihat dengan jelas raut wajah Bambang berubah drastis, ketika Mawar menyebut nama Rendy.Tentu saja hal itu bisa Mawar lihat, akan tetapi ia terus saja bercerita tentang rencananya."Pokoknya, kita mulai dari awal lagi. Ya, Mas," kata Mawar membuat suaminya hanya mengaguk pelan sebagai jawaban, kemudian merebahkan tubuhnya.Mawar yang melihat hal itu menjadi patah semangat, seolah suaminya nampak begitu terpaksa."Mas ikhlas, enggak sih bantuin aku?" Tanya Mawar membuat suaminya itu
Mawar hanya bisa mengangguk kecil dan tersenyum terpaksa, sebagai jawaban atas permintaan Herlina tersebut."Aku usahakan, Bu," kata Mawar pelan seraya menutup pintu kamar tersebut.Padahal, dirinya baru saja kembali rujuk dengan Bambang. Tentu saja ia merasa begitu grogi, bahkan melebihi saat mereka baru menikah dulu.Langkah Mawar yang diayunkan secara perlahan, agar lambat sampai ke kamar sengaja ia lakukan.Degup jantung yang terus berlantun membuatnya menekan dada agar sedikit mengurangi rasa berdebarnya."Dek," panggil Bambang tiba-tiba membuat Mawar terlonjak kaget, sebab lelaki itu ternyata sudah berada dibelakangnya."Mas bikin aku kaget!" Gerutu Mawar yang membuat lelaki itu hanya nyengir seperti kuda dan melangkah masuk ke kamar.Sontak saja apa yang dilakukan oleh Bambang membuat Mawar kembali merasa berdebar dan mengikuti langkah lelaki itu dari belakang.Mawar mengekori Bambang sampai lelaki itu tiba-tiba saja berhenti dan membuat tubuh Mawar menabraknya."Aw!" Pekik Ma
Semua orang terdiam termasuk Mawar yang masih mencerna baik-baik apa yang baru saja disampaikan oleh sang bunda. Hingga ia memekik cukup keras."Bunda!" Raut wajah Mawar memerah sebab merasa malu, hal yang paling ia takuti. Malahan di ucapkan oleh sang bunda, tentu saja semua orang yang berada di sana merasa geli hati.Mawar sampai merasa enggan untuk sekedar menatap wajah Bambang terlihat sedikit terkejut, tapi mana bisa dipungkiri. Jika mereka melakukan ijab kobul dan kembali tidur bersama lagi? Untuk tidak melakukan kewajiban tersebut."Apa kamu yakin, Dek? Tidak akan menyesali keputusanmu kali ini?' tanya Bambang memastikan membuat Mawar mengangguk cepat. "Ya, mana mungkin dia menyesal! Kalau dia yang ngotot mau rujuk lagi sama kamu, Bang!" Seru Arumi memebritahu membuat Mawar semakin merunduk, menahan prasaan malunya.Mendengar apa yang disampikan oleh Arumi membuat Bambang bergegas mendekati sang penghulu, Mawar yang sesekali mencuri pandangan ke arah Bambang nampak gugup."B
Tangan Mawar terasa begitu dingin, ia beberapa kali menatap ke arah ayah dan bundanya.Malam ini rencananya mereka akan melakukan ijab Kabul sesuai dengan apa yang sudah mereka sepakati."Kamu kenapa, War? Bukankah kamu sendiri yang ingin kembali rujuk dengan Bambang?" tanya Arumi yang melihat dengan jelas raut kegelisahan dari Mawar."Iya, Bun. Tapi, kenapa aku merasa gugup?" tanya Mawar memberitahukan apa yang saat ini tengah ia rasakan. Sangat berbeda dengan waktu dulu, ketika ia melajukan ijab Kabul pertama kalinya.Kali ini ia dihinggapi oleh perasaan gelisah yang tidak beralasan, entah dari bisikan setan yang terus menggoda. Atau karena ia takut menghadapi malam pertama bersama Bambang setelah sekian waktu mereka berpisah.Semakin memikirkan hal itu membuat Mawar berkeringat, ia berusaha mengatur nafasnya yang tiba-tiba terasa sesak."Kalian sudah siap?" tanya Arman yang tiba-tiba saja muncul membuat jantung Mawar semakin berdetak dengan kencang.Ia kembali menoleh ke arah sang
Tidak ada yang namanya penyesalan di awal, penyesalan selalu datang diakhir. Jika di awal, itu bukan namanya penyesalan. Tapi, pencoblosan.Mau tidak mau sekalipun, Bambang harus mau. Sebab, ia harus bertanggung jawab atas kesalahan yang dulu pernah diperbuat kepada Mawar.Ditemani sang ibu, Bambang berangkat ke gedung pengadilan untuk memenuhi undangan dari Mawar."Kamu harus ikhlas, Bang."Bambang hanya menatap sekilas ke arah sang ibu, semenjak hidup mereka susah dan rumah terbakar. Ibunya kini sangat berubah, seolah sudah mendapatkan hidayah dari Tuhan.Di satu sisi Bambang sangat bersyukur atas apa yang menimpa hidup mereka, sebab begitu banyak pelajaran berharga yang bisa ia petik. Namun, disisi lain. Ia juga merasa sedih. Karena, rumah peninggalan almarhum sang bapak telah rata dengan tanah. Hanya tersisa beberapa abu dan arang saja."Aku sudah iklas, Bu. Aku yang salah," kata Bambang menerima apapun keputusan hakim nanti.Sekalipun perpisahan ini harus terjadi, setidaknya ia t