Xander sedang berbaring di kamar suite Hotel Filantrofi, memandang langit-langit sambil merenung.Cahaya lampu kristal yang berkilauan menerangi ruangan dengan lembut, menciptakan bayangan yang bergerak pelan di dinding.Keahliannya dalam memahami seni lukis terasa sangat rendah jika dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga kaya atau generasi kedua yang sejak usia dini telah mempelajari lukisan indah karya pelukis kenamaan nasional atau dunia.Sambil merenung, suasana kamar yang mewah semakin membuatnya merasa kecil sebagai orang kaya baru."Bagaimana jika Sandy Setiawan datang memenuhi undangan dan membuat kekacauan serta mempermalukanku?" pikirnya dengan cemas.Pikiran ini menggelayut di hatinya, menambah beban yang sudah cukup berat ia pikul sebagai seorang kaya baru. Xander sangat ingin membalas dendam, namun untuk itu ia harus berubah, harus terlihat kaya, tidak lagi kampungan, dan mampu membalas setiap perlakuan penindasan yang dilakukan oleh keluarga Setiawan dengan cara yan
Karena masih sibuk, atau lebih tepatnya lagi karena memegang teguh prinsip berhemat ala orang miskin yang hidup pas-pasan, Xander belum melakukan upgrade atas busana-busana yang ia miliki. Ia lebih memilih menyimpan uangnya untuk kebutuhan yang lebih mendesak, meski kini hidupnya telah berubah drastis.Hari ini Xander sudah pindah ke apartemen VVIP di Pacific Residence, sebuah hunian berkelas tinggi yang hanya dapat dinikmati segelintir orang sangat kaya di Kota Jatavia. Apartemen ini begitu megah, terletak di lantai paling tinggi dari 20 lantai Pacific Residence.“Sungguh sebuah unit VVIP, yang dilengkapi dengan segala kemewahan yang hanya bisa diimpikan oleh kebanyakan orang,” teriak Xander keras-keras. Ia berlari-larian didalam appartemen yang luas, dan miliki dua lantai, berbentuk atriumPagi itu, waktu menunjukkan pukul 7 dan dia sedang menikmati pagi yang indah di teras apartemennya, dengan pemandangan yang mengarah ke keindahan Kota Metropolitan Jatavia. Gedung-gedung pencakar
Armani adalah desainer ternama dari luar negeri yang dikenal dengan karya-karya modisnya, terutama untuk kaum pria.Jaket-jaketnya dibuat dari bahan berkualitas tinggi dan ditenun dengan keahlian tangan terbaik. Setiap detailnya mencerminkan keanggunan dan kemewahan, menjadikannya primadona di dunia fesyen internasional.Lebih dari sekadar nama, Armani telah membangun reputasi yang kuat.Karyanya sering dipilih oleh selebriti dan kalangan elite yang ingin menampilkan status dan gaya hidup mereka. Oleh karena itu, harga yang ditawarkan untuk setiap koleksi adalah pantas, dan sering kali melambung tinggi.Seperti halnya jaket semi-formal terbaru dari koleksi musim semi yang dibawa oleh sepasang kekasih ke dalam ruang ganti.Dengan harga enam puluh juta rupiah, jaket ini adalah salah satu item paling eksklusif di butik Armani. Terbuat dari material premium, jaket ini memancarkan aura kemewahan yang tak tertandingi.Di dalam ruang ganti butik Armani itu, terdengar cekikikan lembut dari ga
Entah mengapa, saat melihat dirinya menjadi tontonan, Xander merasa jantungnya berdebar-debar, seolah-olah Black Card yang ia genggam hanyalah sebuah kartu tak berarti. Kegelisahan merayap perlahan, membuat keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya.Dia melirik ke arah gadis sombong yang tampak sangat antusias.Gadis itu berdiri dengan leher terulur panjang, seakan-akan dia ingin melongok ke dalam meja konter pembayaran, berharap menemukan kenyataan bahwa kartu yang diberikan Xander palsu atau setidaknya tidak ada isinya sama sekali."Maaf... ini area khusus. Hanya diperuntukkan untuk karyawan, terutama bagian kasir!"Beruntung, kasir perempuan di butik Armani itu sangat ketat menjalankan prosedur sesuai SOP perusahaan. Dia memberi tahu gadis yang mulai kepo dengan kartu Xander itu bahwa ada batasan antara pelanggan dan area karyawan. Gadis itu tampak kesal, bibirnya mengerucut tanda tidak puas, dan dia mencibir dengan tajam.“Buat apa kalian melindungi pelanggan yang jelas-jelas s
Waktu menunjukkan pukul 11.00, dan acara pembukaan Peza Gallery hampir dimulai.Karena tidak memiliki mobil pribadi, Xander memutuskan untuk menggunakan jasa taksi online merek Uber. Dia membuka aplikasi di ponselnya dengan gesekan jari yang terampil.“Tak mungkin aku meminta Grace Song untuk mengantarkanku dengan mobilnya. Dia masih sibuk menyelesaikan semua transaksi kepemilikan Gorilla’s Kafe. Lebih baik aku menggunakan taksi online saja,” pikirnya, sambil memeriksa layar ponsel.Tak lama kemudian, sebuah mobil Avanza sederhana—kendaraan yang umum dimiliki oleh banyak orang di Negeri Konoya—menyusul di depan Xander. Avanza berwarna silver itu tampak sedikit kusam dan kurang terawat. Catnya mulai memudar, menampakkan noda-noda kecil yang tampak seperti bekas hujan.Meskipun demikian, bentuknya masih cukup layak untuk dinaiki Xander, yang sifatnya memang sederhana dan tak suka menonjol.Peza Gallery terletak di lantai sepuluh gedung perkantoran tinggi yang megah bernama 'Azure Buildi
“Well, well, well... Xander Sanjaya, seorang kenalan lama dari zaman SMA. Apa yang membuatmu datang ke tempat ini? Aku menebak, pasti kamu baru saja selesai mengantar seorang bos, bukan? Dan kamu bekerja sebagai sopir tentunya!” Paul berkacak pinggang, menatap Vera dengan penuh kemenangan sebelum mengalihkan pandangannya ke Xander.Dia mulai melancarkan jurus lamanya untuk menghina Xander, dengan nada suara yang sarat dengan kepongahan.Paul ini sebenarnya patut dikasihani.Dia berusaha menampilkan sisa-sisa kejayaan masa lalunya meskipun sekarang pekerjaannya hanya sebagai seorang sales promotion boy yang digaji per jam dengan upah rendah. Setiap hari, dia berpura-pura menjadi orang penting, meskipun kenyataannya jauh dari itu.Menghadapi kata-kata sinis Paul, Xander hanya berusaha tersenyum. Senyum yang penuh kesabaran dan ketenangan, seolah tidak terpengaruh oleh hinaan tersebut. Suasana sekitar terasa tegang, namun Xander tetap berdiri dengan tenang.Dengan suara penuh kerendahan
“Tuan Xander,” Emma berkata dengan nada rendah, wajahnya tampak menyesal. “Maafkan kecerobohan dua anak buah kami ini. Mereka tidak tahu siapa Anda dan tidak mengerti arti undangan berwarna hitam emas ini.”Emma menghapus keringat yang menetes memenuhi peipisnya. Wajahnya menunjukkan betapa mendalamnya rasa malu yang dirasakannya. Dalam hati, dia memaki-maki Vera dan Paul yang ia nilai bodoh itu.Masalah Vera dan Paul yang memperumit Tuan Xander, apalagi karena mereka merobek undangan seorang tamu VVIP, jelas bukan perkara remeh.Lagipula, siapakah Xander yang bisa membeli unit apartemen termahal di Pacific Residence dengan pembayaran tunai—tanpa harus lewat bank? Jika bukan seorang miliuner, Xander pasti adalah anak dari generasi kedua orang terkaya di Kota Jatavia.Lebih baik memecat dua karyawan yang tidak becus itu, dari pada kehilangan pelanggan potensial seperti Tuan Xander. Emma menyaksikan sendiri di Lobby Pacific Residence saat Tuan Xander itu membayar hanya dalam sekali klik
Lantai sepuluh Gedung Azure Building adalah simbol kemewahan dan kelas tinggi.Penataan ruangan di lantai ini mengusung konsep seni yang sangat berkualitas tinggi, kabarnya desainnya langsung ditangani oleh seorang arsitek terkenal dari Konoya. Setiap sudut ruangan dihias dengan nilai seni yang tinggi, menciptakan atmosfer yang begitu nyaman dan elegan bagi setiap pengunjungnya.Ruangan pamer ini sangat luas dan dirancang berkelok-kelok, menyerupai tata letak jalanan. Dinding-dindingnya dipenuhi dengan lukisan-lukisan dari berbagai artis, mulai dari karya pop hingga abstrak, menciptakan sebuah galeri yang memanjakan mata. Begitu Xander memasuki ruangan ini, informasi yang dipelajarinya dari sistem toko langsung terlintas dalam pikirannya.“Lukisan kuda liar yang berlari di padang luas ini adalah karya pelukis terkenal dari Negeri Konoya – Abraham, dibuat puluhan tahun lalu,” jelas suara halus yang terdengar di telinganya.Xander berhenti sejenak dan memeriksa detail lukisan tersebut.