Share

Bab 4. Batalkan pernikahan!

Damian. Pria yang tadi hampir menabraknya, kini berdiri di hadapannya dengan mengenakan kemeja putih bersih dan jas formal, rambutnya yang tadi acak-acakan kini tertata rapi. Sebuah senyuman tipis bermain di bibirnya, jelas menikmati keterkejutan yang terlukis di wajah Savanah.

"Inilah putraku, Damian Pangestu," kata Jason, dengan bangga. "Dan, dia adalah calon suamimu."

Savanah merasa kakinya melemas. Seolah disambar petir, mulutnya sedikit terbuka tanpa kata-kata keluar. "A-apa?" gumamnya, hampir tidak terdengar.

Damian tersenyum, menatap Savanah dengan tatapan yang merendahkan. "Ternyata bertemu denganmu lagi, Savanah," ucapnya dengan nada yang licik, seolah menikmati setiap detik kebingungannya.

Savanah berusaha keras menguasai diri, menenangkan amarah dan keterkejutannya. "Calon suami?" ulangnya, suaranya sedikit bergetar lalu menelan salivanya yang terasa seperti batu kecil.

Jason menatapnya dengan tenang. "Asisten saya sudah membahas semua detailnya untuk Anda, bukan?"

Savanah tergagap, "tapi, dia-, ini-. Uhm, Tidak ada foto!"

Damian duduk di samping Jason, sang ayah dan menyandarkan diri di kursinya dengan enggan, matanya masih terpaku pada Savanah, seolah menantang. "Kurasa, kita memang sudah ditakdirkan untuk bertemu, Nona Keras Kepala," sindirnya.

Savanah merasakan panas di wajahnya, antara marah dan malu. "Tidak mungkin!" serunya, hampir tak percaya. "Aku... aku tidak setuju dengan ini!"

Jason menatap Savanah dengan senyuman tenang. "Aku mengerti jika kau kaget, Savanah. Tapi, kuharap kau bisa mempertimbangkannya lebih dulu. Ini adalah kesempatan baik untuk kedua keluarga kita."

Damian hanya tersenyum lebih lebar, jelas menikmati kekacauan ini. "Yah, aku rasa kita punya banyak waktu untuk membahas ini, bukan?" katanya, dengan nada penuh ironi.

"Ayah benar-benar ingin menjadikan nona lusuh itu sebagai Nyonya Muda keluarga ini?" Damian melemparkan tatapan merendahkan ke arah Savanah dan menelusuri setiap detail penampilannya.

"Layakkah?" lanjutnya dengan senyuman tipis.

Savanah merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Ini akan menjadi jauh lebih sulit daripada yang dia bayangkan.

"A-aku datang, untuk membatalkan perjodohan ini, Tuan!" serunya dengan lantang.

"Nona Savanah?!" Jason Pangestu mendelik seketika, menatap ke arah Savanah. Ditatap dengan begitu intens Membuat Savanah tersentak dan mundur beberapa langkah karena terkejut.

Namun, Jason segera melembutkan tatapannya kembali, "Maaf, Nona. Sepertinya beberapa waktu lalu kita sudah sepakat. Tapi, kenapa tiba-tiba berubah?"

Jason mengganti posisi duduk di kursinya dan menatap lurus ke arah Savanah.

Sambil menundukkan kepalanya, Savanah melanjutkan kalimatnya, "Sa-saya sudah mendapatkan pinjaman dan saya akan mentransfer kembali semua uang sudah Anda berikan sebagai mahar."

Damian tersenyum senang. Kini, ia tidak perlu repot-repot memohon pada ayahnya untuk tidak menikahi wanita di depannya ini.

"Mohon batalkan pernikahan ini!" ucap Savanah, membuat Jason menegang dari tempat duduknya.

Savanah menatap Damian yang tengah ikut menatapnya sambil menyunggingkan bibirnya. Seketika ia teringat, Damian adalah top spender di bar tempatnya bekerja.

Sebagai bentuk penghargaan, biasanya para spenders di bar tempatnya bekerja akan menampilkan nama para top spenders untuk menciptakan rasa gengsi di antara mereka.

Namun, sayangnya tidak ada yang pernah melebihi sejumlah uang yang Damian keluarkan di bar tersebut.

"Dad, sudah dengar permintaan wanita lusuh ini? Semua ini hanya membuang-buang waktuku!"

Sambil mengambil serbet untuk mengelap mulutnya, Damian seketika bangkit untuk pergi dari sana.

"Aku akan per..."

"Damian!" panggil Jason dengan suara berat.

"Kalau kau juga ikut membatalkan pernikahan ini, maka Ayah akan menyumbangkan semua kekayaan milikmu kepada Yayasan Sosial Pangestu."

Damian seketika membeku di tempatnya berdiri saat ini.

"Dan kamu, Savanah. Duduklah dan nikmati makan siang ini. Kamu tahu bahwa kamu tidak bisa membatalkan apa pun karena kamu sudah menandatangani perjanjian. Kita bisa membahas detailnya."

Perkataannya singkat dan tegas, membuat kedua insan berlainan jenis itu terdiam seolah-olah vonis sudah dijatuhkan begitu saja.

Ruangan itu seketika menjadi sunyi setelah kata-kata Jason bergema di udara, terpapar ketegangan yang terasa hampir bisa dipotong dengan pisau.

Damian mengepalkan tangan dan mengeraskan rahangnya, jelas tidak senang dengan ancaman dari ayahnya.

Savanah, di sisi lain, merasakan campuran amarah, ketidakberdayaan, dan ketakutan yang bercampur aduk di dalam dadanya.

Sialnya, dia benar-benar tidak membaca isi kontrak yang diberikan oleh asisten Jason. Dia bahkan tidak membaca nama calon suaminya yang tertera di sana.

Dia hanya fokus untuk mendapatkan sejumlah uang yang sangat besar untuk membayar kompensasi agar ibunya bisa segera keluar dari penjara.

Pelayan segera masuk dengan sopan, menaruh piring-piring dengan berbagai macam hidangan yang mewah di atas meja. Aroma makanan yang lezat memenuhi ruangan, tetapi tidak ada yang tampak bernafsu untuk makan.

Savanah duduk dengan kaku, tangannya mengepal di pangkuannya. Dia merasa seperti boneka yang sedang dimainkan dalam skenario yang tak pernah ia bayangkan.

Sementara Damian, dengan tatapan tajam dan sengit itu, menatap Savanah dari ujung rambut sampai ujung kaki, seakan tak percaya wanita lusuh di depannya akan menjadi istrinya kelak.

Jason, yang duduk di ujung meja, mencoba mencairkan suasana. “Baiklah, makanlah,” katanya, mengambil pisau dan garpu, mulai memotong potongan daging steak di piringnya dengan tenang. “Kita semua di sini karena ada alasan yang lebih besar dari sekadar perbedaan kecil di antara kita.”

Sesekali Jason melirik Damian dengan pandangan tajam, tapi tidak berkata apa-apa. Sementara Savanah hanya menundukkan kepalanya, matanya menatap kosong ke piringnya. Dia tahu bahwa apa pun yang dikatakannya saat ini tidak akan mengubah keputusan yang sudah diambil.

Ketegangan semakin meningkat saat Damian menaruh garpu dengan keras di atas meja, bunyi keras yang memecahkan keheningan. "Aku tidak percaya kita harus berpura-pura seperti ini," katanya, suaranya dingin seperti es. "Dad, ini semua lelucon bagiku."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status