Tatapan Ethan begitu tajam sampai-sampai Dira bisa merasakan lututnya tiba-tiba goyah. Ia harus berpegangan pada kusen pintu agar tidak jatuh.
“Katakan Dira, bukan kebetulan anak itu bermata biru dan bukan kebetulan jika anak itu berumur 4 tahun!” Dira tersentak mendengar kemarahan mendidih Ethan. Mata birunya begitu gelap seolah Ethan ingin menelannya hidup-hidup. Dira memejamkan mata. Ia tahu rahasia ini tidak mungkin bertahan selamanya, tapi ia tidak pernah menduga bahwa pria itu akan tahu dengan cara seperti ini. “Se-sebaiknya kita bicara di dalam.” Ethan sudah akan menolak. Namun, di detik terakhir ia berjalan mengikuti wanita itu. Rasanya seolah ada yang ingin meledak dalam dirinya. Kenyataan yang baru saja ia temukan berhasil menguras habis kesabarannya. Kedua tangannya terkepal erat saat Dira membawa Ethan menuju dapur. “Biarkan pintunya tetap terbuka!” tekannya dengan gigi gemertak. “Tapi…” “Kubilang biarkan pintunya tetap terbuka!” Dira mendesah, menuruti keinginan Ethan setengah hati. Ia hanya berharap putranya tidak akan mendengar pembicaraan ini. “Jadi katakan apa yang sebenarnya terjadi.” Kata-kata itu diucapkan dengan begitu dingin dan tajam hingga sesaat yang mengerikan Dira benar-benar ingin melarikan diri. Ia memilin-milin jarinya, pasrah pada ledakan kemarahan yang sebentar lagi akan Ethan limpahkan padanya. “Dia memang anakmu.” Saat kalimat itu terucapkan tercipta keheningan yang membekukan udara. Jika sebelumnya tatapan Ethan begitu dingin sekarang bahkan lebih dingin lagi hingga Dira berpikir benua antartika tidak ada apa-apanya dengan tatapan menusuk Ethan. “Wanita sialan!” “Aku tidak—“ “Jangan mengatakan apa pun!” geram Ethan. Matanya melotot. “Satu kata lagi dari mulutmu aku mungkin akan melakukan sesuatu yang membuatku menyesal, jadi tutup mulutmu!” Ethan berjalan mondar-mandir. Tubuhnya kaku dan tegang. Rahangnya mengeras dan otot-otot di wajahnya mencuat. Jika saja tatapan bisa membunuh saat ini Dira pasti sudah mati karenanya. “Satu pertanyaan,” ujar Ethan kaku, menatap Dira tepat di matanya. Tidak ada emosi di mata biru itu selain kemarahan yang bisa membuat udara berderak. “Apa ini alasanmu melarikan diri dariku? Untuk menyembunyikan putraku?” tekannya emosi. “Tidak, tentu saja tidak.” Tapi Ethan sama sekali tidak memercayainya. “Jika hari ini aku tidak datang, apa aku tidak akan pernah tahu tentang anak itu? Putraku sendiri?” Dira membuka mulut, menutupnya, dan membukanya kembali. “Aku… aku tidak tahu.” “Dasar wanita brengsek!” Makian itu sudah cukup menyulut kemarahan Dira. Keberaniannya muncul. “Kau bilang kau tidak menginginkannya!” tekan Dira marah. “Kapan aku mengatakannya?” “Kau bahkan tidak ingat hal itu bukan? Selalu hanya aku yang mengingat semuanya! Itu yang kau katakan sejak awal pernikahan kita. Kau. Tidak. Menginginkan. Anak. Sejak awal pernikahan kita itu yang selalu kau ingatkan!” Ethan melangkah maju dengan kemarahan dan kekejaman yang membuat Dira tanpa sadar mengambil langkah mundur. “Alasan itu tidak bisa membenarkan tindakanmu, Dira. Dia putraku, entah aku menginginkannya atau tidak bukankah seharusnya aku berhak mengetahui kalau aku memiliki seorang putra? Dan menurutmu apa yang akan kulakukan seandainya tahu kau hamil? Menyuruhmu membunuhnya mungkin? Kau selalu berpikiran yang terburuk tentangku bukan?” Dira terpojok. Ia tidak bisa mundur lagi sekarang. Dengan berpegangan pada tepi meja yang ada di belakangnya Dira membalas ucapan Ethan. “Kau hanya peduli pada dirimu sendiri, kau tidak pernah peduli pada siapapun,” balasnya pahit. “Dan alasan itu memberimu hak untuk bertindak sebagai Tuhan antara aku dan putraku?” Dira mendongak, memberanikan diri menatap Ethan. “Ethan kumohon,” bisiknya tercekat. “Sekarang bukan waktu yang tepat, Noah akan mencariku. Aku… kita bisa membicarakan ini di tempat lain. Aku akan…” “Mommy, kapan kita akan menonton kartun kesukaanku?” Noah tiba-tiba muncul. Anak berusia 4 tahun itu mengerjap, menatap Dira dan Ethan bergantian. “Dia siapa Mommy?” Satu alis Ethan terangkat angkuh, menantang Dira. Dira menelan ludah yang rasanya seolah menelan duri. Ia berjongkok, mengusap kepala putranya. “Dia teman,” balasnya, bisa merasakan dingin yang menusuk tulang belakangnya. “Kenapa dia belum pulang Mommy?” “Sebentar lagi dia akan pulang, iya kan?” Dira menatap Ethan dengan tatapan memohon, tapi jika pria itu melihatnya ia memutuskan untuk mengabaikannya. “Pergilah, Mommy akan datang sebentar lagi.” “Okkey Mommy,” balas bocah menggemaskan itu riang, meninggalkan Dira begitu saja. Dira tidak berani menatap Ethan, sama sekali tidak berani. “Ini belum selesai, Dira,” bisik Ethan mendesis. “Aku akan kembali dan kuharap saat itu kau punya alasan yang cukup masuk akal agar aku tidak perlu mencekikmu!”Dira mengusap wajahnya begitu Ethan pergi. Jantungnya masih berdentam mengerikan bahkan setelah kepergian pria itu. Ia menarik napas dalam berkali-kali untuk menenangkan syarafnya yang tegang.Ia dan Etahn belum bercerai? Bagaimana bisa? Bukankah pengacaranya waktu itu mengatakan kalau Ethan setuju dan sudah menandatanganinya? Lalu kenapa pria itu bilang mereka masih suami istri?Selama 5 tahun bersembunyi dari pria itu nyatanya tidak membuat perasaannya terhadap ayah putranya berubah. Dira menyentuh dadanya, tepat di mana jantungnya berada. Bahkan sekarang ia masih menginginkan Ethan dan merindukan pria itu. Ia masih begitu muda ketika memutuskan untuk menikah dengan Ethan. Dulu dunianya berwarna dan penuh tawa, tapi itu sebelum ia menyadari kalau hubungannya dengan Ethan sangat rapuh dan dangkal. Ia menginginkan cinta, tapi pria itu tidak dan yang lebih buruk…Dira mengusir bayangan mengerikan itu dari benaknya. Tidak ada gunanya mengingat kembali luka yang membuatnya memilih menja
Dira berusaha menahan lontaran kasar yang sudah ada di ujung lidahnya. Kemarahan yang ia rasakan rasanya cukup untuk membuatnya kehilangan kendali. Dira menarik napas panjang dan dalam.Jadi inilah balas dendam yang ingin di lakukan olehnya, pikir Dira getir. Kenapa hal itu bahkan tidak mengejutkannya? Dira mengikuti setiap langkah Ethan lewat tatapan matanya. Laki-laki itu tampil bak penguasa. Begitu angkuh dan penuh percaya diri.Bu Hani berdiri, menyambut kedatangan Ethan bagai menyambut rombongan presiden. Dira mendengus. Ethan memang bisa membuat orang-orang mau melakukan apa yang dia ingin orang lain lakukan.Bukankah itu juga yang terjadi padamu?“Selamat datang Pak Ethan, apa Anda datang untuk melihat gedung ini? saya sudah memberitahu—“Ethan mengangkat satu tangannya. “Jika diizinkan saya ingin bicara dengan penghuni lama gedung ini,” ucap Ethan dingin. Pria itu masih marah padanya. Itu jelas.Bu Hani mengerjap, tampak tersinggung karena ucapannya di potong, tapi dia berhasi
Ethan meneguk minumannya banyak-banyak. Bagian dari dirinya yang selama ini ia abaikan atau bahkan tidak ia ketahui ia miliki, mengatakan kalau tindakannya benar-benar kejam dan tidak berperasaan, tapi sisi lain yang selama ini membuatnya bertahan menghadapi orang-orang yang hanya tahu bagaimana memanfaatkan orang lain demi kepentingan pribadi dengan puas menyetujui tindakannya.Lima tahun!Selama 5 tahun wanita itu membohonginya? Ethan tidak memedulikan saat Dira menghilang. Benar, ia pernah mencari wanita itu selama beberapa waktu, tapi akhirnya ia sadar, wanita yang memutuskan untuk melarikan diri tidak berhak mendapatkan perhatiannya. Wanita itu ingin pergi, maka Ethan akan melepasakannya.Semudah itu.Sampai akhirnya ia tahu alasan dibalik kaburnya Dira. Untuk menyembunyikan putra mereka. Ahli warisnya! Kemarahan yang ia rasakan begitu besar hingga membuatnya merasa tercekik.Ethan belum pernah semarah ini seumur hidupnya. Fakta Dira mampu menyembunyikan rahasia sebesar itu hanya
“Tapi kita tidak…maksudku kita sudah bercerai, Ethan. Kita tidak mungkin tinggal bersama.”Ethan mengangkat satu alisnya. “Mungkin kau lupa kalau aku belum menandatangani surat perceraian kita yang berarti secara hukum kau masih istriku.”Dira terdiam mendengar pernyataan itu. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Sanggupkah ia mempertaruhkan hatinya sekali lagi demi putra mereka? Ini bukan solusi yang ia bayangkan akan terjadi, tapi jalan apa lagi yang tersisa untuknya? Jika ia menolak usulan Ethan sudah pasti pria itu akan berusaha memisahkannya dari Noah, tapi jika ia menerimanya… besar kemungkinan ia akan kembali terluka. Dira memejamkan matanya erat.“Kurasa kau tidak perlu mencemaskan apa pun. Kita akan tinggal di rumah yang sama tidak lebih, jadi jangan membuang tenagamu untuk memikirkan apa yang tidak akan terjadi.”Ucapan itu dikatakan dengan nada merendahkan yang nyaris membuat Dira ingin membalas. Alih-alih menunjukkan kalau kata-kata Ethan melukainya Dira mengangkat dagunya
“Mommy! Mommy! Lihat, ada pohon jeruk.” Noah berseru dengan penuh semangat sembari menunjuk-nunjuk pohon jeruk yang mereka lihat sepanjang perjalanan menuju vila.Dira mengelus rambut cokelat gelap putranya. “Kau menyukainya?”Noah mengangguk antusias. “Kita akan tinggal di sini Mommy?”Dira bisa melihat kilau di mata putranya saat menanyakan pertanyaan itu, membuat perasaannya terjun bebas. Tenggorokannya tiba-tiba tersekat. “Ya, kita akan tinggal di sini. Kau menyukai ide itu?”“Noah bisa memetik jeruk itu langsung?”“Tentu saja bisa.” Ethan mengambil alih situasi. Ia menoleh ke kursi belakang. Senyumnya melebar.“Kita bahkan bisa memeras jeruk di sana dan langsung meminumnya.”Prospek itu sepertinya berhasil membuat bocah 4 tahun itu tertarik. Jika sebelumnya Noah memperlakukan Ethan seperti orang lain yang harus diwaspadai kali ini bocah tampan itu melupakannya. Tatapan matanya yang berbinar bersibobrok dengan mata biru Ethan yang anehnya sekali ini terlihat hangat.“Tapi, bagaima
Dan Ethan benar-benar memperlakukan dirinya seperti pelayan pribadi pria itu, bukan ibu dari putra mereka atau bahkan wanita yang masih berstatus sebagai istrinya. Ia harus menyiapkan segala keperluannya, termasuk membangunkan dan menyiapkan sarapan. Dira melakukan pekerjaannya dengan baik—atau sebaik yang bisa ia lakukan—karena tidak ingin memberikan Ethan kesempatan untuk mengkritiknya. Meski begitu, Dira tidak bisa mengenyahkan perasaan bahwa ia merasa terganggu dengan perubahan situasi di antara mereka.Sikap Ethan sama sekali tidak melunak. Pria itu masih bersikap dingin padanya seakan Dira harus melakukan penebusan dosa atas kebohongan yang ia lakukan dan Dira berusaha menerimanya atau setidaknya mencoba. Ia tidak ingin menunjukkan kalau perlakuan Ethan menyakitinya. Inilah yang ia inginkan. Seperti ini Ethan tidak akan punya kendali atas dirinya.Siapa yang coba kau bohongi?Sayangnya keputusan itu menjadi bumerang untuknya. Ethan memanfaatkan setiap kesempatan saat dirinya sed
Dira tidak langsung menjawab, hanya terus berdiri, menatap Ethan yang kelihatannya tidak mungkin lebih marah lagi. Ketegangan yang memancar dari tubuhnya membuat ketakutan mengaliri pembuluh darahnya. Dira menarik napas panjang, menyiapkan diri untuk yang terburuk.“Aku… menduganya. Aku belum benar-benar memeriksanya saat itu, tapi aku punya dugaan kuat kalau—“Ethan tertawa mencemooh. Tatapannya begitu dingin hingga Dira yakin seandainya tatapan bisa membunuh saat ini ia pasti mati terkapar di lantai yang dingin.“Ethan, aku…”“Hentikan, Dira. Aku tidak ingin mendengar apa pun dari mulutmu!" bentaknya keras. Ethan memejamkan mata sesaat, seolah berusaha mengumpulkan ketenangan dirinya kembali."Aku tidak pernah menyesali apa pun seumur hidupku, tapi sekarang… aku benar-benar menyesali keputusan karena pernah menikahi wanita sepertimu. Kau benar-benar picik,” ucapnya penuh benci.Setelah mengatakan kalimat yang membuat Dira terguncang hingga ia bahkan tidak sanggup bersuara, Ethan ber
Laut Mediterania membentang luas di hadapannya, membingkai pulau Corfu yang hijau dengan air jernih kebiruan yang memantulkan cahaya matahari siang. Angin berembus, menerbangkan rambutnya ke segala arah, tapi Dira sama sekali tidak berusaha untuk memperbaikinya. Hatinya gundah. Tidak, kata itu tidak tepat. Ia gelisah membayangkan perbincangan apa yang akan mereka lakukan nantinya. Ethan bilang ini tentang hak asuh anak. Kenapa mereka membutuhkan perjanjian untuk mengasuh Noah? Pemikiran itu sama sekali tidak membuatnya tenang.Ombak Mediterania berkilauan di bawah sinar matahari, menciptakan kilauan bagai permata yang menggoda untuk tenggelam dalam keindahan pulau Corfu. Di sekeliling mereka, tebing hijau Corfu berdiri megah, anggun, dan abadi, kontras dengan ketidakpastian masa depan mereka.Sekali lagi Dira menghela napas. Apa yang ia lakukan di sini? Sekarang ia mulai bertanya-tanya, apa ini hal yang benar untuk dilakukan?“Mam…”Dira mendesah sebelum berbalik. Ia sudah tahu bahkan
Ethan memicingkan matanya. “Aku tidak akan menunggu selamanya, Dira. Lakukan atau aku yang ambil alih dan saat itu terjadi jangan salahkan aku kalau kau tidak akan menyukai metodenya.” Ancaman tersirat dibalik kata-kata itu menyulut emosinya. “Jangan coba-coba mengancamku,” ucapnya mendidih. “Aku akan mengatakannya saat waktunya tepat.” “Lakukan sebelum kita pulang karena aku tidak akan menunggu lebih lama dari itu. Sebentar lagi akan ada pesta penyambutan untuk Noah. Aku akan mengumumkan keberadaannya. Orang-orang harus tahu dia keturunan sekaligus pewaris Alexander.” Dira mengerjap. “Maksudmu, kau akan mengumumkan pada seluruh dunia kalau Noah putra kita?” bisiknya dengan suara tercekik. “Kenapa itu membuatmu terkejut?” “Karena aku tidak berpikir ada manfaat dari melakukan hal itu,” tukasnya jengkel. Dira memijit pelipisnya. “Kalau kau melakukannya… wartawan akan mulai mencaritahu, mereka akan mengorek informasi. Bagaimana kau akan memberitahu media tentang keberadaanku selama
“Tidak, aku mau Mommy. Mommy!” Teriakan itu membuat Ethan dan Dira berpandangan dan dalam hitungan detik keduanya sudah berpisah. Dira buru-buru mengenakan kemeja Ethan kemudian bergegas keluar untuk menemui putranya. Begitu pintu terbuka Dira melihat Noah yang sedang meronta, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman pengasuhnya. “Noah!” Anak kecil itu menoleh, tangisnya pecah saat berlari dan masuk ke dalam pelukan Dira. “Mommy di sini, Sayang. Tenanglah, oke?” ucapnya lembut, mengelus-elus pundak putranya untuk menanangkannya. Ia menatap wanita paruh baya itu dengan wajah penuh tanya. “Noah ingin bertemu denganmu, tapi karena… karena sepertinya kalian sibuk….” Pengasuh itu tidak lagi melanjutkan kata-katanya. Wajahnya yang merah padam menahan malu telah memberitahukan Dira apa maksud ucapan wanita itu. Dira mengumpat dalam hati. Ethan membuat mereka menjadi tontonan. Laki-laki itu benar-benar telah mempermalukannya dan bukan hanya itu… Ethan juga berusaha melucuti perasaanny
Ethan sedang sibuk bermain dengan Noah di tepi yacht, mengajari putranya melempar umpan kecil ke laut saat suara langkah lembut dari dek membuatnya menoleh. Begitu mata birunya menangkap sosok Dira, waktu seakan berhenti. Di hadapannya, Dira berdiri dalam balutan bikini hitam yang memeluk setiap lekuk tubuhnya dengan sempurna, hanya diselumuti kaftan transparan yang nyaris tidak menutupi apa pun.Alis hitam Ethan berkerut, rahangnya mengeras. Ini bukan Dira yang ia kenal beberapa hari terakhir—dan ia tahu, wanita itu melakukannya dengan sengaja.Sialan.Amarah bergolak dalam dadanya, bukan hanya karena pakaian minim yang dikenakan Dira, tetapi juga karena disekitar mereka ada pengawal yang bisa melihatnya dengan jelas.Dira mengangkat dagunya sedikit, seolah menantang, mengirimkan sinyal yang membuat darah Ethan mendidih. Ia tahu Dira mencoba menguji batas kesabarannya. Amarahnya tersulut, bukan hanya karena pakaian minim yang dikenakan Dira, tapi karena reaski tubuhnya atas pakaian p
Laut Mediterania membentang luas di hadapannya, membingkai pulau Corfu yang hijau dengan air jernih kebiruan yang memantulkan cahaya matahari siang. Angin berembus, menerbangkan rambutnya ke segala arah, tapi Dira sama sekali tidak berusaha untuk memperbaikinya. Hatinya gundah. Tidak, kata itu tidak tepat. Ia gelisah membayangkan perbincangan apa yang akan mereka lakukan nantinya. Ethan bilang ini tentang hak asuh anak. Kenapa mereka membutuhkan perjanjian untuk mengasuh Noah? Pemikiran itu sama sekali tidak membuatnya tenang.Ombak Mediterania berkilauan di bawah sinar matahari, menciptakan kilauan bagai permata yang menggoda untuk tenggelam dalam keindahan pulau Corfu. Di sekeliling mereka, tebing hijau Corfu berdiri megah, anggun, dan abadi, kontras dengan ketidakpastian masa depan mereka.Sekali lagi Dira menghela napas. Apa yang ia lakukan di sini? Sekarang ia mulai bertanya-tanya, apa ini hal yang benar untuk dilakukan?“Mam…”Dira mendesah sebelum berbalik. Ia sudah tahu bahkan
Dira tidak langsung menjawab, hanya terus berdiri, menatap Ethan yang kelihatannya tidak mungkin lebih marah lagi. Ketegangan yang memancar dari tubuhnya membuat ketakutan mengaliri pembuluh darahnya. Dira menarik napas panjang, menyiapkan diri untuk yang terburuk.“Aku… menduganya. Aku belum benar-benar memeriksanya saat itu, tapi aku punya dugaan kuat kalau—“Ethan tertawa mencemooh. Tatapannya begitu dingin hingga Dira yakin seandainya tatapan bisa membunuh saat ini ia pasti mati terkapar di lantai yang dingin.“Ethan, aku…”“Hentikan, Dira. Aku tidak ingin mendengar apa pun dari mulutmu!" bentaknya keras. Ethan memejamkan mata sesaat, seolah berusaha mengumpulkan ketenangan dirinya kembali."Aku tidak pernah menyesali apa pun seumur hidupku, tapi sekarang… aku benar-benar menyesali keputusan karena pernah menikahi wanita sepertimu. Kau benar-benar picik,” ucapnya penuh benci.Setelah mengatakan kalimat yang membuat Dira terguncang hingga ia bahkan tidak sanggup bersuara, Ethan ber
Dan Ethan benar-benar memperlakukan dirinya seperti pelayan pribadi pria itu, bukan ibu dari putra mereka atau bahkan wanita yang masih berstatus sebagai istrinya. Ia harus menyiapkan segala keperluannya, termasuk membangunkan dan menyiapkan sarapan. Dira melakukan pekerjaannya dengan baik—atau sebaik yang bisa ia lakukan—karena tidak ingin memberikan Ethan kesempatan untuk mengkritiknya. Meski begitu, Dira tidak bisa mengenyahkan perasaan bahwa ia merasa terganggu dengan perubahan situasi di antara mereka.Sikap Ethan sama sekali tidak melunak. Pria itu masih bersikap dingin padanya seakan Dira harus melakukan penebusan dosa atas kebohongan yang ia lakukan dan Dira berusaha menerimanya atau setidaknya mencoba. Ia tidak ingin menunjukkan kalau perlakuan Ethan menyakitinya. Inilah yang ia inginkan. Seperti ini Ethan tidak akan punya kendali atas dirinya.Siapa yang coba kau bohongi?Sayangnya keputusan itu menjadi bumerang untuknya. Ethan memanfaatkan setiap kesempatan saat dirinya sed
“Mommy! Mommy! Lihat, ada pohon jeruk.” Noah berseru dengan penuh semangat sembari menunjuk-nunjuk pohon jeruk yang mereka lihat sepanjang perjalanan menuju vila.Dira mengelus rambut cokelat gelap putranya. “Kau menyukainya?”Noah mengangguk antusias. “Kita akan tinggal di sini Mommy?”Dira bisa melihat kilau di mata putranya saat menanyakan pertanyaan itu, membuat perasaannya terjun bebas. Tenggorokannya tiba-tiba tersekat. “Ya, kita akan tinggal di sini. Kau menyukai ide itu?”“Noah bisa memetik jeruk itu langsung?”“Tentu saja bisa.” Ethan mengambil alih situasi. Ia menoleh ke kursi belakang. Senyumnya melebar.“Kita bahkan bisa memeras jeruk di sana dan langsung meminumnya.”Prospek itu sepertinya berhasil membuat bocah 4 tahun itu tertarik. Jika sebelumnya Noah memperlakukan Ethan seperti orang lain yang harus diwaspadai kali ini bocah tampan itu melupakannya. Tatapan matanya yang berbinar bersibobrok dengan mata biru Ethan yang anehnya sekali ini terlihat hangat.“Tapi, bagaima
“Tapi kita tidak…maksudku kita sudah bercerai, Ethan. Kita tidak mungkin tinggal bersama.”Ethan mengangkat satu alisnya. “Mungkin kau lupa kalau aku belum menandatangani surat perceraian kita yang berarti secara hukum kau masih istriku.”Dira terdiam mendengar pernyataan itu. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Sanggupkah ia mempertaruhkan hatinya sekali lagi demi putra mereka? Ini bukan solusi yang ia bayangkan akan terjadi, tapi jalan apa lagi yang tersisa untuknya? Jika ia menolak usulan Ethan sudah pasti pria itu akan berusaha memisahkannya dari Noah, tapi jika ia menerimanya… besar kemungkinan ia akan kembali terluka. Dira memejamkan matanya erat.“Kurasa kau tidak perlu mencemaskan apa pun. Kita akan tinggal di rumah yang sama tidak lebih, jadi jangan membuang tenagamu untuk memikirkan apa yang tidak akan terjadi.”Ucapan itu dikatakan dengan nada merendahkan yang nyaris membuat Dira ingin membalas. Alih-alih menunjukkan kalau kata-kata Ethan melukainya Dira mengangkat dagunya
Ethan meneguk minumannya banyak-banyak. Bagian dari dirinya yang selama ini ia abaikan atau bahkan tidak ia ketahui ia miliki, mengatakan kalau tindakannya benar-benar kejam dan tidak berperasaan, tapi sisi lain yang selama ini membuatnya bertahan menghadapi orang-orang yang hanya tahu bagaimana memanfaatkan orang lain demi kepentingan pribadi dengan puas menyetujui tindakannya.Lima tahun!Selama 5 tahun wanita itu membohonginya? Ethan tidak memedulikan saat Dira menghilang. Benar, ia pernah mencari wanita itu selama beberapa waktu, tapi akhirnya ia sadar, wanita yang memutuskan untuk melarikan diri tidak berhak mendapatkan perhatiannya. Wanita itu ingin pergi, maka Ethan akan melepasakannya.Semudah itu.Sampai akhirnya ia tahu alasan dibalik kaburnya Dira. Untuk menyembunyikan putra mereka. Ahli warisnya! Kemarahan yang ia rasakan begitu besar hingga membuatnya merasa tercekik.Ethan belum pernah semarah ini seumur hidupnya. Fakta Dira mampu menyembunyikan rahasia sebesar itu hanya