Hari-hari terus berlalu, Reva dan Nathan menjalani hubungan dengan tersembunyi, namun komunikasi merak tetap lancar. Hingga tiba waktunya pergantian tahun pun telah tiba.
"Dek, malam tahun baru ke alun-alun yuk." Nathan mengirim pesan pada Reva. Ia sudah sibuk mencari cara dari jauh-jauh hari untuk bisa membawa Reva ke luar rumah. "Aku harus alasan apa, Mas, sama Ibu dan Bapak??" Reva mengirim pesan balasan, ia benar-benar tak bisa menjahui Nathan meski sebisa mungkin dia menghidarinya justru semakin kuat rasa cinta dan rindunya kepada Nathan. "Gimana ya, Dek, aku juga bingung. Padahal aku udah jauh-jauh hari nyari cara biar kamu bisa keluar, tapi sampai sekarang belum ketemu. Aku malah semakin pusing," ujar Nathan. Kini mereka sedang melakukan panggilan vidio call, mereka tak lagi bisa bertemu karena Siti mengawasi Nathan sangat ketat. Ia tak mengijinkan Nathan sama sekali untuk bertemu Reva. Reva terkekeh ia tak percaya Nathan sudah merencanakan ini semua dari jauh hari, " Masak sih, kamu udah mikirin ini sebelumnya??" "Lah kamu ngeledekin aku, nggak percaya kalau aku selalu mikirin kamu. Kamu tuh yang nggak mikirin aku dan nggak serius sama aku," sungut Nathan. Ternyata dia juga bisa kesal. "Kok gitu ngomongnya sih, di lihat dari apanya aku nggak serius sama kamu??" tanya Reva kesal juga. "Kamu nggak pernah manggil aku 'Sayang' kamu selalu manggil aku dengan sebutan biasanya," balas Nathan. Reva malah tertawa apalagi tak ada siapa-siapa di rumah dan hanya ada Tina yang sedang bermain ia tak kawatir akan di marahi oleh kedua orang tuanya. "Malah asyik ketawa, memangnya aku lucu apa?! Bisa diam nggak, Rev, tawa kamu kenceng banget nanti kalau ada yang curiga gimana?? Lah tuh cewek di bilangin malah kayak di perintah, aku datangi kamu ku cipok kamu biar berhenti ketawa." Mendengar kalimat Nathan yang terakhir Reva akhirnya menghentikan tawanya. "Up, maaf deh." Reva menutup mulutnya dengan telapak tangan agar tawanya bisa mereda. Meski hanya vidio call Nathan sangat gemas melihat tawa Reva, ingin sekali ia membekap mulut Reva yang terus terbuka itu. "Jangan marah, mas Nathan sayang, nanti tampannya berkurang lhoo," goda Reva membuat Nathan memalingkan wajahnya ia terlihat malu dan salah tingkah. *** Malam pergantian tahun telah tiba, banyak orang yang heboh ingin merayakannya sekedar menyalakan petasan seperti yang dilakukan para pemuda di desa Nathan. "Mbak Reva nanti aku ke alun-alun nonton dangdut, kamu mau ikut apa nggak??" tanya Dani adik sepupu Reva. "Sama siapa aja, aku nggak yakin deh Bapak sam Ibu ngizinin," balas Reva dengan cemberut. Ingin sekali ia ikut apalagi Nathan juga akan keluar. "Mas Faiz sama mbak Fitri juga ikut, coba tanya sama pakdhe dulu kalau boleh aku tunggu. Aku udah siap, tinggal nunggu mas Faiz aja," ujar Dani. Ia sudah memakai sepatunya di teras rumah yang ada di samping rumahnya. Dan sebelah rumah Dani ada rumah Robi. Rumah keluarga Rindi memang berkumpul. "Oke deh, tunggu ya." Reva bergegas masuk ke dalam rumah dan meminta izin sama bapaknya. "Bapak, aku boleh ikut Dani ya ke alun-alun. Ada Faiz sama Fitri juga kok, aku pengin banget nyaksiin kembang api raksasa," ujar Reva dengan memelas. Memang kembang api raksasa itulah tujuan awal utama para pemuda lebih senang menyaksikan malam tahun baru-nan di alun-alun kabupaten mereka yang tepatnya ada di perbatasan kota. "Nggak boleh, cuma mau lihat kembang api sampe jauh-jauh ke kota ngapain??" sahut Rindi dengan cepat. "Iih Ibuk mah gitu, nggak asyik. Boleh ya, Bapak kan ada Faiz sama Fitri aku bisa ngintil mereka terus. Lagian aku belum pernah loh nyaksiin ginian," rengek Reva dengan manja. "Mbak Reva, jadi nggak?? Mas Faiz dah nunggu di gapura??" panggil Dani dari luar rumah. Faiz kakak Dani ini tidak serumah dengan sang ibu tetapi masih tinggal satu desa yang sama. "Bapak...." kedua mata Reva sudah berkaca-kaca kalau ia tak dapat izin ia janji akan rela menangis semalaman. Prabu memandang mata Reva yang penuh harap, kedua mata itu sudah berembun membuat Prabu tak sampai hati untuk melarang anak gadisnya. Hatinya berat namun ia lebih berat kalau melihat putrinya beneran menangis. "Ya sudah, tapi kamu harus janji jangan neko-neko disana dan jaga diri baik-baik. Jangan jauh-jauh sama Faiz dan Fitri ya," ungkap Prabu. "Yang bener Bapak, aku boleh ikut??" tanya Reva memastikan. "Bapak...." anak melotot ke arah sang suami. Prabu hanya membalas dengan gelengan kepala. "Mbak, aku berangkat ya." Dani sudah hampir menarik pedal gasnya lagi. "Daniiiii tungguuuu.......!!!" teriak Reva berlari keluar rumahnya. "Tungguin aku bentar, Bapak udah ngasih izin kok," ujar Reva seketika Dani mematikan mesin motornya. "Ya udah jangan lama-lama dandannya," balas Dani. Reva segera masuk dan berganti pakaian. Ia selalu memakai baju yang tertutup meski tidak memakai hijab, ia memakai celana jins panjang berwarna biru navy dan atasan Hoodie berwana biru langit tentu saja ia sudah memakai kaos pendek sebelum memakai Hoodie panjangnya. Tak ketinggalan tas slempang kecil ia bawa untuk tempat membawa hpnya. Reva keluar dari kamar dengan membawa helmnya sembari menunduk ia ragu untuk mengatakan kepada sang Ibu. "Bu, minta uang saku," ujar Reva dengan ragu-ragu. "Huh, masih butuh uang saku kan. Makanya mending di rumah aja, nonton lewat hp kan juga bisa nanti kalau ada yang aplod," balas Ana. Meski mengomel-ngomel namun Rindi tetap memberi uang kepada Reva. Uang selembar berwana hijau itu diterima Reva dengan wajah yang sumringah, meski tak seberapa namun ia bersyukur sang Ibu masih mau memberinya uang pegangan. "Makasih ya, Bu, aku berangkat dulu. Bapak makasih ya udah ngasih Reva izin." Reva sun tangan bapaknya dan memeluk tubuh sang bapak sebentar. "Iya, hati-hati lho yaa," balas Prabu. "Aku berangkat ya, Bu," ucap Reva juga sun tangan dengan sang Ibu. Meski Ibunya tetap diam memberengut Reva tetap mencium pipi kanan sang Ibu lalu berlari keluar. "Assalamualaikum...." ucap Reva berlarian sembari mengucapkan salam. "Lama amat dandannya, yang nungguin sampe berjamur," ujar Dani. "Hehehe..." balas Reva cengengesan. Sesampai di sana, sampah petasan mercon begitu banyak dan berhamburan kemana-mana sebab sehabis isya' tadi para pemuda habis memberondong mercon yang begitu banyak. Namun sekarang para pemuda itu sudah raib menghadiri hiburan yang ada di alun-alun. "Udah, yok langsung berangkat saja," ujar Dani saat sampai di gapura desa dan bertemu Faiz. Dalam perjalanannya Reva diam-diam mengirim pesan pada Nathan. "Aku keluar sama Dani, Mas." "Baik, Sayang, aku tunggu ya nanti kita ketemuan disini." Tak menunggu waktu lama balasan dari Nathan telah masuk. "Oke," balas Reva. Nathan mengirim balasan lagi berupa stiker gift orang yang sedang kiss jauh dan keluar banyak love. Reva tersenyum, jantungnya mulai berdebar mengingat dia akan ketemuan dengan sang pacar. Reva duduk di atas boncengan Dani, dan Dani bergegas menyusul sang kakak yang sudah menunggunya sejak tadi di gapura desa. Sesampai di sana, sampah petasan mercon begitu banyak dan berhamburan kemana-mana sebab sehabis isya' tadi para pemuda habis memberondong mercon yang begitu banyak. Namun sekarang para pemuda itu sudah raib menghadiri hiburan yang ada di alun-alun. "Udah, yok langsung berangkat saja," ujar Dani saat sampai di gapura desa dan bertemu Faiz. Dalam perjalanannya Reva diam-diam mengirim pesan pada Nathan. "Aku keluar sama Dani, Mas." "Baik, Sayang, aku tunggu ya nanti kita ketemuan disini." Tak menunggu waktu lama balasan dari Nathan telah masuk. "Oke," balas Reva. Nathan mengirim balasan lagi berupa stiker gift orang yang sedang kiss jauh dan keluar banyak love. Reva tersenyum, jantungnya mulai berdebar mengingat dia akan ketemuan dengan sang pacar.Malam pergantian tahun begitu riuh. Reva, yang baru pertama kali lepas dari aturan ketat rumah, takjub melihat betapa ramainya perbatasan kota. Apalagi, artis viral Denny Cicak turut diundang, membuat penggemarnya berbondong-bondong datang dari berbagai penjuru kecamatan dan kabupaten."Ini lebih dari ekspektasiku, Fit. Ternyata semeriah ini, ya," gumam Reva."Ini belum seberapa, Mbak. Nanti kalau kembang api sudah dinyalakan, pasti lebih ramai lagi," balas Fitri sambil menggendong putranya."Wah, aku makin tak sabar," Reva semakin bersemangat."Bunda beli itu," Salmi menunjuk sebuah makanan khas turkey."Mbak Reva, aku mau kesana. Salmi minta kebab," ucap Fitri."Aku nunggu di sini aja deh," balas Reva. Sedangkan Faiz dan Dani sudah maju ke depan untuk menyaksikan dangdut.Di sekitar mereka, suara musik dangdut menggelegar. Faiz dan Dani sudah maju ke depan, menikmati hiburan. Sementara itu, Fitri dan Reva memilih tetap di belakang, menghindari desakan orang banyak, apalagi Fitri mem
Pesta kembang api telah selesai, begitu pula dengan hiburan dangdut yang menemani malam. Para pengunjung mulai membubarkan diri dan beranjak dari halaman alun-alun.Nathan kembali berkumpul dengan teman-temannya. Mereka semua tampak menggandeng pasangan masing-masing.Di tangan mereka telah ada berbagai jajanan seperti jagung bakar, telur gulung, takoyaki, papeda, es teh, dan lainnya."Mari makan!" seru Panji dengan wajah sumringah. Tanpa ragu, ia langsung duduk di tanah dan membuka plastik makanannya."Kamu tuh ya, kalau ada yang gratisan selalu paling cepat geraknya," celutuk Agung, mengingat Panji sebelumnya mengaku kehabisan uang dan tidak membeli apa pun."Ya, jelas dong," balas Panji tanpa rasa bersalah.Mereka semua duduk lesehan di tanah, membentuk lingkaran tanpa alas apa pun, menikmati makanan yang mereka beli. Rendi terlihat membawa banyak telur gulung, sedangkan Agung membawa cireng sambal. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kali ini mereka menikmati malam tanpa minuman
Jalan Raya Pemisah Cinta "Sudah mulai belajar jadi liar, ya?!" Suara Rindi melengking di ambang pintu kamar Reva. "Sudah Ibu bilang berapa kali, kamu itu nggak boleh berhubungan sama Nathan! Ingat, Nduk, kita ini orang nggak punya, sedangkan orang tua Nathan orang berada. Ibu nggak mau kamu jadi hinaan mereka kalau sampai kamu menikah sama Nathan!" Suara Rindi sudah mulai serak, dia sudah mulai menangis. Dan air mata yang sejak tadi Reva tahan-tahan akhirnya tumpah juga. Reva menangis dalam diam diatas bantal.Pintu kamar yang tak terkunci membuat Rindi dengan mudah menerobos masuk. Wajahnya merah padam menahan amarah.Reva hanya bisa menangis, hatinya masih bergetar setelah dipaksa pulang oleh sang Bapak. Ia baru saja pulang setelah diam-diam bertemu Nathan. Namun, rencana pertemuan itu gagal sempurna karena mereka tertangkap basah."Sudah banyak yang datang ingin melamarmu, tapi kamu selalu menolak! Kenapa justru kamu diam-diam menjalin hubungan sama Nathan?" Suara Rindi mulai ber
Pagi datang lebih cepat dari yang ia harapkan.Reva terbangun karena suara orang berbicara di luar kamarnya. Biasanya, bapak dan ibunya sudah membangunkannya sejak subuh. Tapi kali ini, tidak ada suara yang memanggilnya, tidak ada ketukan di pintu kamarnya.Ia melirik jam dinding. Setengah enam.Jantungnya mencelos. Sudah nyaris kesiangan.Reva bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudu. Setelah itu, ia berdiri di ruang tengah, siap menunaikan salat subuh.Tapi suara sinis tiba-tiba menyelusup ke telinganya."Oalah, anak perawan jam segini baru bangun? Baru mau salat subuh?"Reva menoleh, mendapati Imam—kakak sepupunya—menatapnya dengan seringai usil."Lihat jam, udah hampir jam enam. Salatmu itu nggak bakal diterima," lanjut Imam, tertawa mengejek.Reva mengembuskan napas kasar. "Nyebelin banget sih, Mas! Pagi-pagi udah di sini, mau minta sarapan?!"Imam terkekeh, tapi Reva tak lagi memperdulikannya. Ia segera masuk ke ruang salat, buru-buru melaksanakan kewajibannya
Seiring berjalannya waktu, Rindi pulang dari rumah majikannya dan melihat ada sepeda motor yang tidak dikenalnya terparkir di depan rumah. Ia masuk lewat pintu belakang, mengintip dari dapur. Suara tawa lelaki terdengar di dalam rumahnya."Ibu sudah pulang?" tanya Reva saat Rindi melepas sepatu."Heemmm..." jawab Rindi dengan deheman singkat."Ada temanku yang main, Bu, tapi mereka belum dijamu. Aku mau beli ke warung, tapi nggak ada uang. Boleh minta duit?" tanya Reva, mencoba memohon."Nggak boleh," jawab Rindi tegas.Selama Reva lulus sekolah, ada saja teman lelaki Reva yang datang bahkan selalu berbeda-beda orang. Rindi sampai malu diomongin para tetangga."Anakmu lho, Rin, laris manis setiap hari kok ada saja lelaki yang datang." Pertanyaan itu sering Rindi temui setelah ada lelaki yang bertamu. Ia yakin setelah ini para tetangga pasti akan berkomentar lagi.Rindi segera masuk kamar mandi untuk mandi, karena ia sudah tahu siapa yang datang, jadi tak perlu penasaran lagi.Setelah
Saat sampai rumah, Rindi tak bersemangat untuk memasak. Ia hanya mengambil kacang panjang yang ada di kulkas hasil panennya sendiri ia akan menumisnya dengan tempe. Siang ini dan nanti sore akan makan pakai menu itu sedangkan ikan asin akan ia masak besok pagi untuk sarapan.Sedangkan di luar rumah Tina merengek minta jajan karena dari tadi pagi ia belum jajan. Alhasil Reva harus minta uang sama Ibunya yang, padahal ia ingin marah sama sang ibu."Bu, Tina minta beli jajan," ucap Reva saat menemui ibunya.Rindi hanya diam saja tetapi ia menyodorkan uang dua ribu untuk Reva sisa belanjanya tadi. Reva menerima begitu saja tanpa peduli dengan wajah sang ibu yang terlihat masam."Ayo beli jajan, tapi jalan kaki ya. Kakak capek kalau harus gendong kamu," ujar Reva."Asyik..." seru Tina kegirangan.Reva dan Tina menuju warungnya Aris yang tak jauh dari rumahnya. "Sana mau beli apa??" Sampai di warung Reva meminta sang adik memilih jajan."Mau beli apa, Tin??" Sapa Aris."Beli jajan, Mbak,"
Pesta kembang api telah selesai, begitu pula dengan hiburan dangdut yang menemani malam. Para pengunjung mulai membubarkan diri dan beranjak dari halaman alun-alun.Nathan kembali berkumpul dengan teman-temannya. Mereka semua tampak menggandeng pasangan masing-masing.Di tangan mereka telah ada berbagai jajanan seperti jagung bakar, telur gulung, takoyaki, papeda, es teh, dan lainnya."Mari makan!" seru Panji dengan wajah sumringah. Tanpa ragu, ia langsung duduk di tanah dan membuka plastik makanannya."Kamu tuh ya, kalau ada yang gratisan selalu paling cepat geraknya," celutuk Agung, mengingat Panji sebelumnya mengaku kehabisan uang dan tidak membeli apa pun."Ya, jelas dong," balas Panji tanpa rasa bersalah.Mereka semua duduk lesehan di tanah, membentuk lingkaran tanpa alas apa pun, menikmati makanan yang mereka beli. Rendi terlihat membawa banyak telur gulung, sedangkan Agung membawa cireng sambal. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kali ini mereka menikmati malam tanpa minuman
Malam pergantian tahun begitu riuh. Reva, yang baru pertama kali lepas dari aturan ketat rumah, takjub melihat betapa ramainya perbatasan kota. Apalagi, artis viral Denny Cicak turut diundang, membuat penggemarnya berbondong-bondong datang dari berbagai penjuru kecamatan dan kabupaten."Ini lebih dari ekspektasiku, Fit. Ternyata semeriah ini, ya," gumam Reva."Ini belum seberapa, Mbak. Nanti kalau kembang api sudah dinyalakan, pasti lebih ramai lagi," balas Fitri sambil menggendong putranya."Wah, aku makin tak sabar," Reva semakin bersemangat."Bunda beli itu," Salmi menunjuk sebuah makanan khas turkey."Mbak Reva, aku mau kesana. Salmi minta kebab," ucap Fitri."Aku nunggu di sini aja deh," balas Reva. Sedangkan Faiz dan Dani sudah maju ke depan untuk menyaksikan dangdut.Di sekitar mereka, suara musik dangdut menggelegar. Faiz dan Dani sudah maju ke depan, menikmati hiburan. Sementara itu, Fitri dan Reva memilih tetap di belakang, menghindari desakan orang banyak, apalagi Fitri mem
Hari-hari terus berlalu, Reva dan Nathan menjalani hubungan dengan tersembunyi, namun komunikasi merak tetap lancar. Hingga tiba waktunya pergantian tahun pun telah tiba."Dek, malam tahun baru ke alun-alun yuk." Nathan mengirim pesan pada Reva. Ia sudah sibuk mencari cara dari jauh-jauh hari untuk bisa membawa Reva ke luar rumah."Aku harus alasan apa, Mas, sama Ibu dan Bapak??" Reva mengirim pesan balasan, ia benar-benar tak bisa menjahui Nathan meski sebisa mungkin dia menghidarinya justru semakin kuat rasa cinta dan rindunya kepada Nathan."Gimana ya, Dek, aku juga bingung. Padahal aku udah jauh-jauh hari nyari cara biar kamu bisa keluar, tapi sampai sekarang belum ketemu. Aku malah semakin pusing," ujar Nathan.Kini mereka sedang melakukan panggilan vidio call, mereka tak lagi bisa bertemu karena Siti mengawasi Nathan sangat ketat. Ia tak mengijinkan Nathan sama sekali untuk bertemu Reva.Reva terkekeh ia tak percaya Nathan sudah merencanakan ini semua dari jauh hari, " Masak sih
Saat sampai rumah, Rindi tak bersemangat untuk memasak. Ia hanya mengambil kacang panjang yang ada di kulkas hasil panennya sendiri ia akan menumisnya dengan tempe. Siang ini dan nanti sore akan makan pakai menu itu sedangkan ikan asin akan ia masak besok pagi untuk sarapan.Sedangkan di luar rumah Tina merengek minta jajan karena dari tadi pagi ia belum jajan. Alhasil Reva harus minta uang sama Ibunya yang, padahal ia ingin marah sama sang ibu."Bu, Tina minta beli jajan," ucap Reva saat menemui ibunya.Rindi hanya diam saja tetapi ia menyodorkan uang dua ribu untuk Reva sisa belanjanya tadi. Reva menerima begitu saja tanpa peduli dengan wajah sang ibu yang terlihat masam."Ayo beli jajan, tapi jalan kaki ya. Kakak capek kalau harus gendong kamu," ujar Reva."Asyik..." seru Tina kegirangan.Reva dan Tina menuju warungnya Aris yang tak jauh dari rumahnya. "Sana mau beli apa??" Sampai di warung Reva meminta sang adik memilih jajan."Mau beli apa, Tin??" Sapa Aris."Beli jajan, Mbak,"
Seiring berjalannya waktu, Rindi pulang dari rumah majikannya dan melihat ada sepeda motor yang tidak dikenalnya terparkir di depan rumah. Ia masuk lewat pintu belakang, mengintip dari dapur. Suara tawa lelaki terdengar di dalam rumahnya."Ibu sudah pulang?" tanya Reva saat Rindi melepas sepatu."Heemmm..." jawab Rindi dengan deheman singkat."Ada temanku yang main, Bu, tapi mereka belum dijamu. Aku mau beli ke warung, tapi nggak ada uang. Boleh minta duit?" tanya Reva, mencoba memohon."Nggak boleh," jawab Rindi tegas.Selama Reva lulus sekolah, ada saja teman lelaki Reva yang datang bahkan selalu berbeda-beda orang. Rindi sampai malu diomongin para tetangga."Anakmu lho, Rin, laris manis setiap hari kok ada saja lelaki yang datang." Pertanyaan itu sering Rindi temui setelah ada lelaki yang bertamu. Ia yakin setelah ini para tetangga pasti akan berkomentar lagi.Rindi segera masuk kamar mandi untuk mandi, karena ia sudah tahu siapa yang datang, jadi tak perlu penasaran lagi.Setelah
Pagi datang lebih cepat dari yang ia harapkan.Reva terbangun karena suara orang berbicara di luar kamarnya. Biasanya, bapak dan ibunya sudah membangunkannya sejak subuh. Tapi kali ini, tidak ada suara yang memanggilnya, tidak ada ketukan di pintu kamarnya.Ia melirik jam dinding. Setengah enam.Jantungnya mencelos. Sudah nyaris kesiangan.Reva bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudu. Setelah itu, ia berdiri di ruang tengah, siap menunaikan salat subuh.Tapi suara sinis tiba-tiba menyelusup ke telinganya."Oalah, anak perawan jam segini baru bangun? Baru mau salat subuh?"Reva menoleh, mendapati Imam—kakak sepupunya—menatapnya dengan seringai usil."Lihat jam, udah hampir jam enam. Salatmu itu nggak bakal diterima," lanjut Imam, tertawa mengejek.Reva mengembuskan napas kasar. "Nyebelin banget sih, Mas! Pagi-pagi udah di sini, mau minta sarapan?!"Imam terkekeh, tapi Reva tak lagi memperdulikannya. Ia segera masuk ke ruang salat, buru-buru melaksanakan kewajibannya
Jalan Raya Pemisah Cinta "Sudah mulai belajar jadi liar, ya?!" Suara Rindi melengking di ambang pintu kamar Reva. "Sudah Ibu bilang berapa kali, kamu itu nggak boleh berhubungan sama Nathan! Ingat, Nduk, kita ini orang nggak punya, sedangkan orang tua Nathan orang berada. Ibu nggak mau kamu jadi hinaan mereka kalau sampai kamu menikah sama Nathan!" Suara Rindi sudah mulai serak, dia sudah mulai menangis. Dan air mata yang sejak tadi Reva tahan-tahan akhirnya tumpah juga. Reva menangis dalam diam diatas bantal.Pintu kamar yang tak terkunci membuat Rindi dengan mudah menerobos masuk. Wajahnya merah padam menahan amarah.Reva hanya bisa menangis, hatinya masih bergetar setelah dipaksa pulang oleh sang Bapak. Ia baru saja pulang setelah diam-diam bertemu Nathan. Namun, rencana pertemuan itu gagal sempurna karena mereka tertangkap basah."Sudah banyak yang datang ingin melamarmu, tapi kamu selalu menolak! Kenapa justru kamu diam-diam menjalin hubungan sama Nathan?" Suara Rindi mulai ber