"Menjadi suami Mawar?" tanya Rendy yang masih tidak percaya dengan apa yang diminta oleh Arumi."Bohongan, Ren!" tegas Arumi membuat raut wajah Rendy berubah drastis."Tertipu, aku," gelak Rendy yang sudah berharap jauh, namun dihempaskan dengan begitu menyakitkan.Rendy masih menyimpan rasa terhadap Mawar, hal itu yang menjadi alasan kenapa masih belum bisa jauh dari Mawar. Sebab Rendy masih berharap Mawar bisa kembali kepelukkannya."Bunda ingin kamu menemani Mawar dan menggantikan peran Bambang, mengisi kekosongan hatinya Mawar," kata Arumi memperjelas tugas yang harus Rendy lakukan.Arumi melihat, semenjak Mawar kehilangan sosok Bambang. Putrinya menjadi pemurung dan hanya berusaha terlihat baik-baik, padahal Arumi begitu tahu serapuh apa Mawar.Dengan bantuan Rendy, Arumi berharap Mawar bisa kembali seperti semula dan bangkit untuk membalas rasa sakit yang telah orang-orang goreskan pada hati mereka."Kamu bisa, enggak?" tanya Arumi yang mendapatkan anggukan dari Rendy. ***Bebe
"Apa yang kamu lakukan, Lati?" pekik Bambang murka."Aku hanya membalas chet Mawar, Mas," balas Melati apa adanya.Bambang begitu marah akan kelancangan yang telah Melati perbuatan, ketika dirinya tengah tertidur. Bahkan, Bambang tidak bisa menghubungi Mawar lagi. Sepertinya nomor ponselnya telah diblokir oleh Mawar."Ini semua salah kamu!" bentak Bambang marah."Ada apa ini? Ko ribut-ribut?" tanya Herlina yang merasa terganggu akan kegaduhan yang dibuat oleh Bambang."Itu! Menantu kesayangan, Bu!" pekik Bambang seraya menunjuk wajah polos Melati yang merasa seolah tidak bersalah dan berdosa.Semenjak kejadian temo hari, Bambang mau tidak mau menikahi Melati secara sirih. Namun, tidak pernah sekalipun Bambang menyentuh Melati. Kecuali dalam keadaan tidak sadar, di mana Melati suka menyelinap masuk ke pelukannya.Bambang benar-benar muak akan sikap dan tindakan polos Melati yang ia tahu tidak demikian, andaikan kepala desa tidak mengancam dirinya. Mungkin, Bambang tidak akan pernah ma
"Mas Bambang mau ke mana?" tanya Melati yang sedari tadi mengekor dari belakang.Ketika Bambang berhenti mendadak dan berbalik badan, tubuh Melati pun langsung menabrak badan kekar Bambang dan membuat Melati memekik."Aw!""Kamu kenapa sih?" tanya Bambang jengah akan sikap Melati.Melati mengusap-usap hidungnya yang terasa sakit, ketika menabrak tubuh Bambang."Mas mau ke mana?" tanya Melati mengulangi pertanyaan yang sama."Kerja," jawab Bambang singkat dan berlalu begitu saja.Bambang begitu dingin kepada Melati, sangat berbeda sekali. Ketika bersama Mawar, ditambah hati dan pikiran Bambang hanya ada nama Mawar seorang.Kini Bambang memacu motornya menuju ke tempat kerja, ia diterima menjadi kuli bangunan berkat kepala desa.Bambang bekerja di salah satu proyek pembangunan pariwisata yang dikelola oleh desa, walaupun pendapatnya hanya cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari."Selamat pagi Pak Bambang," sapa satpam, ketika Bambang baru saja datang."Selamat pagi juga, Pak," balas
"Tidak mungkin!" pekik Bambang nyaring.Sedangkan Rendy yang melihat keterkejutan Bambang hanya tersenyum penuh arti. Setelah menyampaikan undangan pernikahannya serta arahan untuk melanjutkan proyek pembangunan yang harus rampung dalan waktu dekat, Rendy pun pergi meninggalkan tanda tanya besar di dalam benak Bambang akan acara pernikahan Rendy dan Mawar.Raut wajah Bambang hari ini benar-benar berubah menjadi tidak sedap untuk dipandang, bahkan lelaki itu hanya memilih banyak diam ketimbang berbicara sampai pulang ke rumah.Terlihat dari kejauhan Melati yang tengah berdiri diambang pintu menunggu kedatangan Bambang dengan senyum yang mengembang."Mas Bambang sudah pulang?" tanya Melati seraya mengiringi langkah gontai Bambang yang kini masuk ke rumah."Mas, kenapa?" tanya Melati yang melihat perubahan Bambang yang begitu dingin dari sebelumnya.Namun, tidak ada tanggapan apa-apa dari Bambang yang memilih masuk ke kamar dan mengunci diri.Lelah bekerja tidak seberat dengan beban ha
Pada akhirnya Bambang menyerah pada keadaan, terlebih desakan dari sang mandor yang akan memecat dirinya jika sampai tidak hadir dalam acara yang penuh sejarah untuk Mawar dan Rendy.Andaikan saja Bambang memiliki pilihan lain, mungkin ia akan memilih untuk berhenti bekerja dan menjadi tukang ojek keliling seperti sebelumnya.Namun, hal itu tidak bisa ia lakukan. Sebab, pendapatan menjadi tukang ojek tidak menentu. Sedangkan kebutuhan sehari-hari terus saja meningkat."Pak Bambang, saya merasa tidak pantas untuk hadir," cicit lelaki paruh baya yang kini duduk disamping Bambang."Kita sama, Pak," balas Bambang berusaha menghibur temannya itu.Bukan lagi merasa tidak pantas untuk menghadiri acara tersebut, melainkan hati dan raganya yang tidak sanggup untuk terluka.Kini semua anggota konduksi yang bekerja di proyek sudah berada di dalam bis, setelah mengabsen semuanya. Barulah bis yang mengakut mereka itu mulai bergerak menuju ketempat tujuan.Selama perjalanan , Bambang memilih diam s
Mawar bergegas melepaskan genggaman tangan Bambang dan berdiri dibalik tubuh Rendy, seolah meminta perlindungan dari lelaki tersebut.Bambang yang melihat perubahan yang begitu jelas dari Mawar akhirnya memilih mengambil jarak dan menahan tubuh Melati yang tiba-tiba saja ingin meraih gaun yang dikenakan oleh Mawar."Dasar wanita mudahan! Perebut suami orang!" teriak Melati dengan tidak tahu malu dan membuat ruangan tersebut riuh dengan aksi nekat wanita itu.Arumi yang menyaksikan drama tersebut tidak menyangka akan adanya kedatangan Melati, hancur sudah semua rencananya."Tolong! Jaga ucapanmu!" hardik Rendy tidak suka dan menatap tajam ke arah Melati.Namun, bukannya takut. Melati malahan menantang Rendy."Apa? Memang benar Mawar itu pelakor! Aku ini istri Mas Bambang! Semua orang bisa melihat! Bagaikan dia ingin merebut Mas Bambang dariku!" ucap Melati dengan menggebu-gebu seraya menunjuk wajah Mawar.Tidak ingin terjadi keributan yang berlanjut dan membuat dirinya merasa begitu te
"Mas Bambang jahat!" teriak Melati entah kesekian kalinya sampai membuat Bambang menutup kedua tangannya.Kepala Bambang sangat pusing menghadapi kekanak-kanakan Melati yang menurutnya melebihi Mawar dulu.Masih jelas diingatan Bambang, jika Mawar bisa ia kendalikan dan bujuk. Sedangkan Melati tidak, sama seperti saat ini."Mas Bambang jahat! Jahat! Jahat!""Ada apa ini, Bang?" tanya Herlina ketika mereka baru saja masuk ke rumah.Bambang merasa malas untuk menjelaskan sesuatu yang tidak penting dan memilih masuk ke kamar.Namun, Bambang dihadang oleh sang ibu yang sudah tahu niatnya."Kamu kenapa lagi, Lati? Ayo Bang, jelaskan sama Ibu," terang Herlina.Bambang membuang nafas panjang sebelum berbicara, "Ibu tanya saja sama menantu kesayangan Ibu."Herlina pun menatap lekat kearah Melati yang tergugu menangis, kepala wanita itu ikut berdenyut setiap kali melihat Melati menangis.Tidak bisa Herlina pungkiri, jika ibunya Bambang itu sangat merindukan Mawar. Dimana Herlina begitu merasa
Melati tidak terima dengan apa yang bapaknya lakukan dan langsung merajuk kepada lelaki itu."Bapak kenapa, sih?""Kenapa apanya, Lati?" tanya sang bapak.Namun, Melati yang sebenarnya memiliki sikap keras kepala dan tidak bisa menerima masukan atau diatur langsung saja meronta."Kenapa enggak bela, aku tadi? Kenapa Bapak ajak aku pulang? Bapak enggak sayang lagi kah sama aku?" tuduh Melati dengan raut wajah cemerut.Kini baru bisa kepala desa sadari, jika caranya dalam mendidik anak salah. Memanjakan gadis kesayangannya dan memperlakukan Melati layaknya ratu telah membuat putrinya menjadi pribadi yang keras.Namun, bukan tanpa alasan lelaki itu melakukan hal tersebut. Setelah kehilangan sang istri, waktu melahirkan Melati membuat kepala desa tidak ingin adanya penyesalan didalam dirinya seumur hidup."Bapak bukannya enggak mau belain kamu, Lati. Tapi ... Pak Rendy itu orang yang penting dalam proyek pembangunan yang Bapak kelola. Apa kamu mau, Bapak kehilangan uang yang banyak dari
Keadaan Mawar menjadi drop seketika, tentu saja semua orang menjadi khawatir. Bahkan Rendy tidak mau beranjak dari tempat tidur Mawar sama sekali."Kamu kenapa, sih, Dek? Kalau diberi tahu, ngeyel!" Kata Rendy membuat Mawar memutar bola matanya malas.Mawar malas akan sikap posesif Rendy dan kedua orang tuanya, padahal ia hanya ingin hidup seperti dulu. Bebas memilih dan menentukan jalan hidupnya sendiri, bukan sepeti sekarang yang selalu disetir oleh ketiga orang yang begitu menyayanginya dengan cara mengekang hidup Mawar. "Ren, apa kamu tidak berangkat bekerja?" tanya Arumi yang baru saja masuk dengan sebuah nampan di tangannya.Rendy seakan paham akan ucapan Arumi, kemudian beralasan. Jika tidak ingin meninggalkan Mawar yang tengah sakit, padahal Mawar merasa senang. Seandainya Rendy pergi."Abang seharusnya giat bekerja, bukannya jadi pengangguran seperti sekarang," ejek Mawar membuat Rendy memasang raut wajah garang.Tidak berapa lama kemudian Arman masuk dan mengajak Rendy ke
Setelah semua pekerjaannya selesai, ditambah hari semakin sore membuat Mawar pun bersiap-siap untuk pulang.Namun, ketika ia hendak masuk ke mobil. Tanpa sengaja Mawar melihat lelaki paruh baya yang sebelumnya sempat berbincang dengannya membuat ia menyeru lelaki tersebut dan meminta lelaki itu untuk ikut bersamanya. "Mohon maaf, Bu. Saya takut jika nanti dilihat oleh Pak Mandor, bisa-bisa saya dipecat," cicit lelaki itu ketakutan seraya menatap sekitarnya. Takut-takut ada yang melihat dirinya tengah bersama dengan Mawar.Tentu saja Mawar tidak akan menyerah dan mengancam lelaki paruh baya itu, walaupun hanya sekedar mengancam. Sebab ia tidak akan pernah tega."Jika Bapak tidak mau ikut dengan saya? Maka, mulai besok? Bapak tidak udah pergi bekerja."Raut wajah lelaki paruh baya itu nampak tegang, seketika menjadi penurut membuat Mawar merasa senang dan mereka pun masuk ke mobil.Sesekali Mawar menatap lelaki yang sudah berumur itu, telintas di dalam benaknya. Betapa berat kehidupan
Mawar yang kini sudah berada di kontruksi dibuat tidak fokus setelah kejadian perdebatan antara anak dan bapak tadi.Ia masih bingung, apakah harus menyelidiki sendiri apa yang telah terjadi kepada Bambang dan Melati. Atau, membiarkan semuanya sebagai sesuatu yang tidak perlu untuk ia ketahui."Hati-hati, Bu!" teriak sang Mandor membuat Mawar tersentak dan kemudian menatap mandor yang berlari ke arahnya."Ada apa, Pak?" tanya Mawar ketika lelaki itu sudah berdiri dihadapannya."Mohon, maaf, Bu. Bisakah Anda untuk tidak terlalu dekat dengan pekerja yang sedang mengangkut material? Saya takut, Anda tertimpa material yang mereka bawa," jelas sang mandor dengan raut wajah pucat dan nafas yang ngos-ngosan.Mawar menatap keadaan disekitarnya, kemudian berjalan menuju pojok. Ia sadar akan kelalaiannya, mungkin saja akan membuatnya terluka atau orang lain ikut terluka.Sang mandor masih setia berada didekat Mawar, walaupun ia meras risih. Akan tetapi, ia coba biarkan dan kembali fokus pada
Mawar kini menjadi uring-uringan, karena tidak mendapatkan izin untuk melakukan apa yang ia sukai.Perasaan Mawar menjadi sepi, ia melamun seraya teringat kepada Bambang. Dulu, ketika ia ditimpa banyak sekali beban pikiran. Lelaki itu akan membuatnya tertawa.Namun, kenangan itu hanya tinggal kisah yang seolah tidak ingin ia ceritakan kepada siapapun."War, apa boleh Bunda masuk?"Terdengar suara dari luar pintu membuat Mawar dengan langkah gontai menuju pintu dan memutar kenopinya.Setelah pintu terbuka, ia bisa melihat wajah sang bunda yang tersenyum menatapnya."Bunda masuk, ya?" Izin Arumi yang mendapatkan anggukan dari Mawar.Kini keduanya duduk ditepi ranjang, saling berhadap-hadapan."Bagaimana keadaanmu, sekarang? Sudah agak mendingan?" tanya Arumi penuh perhatian seraya menyisipkan anak rambut dibalik telinga Mawar. Cinta seroang ibu sepanjang jalan, tidak pernah memudar atau terkekang oleh waktu. Bahkan sekalipun seorang ibu telah tiada, doanya masih menyertai sang anak.Be
Rendy nampak tidak yakin dengan apa yang baru saja dipinta oleh Mawar dan memastikan bahwa yang diminta wanita itu tidak main-main."Kamu serius, Dek?" Entah sudah kesekian kalinya pertanyaan itu diulang oleh Rendy membuat Mawar merasa jengah."Iya, Bang! Aku serius," jawab Mawar seraya menatap lekat wajah Rendy."Baiklah," jawab Rendy mengalah. Kemudian ia memerintahkan sang mandor untuk mengajak Mawar berkeliling area kontruksi yang sudah berjalan setengah.Mawar meminta untuk diberikan izin menjadi tangan kanan Rendy untuk memantau proyek tersebut.Tentu saja apa yang diminta oleh Mawar sedikit membuat Rendy merasa keberatan. Sebab, pekerjaan lelaki itu akan semakin ekstra nantinya jika Mawar sampai kecapekan.Sedangkan Mawar yang kini tengah menikmati pemandangan bangunan yang sudah setengah jalan itu pun merasa puas."Apa mungkin dalam beberapa bulan kedepan hotel ini sudah siap untuk digunakan, Pak?" Tanya Mawar kepada sang mandor tanpa mengalihkan perhatiannya."Menurut jadwal
Mawar mengerjap beberapa saat, ketika sebuah cahaya masuk dan menerpa wajahnya. Ia memutar bola matanya seraya menatap setiap sudut kamarnya.Ia pun menghela nafas pelan, kemudian meraih ponsel miliknya yang terletak di atas naskas untuk melihat jam berapa kah saat ini."Hufff, untuk hari ini aku enggak bekerja," gumamnya bernafas lega, kemudian dengan malas ia beranjak dari ranjang dan menuju ke kamar mandi.Menguyur seluruh tubuhnya dengan air dan memubuhi sabun disetiap lengkuknya, setelah selesai dengan rutinitas mandi. Mawar pun membawa langkahnya menuju ke lemari dan bergegas keluar dari kamar.Baru saja ia ingin masuk ke dapur, tiba-tiba saja indra penciumannya sudah disuguhkan dengan aroma sedap yang menggugah selera.Terlihat dari pintu sebuah punggung tegap dengan celemek tengah berada di depan kompor dan tidak berapa lama sang pemilik punggung itupun memutar tubuhnya."Selamat pagi, Dek," sapa Rendy seraya menghidangkan sepiring nasi goreng yang baru saja dimasak dengan tel
"Dek, kamu oke?" tanya Rendy seraya menakup kedua wajah Mawar yang nampak pucat.Tentu saja hal ini membuat Rendy tersiksa, ia begitu kesal akan kedatangan Bambang dan adiknya yang hanya membuat Mawar kembali terluka.Bahkan, di dalam hatinya Rendy tidak akan membiarkan kedua lelaki itu sampai menginjakkan kaki mereka ke rumah ini.Andaikan saja Mawar tidak memintanya untuk berpura-pura baik kepada Bambang, mungkin hal ini tidak akan pernah terjadi."Dek," panggil Rendy lagi, akan tetapi Mawar masih belum bisa meresponnya.Rendy merasa frustasi akan keadaan Mawar yang demikian, dengan penuh perhatian ia pun menuntun wanita yang amat dicintainya masuk ke kamar.Ia merebahkan tubuh Mawar di atas ranjang dan kemudian menutupinya dengan selimut, setelah itu Rendy berlalu keluar dari kamar dan membiarkan Mawar beristirahat setelah memastikan wanita itu terlelap.Rendy segera meraih ponselnya dan memainkan benda pipih itu untuk menelpon seseorang."Hallo, aku ingin kamu! Buat hidup Bambang
"Maksudmu apa? Mawar g1l4, gitu?" tanya Bambang.Budi hanya terhenyak mendengar ucapan Bambang dan meminta agar sang kakak menenangkan diri, agar ia bisa menjelaskan maksud yang sebenarnya."Coba Mas tenang dulu, ini yang buat aku enggak suka dari Mas. Terlalu cepat menyimpulkan tanpa menyelidikinya terlebih dahulu, coba tabayun dulu sebelum melakukan sesuatu."Bambang terdiam setelah mendengar ceramah Budi dan mengusap dadanya yang tiba-tiba saja berdetak cepat, bahkan terasa sesak.Setelah merasa agak mendingan, ia pun meminta Budi menjelaskan maksud dari ucapan adiknya barusan."Jadi, bagaimana maksudmu?""Begini, Mas. Ketika tadi Mas keluar, aku sempat berbincang dengan Mbak Mawar dan menyinggung masalah Mas yang ingin rujuk dengan Mbak Mawar. Tapi, aku enggak menyangka. Jika keadaannya Mbak Mawar malahan depresi seraya meraung-raung," jelas Budi memberitahu apa yang sebenarnya terjadi tadi.Bambang masih terdiam, sebab benar-benar tidak tahu akan kejadian tersebut. Memang benar,
Bambang terdiam seribu bahasa, entah setan mana yang merasukinya sampai lupa akan tujuan ia ke sini.Beberapa kali ia menghembuskan nafas panjang, mencoba menetralkan perasaan dan gelisah didada yang semakin kian menggerogoti hatinya."Maafkan, Mas, Dek. Sebenarnya, Mas ke sini ingin menemuimu," kata Bambang dengan jujur.Mawar nampak mengerutkan alisnya, kemudian mempertegas pernyataan Bambang barusan."Untuk apa, Mas mencari aku?" tanya Mawar.Bambang agak terkejut dengan pernyataan Mawar, akan tetapi hatinya sudah bertekad untuk menebus kesalahannya."Mas mau minta maaf, Dek. Mas bersalah," kata Bambang dengan menunduk dalam. Dirinya benar-benar menyesali perbuatan yang pernah ia lakukan dan keluarganya yang membuat Mawar terluka.Cukup sunyi menemani mereka, seolah tengah berperang dengan pikiran masing-masing sampai Budi angkat bicara."Mohon maaf, Mbak. Apakah orang tuanya ada di rumah?" Mawar menggeleng pelan sebagai jawaban atas pertanyaan Budi barusan, "emangnya kenapa?" tan