“Tuan Paul Ombudsman... Aku Sandy Setiawan, anak sulung dari Keluarga Setiawan. Nenekku baru-baru ini mengatakan bahwa ia mengenal Anda dengan baik, dan merupakan pelanggan setia Pacific Holding. Aku datang ke sini untuk melihat-lihat satu apartemen tipe studio...”Sandy Setiawan berbicara dengan nada suara penuh keyakinan, bahkan sedikit sombong, sambil menatap Paul dengan tatapan penuh harap akan dikenali sang CEO.Dia memang terlalu percaya diri, memandang sekeliling ruangan seolah-olah ngin mengumumkan bahwa masuk dalam jajaran elit orang kaya kelas satu.Namun, dia lupa bahwa meskipun Keluarga Setiawan cukup kaya, mereka hanya masuk dalam lingkaran orang kaya kelas dua di Kota Jatavia ini. Mana mungkin Paul Ombudsman, seorang CEO anak perusahaan papan atas, mengenal keluarga Setiawan mereka?Suasana ruangan yang awalnya tegang pun semakin terasa canggung.Dengan acuh tak acuh, tanpa memandang tangan Sandy yang sudah terjulur untuk bersalaman, Paul Ombudsman mendekati Xander yang
Xander melangkah keluar dari lift eksekutif khusus untuk penghuni VVIP, diikuti oleh Grace Song, dan terakhir Paul Ombudsman. Langkah-langkah mereka menggema di koridor yang sepi dan berkilau dengan lantai marmer."Jadi Anda berniat mengambil unit tersebut, Tuan Xander?" Paul Ombudsman bertanya dengan nada penuh harap. Penjualan sebesar 40 miliar jelas akan menaikkan reputasinya, selain itu, ia akan menjalin hubungan baik dengan anak muda kaya ini."Aku akan mengambil unit tersebut. Tolong beritahu kapan aku bisa menempatinya, karena hari ini aku masih menginap di Hotel Fiantrofi," jawab Xander dengan suara tenang namun tegas.Mendengar kata-kata dari anak muda yang ia kira berasal dari keluarga kaya generasi kedua, namun tak ingin identitasnya diketahui, Paul Ombudsman merasa sangat gembira. Ia berkata, "Pembayaran Anda dapat dilakukan melalui transfer antar bank kapan saja. Aku tidak meragukan itu mengingat Ibu Grace Song adalah pelanggan tetap dari perusahaan kami."Namun, Paul ter
Xander sedang berbaring di kamar suite Hotel Filantrofi, memandang langit-langit sambil merenung.Cahaya lampu kristal yang berkilauan menerangi ruangan dengan lembut, menciptakan bayangan yang bergerak pelan di dinding.Keahliannya dalam memahami seni lukis terasa sangat rendah jika dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga kaya atau generasi kedua yang sejak usia dini telah mempelajari lukisan indah karya pelukis kenamaan nasional atau dunia.Sambil merenung, suasana kamar yang mewah semakin membuatnya merasa kecil sebagai orang kaya baru."Bagaimana jika Sandy Setiawan datang memenuhi undangan dan membuat kekacauan serta mempermalukanku?" pikirnya dengan cemas.Pikiran ini menggelayut di hatinya, menambah beban yang sudah cukup berat ia pikul sebagai seorang kaya baru. Xander sangat ingin membalas dendam, namun untuk itu ia harus berubah, harus terlihat kaya, tidak lagi kampungan, dan mampu membalas setiap perlakuan penindasan yang dilakukan oleh keluarga Setiawan dengan cara yan
Karena masih sibuk, atau lebih tepatnya lagi karena memegang teguh prinsip berhemat ala orang miskin yang hidup pas-pasan, Xander belum melakukan upgrade atas busana-busana yang ia miliki. Ia lebih memilih menyimpan uangnya untuk kebutuhan yang lebih mendesak, meski kini hidupnya telah berubah drastis.Hari ini Xander sudah pindah ke apartemen VVIP di Pacific Residence, sebuah hunian berkelas tinggi yang hanya dapat dinikmati segelintir orang sangat kaya di Kota Jatavia. Apartemen ini begitu megah, terletak di lantai paling tinggi dari 20 lantai Pacific Residence.“Sungguh sebuah unit VVIP, yang dilengkapi dengan segala kemewahan yang hanya bisa diimpikan oleh kebanyakan orang,” teriak Xander keras-keras. Ia berlari-larian didalam appartemen yang luas, dan miliki dua lantai, berbentuk atriumPagi itu, waktu menunjukkan pukul 7 dan dia sedang menikmati pagi yang indah di teras apartemennya, dengan pemandangan yang mengarah ke keindahan Kota Metropolitan Jatavia. Gedung-gedung pencakar
Armani adalah desainer ternama dari luar negeri yang dikenal dengan karya-karya modisnya, terutama untuk kaum pria.Jaket-jaketnya dibuat dari bahan berkualitas tinggi dan ditenun dengan keahlian tangan terbaik. Setiap detailnya mencerminkan keanggunan dan kemewahan, menjadikannya primadona di dunia fesyen internasional.Lebih dari sekadar nama, Armani telah membangun reputasi yang kuat.Karyanya sering dipilih oleh selebriti dan kalangan elite yang ingin menampilkan status dan gaya hidup mereka. Oleh karena itu, harga yang ditawarkan untuk setiap koleksi adalah pantas, dan sering kali melambung tinggi.Seperti halnya jaket semi-formal terbaru dari koleksi musim semi yang dibawa oleh sepasang kekasih ke dalam ruang ganti.Dengan harga enam puluh juta rupiah, jaket ini adalah salah satu item paling eksklusif di butik Armani. Terbuat dari material premium, jaket ini memancarkan aura kemewahan yang tak tertandingi.Di dalam ruang ganti butik Armani itu, terdengar cekikikan lembut dari ga
Entah mengapa, saat melihat dirinya menjadi tontonan, Xander merasa jantungnya berdebar-debar, seolah-olah Black Card yang ia genggam hanyalah sebuah kartu tak berarti. Kegelisahan merayap perlahan, membuat keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya.Dia melirik ke arah gadis sombong yang tampak sangat antusias.Gadis itu berdiri dengan leher terulur panjang, seakan-akan dia ingin melongok ke dalam meja konter pembayaran, berharap menemukan kenyataan bahwa kartu yang diberikan Xander palsu atau setidaknya tidak ada isinya sama sekali."Maaf... ini area khusus. Hanya diperuntukkan untuk karyawan, terutama bagian kasir!"Beruntung, kasir perempuan di butik Armani itu sangat ketat menjalankan prosedur sesuai SOP perusahaan. Dia memberi tahu gadis yang mulai kepo dengan kartu Xander itu bahwa ada batasan antara pelanggan dan area karyawan. Gadis itu tampak kesal, bibirnya mengerucut tanda tidak puas, dan dia mencibir dengan tajam.“Buat apa kalian melindungi pelanggan yang jelas-jelas s
Waktu menunjukkan pukul 11.00, dan acara pembukaan Peza Gallery hampir dimulai.Karena tidak memiliki mobil pribadi, Xander memutuskan untuk menggunakan jasa taksi online merek Uber. Dia membuka aplikasi di ponselnya dengan gesekan jari yang terampil.“Tak mungkin aku meminta Grace Song untuk mengantarkanku dengan mobilnya. Dia masih sibuk menyelesaikan semua transaksi kepemilikan Gorilla’s Kafe. Lebih baik aku menggunakan taksi online saja,” pikirnya, sambil memeriksa layar ponsel.Tak lama kemudian, sebuah mobil Avanza sederhana—kendaraan yang umum dimiliki oleh banyak orang di Negeri Konoya—menyusul di depan Xander. Avanza berwarna silver itu tampak sedikit kusam dan kurang terawat. Catnya mulai memudar, menampakkan noda-noda kecil yang tampak seperti bekas hujan.Meskipun demikian, bentuknya masih cukup layak untuk dinaiki Xander, yang sifatnya memang sederhana dan tak suka menonjol.Peza Gallery terletak di lantai sepuluh gedung perkantoran tinggi yang megah bernama 'Azure Buildi
“Well, well, well... Xander Sanjaya, seorang kenalan lama dari zaman SMA. Apa yang membuatmu datang ke tempat ini? Aku menebak, pasti kamu baru saja selesai mengantar seorang bos, bukan? Dan kamu bekerja sebagai sopir tentunya!” Paul berkacak pinggang, menatap Vera dengan penuh kemenangan sebelum mengalihkan pandangannya ke Xander.Dia mulai melancarkan jurus lamanya untuk menghina Xander, dengan nada suara yang sarat dengan kepongahan.Paul ini sebenarnya patut dikasihani.Dia berusaha menampilkan sisa-sisa kejayaan masa lalunya meskipun sekarang pekerjaannya hanya sebagai seorang sales promotion boy yang digaji per jam dengan upah rendah. Setiap hari, dia berpura-pura menjadi orang penting, meskipun kenyataannya jauh dari itu.Menghadapi kata-kata sinis Paul, Xander hanya berusaha tersenyum. Senyum yang penuh kesabaran dan ketenangan, seolah tidak terpengaruh oleh hinaan tersebut. Suasana sekitar terasa tegang, namun Xander tetap berdiri dengan tenang.Dengan suara penuh kerendahan