Share

Bab 3

Setelah sambutan dan serangkaian acara apel yang digelar selesai, Mawar yang hendak berlalu seperti teman-temannya yang sudah pada bubar sedikit tersentak. Ketika ada sebuah tangan yang begitu hangat menariknya perlahan.

"Mawar?" seru pemuda itu membuat Mawar hanya bisa mematung, antara senang dan juga bingung harus berbuat apa.

Namun, disaat kedua manik mata mereka bertemu. Tiba-tiba saja terdengar suara berat lelaki yang sangat ia kenal.

"Mas Bambang!" seru Mawar terkesima.

Bambang menarik dengan kasar tangan Mawar dan membuat Rendy yang sebelumnya menggenggam pergelangan tangan Mawar melepaskan genggamannya.

"Ayo pulang!" perintah Bambang yang sudah mulai kehilangan akal sehatnya, sebab cemburu buta yang tengah menguasai lelaki itu.

Mawar berusaha untuk tidak terpancing emosi dan mengelus lembut lengan sang suami, apa yang dilakukan oleh Mawar membuat Rendy yang melihat hal itu hanya terdiam dengan sorot mata dingin.

"Mas, aku akan pulang nanti siang. Hari ini aku bekerja dulu, ya? Ada penyuluhan dan berkas yang harus aku kerjakan," jelas Mawar dengan suara lemah–lembut dan mampu menyadarkan Bambang.

"Tapi—" suara Bambang begitu berat untuk menimpali ucapan sang istri, sampai wanita itu mencium dengan mersa pipi kanannya yang membuat hati Bambang kembali menghangat.

Walaupun Bambang masih begitu berat untuk melepaskan sang istri untuk masuk ke kantor hari ini, karena ada Rendy–mantan kekasih sang istri. Namun, Bambang harus bisa menahan diri. Terlebih kini hanya Mawar tulang punggung untuk keluarganya.

Setelah Mawar meminta izin kepada Bambang dan mengajak Rendy untuk mengikutinya membuat perasaan Bambang kembali terbakar api cemburu. Lelaki itu berniat tidak akan meninggalkan area pakir sampai sang istri pulang nanti.

"Siapa tadi, War?" tanya Rendy ketika mereka berada di ruangan tamu yang terlentak di kantor tersebut. Tangan Mawar yang sudah mulai membuka laptopnya menatap sekilas kearah pemuda itu tanpa menimpali ucapan Rendy.

"Kebiasaan, deh kamu! Dari dulu kalau gak mau bicara, berarti kamu tidak ingin aku marah," celoteh Rendy yang seolah sudah hafal dengan kebiasaan Mawar.

"Lia! Tolong bantu aku!" teriak Mawar yang masih fokus pada layar laptopnya.

Aprilia yang mendengar panggilan Mawar berjalan dengan tergesa-gesa seraya menampilkan wajah polosnya. Sebab, bagi gadis itu hari ini merupakan kesempatan emas untuknya jika bisa berkenalan dengan pemuda tampan seperti Rendy.

Wanita mana yang mampu menolak pesona seorang Rendy Pangalila, bukan hanya kaya dan tampan. Pemuda itu juga lemah–lembut dan begitu penyayang. Hal itu yang ada di dalam benak setiap wanita yang pernah kenal Rendy. Namun sayang, masih belum menikah.

"Ada apa, War?" tanya Aprilia dengan suara yang dibuat-buat lembut membuat Mawar tidak mampu menahan tawanya melihat tingkah Aprilia tersebut.

"Lia, nanti temani aku untuk melakukan penyuluhan bersama Pak Rendy, ya?" pinta Mawar yang langsung mendapatkan anggukan dari Aprilia dengan hati yang berbunga-bunga.

Setelah menyelesaikan laporannya, Mawar mengajak Rendy dan juga Aprilia keluar untuk melakukan penyuluhan tentang desa mereka tempati yang rencananya akan dibuatkan sebuah tempat liburan atau drama wisata yang akan dialokasikan sebagai tambahan kas desa agar lebih maju. Bukan hanya itu, mereka juga akan mendayakan warga sekitar untuk ikut andil dalam rencana tersebut.

Sekali dayung dua–tiga pulau dilampaui, rancangan ini merupakan ide berlian dari Mawar yang memiliki rasa empati yang sangat besar terhadap kemajuan desa serta warga sekitar yang mayoritasnya kebanyakan memiliki pendidikan rendah membuat mereka kesulitan dalam mencari pekerjaan.

Namun, baru saja melangkah melewati pintu kantor. Mawar sudah dihadang oleh sang suami yang kini melipat tangannya di dada dengan tatapan mata yang begitu tajam seperti mau memakan seseorang hidup-hidup.

"Kamu mau ke mana, Dek?" tanya Bambang dingin. Mawar berusaha untuk menjelaskan tugasnya hari ini dibantu Aprilia, akan tetapi Rendy malahan menyalakan kenambung gendang perperangan dengan Bambang.

"Kamu siapa, sih? Ko ngatur-ngatur Mawar?" tanya Rendy.

Bambang yang mendengar pertanyaan dari pemuda itu tersenyum sinis seraya memperkenalkan diri sebagai suaminya Mawar.

Wajah Rendy begitu jelas terkejut dengan pernyataan tersebut, tapi segera ia tutupi dan mengajak Mawar untuk segera pergi dengan alasan waktunya tidak banyak.

"Oh, gitu? Tapi maaf ya, War. Kita harus bergegas! Maaf, jika kalian ada masalah dalam rumah tangga? Silahkan selesaikan secara proporsional!" terang Rendy kembali memancing emosi Bambang dan membuat lelaki itu segera menarik kerah baju Rendy dan ditepis dengan kasar oleh pemuda itu.

"Dasar! Tidak memiliki atitut!" hardik Rendy kasar seraya memperbaiki dasinya yang sedikit berubah posisi akibat Bambang.

Mawar berusaha menenangkan sang suami dan meminta Aprilia bergegas pergi bersama Rendy terlebih dahulu ke tempat penyuluhan.

"Kamu kenapa, sih, Mas?" tanya Mawar tidak habis pikir dengan sikap kekanakan sang suami.

"Kenapa kamu masih tanya? Apa memang kamu sengaja membuat Mas cemburu, gitu? Mas tau, Mas udah di PHK dan tidak bekerja lagi. Jadi, kamu mau cari laki-laki lain yang lebih kaya dari Mas, kan?" tuduh Bambang tidak berperasaan membuat hati Mawar terasa dicabik-cabik.

"Mas memang tidak memiliki atitut!" teriak Mawar geram dan bergegas berlalu meninggalkan suaminya yang hanya diam mematung.

Bambang sudah melamapui batas, hal itu yang Mawar pikirkan. Tidak sepatutnya sang suami mengatakan hal yang demikian. Andaikan semua tuduhan itu benar? Mana mungkin Mawar masih mau bersamanya.

Perasaan sedih dan sakit yang Mawar rasakan, ia coba tutupi dengan sebuah senyuman palsu. Mawar naik mobil bersama dengan rekannya yang lain untuk pergi ke tempat penyuluhan yang akan diadakan di sebuah gedung serba guna. Sebab, di sana nanti dirinya yang akan menjadi MC dan menyampaikan semua keluhan yang beberapa warga titipkan kepadanya.

"Kenapa dia harus semarah itu? Selama ini, aku tidak pernah menanggapi ucapan Ibu yang membandingkanku dengan Melati–mantan kekasihnya Mas Bambang. Padahal, setiap hari Mas Bambang bertegur–sama dengan wanita itu. Aku berusaha untuk memakluminya dan tidak marah. Tapi—" Mawar membuang nafasnya kasar, ia benar-benar tidak mengerti dengan sikap suaminya yang terlalu berlebihan seperti tadi.

Mantan kekasih bagi seorang Mawar hanyalah seseorang yang dulunya pernah singgah, tidak lebih. Sebab, setelah menikah ia hanya milik sang suami. Namun, lain halnya dengan Bambang yang menganggap sosok seorang mantan kekasih sebagai sebuah ancaman dalam hubungan berumah tangga mereka.

Terkadang, apa yang kita pikirkan hal itu yang sering terjadi. Oleh sebab itu, Mawar selalu berfikir positif agar hati dan perasaan tetap waras.

"War, suami kamu ngikuti, tu!" tegur Aprilia ketika Mawar baru saja keluar dari mobil dengan sorot mata wanita itu tertuju pada sosok Bambang yang tengah memarkirkan motornya.

Mawar hanya diam, enggan menimpali. Walaupun ia sudah tahu akan sikap keras kepala sang suami. Namun, sebuah adegan yang tidak seharusnya terjadi awal mula kehancuran rumah tangga mereka.

"Aaaa!" pekik Mawar.

"Mawar!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status