Share

Bab 6. Keisha

Damian menarik tangan Keisha keluar dari bar ‘Salvastone’ tanpa perkataan apa pun. Keisha sangat bingung, tetapi dia menurut dengan patuh saat Damian memakaikan helmet lalu mengangkatnya naik ke atas motor sport miliknya.

Damian menyalakan motor sportnya dengan bunyi mesin yang menggelegar, lalu mereka berdua melaju di jalan menuju pantai.

Keisha duduk di belakang, memeluk pinggang Damian erat-erat. Hembusan angin laut mulai terasa saat motor semakin mendekati pantai, tapi yang paling terasa oleh Keisha adalah debar jantungnya yang semakin kencang. Tangannya sedikit gemetar, bukan hanya karena angin, tapi karena kedekatan dengan Damian yang sedang memboncengnya.

Keisha mengenal Damian sebagai 'Top spending' di bar tempat mereka bekerja. Tentu saja tidak akan menyia-nyiakan kesempatan langka menjadi pacarnya walau dia tahu Damian suka bergonta-ganti pasangan.

Keisha memeluk tubuh penuh otot sempurna itu dengan erat. Sepanjang perjalanan, keduanya tetap hening, membiarkan suara deru mesin dan angin menjadi satu-satunya pengiring perjalanan mereka.

Ketika sampai di pinggir pantai, Damian mematikan mesin, dan suara ombak yang tenang mulai menggantikan bisingnya jalan. Mereka turun dari motor, berdiri berhadapan tanpa kata.

Setelah keheningan yang seolah abadi, Damian akhirnya berkata, "Maafkan aku."

Keisha hanya menatapnya dan masih bingung. Masih belum mengerti apa yang sedang terjadi.

Kedua matanya menatap Damian yang sedang memasukkan cincin tadi ke sebuah kalung lalu mengalungkannya kembali ke lehernya sendiri, seakan mengunci sesuatu yang pernah ada.

"Uhm, milik kekasihmu?" tanya Keisha dengan ragu. Damian menoleh sambil memegang cincin yang sedang bergantung di lehernya. Pria itu memilih diam lalu melihat ke arah pantai.

Kalung dengan cincin yang tergantung di lehernya seolah menandakan masa lalu yang belum sepenuhnya hilang.

Keisha berdiri mematung, angin pantai yang sejuk membelai lembut wajahnya, namun pikirannya dipenuhi kebingungan dan pertanyaan yang menumpuk.

"Milik mendiang Ibuku," kata Damian sesaat setelah keheningan yang terasa abadi, suaranya rendah dan berat, bercampur dengan deru ombak yang menerpa pantai.

Keisha terdiam, mencoba menghubungkan peristiwa semalam dengan kata-kata Damian yang baru saja ia dengar.

Cincin itu—cincin yang ia kira milik seorang wanita lain, ternyata menyimpan cerita yang jauh lebih dalam. Keisha mengerjapkan matanya berulang kali, perasaannya campur aduk.

"Aku minta maaf atas apa yang terjadi tadi malam, apakah masih terasa sakit?"

Perkataan Damian membuat Keisha semakin bingung, tetapi kepala Keisha berputar cepat. Mengenai cincin yang dimiliki Savanah dan ternyata adalah milik pria tampan yang sedang berdiri di hadapannya saat ini. Apa yang terjadi semalam? Keisha berusaha mencerna dengan cepat.

"Uhm, sedikit. Sungguh memalukan, a-aku..." Keisha kehilangan kata-kata. Dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi apa yang harus dijawabnya? Rasa sakit yang disebut Damian, apakah ia benar-benar terluka, atau ada makna lain? Sementara otaknya berusaha mencari jawaban, Damian kembali berbicara, kali ini lebih pelan namun sangat jelas.

"Aku akan menikah, tapi-" Damian menoleh sekali ke arah Keisha. Keisha segera mengedipkan matanya berulang kali dan terpaku, melihat ketampanan Damian di antara angin-angin sepoi yang menyibak rambut pria itu.

"Aku akan memberikan perhatianku kepadamu," lanjut Damian, kembali menatap kosong. Kedua tangannya dimasukkan ke kantongnya.

Keisha tercengang, mengigit bibirnya sendiri. Nafasnya terhenti sejenak saat mendengar kata-kata itu.

Ternyata Damian adalah pria yang sebentar lagi akan menikah, mengatakan hal itu dengan begitu tenang, seperti pernyataannya bukan sesuatu yang berat. Keisha menatap Damian, ketampanannya terasa semakin tajam di antara hembusan angin yang lembut menyapu rambutnya.

Keisha merasa ingin sekali memiliki pria tampan yang tajir ini, melebihi apa pun saat ini.

"Apakah aku akan menjadi simpananmu?" tanya Keisha tiba-tiba, kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya. Ia sendiri terkejut dengan pertanyaannya yang terdengar bodoh, namun dia sungguh tidak tahu harus bagaimana melanjutkan cerita sesuai dengan apa yang Damian inginkan.

Semuanya bercampur dengan kebingungan yang belum terurai olehnya.

Damian menoleh tajam, ekspresinya berubah. Ada sesuatu yang terlihat jelas di matanya—bukan kemarahan, tapi lebih ke kesedihan dan penyesalan. "Bukan. Kau lebih dari itu."

"Siapa namamu?" tanya Damian sesaat kemudian.

"Keisha." Keisha mengulurkan tangannya tetapi Damian hanya menatap tangan yang terulur itu dan mengernyitkan alis. Damian merasa, seharusnya tangan mungil perempuan yang dia cekal semalam itu berbekas.

Namun, dia merasa terlalu arogan untuk menanyakan lebih lanjut. "Panggil aku Damian." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status