Sekeras apapun logikamu menolak, masih ada hati yang akan selalu menerima.
-Raga dan Lentera-
***
Dengan perasaan emosi Raga berjalan menyusuri koridor sekolah lalu menaiki tangga menuju rooftop tempat ia dan teman-temannya biasa menghabiskan waktu disaat tidak ingin berada di kantin sekolah
Mereka bukanlah anak berandal yang selalu bolos atau tawuran. Justru mereka sebaliknya, anak yang memiliki prestasi secara akademik maupun non akademik. Tapi mereka pun bukan anak cupu. Prestasi yang mereka miliki membuat semua murid menjadi takut dan segan terutama pada seorang Raga Adi Pradana. Siswa tertampan yang memiliki sejuta pesona namun juga memiliki lidah yang sangat berbisa membuat semua murid ketar-ketir jika berhadapan dengannya. Meski begitu tidak menyurutkan para siswi untuk mendapatkan cintanya.
"Ga, lo kenapa sih? Masih pagi ini Ga, udah aja lo emosian, lagian Agil keceplosan" ucap Tyo ketika sudah sampai di rooftop dan duduk dibangku bekas yang sengaja mereka susun untuk duduk menikmati angin, ia sedikit ngosngosan karena berlari mengejar langkah Raga yang cepat dan lebar.
"Pergi!" usir Raga dingin, emosinya sudah di ubun-ubun saat ini karena sikap Lentera. Ditambah lagi, Agil mengatakan hal yang paling haram untuk ia dengar.
"Gue nggak bakalan pergi, tapi gue bakalan diem, kayaknya emosi lo itu bukan berawal dari Agil, Agil cuma lagi apes aja” ucap Tyo mencoba menebak apa yang terjadi pada Raga.
Raga membaringkan tubuhnya di kursi panjang lalu memejamkan mata. Menikmati cahaya matahari yang menerpa kulit wajahnya yang putih kemerahan. Rambut hitam pekatnya tampak bergoyang karena hembusan angin.
Raga mencoba untuk mengontrol emosinya, namun bayangan Lentera di kantin tadi yang menatapnya acuh lalu kembali sibuk dengan makanannya membuat amarah Raga semakin memuncak.
Tyo mengamati wajah Raga dalam diam. Meskipun dia sama gilanya seperti Agil tapi ia lebih bisa sedikit membaca situasi jika ingin bercanda dengan sahabat batunya ini. Dari awal sahabatnya datang ke sekolah ia sudah tau jika Raga dalam kondisi mood yang tidak baik meski Raga lihai menutupinya. Tapi akan lebih idiot lagi jika ia tidak bisa memahami Raga yang sudah dari SD menjadi sahabatnya begitupun dengan Agil dan Aksa.
'Hah, Agil memang idiot.' Batin Tyo mengumpat sahabat gilanya itu.
Sepuluh menit Raga menghabiskan waktu di rooftop bel masukpun berbunyi, Raga mengembalikan ekspresi dinginnya lalu membuka mata dan bangkit untuk kembali ke kelas, tanpa menghiraukan Tyo yang tertidur pulas di sampingnya.
*Arsi*
"Dimana Tyo?" tanya Aksa begitu melihat Raga masuk ke dalam kelas dan duduk dibangkunya yang berada didepan meja Aksa dan juga Agil.
"Gil, susul Tyo ke rooftop." ucap Aksa pada Agil yang sedari tadi cengar-cengir dengan ponsel ditangannya. Entah siswi mana lagi yang menjadi mangsa dari buaya berwujud kadal ini.
"Gil!” hardik Aksa dengan suara rendah agar tidak menarik perhatian teman sekelasnya.
"Eh, iya ada apa? Lo ngomong sama gue?" tanya Agil menatap Aksa bingung. Sedangkan Aksa sudah memberikan tatapan dinginnya, andai saja waktu bisa berputar, Aksa tidak mau punya sahabbat yang merepotkan seperti Agil. Selain tampang dan otak yang lumayan tidak ada yang bisa dibanggakan dari seorang Ragil Narendra.
"Tyo mana?" tanyanya pada Aksa. Jika dihalalkan, Aksa ingin sekali meninju sahabatnya ini dengan keras karena saking idiotnya.
"Rooftop” jawab Aksa singkat lalu mengabaikan wajah cengok Agil yang minta dihajar masal.
Agil berfikir sejenak apa hubungannya Tyo dan rooftop? Ingin bertanya sekali lagi pada Aksa, tapi sahabatnya itu sudah mengeluarkan aura permusuhan. Ingin bertanya pada Raga lebih tidak mungkin lagi, lebih baik ia pergi saja ke rooftop untuk mendapatkan jawaban dari teka-teki yang Aksa berikan.
Lihat sepintar apa Agil?
"Bukan temen gue" gumam Aksa ketika melihat Agil sudah pergi.
*Arsi*
"Yo, Tyo, yo, Tyo." panggil Agil begitu sampai di rooftop dan menepuk pelan pipi Tyo yang tertidur pulas padahal matahari sangat terik.
"Ehmm." gumam Tyo yang hanya menggeliat lalu mengubah posisinya memunggungi Agil.
"Tyoooo!!!!" teriak Agil yang sontak menbuat Tyo bangun dalam keadaan terkejut apalagi Agil berteriak tepat dikuping kirinya.
"YAAAAA, LO GAK USAH TERIAKKK JUGA, GUE KAGET ANJIRR!" bentak Tyo pada Agil yang cuma cengengesan saja melihat sahabatnya ini melotot dengan tatapan ingin membunuh.
"Yang penting lo bangun” jawab Agil santai, lalu ikut duduk disebelah Tyo.
“Lagian ngapain lo di rooftop? Ini kan bukan jadwal kita kesini hari ini" tanya Agil.
"Raga mana?" bukannya menjawab, Tyo balah balik bertanya.
“Lo biasaan deh kalau gue tanya balik tanya” ucap Agil kesal.
Tyo mengabaikan saja ocehan Agil yang akan bisa membangkitkan iblis dalam dirinya dan mencekik Agil sampai mati.
"Emang lo sama Raga tadi?” tanya Agil, Tyo mengangguk saja.
“Raga udah di kelas” ucap Agil lalu menatap Tyo dengan wajah bodohnya.
“Terus lo kenapa tidur disini?"
"Gil, mending lo ambil cuti sekolah terus lo pergi kemana aja yang bisa cuci otak lo itu biar gak makin idiot." kesal Tyo sambil menyugar rambut hitam pekat yang terbentuk rapi karena gel rambut mahal miliknya.
"Lo yang idiot, mana ada sekolah yang bisa cuti. Lo kata kita anak kuliahan" ucapnya sambil menyamai langkah Tyo yang lebih dulu meninggalkan rooftop. Sungguh Tyo pun dibuat kesal oleh kelemotan si tampan Agil.
Tyo dan Agil masuk bersamaan dengan guru bahasa inggris yang akan memulai pelajaran. Tyo duduk sebangku dengan Raga dan Agil yang sebangku dengan Aksa. Aksa yang mengatur tempat duduknya agar dua berandal itu tidak menjadi semakin dungu jika duduk sebangku meski Tyo sedikit lebih waras dari Agil.
"Kok gak bangunin gue lo, Ga?" tanya Tyo sambil mengambil buku paket dan catatan dari dalam tas.
"Males" jawab Raga acuh sambil menyalin catatan yang ada dipapan tulis sedangkan Tyo menatap cengok Raga atas jawaban diluar nalarnya.
"Ya seenggaknya semales-malesnya, lo harus bangunin gue. Lo mau gue ketinggalan pelajaran dan kuis dari Miss Berta kesayangan kita yang cantik jelita itu?" bisik Tyo sambil tersenyum ramah pada guru cantik yang menatap penuh peringatan padanya.
"Demi apa?" tanya Raga dengan menaikkan satu alisnya menoleh sekilas melihat Tyo.
"Demi persahabatan kita, demi apalagi?" sewot Tyo namun tetap berbisik.
"Nilai lo bukan tanggung jawab gue." jawab Raga pelan lalu mengabaikan Tyo yang sedang menggerutu kesal, sedangkan Agil yang memperhatikan interaksi dua sahabatnya dari belakang hanya terkikik geli sebelum ia membungkam mulutnya karena Aksa menatapnya tajam.
Entah mimpi buruk apa Tyo dan Agil yang notabenenya pribadi yang supel bisa tahan bersahabat dengan dua laki-laki yang memiliki kepribadian seperti batu yang hanya diam membisu. Begitun Raga dan Aksa yang memiliki pribadi yang tenang dan dingin bisa bertahan dengan dua manusia gila yang sayangnya mendapat predikat sebagai sahabat mereka berdua.
*Arsi*
Raga dan Lentera
14 Februari 2021
Ardha Haryani dan Siska Friestiani
Aku menghindar bukan karena keinginanku, tapi kamu sendiri yang menginginkannya.-Lentera Alenae Rinjani-***Perpustakaan hari ini lebih ramai dari biasanya. Banyak murid yang datang dengan berbagai urusan. Ada yang mengerjakan tugas, ada yang ingin membuang waktu luangnya dengan membaca novel yang disediakan di perpustakaan, atau bahkan ada yang datang untuk tidur karena perpustakaan memang tempat yang ramai tapi tetep terasa hening.Salah satunya Lentera. Jemari panjang nan ramping itu sibuk menari diatas keyboard dengan tatapan fokus menatap layar laptop dengan sesekali berkedip indah sambil mendengarkan instrument musik dari headset yang tersambung dengan ponsel miliknya. Mengabaikan para pengunjung lain yang pasti juga sibuk dengan urusan masing-masing.Sejak bel istirahat kedua Lentera memutuskan pergi ke perpustakaan untuk mengerjakan sesuatu yang telah ia niatkan dari semalam. Dan perpust
Seburuk apapun masalalu, bukan sebuah alasan untuk membuatmu jatuh.-Raga dan Lentera-***"Bye, Mi" goda Ameta pada Arumi saat mereka berpisah di parkiran mobil yang disediakan oleh pihak sekolah.Arumi mengabaikan Ameta yang sengaja menggodanya ditengah hari begini, ia langsung menuju mobil jemputannya tanpa menyapa Raga dan teman-temannya. Meski Raga adalah kakak kandung sahabatnya, Ameta. Ia tidak bisa ramah pada pemuda tampan itu kareana Raga adalah penyebab Lentera selalu merasa asing dikeluarga angkatnya."Cantik kok sombong toh neng" ucap Agil sedikit keras menyindir Arumi yang telah pergi tanpa membalas senyumnya yang sudah mengering, apalagi kulit bibirnya tampak pecah-pecah karena hari yang terik dan ia juga kurang minum air putih hari ini."Ayo bang" ajak Ameta lalu masuk kedalam mobil dan duduk dikursi sebelah kemudi."Gue duluan" pamit Raga kepada ketiga sahabatnya mesk
Menjauh terkadang kamu perlukan, saat hatimu sudah tidak mampu lagi untuk bertahan.-Raga dan Lentera-***Raga tidak tau lagi, sudah sampai dimana batas kesabarannya menunggu kepulangan Lentera. Setelah tadi Laila mengatakan jika Lentera izin pulang telat, Raga seketika kehilangan nafsu makannya. Gadis itu, semakin hari semakin seenaknya sendiri. Bersikap seolah ia adalah orang yang paling di butuhkan di keluarganya.Mungkin jika yang lain bisa di kelabuhi oleh Lentera, tapi tidak dengan Raga. Jika dalam 5 menit ke depan Lentera tidak juga pulang, Raga akan mencarinya kemanapun gadis itu pergi. Gadis yang selalu saja mengacaukan hidupnya.Raga kembali melihat jam tangan ribuan dollarnya, hadiah dari Rahardjo di ulang tahunnya ke-17. Sudah jam 15 : 45, cukup larut untuk seorang siswi SMA pulang terlambat.Raga tidak bisa menunggu lagi lebih dari ini, ia harus mencari Lentera dan menyeret gadis it
Jujurlah, pada hati mu. Kadang kamu baru bisa memahami apa yang hatimu inginkan ketika kamu mulai bersikap jujur pada dirimu sendiri.-Raga dan Lentera-***Mobil Raga memasuki gerbang rumah mewah dengan pagar yang menjulang tinggi dan kokoh. Setelah memakirkan mobilnya, Raga keluar dan melihat sepeda Lentera yang juga telah terparkir khusus di tempat sepeda, itu artinya si pemilik sudah pulang.Saat memasuki rumah Raga mendengar suara ibunya sedang bicara dengan seseorang. Raga bisa nemebak dengan siapa ibunya berbicara."Sekarang Ara bersihkan diri dulu, setelah itu turunlah untuk makan malam." suara lembut Laila sayup terdengar di telinga Raga yang berjalan masuk kedalam rumah."Iya, Ma."Lentera segera menaiki anak tangga menuju kamarnya, saat itu juga sekilas ia melihat Raga yang berjalan masuk dengan menatapnya tajam. Raga memperhatikan Lentera yang naik kelantai du
Emosi itu seperti api, yang perlahan bisa membakarmu.-Raga Pradana-*Arsi*Dengan emosi yang teredam pagi itu Raga tidak mendapati Lentera di meja makan. Gadis itu mulai sesuka hati, pikirnya."Bang, nggak sarapan dulu?!" Teriak Laila tapi diabaikan oleh pemuda itu yang terus pergi keluar rumah."Yah, Meta ditinggal Abang," ucap gadis cantik itu saat melihat Raga yang pergi tanpa menunggunya."Pergi sama, Papa aja ya sayang?" Ameta mengangguk setuju dan kembali menyantap sarapannya."Abang tu aneh, bawaannya emosi aja, apalagi kalau sama Ara," gerutu Metta.Rahhardjo dan Laila saling pandang dan mendesah pelan.Entah kapan hati Raga bisa melunak pada Ara, pikir Mereka.*Arsi*Sepanjang perjalanan Raga tidak henti-hentinya mengumpat di dalam hati, fakta yang ia tau tadi malam membuatnya ingin memaki Lentera sepuas hati.'Apa yang kam
"Pertemuan itu manis, sekalipun kamu tidak menginginkannya, tapi kelak kamu akan merindukannya"-Raga dan Lentera-***"Abang lihat!"Ameta menunjukkan hasil gambarnya kepada Raga. Tangannya penuh coretan, begitu juga dengan wajahnya, tapi sepertinya gadis kecil itu tampak acuh, sekalipun nanti Laila sang ibu akan memarahinya karena wajah dan tangannya yang penuh dengan coretan warna-warni.Raga diam, tak menggubris sama sekali. Ia lebih memilih menatap keluar jendela, menikmati guyuran hujan yang akhir-akhir ini sering turun membasahi bumi."Abang ishh, lihat dulu kalau Meta ngomong" rengek Ameta, tangannya yang kecil menarik ujung kaos Raga menarik perhatian kakaknya. Tapi dasarnya Raga cuek, tetap saja Raga mengabaikannya.Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian Raga dan Ameta. Keduanya berbalik menatap Rahardjo dan Laila datang membawa gadis kecil yang meringkuk ketakutan b
Untuk kamu yang menolak cahayaku, tidak perlu menjauh, aku tau caranya untuk mundur.-Lentera Alenae Rinjani-***Seorang gadis remaja cantik dengan rambut hitam lurus sepinggang sedang duduk dikursi santai kamarnya yang terletak dilantai dua.Dinginnya malam tidak menyurutkan keinginan remaja cantik ini untuk berdiam diri ditemani keheningan yang semakin terasa. Ia sadar pada akhirnya hanya sepi dan kegelapan yang akan menjadi teman setia didalam hidupnya meski banyak orang yang mengatakan bahwa mereka tulus mencintai dan akan selalu bersamanya.Perjalanan hidup yang tidak mudah membuatnya belajar untuk tidak menitipkan hati pada siapapun.Mata dengan manik coklat dan bulu mata panjang serta lentik sedang menatap sendu bulan purnama yang bercahaya indah malam ini. Ingatannya kembali melayang kehari itu, hari dimana ia kehilangan segalanya."Ara sayang kemarilah, lihat Mama dan P
Jika kamu lelah bertahan, maka mundur adalah pilihan terbaik. -Raga dan Lentera- *** Derap langkah kaki kecil milik Ara terdengar menuruni tangga menuju ruang makan yang sudah pasti ada mama dan papa angkatnya. "Loh Ra, kok udah siap aja jam segini sayang?" tanya Laila pada putri angkat kesayangannya saat melihat Lentera yang sudah rapi dengan seragamnya. "Iya Ma, mulai hari ini Ara kesekolah mau pakai sepeda." jawabnya sambil mencium punggung tangan mama dan papanya, kebiasaan Ara yang tidak bisa di ubah membuat Ameta juga ikut terbiasa. "Kenapa nggak bareng Bang Raga sama Meta pakai mobil?" tanya Rahardjo menatap Lentera penuh tanya yang kini sudah duduk dimeja makan dan menyantap roti buatan mamanya. "Nggak papa, Pa. Ara cuma mau olahraga pagi aja. Lagian juga kalau bareng Bang Raga pakai mobil sering mepet waktu, Pa sampai sekolahnya karena mac
Emosi itu seperti api, yang perlahan bisa membakarmu.-Raga Pradana-*Arsi*Dengan emosi yang teredam pagi itu Raga tidak mendapati Lentera di meja makan. Gadis itu mulai sesuka hati, pikirnya."Bang, nggak sarapan dulu?!" Teriak Laila tapi diabaikan oleh pemuda itu yang terus pergi keluar rumah."Yah, Meta ditinggal Abang," ucap gadis cantik itu saat melihat Raga yang pergi tanpa menunggunya."Pergi sama, Papa aja ya sayang?" Ameta mengangguk setuju dan kembali menyantap sarapannya."Abang tu aneh, bawaannya emosi aja, apalagi kalau sama Ara," gerutu Metta.Rahhardjo dan Laila saling pandang dan mendesah pelan.Entah kapan hati Raga bisa melunak pada Ara, pikir Mereka.*Arsi*Sepanjang perjalanan Raga tidak henti-hentinya mengumpat di dalam hati, fakta yang ia tau tadi malam membuatnya ingin memaki Lentera sepuas hati.'Apa yang kam
Jujurlah, pada hati mu. Kadang kamu baru bisa memahami apa yang hatimu inginkan ketika kamu mulai bersikap jujur pada dirimu sendiri.-Raga dan Lentera-***Mobil Raga memasuki gerbang rumah mewah dengan pagar yang menjulang tinggi dan kokoh. Setelah memakirkan mobilnya, Raga keluar dan melihat sepeda Lentera yang juga telah terparkir khusus di tempat sepeda, itu artinya si pemilik sudah pulang.Saat memasuki rumah Raga mendengar suara ibunya sedang bicara dengan seseorang. Raga bisa nemebak dengan siapa ibunya berbicara."Sekarang Ara bersihkan diri dulu, setelah itu turunlah untuk makan malam." suara lembut Laila sayup terdengar di telinga Raga yang berjalan masuk kedalam rumah."Iya, Ma."Lentera segera menaiki anak tangga menuju kamarnya, saat itu juga sekilas ia melihat Raga yang berjalan masuk dengan menatapnya tajam. Raga memperhatikan Lentera yang naik kelantai du
Menjauh terkadang kamu perlukan, saat hatimu sudah tidak mampu lagi untuk bertahan.-Raga dan Lentera-***Raga tidak tau lagi, sudah sampai dimana batas kesabarannya menunggu kepulangan Lentera. Setelah tadi Laila mengatakan jika Lentera izin pulang telat, Raga seketika kehilangan nafsu makannya. Gadis itu, semakin hari semakin seenaknya sendiri. Bersikap seolah ia adalah orang yang paling di butuhkan di keluarganya.Mungkin jika yang lain bisa di kelabuhi oleh Lentera, tapi tidak dengan Raga. Jika dalam 5 menit ke depan Lentera tidak juga pulang, Raga akan mencarinya kemanapun gadis itu pergi. Gadis yang selalu saja mengacaukan hidupnya.Raga kembali melihat jam tangan ribuan dollarnya, hadiah dari Rahardjo di ulang tahunnya ke-17. Sudah jam 15 : 45, cukup larut untuk seorang siswi SMA pulang terlambat.Raga tidak bisa menunggu lagi lebih dari ini, ia harus mencari Lentera dan menyeret gadis it
Seburuk apapun masalalu, bukan sebuah alasan untuk membuatmu jatuh.-Raga dan Lentera-***"Bye, Mi" goda Ameta pada Arumi saat mereka berpisah di parkiran mobil yang disediakan oleh pihak sekolah.Arumi mengabaikan Ameta yang sengaja menggodanya ditengah hari begini, ia langsung menuju mobil jemputannya tanpa menyapa Raga dan teman-temannya. Meski Raga adalah kakak kandung sahabatnya, Ameta. Ia tidak bisa ramah pada pemuda tampan itu kareana Raga adalah penyebab Lentera selalu merasa asing dikeluarga angkatnya."Cantik kok sombong toh neng" ucap Agil sedikit keras menyindir Arumi yang telah pergi tanpa membalas senyumnya yang sudah mengering, apalagi kulit bibirnya tampak pecah-pecah karena hari yang terik dan ia juga kurang minum air putih hari ini."Ayo bang" ajak Ameta lalu masuk kedalam mobil dan duduk dikursi sebelah kemudi."Gue duluan" pamit Raga kepada ketiga sahabatnya mesk
Aku menghindar bukan karena keinginanku, tapi kamu sendiri yang menginginkannya.-Lentera Alenae Rinjani-***Perpustakaan hari ini lebih ramai dari biasanya. Banyak murid yang datang dengan berbagai urusan. Ada yang mengerjakan tugas, ada yang ingin membuang waktu luangnya dengan membaca novel yang disediakan di perpustakaan, atau bahkan ada yang datang untuk tidur karena perpustakaan memang tempat yang ramai tapi tetep terasa hening.Salah satunya Lentera. Jemari panjang nan ramping itu sibuk menari diatas keyboard dengan tatapan fokus menatap layar laptop dengan sesekali berkedip indah sambil mendengarkan instrument musik dari headset yang tersambung dengan ponsel miliknya. Mengabaikan para pengunjung lain yang pasti juga sibuk dengan urusan masing-masing.Sejak bel istirahat kedua Lentera memutuskan pergi ke perpustakaan untuk mengerjakan sesuatu yang telah ia niatkan dari semalam. Dan perpust
Sekeras apapun logikamu menolak, masih ada hati yang akan selalu menerima.-Raga dan Lentera-***Dengan perasaan emosi Raga berjalan menyusuri koridor sekolah lalu menaiki tangga menuju rooftop tempat ia dan teman-temannya biasa menghabiskan waktu disaat tidak ingin berada di kantin sekolahMereka bukanlah anak berandal yang selalu bolos atau tawuran. Justru mereka sebaliknya, anak yang memiliki prestasi secara akademik maupun non akademik. Tapi mereka pun bukan anak cupu. Prestasi yang mereka miliki membuat semua murid menjadi takut dan segan terutama pada seorang Raga Adi Pradana. Siswa tertampan yang memiliki sejuta pesona namun juga memiliki lidah yang sangat berbisa membuat semua murid ketar-ketir jika berhadapan dengannya. Meski begitu tidak menyurutkan para siswi untuk mendapatkan cintanya."Ga, lo kenapa sih? Masih pagi ini Ga, udah aja lo emosian, lagian Agil ke
Jika kamu lelah bertahan, maka mundur adalah pilihan terbaik. -Raga dan Lentera- *** Derap langkah kaki kecil milik Ara terdengar menuruni tangga menuju ruang makan yang sudah pasti ada mama dan papa angkatnya. "Loh Ra, kok udah siap aja jam segini sayang?" tanya Laila pada putri angkat kesayangannya saat melihat Lentera yang sudah rapi dengan seragamnya. "Iya Ma, mulai hari ini Ara kesekolah mau pakai sepeda." jawabnya sambil mencium punggung tangan mama dan papanya, kebiasaan Ara yang tidak bisa di ubah membuat Ameta juga ikut terbiasa. "Kenapa nggak bareng Bang Raga sama Meta pakai mobil?" tanya Rahardjo menatap Lentera penuh tanya yang kini sudah duduk dimeja makan dan menyantap roti buatan mamanya. "Nggak papa, Pa. Ara cuma mau olahraga pagi aja. Lagian juga kalau bareng Bang Raga pakai mobil sering mepet waktu, Pa sampai sekolahnya karena mac
Untuk kamu yang menolak cahayaku, tidak perlu menjauh, aku tau caranya untuk mundur.-Lentera Alenae Rinjani-***Seorang gadis remaja cantik dengan rambut hitam lurus sepinggang sedang duduk dikursi santai kamarnya yang terletak dilantai dua.Dinginnya malam tidak menyurutkan keinginan remaja cantik ini untuk berdiam diri ditemani keheningan yang semakin terasa. Ia sadar pada akhirnya hanya sepi dan kegelapan yang akan menjadi teman setia didalam hidupnya meski banyak orang yang mengatakan bahwa mereka tulus mencintai dan akan selalu bersamanya.Perjalanan hidup yang tidak mudah membuatnya belajar untuk tidak menitipkan hati pada siapapun.Mata dengan manik coklat dan bulu mata panjang serta lentik sedang menatap sendu bulan purnama yang bercahaya indah malam ini. Ingatannya kembali melayang kehari itu, hari dimana ia kehilangan segalanya."Ara sayang kemarilah, lihat Mama dan P
"Pertemuan itu manis, sekalipun kamu tidak menginginkannya, tapi kelak kamu akan merindukannya"-Raga dan Lentera-***"Abang lihat!"Ameta menunjukkan hasil gambarnya kepada Raga. Tangannya penuh coretan, begitu juga dengan wajahnya, tapi sepertinya gadis kecil itu tampak acuh, sekalipun nanti Laila sang ibu akan memarahinya karena wajah dan tangannya yang penuh dengan coretan warna-warni.Raga diam, tak menggubris sama sekali. Ia lebih memilih menatap keluar jendela, menikmati guyuran hujan yang akhir-akhir ini sering turun membasahi bumi."Abang ishh, lihat dulu kalau Meta ngomong" rengek Ameta, tangannya yang kecil menarik ujung kaos Raga menarik perhatian kakaknya. Tapi dasarnya Raga cuek, tetap saja Raga mengabaikannya.Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian Raga dan Ameta. Keduanya berbalik menatap Rahardjo dan Laila datang membawa gadis kecil yang meringkuk ketakutan b