"kenapa sayang?" tanya Nazar saat melihat wajah Zahra meringis kesakitan, sambil memegang perutnya. "perut aku sakit Mas," jawab Zahra. "cepat panggil dokter!" perintah Nazar sama salah seorang pengawal, yang kebetulan masuk ke dalam ruangan.Tak lama kemudian, dokter bersama seorang suster datang. "cepat periksa istri saya dokter!" perintah Nazar dengan wajah cemas. dia tidak ingin terjadi apa-apa dengan istrinya. Zahra langsung duduk di atas kursi roda, karena melihat wajahnya yang pucat. "permisi tuan saya mau memeriksa istri anda dulu," ucap dokter itu dengan sangat hormat. Zahra langsung diperiksa di ruang pemeriksaan. dengan teliti dokter memeriksa bagian perut Zahra. "Apakah Anda sudah sarapan pagi nyonya?" Tanya dokter. Zahra menggelengkan kepalanya, memang tadi rencananya setelah menyuapi Nazar. Zahra akan sarapan pagi. "hati-hati nyonya, jaga kondisi kesehatan nyonya. apalagi akhir-akhir ini cuaca sedang ekstrem, minumlah obat dulu sebelum anda sarapan," dokter la
"maksud kamu ada apa?" potong temannya cepat. "Ya biasalah zaman sekarang, kamu juga nanti sendiri akan mengerti," jawab temannya. terlihat tiga orang office boy sedang membereskan ruangan buat Sinta dan Nita. tidak lupa juga dua buah meja sudah dipasang di ruangan itu. semua barang-barang Nita dan Sinta dipindahkan. Sinta dan Nita mendapatkan tatapan sinis dari beberapa orang karyawan, tetapi tidak digubris sedikitpun sama mereka. "Sinta, coba kamu ceritakan, kenapa kita sampai pindah ruangan?" tanya Nita setelah dirasa cukup santai. "kita berdua harus menghandle pekerjaan Zahra, saat ini suami Zahra berada di rumah sakit. dia sudah minta izin keluar, mungkin bos memberinya cuti beberapa bulan. agar Zahra bisa mengurus suaminya," jawab Sinta. "oh rupanya begitu ya, berarti kita tidak selamanya di sini kan? seandainya Zahra sudah masuk, kita kembali ke posisi semula," ucap Nita. "entahlah aku tidak tahu, kita ikuti saja dan turuti apa kemauan buat kita, sudah aku bila
"Maaf sebelumnya, saya harus memeriksa Anda dulu," ucap pengawal itu dengan tegas. Nita menyenggol lengan Sinta, mata Sinta langsung melotot ke arah Nita. pengawal itu mengambil alat, lalu ditempelkan ke tubuh Nita dan Sinta. "Anda aman, silakan, Anda berdua bisa ke ruangan tua Nazar," ucap pengawal itu sambil mempersilahkan Nita dan Sinta. si pengawal itu berjalan terlebih dahulu di depan mereka berdua.Sinta dan Nita langsung berjalan menuju ruangan tempat perawatan Nazar. "ini ruangan Tuan Nazar," tunjuk pengawal sambil membuka pintu dengan cara memakai kode. "aduh, sekaya apa sih suami Si Zahra itu, katanya pemulung. tapi masuk ke dalam ruang perawatan harus memencet kode terlebih dahulu," gerutu Nita.pintu dengan otomatis terbuka, harum ruangan menyeruak ke hidung Nita dan Sinta."silakan masuk nona," pengawal itu langsung membungkuk hormat. Sinta melihat ada tiga orang pengawal yang menjaga ruangan perawatan Nazar. "Sinta, Nita!" pekik Zahra saat melihat keduanya masuk k
karena hari sudah sore, keduanya langsung berpamitan pulang. mereka tidak lagi melanjutkan pembicaraan, setelah mendengar Nazar berdehem keras. "kami datang ke sini tidak membawa apa-apa, kami datang ke sini cuma membawa doa," ucap Nita asal."jangan banyak pikiran, aku yang mengucapkan terima kasih karena sudah mendoakan suamiku," tukas Zahra.mereka berdua langsung bangkit dari tempat duduk, lalu mendekati ke arah Nazar untuk berpamitan. "Terima kasih tuan Nazar, kami sudah diperkenankan masuk ke sini," ucap Sinta dengan hati-hati. "sama-sama, saya juga berterima kasih dengan kunjungan kalian," balas Nazar sambil tersenyum ramah. "Mas aku antar dulu mereka ke depan ya," Zahra meminta izin sama suaminya. Nazar langsung menganggukkan kepala.Zahra mengantar mereka sampai di depan pintu lift."Maaf aku tidak bisa mengantar kalian sampai ke bawah, di sini saja ya," ucap Zahra ketika di depan pintu lift."tidak apa-apa Ra, kamu sehat-sehat ya. semoga suamimu cepat sembuh," ucapan Si
"kagetnya kamu mendengarnya?" tanya Hanum sambil tersenyum samar ke arah Rina. Hanum kembali menatap kolam ikan yang, hari sudah menjelang petang, Tak lama kemudian adzan maghrib berkumandang, Ahmad dan Hanum bergegas menuju Mushola yang ada di pinggir kolam. dengan Hanum khusyuk berdoa untuk kedua anaknya, hati Hanum saat ini sedang bercampur aduk, pikirannya jadi terbagi dua antara Zia dan Zahra.Rina sedang sibuk di dapur untuk menyiapkan makan malam, kedua anaknya sedang sibuk belajar di kamar, kedua anak Rina memang tidak pernah ikut ngobrol dengan orang dewasa. bagi mereka berdua saat ini hanya belajar dan belajar. "kedua anakku nasibnya berbeda, yang satu bernasib baik, yang satu belum mendapatkan," ucap Hanum setelah selesai makan malam. Rina dan suaminya menatap iba ke arah Hanum. mereka berdua merasakan, apa yang dirasakan Hanum saat ini. "masing-masing anak membawa rezeki Mbak, mungkin anak yang satu rezekinya ini, anak yang lain rezekinya segini. kita sebagai orang tu
Mirna langsung menoleh ke arah suara yang memanggilnya. ternyata seorang pria paruh baya sudah berdiri di hadapan Mirna. entah kapan masuknya pria itu, tahu-tahu sudah berdiri di belakang Mirna. saat itu Mirna sedang berdiri di balkon atas."Mas Seno!" pekik Mirna dengan wajah berbinar. karena lelaki pujaan hatinya, tiba-tiba muncul di hadapan Mirna. ternyata laki-laki yang memanggil nama Mirna tadi tak lain, Pakde Seno kakaknya Ayah Zahra. Pakde Seno langsung mendekat ke arah Mirna, mereka berdua lalu berpelukan. "kamu berani sekali datang ke sini Mas," ucap Mirna sambil melepaskan pelukannya. "aku tahu suami kamu sudah pergi, makanya aku berani datang ke sini," tukas Pakde Seno sambil menoel hidung Mirna, Pakde Seno langsung mengedipkan matanya genit. "tahu saja Aku sedang merindukan kamu," ucap Mirna sambil menarik tangan Pakde Seno, lalu mereka berdua duduk di atas tempat tidur. "sama sayang, Aku sangat merindukan dirimu," balas Pakde Seno sambil memeluk Mirna.ternyata us
Ahmad dan Hanum langsung bergegas keluar dari kamar, mendengar suara teriakan Bude Wati. "ada apa dengan Bude Wati ya?" tanya Hanum.mereka berdua terus berjalan menuju pintu depan. Ahmad langsung buru-buru membuka pintu, begitu pintu dibuka. Bude Wati langsung menerobos masuk, hampir saja Hanum tertabrak oleh tubuh gempal Bude Wati.Ahmad menautkan kedua alisnya melihat tingkah kakak iparnya yang tidak biasa. Bude Wati langsung menatap ke sekeliling rumah adik iparnya. "kamu tidak sedang menyembunyikan Mas Seno kan?" tanya Bude Wati sambil menoleh ke arah Ahmad. "Mas Seno tidak ada di sini, Memangnya tadi mau bilang ke mana?" jawab Ahmad. "dia bilang mau ke sini, Kamu jangan bohong Ahmad! setelah mendapatkan telepon, langsung bergegas pergi, dan saat ku tanyakan dia bilang mau ke sini," cerocos Bude Wati.Ahmad dan Hanum kembali saling berpandangan, karena memang Pakde Seno tidak datang ke rumahnya. "buat apa kami bohong Mbak, Mas Seno tidak ke sini sudah lama. coba telepon dulu
Zahra terkejut saat melihat postingan di sebuah sosial media. terlihat Mirna dan Pakde Seno sedang duduk mesra di sebuah restoran. rupanya Mirna mengambil foto mereka berdua. mata Zahra kembali melebar, Mirna kembali memposting foto dirinya. dimana Mirna sedang disuapi sama Pakde Seno. "apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Zahra dalam hati, matanya terus memperhatikan foto-foto Mirna dan Pakde Seno. bahkan dengan tidak tahu malu, Pakde Seno mencium pipi Mirna. "astagfirullah!" pekik Zahra. Nazar yang saat itu sedang terkantuk-kantuk, langsung membuka matanya, terus menatap ke arah Zahra. "ada apa sih Yang?" tanya Nazar heran. "mas, coba lihat ini. apa penglihatan aku yang salah ya?" tanya Zahra sambil menyodorkan ponselnya. Nazar langsung duduk setengah berbaring.Nazar menerima ponsel istrinya, lalu memperbaiki posisi duduknya. mata Nazar hampir meloncat keluar setelah melihat foto di ponsel Zahra. "hah! apa ini!" teriak Nazar tidak sadar.jari-jari tangan Nazar langsung mens