Setelah beberapa hari dirawat, hari ini Mawar diperbolehkan untuk pulang. Sebab keadaan wanita itu yang sudah mulai membaik. Namun, masih harus cek up kembali untuk beberapa hari kedepan.Namun, perubahan Mawar sangat berbeda dengan sebelumnya. Wanita itu banyak diam dan melamun, sama seperti saat ini."War, hari ini kamu pulang. Apa kamu tidak senang?" tanya Arumi, akan tetapi diacuhkan oleh Mawar yang masih saja diam.Hati wanita mana yang sanggup menerima surat undangan pernikahan dari lelaki yang amat dicintai? Begitu pun dengan Mawar, ia masih belum percaya dengan apa yang kemarin terjadi.Di mana setelah melihat nama Bambang yang bersanding dengan Melati pada sebuah surat undangan membuat Mawar gelap mata dan memilih untuk mengakhiri hidupnya."Hey, Mawar, apa kabar?" suara yang begitu familiar membuat Mawar menatap kearah asal suara tersebut.Kini berdiri seorang pemuda tampan dengan sebuket bunga mawar yang begitu besar."Mawar cantik, hanya untukmu," kata Rendy seraya menyodo
"Menjadi suami Mawar?" tanya Rendy yang masih tidak percaya dengan apa yang diminta oleh Arumi."Bohongan, Ren!" tegas Arumi membuat raut wajah Rendy berubah drastis."Tertipu, aku," gelak Rendy yang sudah berharap jauh, namun dihempaskan dengan begitu menyakitkan.Rendy masih menyimpan rasa terhadap Mawar, hal itu yang menjadi alasan kenapa masih belum bisa jauh dari Mawar. Sebab Rendy masih berharap Mawar bisa kembali kepelukkannya."Bunda ingin kamu menemani Mawar dan menggantikan peran Bambang, mengisi kekosongan hatinya Mawar," kata Arumi memperjelas tugas yang harus Rendy lakukan.Arumi melihat, semenjak Mawar kehilangan sosok Bambang. Putrinya menjadi pemurung dan hanya berusaha terlihat baik-baik, padahal Arumi begitu tahu serapuh apa Mawar.Dengan bantuan Rendy, Arumi berharap Mawar bisa kembali seperti semula dan bangkit untuk membalas rasa sakit yang telah orang-orang goreskan pada hati mereka."Kamu bisa, enggak?" tanya Arumi yang mendapatkan anggukan dari Rendy. ***Bebe
"Apa yang kamu lakukan, Lati?" pekik Bambang murka."Aku hanya membalas chet Mawar, Mas," balas Melati apa adanya.Bambang begitu marah akan kelancangan yang telah Melati perbuatan, ketika dirinya tengah tertidur. Bahkan, Bambang tidak bisa menghubungi Mawar lagi. Sepertinya nomor ponselnya telah diblokir oleh Mawar."Ini semua salah kamu!" bentak Bambang marah."Ada apa ini? Ko ribut-ribut?" tanya Herlina yang merasa terganggu akan kegaduhan yang dibuat oleh Bambang."Itu! Menantu kesayangan, Bu!" pekik Bambang seraya menunjuk wajah polos Melati yang merasa seolah tidak bersalah dan berdosa.Semenjak kejadian temo hari, Bambang mau tidak mau menikahi Melati secara sirih. Namun, tidak pernah sekalipun Bambang menyentuh Melati. Kecuali dalam keadaan tidak sadar, di mana Melati suka menyelinap masuk ke pelukannya.Bambang benar-benar muak akan sikap dan tindakan polos Melati yang ia tahu tidak demikian, andaikan kepala desa tidak mengancam dirinya. Mungkin, Bambang tidak akan pernah ma
"Mas Bambang mau ke mana?" tanya Melati yang sedari tadi mengekor dari belakang.Ketika Bambang berhenti mendadak dan berbalik badan, tubuh Melati pun langsung menabrak badan kekar Bambang dan membuat Melati memekik."Aw!""Kamu kenapa sih?" tanya Bambang jengah akan sikap Melati.Melati mengusap-usap hidungnya yang terasa sakit, ketika menabrak tubuh Bambang."Mas mau ke mana?" tanya Melati mengulangi pertanyaan yang sama."Kerja," jawab Bambang singkat dan berlalu begitu saja.Bambang begitu dingin kepada Melati, sangat berbeda sekali. Ketika bersama Mawar, ditambah hati dan pikiran Bambang hanya ada nama Mawar seorang.Kini Bambang memacu motornya menuju ke tempat kerja, ia diterima menjadi kuli bangunan berkat kepala desa.Bambang bekerja di salah satu proyek pembangunan pariwisata yang dikelola oleh desa, walaupun pendapatnya hanya cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari."Selamat pagi Pak Bambang," sapa satpam, ketika Bambang baru saja datang."Selamat pagi juga, Pak," balas
"Tidak mungkin!" pekik Bambang nyaring.Sedangkan Rendy yang melihat keterkejutan Bambang hanya tersenyum penuh arti. Setelah menyampaikan undangan pernikahannya serta arahan untuk melanjutkan proyek pembangunan yang harus rampung dalan waktu dekat, Rendy pun pergi meninggalkan tanda tanya besar di dalam benak Bambang akan acara pernikahan Rendy dan Mawar.Raut wajah Bambang hari ini benar-benar berubah menjadi tidak sedap untuk dipandang, bahkan lelaki itu hanya memilih banyak diam ketimbang berbicara sampai pulang ke rumah.Terlihat dari kejauhan Melati yang tengah berdiri diambang pintu menunggu kedatangan Bambang dengan senyum yang mengembang."Mas Bambang sudah pulang?" tanya Melati seraya mengiringi langkah gontai Bambang yang kini masuk ke rumah."Mas, kenapa?" tanya Melati yang melihat perubahan Bambang yang begitu dingin dari sebelumnya.Namun, tidak ada tanggapan apa-apa dari Bambang yang memilih masuk ke kamar dan mengunci diri.Lelah bekerja tidak seberat dengan beban ha
Pada akhirnya Bambang menyerah pada keadaan, terlebih desakan dari sang mandor yang akan memecat dirinya jika sampai tidak hadir dalam acara yang penuh sejarah untuk Mawar dan Rendy.Andaikan saja Bambang memiliki pilihan lain, mungkin ia akan memilih untuk berhenti bekerja dan menjadi tukang ojek keliling seperti sebelumnya.Namun, hal itu tidak bisa ia lakukan. Sebab, pendapatan menjadi tukang ojek tidak menentu. Sedangkan kebutuhan sehari-hari terus saja meningkat."Pak Bambang, saya merasa tidak pantas untuk hadir," cicit lelaki paruh baya yang kini duduk disamping Bambang."Kita sama, Pak," balas Bambang berusaha menghibur temannya itu.Bukan lagi merasa tidak pantas untuk menghadiri acara tersebut, melainkan hati dan raganya yang tidak sanggup untuk terluka.Kini semua anggota konduksi yang bekerja di proyek sudah berada di dalam bis, setelah mengabsen semuanya. Barulah bis yang mengakut mereka itu mulai bergerak menuju ketempat tujuan.Selama perjalanan , Bambang memilih diam s
Mawar bergegas melepaskan genggaman tangan Bambang dan berdiri dibalik tubuh Rendy, seolah meminta perlindungan dari lelaki tersebut.Bambang yang melihat perubahan yang begitu jelas dari Mawar akhirnya memilih mengambil jarak dan menahan tubuh Melati yang tiba-tiba saja ingin meraih gaun yang dikenakan oleh Mawar."Dasar wanita mudahan! Perebut suami orang!" teriak Melati dengan tidak tahu malu dan membuat ruangan tersebut riuh dengan aksi nekat wanita itu.Arumi yang menyaksikan drama tersebut tidak menyangka akan adanya kedatangan Melati, hancur sudah semua rencananya."Tolong! Jaga ucapanmu!" hardik Rendy tidak suka dan menatap tajam ke arah Melati.Namun, bukannya takut. Melati malahan menantang Rendy."Apa? Memang benar Mawar itu pelakor! Aku ini istri Mas Bambang! Semua orang bisa melihat! Bagaikan dia ingin merebut Mas Bambang dariku!" ucap Melati dengan menggebu-gebu seraya menunjuk wajah Mawar.Tidak ingin terjadi keributan yang berlanjut dan membuat dirinya merasa begitu te
"Mas Bambang jahat!" teriak Melati entah kesekian kalinya sampai membuat Bambang menutup kedua tangannya.Kepala Bambang sangat pusing menghadapi kekanak-kanakan Melati yang menurutnya melebihi Mawar dulu.Masih jelas diingatan Bambang, jika Mawar bisa ia kendalikan dan bujuk. Sedangkan Melati tidak, sama seperti saat ini."Mas Bambang jahat! Jahat! Jahat!""Ada apa ini, Bang?" tanya Herlina ketika mereka baru saja masuk ke rumah.Bambang merasa malas untuk menjelaskan sesuatu yang tidak penting dan memilih masuk ke kamar.Namun, Bambang dihadang oleh sang ibu yang sudah tahu niatnya."Kamu kenapa lagi, Lati? Ayo Bang, jelaskan sama Ibu," terang Herlina.Bambang membuang nafas panjang sebelum berbicara, "Ibu tanya saja sama menantu kesayangan Ibu."Herlina pun menatap lekat kearah Melati yang tergugu menangis, kepala wanita itu ikut berdenyut setiap kali melihat Melati menangis.Tidak bisa Herlina pungkiri, jika ibunya Bambang itu sangat merindukan Mawar. Dimana Herlina begitu merasa
Wajah Mawar menjadi merah padam, semua itu gara-gara Budi. Ia benar-benar merasa begitu malu, bisa-bisanya lelaki itu datang diwaktu yang tidak tepat."Kamu ngomong apaan, sih, Di!" seru suaminya yang nampak terkejut seperti dirinya.Padahal, mereka berdua merupakan suami istri yang sah. Tapi, entah mengapa. Untuk sekedar bercumbu terasa begitu canggung, terlebih sampai diketahui oleh orang lain."Cih! Kalian memang tidak ingat waktu!" Setelah mengatakan hal demikian, Budi menutup kembali pintu kamar.Mawar membuang nafas panjang seraya mengusap dadanya yang terasa polong, setelah kepergian Budi.Ia merasa tidak aman tinggal di rumah ini, sebab gerak-gerik Mawar terbatas. Kemudian ia mengutarakan keinginannya kepada sang suami."Mas, nanti kita cari kontrakan, ya," pinta Mawar dengan raut wajah memelas membuat suaminya mengedus kasar."Bukan Mas enggak mau, Dek. Tapi, Mas enggak punya penghasilan yang tetap," jelas suaminya yang menyatakan keberatan.Memang benar apa yang lelaki itu u
Ternyata keributan antara Bambang dan Budi masih terus berlanjut, kepala Mawar benar-benar dibuat pusing oleh kedua lelaki tersebut.Ia mencoba menjadi penengah diantara keduanya, tapi malahan disalah artikan oleh sang suami."Kamu jangan membela Budi, Dek!" kata suaminya membuat Mawar membuang nafas panjang."Aku enggak membela Mas Budi, Mas! Aku hanya ingin, kalian berhenti bertengkar!" seru Mawar kesal."Kami bukan anak kecil, Mbak. Lagian, Mas Bambang sendiri yang salah! Masa Mbak dibuat mabuk!" seru Budi yang salah paham membuat Mawar memegangi kepalanya yang terus saja berdenyut sedari tadi.Padahal, ia baru saja sampai di rumah ini. Tapi, dirinya sudah dihadapkan dengan ujian yang begitu menohok."Kamu ngomong apa sih, Di? Mawar mabuk perjalanan! Karena tidak terbiasa naik mobil pickupmu!" tandas Bambang membuat Budi terdiam.Lelaki itu menatap ke arah Mawar, seolah meminta penjelasan. Melihat lirikan dari Budi membuat ia hanya mengangguk kecil."Cih! Kenapa Mbak enggak bilang
Pernikahan pada hakikatnya bukan tentang cinta dan perasaan sayang semata, akan tetapi tentang bagaimana komitmen pada kedua pasangan suami-isteri yang menjalani pernikahan tersebut.Apakah mereka mampu melewati setiap ujian dengan terus bersama? Ataukah, mereka memilih berjalan masing-masing dengan alasan tertentu. Semuanya kembali kepada kedua insan yang dulunya tidak saling mengenal, sampai pada akhirnya disatukan dalam sebuah ikatan suci.Inilah kisah yang harus dihadapi oleh Mawar, di mana ia kembali kepada Bambang untuk membina rumah tangganya yang sempat kandas."Mas, hari ini kita pulang ke rumah Mas?" tanya Mawar entah keberapa kali membuat suaminya nampak ilfil. Tapi, lelaki itu hanya mangut-mangut saja.Tangan Mawar yang sedari tadi mengemas pakaiannya tidak selesai-selesai, sebab di dalam hatinya begitu berat untuk meninggalkan rumah kedua orang tuanya yang begitu nyaman.Jika dibandingkan dengan tinggal satu atap dengan mertua serta ipar, tentu saja Mawar memilih tinggal
"Apa yang Mas lakukan?" pekik Mawar.Mawar benar-benar tidak percaya dengan apa yang tengah Bambang lakukan, hal yang tidak pernah ia lihat selama ini."Mas!" seru Mawar lagi, sebab suaminya seolah tengah asik sendiri dan mengabaikan apa yang baru saja ia katakan.Karena tidak tahan dengan kelakuan abstrak sang suami, Mawar lansung menarik tangan lelaki itu.Tiba-tiba saja cairan berwarna putih memuncah dan mengenai tangan Mawar yang langsung memekik."Mas Bambang!" Teriakknya dan membuat suara gaduh, Mawar langsung mengambil langkah mundur seraya menatap tajam ke arah suaminya."Kamu kenapa sih, Dek?" tanya suaminya yang membuat Mawar hanya bisa melongo."Kamu yang apa-apaan?" Seru Mawar tidak terima.Namun, bukannya menghentikan perbuatannya. Bambang malahan meneruskan aktivitas lelaki itu membuat Mawar kembali menjerit kesal."Mas! Hentikan!" Teriak Mawar membuat suaminya meletakan jari telunjuk di depan bibir seraya mendekat."Jangan teriak, Dek! Nanti orang-orang pikir kita teng
"Lalu, apa hubungannya dengan uang PHK, Mas?" Tanya Bambang penasaran.Mawar menatap lekat wajah suaminya yang nampak kebingungan, kemudian menggenggam erat tangan lelaki itu."Mas, aku ada niat baik. Aku pengen beget, jika Mas mau membantuku," jelas Mawar dengan raut wajah serius membuat suaminya nampak menelan silvernya kasar."Apa itu, Dek?" tanya Bambang ragu-ragu. Barulah Mawar menceritakan semuanya, mulai dari ia yang menemukan kejanggalan dalam proyek hotel yang sebelumnya ditangani oleh Rendy.Terlihat dengan jelas raut wajah Bambang berubah drastis, ketika Mawar menyebut nama Rendy.Tentu saja hal itu bisa Mawar lihat, akan tetapi ia terus saja bercerita tentang rencananya."Pokoknya, kita mulai dari awal lagi. Ya, Mas," kata Mawar membuat suaminya hanya mengaguk pelan sebagai jawaban, kemudian merebahkan tubuhnya.Mawar yang melihat hal itu menjadi patah semangat, seolah suaminya nampak begitu terpaksa."Mas ikhlas, enggak sih bantuin aku?" Tanya Mawar membuat suaminya itu
Mawar hanya bisa mengangguk kecil dan tersenyum terpaksa, sebagai jawaban atas permintaan Herlina tersebut."Aku usahakan, Bu," kata Mawar pelan seraya menutup pintu kamar tersebut.Padahal, dirinya baru saja kembali rujuk dengan Bambang. Tentu saja ia merasa begitu grogi, bahkan melebihi saat mereka baru menikah dulu.Langkah Mawar yang diayunkan secara perlahan, agar lambat sampai ke kamar sengaja ia lakukan.Degup jantung yang terus berlantun membuatnya menekan dada agar sedikit mengurangi rasa berdebarnya."Dek," panggil Bambang tiba-tiba membuat Mawar terlonjak kaget, sebab lelaki itu ternyata sudah berada dibelakangnya."Mas bikin aku kaget!" Gerutu Mawar yang membuat lelaki itu hanya nyengir seperti kuda dan melangkah masuk ke kamar.Sontak saja apa yang dilakukan oleh Bambang membuat Mawar kembali merasa berdebar dan mengikuti langkah lelaki itu dari belakang.Mawar mengekori Bambang sampai lelaki itu tiba-tiba saja berhenti dan membuat tubuh Mawar menabraknya."Aw!" Pekik Ma
Semua orang terdiam termasuk Mawar yang masih mencerna baik-baik apa yang baru saja disampaikan oleh sang bunda. Hingga ia memekik cukup keras."Bunda!" Raut wajah Mawar memerah sebab merasa malu, hal yang paling ia takuti. Malahan di ucapkan oleh sang bunda, tentu saja semua orang yang berada di sana merasa geli hati.Mawar sampai merasa enggan untuk sekedar menatap wajah Bambang terlihat sedikit terkejut, tapi mana bisa dipungkiri. Jika mereka melakukan ijab kobul dan kembali tidur bersama lagi? Untuk tidak melakukan kewajiban tersebut."Apa kamu yakin, Dek? Tidak akan menyesali keputusanmu kali ini?' tanya Bambang memastikan membuat Mawar mengangguk cepat. "Ya, mana mungkin dia menyesal! Kalau dia yang ngotot mau rujuk lagi sama kamu, Bang!" Seru Arumi memebritahu membuat Mawar semakin merunduk, menahan prasaan malunya.Mendengar apa yang disampikan oleh Arumi membuat Bambang bergegas mendekati sang penghulu, Mawar yang sesekali mencuri pandangan ke arah Bambang nampak gugup."B
Tangan Mawar terasa begitu dingin, ia beberapa kali menatap ke arah ayah dan bundanya.Malam ini rencananya mereka akan melakukan ijab Kabul sesuai dengan apa yang sudah mereka sepakati."Kamu kenapa, War? Bukankah kamu sendiri yang ingin kembali rujuk dengan Bambang?" tanya Arumi yang melihat dengan jelas raut kegelisahan dari Mawar."Iya, Bun. Tapi, kenapa aku merasa gugup?" tanya Mawar memberitahukan apa yang saat ini tengah ia rasakan. Sangat berbeda dengan waktu dulu, ketika ia melajukan ijab Kabul pertama kalinya.Kali ini ia dihinggapi oleh perasaan gelisah yang tidak beralasan, entah dari bisikan setan yang terus menggoda. Atau karena ia takut menghadapi malam pertama bersama Bambang setelah sekian waktu mereka berpisah.Semakin memikirkan hal itu membuat Mawar berkeringat, ia berusaha mengatur nafasnya yang tiba-tiba terasa sesak."Kalian sudah siap?" tanya Arman yang tiba-tiba saja muncul membuat jantung Mawar semakin berdetak dengan kencang.Ia kembali menoleh ke arah sang
Tidak ada yang namanya penyesalan di awal, penyesalan selalu datang diakhir. Jika di awal, itu bukan namanya penyesalan. Tapi, pencoblosan.Mau tidak mau sekalipun, Bambang harus mau. Sebab, ia harus bertanggung jawab atas kesalahan yang dulu pernah diperbuat kepada Mawar.Ditemani sang ibu, Bambang berangkat ke gedung pengadilan untuk memenuhi undangan dari Mawar."Kamu harus ikhlas, Bang."Bambang hanya menatap sekilas ke arah sang ibu, semenjak hidup mereka susah dan rumah terbakar. Ibunya kini sangat berubah, seolah sudah mendapatkan hidayah dari Tuhan.Di satu sisi Bambang sangat bersyukur atas apa yang menimpa hidup mereka, sebab begitu banyak pelajaran berharga yang bisa ia petik. Namun, disisi lain. Ia juga merasa sedih. Karena, rumah peninggalan almarhum sang bapak telah rata dengan tanah. Hanya tersisa beberapa abu dan arang saja."Aku sudah iklas, Bu. Aku yang salah," kata Bambang menerima apapun keputusan hakim nanti.Sekalipun perpisahan ini harus terjadi, setidaknya ia t