Share

Bab 7. Wanita milik Damian.

Usai mengatakan demikian, Damian kembali naik ke motor sportnya. "Naiklah, aku akan mengantarmu kembali ke bar," ucapnya sambil menyodorkan helmet kepada Keisha yang menerimanya dengan enggan.

Dalam hati, Keisha berharap lebih. Namun saat motor sport itu dilajukan membelah jalan raya, Damian melanjutkan kalimatnya, "mulai sekarang, kamu adalah wanitaku, Keisha. Jangan pernah menipuku atau kamu akan menyesali semua yang sudah kita alami."

"Huh?" Keisha merasa bingung mendengar perkataan Damian yang dibarengi dengan suara deru arus jalan raya. Namun, perkataan bahwa dia menjadi wanita Damian, membuat hatinya berbunga-bunga.

Keisha tersenyum dan mempererat pelukan tangannya di pinggang Damian. Walau pun dia tahu, bahwa pria itu akan menikah, namun siapa pun tidak akan menolak seorang Taipan Kaya.

Tiba-tiba Keisha teringat Savanah dan cincin yang menjadi miliknya. "Damian, apakah kamu mengenal Savanah?"

"Savanah?" ulang Damian. Tentu saja dia mengenal Savanah. Gadis lusuh itu yang akan menjadi istrinya. Namun, Damian menggeleng pelan, "tidak kenal!"

Mendengar jawaban Damian, Keisha tersenyum puas, "baguslah."

Walau dia merasa ada sebuah misteri yang masih simpang siur, cincin itu dia dapatkan dari Savanah, namun Damian mengakui tidak mengenal wanita itu, maka Keisha merasa posisinya aman untuk sementara waktu.

Dia akan memikirkan lebih lanjut mengenai apa yang harus dia lakukan bila Damian menanyakan mengenai apa yang terjadi semalam.

Motor sport itu sampai di depan bar. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam  karena terlihat beberapa pegawai bar keluar untuk membeli makan malam. Bar itu baru buka jadi para pegawai pembersih dizinkan keluar makan malam, termasuk Keisha.

Keisha turun dari motor dan melepas helmetnya. Dia menginginkan agar Damian menawari sebuah makan malam romantis, tetapi lidahnya terasa kelu.

"Hmm, Damian. Apakah kamu terluka semalam?" pancing Keisha, menatap dalam-dalam kedua mata Damian.

Damian juga melakukan hal yang sama, tetapi pria itu merasa sedikit heran karena mata bening yang dia lihat semalam tidak terlihat sama dengan apa yang dimiliki wanita yang berada di hadapannya saat ini.

Damian terdiam sebentar sebelum akhirnya menjawab, "ya. Di pundak. Kukumu..."

"Oh, maafkan aku. Aku-" Keisha segera menyembunyikan jari-jarinya ke belakang karena dia baru saja mengunting kukunya semalam.

Belum sempat Keisha berkata-kata, Damian sudah menyela, "tidak masalah. Apakah kamu terluka?"

"Tidak, aku... hanya sedikit perih," jawab Keisha tanpa sadar karena sudah bisa menebak arah pembicaraan Damian.

"Maafkan, aku sudah-"

Ekor mata Keisha tiba-tiba menangkap bayangan Savanah lewat, dia segera memeluk Damian sehingga Damian berhenti berkata-kata. "Iya, Damian. Kumohon, jangan memperjelas perkataanmu. Ini...ini sungguh memalukan," bisik Keisha di balik daun telinga Damian.

Sementara Savanah mematung, melihat bagaimana Damian dan Keisha saling berpelukan dengan posisi Damian masih duduk di atas motornya.

Beberapa pegawai yang lewat saling berbisik dan melihat ke arah pasangan itu dengan mimik penuh kecemburuan.

"Mesra sekali, pergilah cari kamar kalau sudah tidak tahan," ucap Savanah dengan wajah kesal. Dia bisa menebak bahwa Keisha adalah pacar Damian.

Damian tidak menghiraukan perkataan Savanah dan hanya fokus melihat ke arah Keisha, mengelus pipinya dengan lembut, "masuklah. Nanti malam, aku akan menjemputmu dan mengantarmu pulang."

Keisha mengangguk dengan patuh lalu berlari kecil masuk ke dalam bar dengan hati berbunga-bunga.

Savanah mengeram pelan lalu melangkah melewati motor Damian.Tiba-tiba Damian melajukan gas motornya sehingga hampir menabrak Savanah.

"Eh. Apa maksudmu?!" pekik Savanah, terkejut.

"Naik ke motor. Kita perlu bicara!" Damian menyodorkan helmet dengan tatapan dingin.

Melihat keseriusan Damian, Savanah menerima helmet dengan enggan lalu duduk di atas motor. Dia juga berniat bicara mengenai pernikahan mereka. Dia tahu harus ada kesepakatan karena dia mungkin akan direndahkan akibat malam naas yang dia alami.

Brum!

Motor melesat dengan kencang menjauh dari bar Salvastone. Setengah jam berada di jalanan tanpa tujuan yang jelas membuat Savanah mulai merasa gundah.

"Damian, kita mau ke mana? Waktu istirahatku hanya satu jam dan aku belum makan." Damian tetap diam dan Savanah mulai merasa kesal.

Savanah melirik Damian dengan curiga saat motor berhenti di depan kafe yang sepi. Tatapannya masih dingin dan tidak ada tanda-tanda perbincangan yang diharapkannya akan segera terjadi.

"Makan dulu. Setelah itu, kita bicara."

Savanah menghela napas panjang, mengikuti Damian masuk ke dalam kafe dengan enggan. Damian memilih meja di dekat jendela yang menghadap ke jalan.

Setelah pelayan datang dan mengambil pesanan, Savanah akhirnya memberanikan diri untuk bicara. "Pernikahan kita... apakah itu harus terjadi?"

Damian menatap lurus ke depan, tidak langsung menjawab. Hening beberapa detik sebelum akhirnya ia menghela napas pelan.

"Pernikahan ini," ucap Damian dengan suara datar.

Savanah terdiam dengan hati yang berdebar kencang dan menunggu kelanjutan kalimat Damian.

"Mari menikah dan menjaga batas!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status