Setelah sambutan dan serangkaian acara apel yang digelar selesai, Mawar yang hendak berlalu seperti teman-temannya yang sudah pada bubar sedikit tersentak. Ketika ada sebuah tangan yang begitu hangat menariknya perlahan.
"Mawar?" seru pemuda itu membuat Mawar hanya bisa mematung, antara senang dan juga bingung harus berbuat apa. Namun, disaat kedua manik mata mereka bertemu. Tiba-tiba saja terdengar suara berat lelaki yang sangat ia kenal. "Mas Bambang!" seru Mawar terkesima. Bambang menarik dengan kasar tangan Mawar dan membuat Rendy yang sebelumnya menggenggam pergelangan tangan Mawar melepaskan genggamannya. "Ayo pulang!" perintah Bambang yang sudah mulai kehilangan akal sehatnya, sebab cemburu buta yang tengah menguasai lelaki itu. Mawar berusaha untuk tidak terpancing emosi dan mengelus lembut lengan sang suami, apa yang dilakukan oleh Mawar membuat Rendy yang melihat hal itu hanya terdiam dengan sorot mata dingin. "Mas, aku akan pulang nanti siang. Hari ini aku bekerja dulu, ya? Ada penyuluhan dan berkas yang harus aku kerjakan," jelas Mawar dengan suara lemah–lembut dan mampu menyadarkan Bambang. "Tapi—" suara Bambang begitu berat untuk menimpali ucapan sang istri, sampai wanita itu mencium dengan mersa pipi kanannya yang membuat hati Bambang kembali menghangat. Walaupun Bambang masih begitu berat untuk melepaskan sang istri untuk masuk ke kantor hari ini, karena ada Rendy–mantan kekasih sang istri. Namun, Bambang harus bisa menahan diri. Terlebih kini hanya Mawar tulang punggung untuk keluarganya. Setelah Mawar meminta izin kepada Bambang dan mengajak Rendy untuk mengikutinya membuat perasaan Bambang kembali terbakar api cemburu. Lelaki itu berniat tidak akan meninggalkan area pakir sampai sang istri pulang nanti. "Siapa tadi, War?" tanya Rendy ketika mereka berada di ruangan tamu yang terlentak di kantor tersebut. Tangan Mawar yang sudah mulai membuka laptopnya menatap sekilas kearah pemuda itu tanpa menimpali ucapan Rendy. "Kebiasaan, deh kamu! Dari dulu kalau gak mau bicara, berarti kamu tidak ingin aku marah," celoteh Rendy yang seolah sudah hafal dengan kebiasaan Mawar. "Lia! Tolong bantu aku!" teriak Mawar yang masih fokus pada layar laptopnya. Aprilia yang mendengar panggilan Mawar berjalan dengan tergesa-gesa seraya menampilkan wajah polosnya. Sebab, bagi gadis itu hari ini merupakan kesempatan emas untuknya jika bisa berkenalan dengan pemuda tampan seperti Rendy. Wanita mana yang mampu menolak pesona seorang Rendy Pangalila, bukan hanya kaya dan tampan. Pemuda itu juga lemah–lembut dan begitu penyayang. Hal itu yang ada di dalam benak setiap wanita yang pernah kenal Rendy. Namun sayang, masih belum menikah. "Ada apa, War?" tanya Aprilia dengan suara yang dibuat-buat lembut membuat Mawar tidak mampu menahan tawanya melihat tingkah Aprilia tersebut. "Lia, nanti temani aku untuk melakukan penyuluhan bersama Pak Rendy, ya?" pinta Mawar yang langsung mendapatkan anggukan dari Aprilia dengan hati yang berbunga-bunga. Setelah menyelesaikan laporannya, Mawar mengajak Rendy dan juga Aprilia keluar untuk melakukan penyuluhan tentang desa mereka tempati yang rencananya akan dibuatkan sebuah tempat liburan atau drama wisata yang akan dialokasikan sebagai tambahan kas desa agar lebih maju. Bukan hanya itu, mereka juga akan mendayakan warga sekitar untuk ikut andil dalam rencana tersebut. Sekali dayung dua–tiga pulau dilampaui, rancangan ini merupakan ide berlian dari Mawar yang memiliki rasa empati yang sangat besar terhadap kemajuan desa serta warga sekitar yang mayoritasnya kebanyakan memiliki pendidikan rendah membuat mereka kesulitan dalam mencari pekerjaan. Namun, baru saja melangkah melewati pintu kantor. Mawar sudah dihadang oleh sang suami yang kini melipat tangannya di dada dengan tatapan mata yang begitu tajam seperti mau memakan seseorang hidup-hidup. "Kamu mau ke mana, Dek?" tanya Bambang dingin. Mawar berusaha untuk menjelaskan tugasnya hari ini dibantu Aprilia, akan tetapi Rendy malahan menyalakan kenambung gendang perperangan dengan Bambang. "Kamu siapa, sih? Ko ngatur-ngatur Mawar?" tanya Rendy. Bambang yang mendengar pertanyaan dari pemuda itu tersenyum sinis seraya memperkenalkan diri sebagai suaminya Mawar. Wajah Rendy begitu jelas terkejut dengan pernyataan tersebut, tapi segera ia tutupi dan mengajak Mawar untuk segera pergi dengan alasan waktunya tidak banyak. "Oh, gitu? Tapi maaf ya, War. Kita harus bergegas! Maaf, jika kalian ada masalah dalam rumah tangga? Silahkan selesaikan secara proporsional!" terang Rendy kembali memancing emosi Bambang dan membuat lelaki itu segera menarik kerah baju Rendy dan ditepis dengan kasar oleh pemuda itu. "Dasar! Tidak memiliki atitut!" hardik Rendy kasar seraya memperbaiki dasinya yang sedikit berubah posisi akibat Bambang. Mawar berusaha menenangkan sang suami dan meminta Aprilia bergegas pergi bersama Rendy terlebih dahulu ke tempat penyuluhan. "Kamu kenapa, sih, Mas?" tanya Mawar tidak habis pikir dengan sikap kekanakan sang suami. "Kenapa kamu masih tanya? Apa memang kamu sengaja membuat Mas cemburu, gitu? Mas tau, Mas udah di PHK dan tidak bekerja lagi. Jadi, kamu mau cari laki-laki lain yang lebih kaya dari Mas, kan?" tuduh Bambang tidak berperasaan membuat hati Mawar terasa dicabik-cabik. "Mas memang tidak memiliki atitut!" teriak Mawar geram dan bergegas berlalu meninggalkan suaminya yang hanya diam mematung. Bambang sudah melamapui batas, hal itu yang Mawar pikirkan. Tidak sepatutnya sang suami mengatakan hal yang demikian. Andaikan semua tuduhan itu benar? Mana mungkin Mawar masih mau bersamanya. Perasaan sedih dan sakit yang Mawar rasakan, ia coba tutupi dengan sebuah senyuman palsu. Mawar naik mobil bersama dengan rekannya yang lain untuk pergi ke tempat penyuluhan yang akan diadakan di sebuah gedung serba guna. Sebab, di sana nanti dirinya yang akan menjadi MC dan menyampaikan semua keluhan yang beberapa warga titipkan kepadanya. "Kenapa dia harus semarah itu? Selama ini, aku tidak pernah menanggapi ucapan Ibu yang membandingkanku dengan Melati–mantan kekasihnya Mas Bambang. Padahal, setiap hari Mas Bambang bertegur–sama dengan wanita itu. Aku berusaha untuk memakluminya dan tidak marah. Tapi—" Mawar membuang nafasnya kasar, ia benar-benar tidak mengerti dengan sikap suaminya yang terlalu berlebihan seperti tadi. Mantan kekasih bagi seorang Mawar hanyalah seseorang yang dulunya pernah singgah, tidak lebih. Sebab, setelah menikah ia hanya milik sang suami. Namun, lain halnya dengan Bambang yang menganggap sosok seorang mantan kekasih sebagai sebuah ancaman dalam hubungan berumah tangga mereka. Terkadang, apa yang kita pikirkan hal itu yang sering terjadi. Oleh sebab itu, Mawar selalu berfikir positif agar hati dan perasaan tetap waras. "War, suami kamu ngikuti, tu!" tegur Aprilia ketika Mawar baru saja keluar dari mobil dengan sorot mata wanita itu tertuju pada sosok Bambang yang tengah memarkirkan motornya. Mawar hanya diam, enggan menimpali. Walaupun ia sudah tahu akan sikap keras kepala sang suami. Namun, sebuah adegan yang tidak seharusnya terjadi awal mula kehancuran rumah tangga mereka. "Aaaa!" pekik Mawar. "Mawar!""Aaaa!""Mawar!" pekik Bambang panik melihat tubuh sang istri yang terjatuh dan terguling ditangga. Bahkan semua orang yang berada di tempat tersebut ikut terkejut dan bergegas menghampiri tubuh Mawar yang kini sudah berada di atas tanah. Tergeletak tidak berdaya.Bambang langsung panik seketika, ketika melihat keadaan sang istri. Namun sayang, karena jaraknya yang lumayan jauh membuat Rendy yang kebetulan berada disana dengan sigap mengangkat tubuh Mawar dan membawanya masuk ke mobil.Aprilia ikut masuk ke mobil yang ditumpangi oleh Rendy dan juga mawar tersebut, sedangkan Bambang tidak mempu berbicara apa-apa melihat semua yang terjadi begitu cepat. Hingga sedetik kemudian Bambang tersadar kemudian kembali naik ke atas motornya dan mengekori mobil mereka bertiga dari belakang."Minggir! Tolong! Beri jalan!" teriak Rendy panik seraya menggedong tubuh Mawar ketika sudah sampai disebuah puskesmas sederhana yang berada di desa tersebut.Sedangkan Aprlila yang sedari tadi berjalan dibela
Bambang menghajar wajah Rendy dengan membabi–buta, orang-orang yang berada di puskesmas tersebut menjadi gaduh dan berusaha untuk melerai keduanya."Aduh! Kamu pikir kamu siapa! Hah!" pekik Rendy setelah menerima bogem mentah dari Bambang di wajahnya. Rendy mengusap pelan sudut bibirnya yang sedikit mengeluarkan d4r4h, lelaki itu ingin membalas perbuatan Bambang. Namun, tangannya yang sudah berada di udara harus terhenti karena suara teriakan seseorang yang menyebut namanya."Pak Rendy!" pekik Aprilia dan bergegas berlari menuju ke arah Rendy."Kamu kenapa sih, Bang! Gaya kayak preman! Main pukul orang!" bentak Aprilia meluapkan emosinya setelah melihat wajah Rendy babak-belur akibat ulah Bambang."Itu bukan urusanmu! Minggir!" bantak Bambang yang ingin kembali memukul Rendy sampai puas. Namun, Aprilia membentangkan kedua tangannya. Melindungi Rendy, hal itu membuat Bambang semakin kesal.Bambang meludahkan air liurnya ke tanah, sebagai bentuk penghinaan kepada Rendy, "Dasar b4nc1!"
Hari demi hari berlalu, Mawar masih saja terngiang-ngiang akan akan ucapan Aprilia tempo lalu. Di mana wanita itu mempertanyakan alasan apa yang membuatnya tetap bertahan dengan pernikahan toksik ini.Hingga terlintas begitu saja di dalam benaknya untuk meninggalkan sang suami, akan tetapi Mawar belum mendapatkan alasan yang tepat untuk mengajukan perceraian."Dek, Mas minta uang kamu untuk beli rokok ya?" Pernyataan Bambang yang tiba-tiba itu membuat Mawar yang sedang menjemur pakaian terdiam sejenak, kemudian membuang nafas panjang dan bergegas menyudahi aktifitasnya.Sebagai seorang istri, Mawar sangat menghindari perdebatan dengan sang suami. Terlebih tentang masalah ekonomi."Ini Mas, uangnya," ucap Mawar seraya menyodorkan uang berwarna merah. Namun, bukannya menerima uang tersebut. Bambang malahan membuang muka dan memakinya."Mana cukup ini, Dek!"Sebisa mungkin Mawar menahan amarah yang mulai naik keubun-ubun, andaikan saja lelaki yang berada dihadapannya ini bukanlah orang y
Setelah semua pekerjaan rumah selesai, Mawar memilih untuk beristirahat sejenak. Ia menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, lalu memainkan ponsel miliknya.Ah, hanya hal yang sederhana. Namun bisa mengurangi rasa jenuh yang ia rasakan. Mawar mulai menggeser-geser layar ponselnya, mencari hal-hal yang menarik untuk dilihat. Sampai sebuah postingan seseorang membuatnya tertarik."Aku selalu berusaha, walaupun ... hasilnya entah sampai kapan baru bisa kamu rasakan."Mata Mawar membulat sempurna akan sepengalan kalimat tersebut, sampai merubah posisinya yang tadi rebahan kini menjadi duduk."Apa maksudnya?" gumam Mawar. Kemudian membaca komentar pada kolom postingan tersebut. Namun, ia tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan.Mawar semakin penasaran akan apa yang suaminya lakukan diluar sana, di mana yang ia ketahui kalau Bambang hanya keluyuran dan nongkrong bersama temannya.Pernah sekali Mawar meminta suaminya itu untuk mencari pekerjaan dan mengajukan lamaran, namun hanya dibalas deng
Bab 8 Di TalakHari kembali kepada aktivitas yang melelahkan lagi, sekarang tugas Mawar bukan hanya mencari nafkah dengan bekerja di kantor. Melainkan mencari tambahan dengan membuat kue yang akan dititipkan ke beberapa warung.Cibiran demi hinaan mulai menerpa Mawar, sebab sebagian orang mengenalnya sebagai istri Bambang. Hingga banyak sekali isu yang tidak sedap didengar sampai ke telinga sang suami."Dek! Kamu kalau pergi kerja, jangan dandan! Mas enggak suka!" perintah Bambang ketika Mawar baru saja mengoleskan lipstik tipis ke bibirnya.Bukan kali ini saja sang suami menyuarakan ketidaksukaan atas penampilannya dalam bekerja, sebab Mawar tidak mampu menghitung berapa kali mereka berdua bertengkar akan masalah sepele menurutnya."Dek! Kamu dengar atau, tidak?" bentak Bambang, sebab diacuhkan oleh Mawar."Aku dengar, Mas. Cuma enggak menyahut," balas Mawar cepat dan bergegas memasukan poselnya ke dalam tas dan berjalan menuju keluar.Baru saja di ambang pintu rumah, Kiranan sudah m
Bab 9 Minta Pulang"Siapa yang mau ditalak?"Mawar bergegas mengusap air matanya yang sempat terjatuh dan berusaha terlihat baik-baik saja, ketika Rendy yang entah dari mana tiba-tiba saja muncul dan bertanya."Itu si Mawar—""Bukan apa-apa, Pak!" balas Mawar dengan cepat, memotong ucapan Aprilia dan menatap wajah temannya itu dengan sorot mata yajam. Seolah, jika Aprilia membuka mulutnya akan m4ti.Aprilia menjadi bungkam dan tidak berkutik, Rendy yang merasa ada kejanggalan tersebut kembali memperjelas apa yang disampaikan oleh Mawar."Beneran?" tanya Rendy yang mendapatkan anggukan dari Mawar."Oh, iya Pak Rendy. Nanti siang, kemungkinan hanya Aprilia yang akan menemani Bapak ke lokasi bangunan yang akan kita buat. Sebab, saya ada keperluan lain," jelas Mawar yang mengingat akan adanya agenda bersama Rendy.Mungkin begitu berat bagi Mawar untuk bisa bekerja dengan baik, jika ditipa masalah yang begitu besar seperti saat ini.Bukan ingin menghindari tanggungjawab, tapi Mawar ingin c
Bab 10 Petuah orangtua"Tidak Ibu! Tidak anak! Kalian sama saja!" teriak Mawar marah.Herlina yang ingin membalas ucapan Mawar dihadang oleh Bambang yang memberikan sebuah ancaman yang begitu menakutkan."Kalau Ibu masih menganggap aku sebagai anak? Jangan mengatakan hal yang kasar lagi." Setelah itu, Bambang segera menarik tangan Mawar untuk naik ke atas motornya."Apa yang Mas lakukan?" tanya Mawar yang berniat menolak ajakan sang suami."Mas sendiri yang akan mengantarkan kamu pulang! Ingat! Mas ini masih suamimu," jelas Bambang membuat Mawar terdiam dan hanya bisa manut-manut.Mereka berdua pun meninggalkan Herlina yang hanya mampu terdiam, tidak berkutik. Selama diperjalanan Bambang hanya saling terdiam, begitupun dengan Mawar. Hingga Bambang memakirkan motornya di depan sebuah warung makan."Mas mau apa?" tanya Mawar yang hanya mendapatkan tatap dingin dari sang suami yang sudah terlebih dahulu masuk.Dengan langkah gontai, Mawar mengikuti suaminya. Ingin sekali ia menyeruakan p
"Lalu, apa yang harus aku lakukan?" tanya Mawar dengan polos. Arumi hanya mengangkat bahunya, tidak berkomentar atas pertanyaan yang diajukan oleh Mawar dan memilih untuk keluar.Sebelum benar-benar meninggalkan Mawar, Arumi kembali berpesan, "War, kalau kamu merasa sedih? Maka, ingatlah hal bahagia yang pernah kamu rasakan."Mawar hanya mampu menatap lekat wajah bundanya sampai wanita itu menghilang dibalik pintu. Mawar sangat paham akan maksud yang disampaikan oleh sang bunda.Hal yang selalu Arumi sarankan ketika dirinya merasa sedih, agar kembali mengingat rasa senang yang pernah ia rasakan. Sebab, terlalu munafik untuk mengeluh atas rasa sakit yang dirasakan ketika Tuhan pernah memberikan rasa bahagia.Setiap manusia selalu diuji sampai akhirnya kembali kepada Sang Pencipta, dunia ini hanyalah sebuah panggung sandirwara di mana Manusia hanya menjalankan perannya saja."Dek," panggil Bambang yang tiba-tiba saja masuk membuat Mawar sontak saja terkaget."Apa yang Mas lakukan