Aku menghindar bukan karena keinginanku, tapi kamu sendiri yang menginginkannya.
-Lentera Alenae Rinjani-
***
Perpustakaan hari ini lebih ramai dari biasanya. Banyak murid yang datang dengan berbagai urusan. Ada yang mengerjakan tugas, ada yang ingin membuang waktu luangnya dengan membaca novel yang disediakan di perpustakaan, atau bahkan ada yang datang untuk tidur karena perpustakaan memang tempat yang ramai tapi tetep terasa hening.
Salah satunya Lentera. Jemari panjang nan ramping itu sibuk menari diatas keyboard dengan tatapan fokus menatap layar laptop dengan sesekali berkedip indah sambil mendengarkan instrument musik dari headset yang tersambung dengan ponsel miliknya. Mengabaikan para pengunjung lain yang pasti juga sibuk dengan urusan masing-masing.
Sejak bel istirahat kedua Lentera memutuskan pergi ke perpustakaan untuk mengerjakan sesuatu yang telah ia niatkan dari semalam. Dan perpustakaan adalah tempat yang tepat menurutnya, karena selain tempatnya yang tenang tempat ini juga menjadi tempat yang paling Ameta benci. Ameta tidak akan mengikutinya jika ke perpustakaan begitupun dengan Arumi yang pasti ditahan oleh Ameta untuk menemaninya. Jadi Lentera bisa fokus pada yang sedang ia kerjakan saat ini tanpa perlu merasa khawatir dua sahabatnya akan tau.
Tampak layar putih persegi panjang itu menampilkan salah satu situs yang dikunjungi oleh Lentera. Jari Lentera sibuk mengetik dengan cepat diatas keyboard dan beberapa kali jari telunjuk tangan kanannya menekan tombol klik untuk memproses apa yang telah tertampil dilayar.
*Arsi*
Lentera begitu hanyut dengan kegiatannya hingga tak menyadari seorang siswa yang sedari tadi duduk tepat dihadapannya mengawasi. Buku sains yang sudah terbuka diatas meja dibiarkan saja tidak dibaca. Pemandangan yang di depannya ini lebih menarik perhatiannya. Tangan dilipat di dada dengan tubuh yang bersandar dikursi perpustakaan. Ia berfikir mungkin Lentera tidak menyadari keberadaannya atau memang sengaja mengabaikannya. Entahlah dari dua kemungkinan itu remaja pria ini lebih suka jika Lentera memiliki kemungkinan yang pertama.
Siswa itu adalah Raga Adi Pradana. Setelah bel istirahat ia memutuskan pergi ke perpustakaan untuk menenangkan diri, karena jika ia kembali kerooftop pasti ketiga sahabatnya akan mengekorinya terutama Agil dan Tyo yang saat ini paling tidak ingin ia lihat wajahnya. Raga hapal betul bagaimana sifat ketiga sahabatnya, dan dia bersyukur memilik Aksa yang menjadi salah satunya. Aksa yang paling mengerti akan dirinya dan paling tau cara menghadapi kedua sahabat gilanya itu.
Raga merasakan bagaimana pedulinya mereka terhadap dirinya. Namun Raga memilik ruang, dimana tidak ada yang bisa masuk kedalam tanpa seizinnya, mau sekeras apa mereka mencoba. Dan itu berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali.
Tanpa Raga duga ia bertemu dengan sosok yang sedari tadi menjadi penyebab hancurnya moodnya hari ini. Sosok yang sangat mudah membuatnya berada dipuncak emosi paling tinggi.
Raga mengambil asal buku yang tersusun rapi dirak perpustakaan, lalu dengan wajah datar Raga melangkah menuju meja baca disisi lain agar ia tidak perlu melihat kearah Lentera. Namun kali ini otak dan fisik Raga tidak sejalan. Otaknya ingin untuk duduk jauh dari Lentera tapi langkah kakinya dengan cepat berjalan kearah meja Lentera dan duduk di depan gadis yang sedang fokus pada laptop yang memiliki lambang 'PHS', itu artinya laptop yang digunakan Lentera adalah milik sekolah yang memang disediakan untuk para murid dalam menunjang proses belajar yang berhubungan dengan sekolah swasta yang elit ini.
*Arsi*
Lentera merasa hawa dingin semakin terasa disekitarnya. Ini lebih dingin dari hawa Ac yang sedari tadi menemaninya. Merasa ada orang yang duduk didepan mejanya, Lentera mendongakkan sedikit kepalanya untuk melihat siapa orang yang ada didepannya dari balik layar laptop.
Namun ketika manik coklat Lentera menatap di sela layar laptop yang menutupi wajahnya, manik coklat Lentera bersitatap dengan hazel milik Raga. Lentera sejenak terkejut, tapi hnaya beberapa detik, karena detik selanjutnya manik coklat Lentera kembali tenang seolah tidak peduli akan kehadiran Raga.
Alis Raga sedikit mengerut melihat ekspresi tenang Lentera saat melihatnya. Gadis itu bahkan kembali fokus pada layar laptop dengan jemarinya yang sibuk mengklik beberapa kali lalu dengan santai Lentera menutup laptop lalu bangkit dari kursinya. Tapi belum sempat Lentara mengambil langkah pertamanya suara Raga sudah menghentikan Lentera.
"Jangan hidup seenaknya, Lentera" ucap Raga dingin tanpa melihat kearah Lentera yang bersiap untuk pergi.
"Orangtua dan adikku bisa saja kamu perlakukan sesuka mu karena mereka begitu menyukai mu, tapi tidak denganku. Aku tidak akan tertipu dengan caramu yang murahan itu." Lanjutnya lagi dengan geraman rendahnya, ia yakin Lentera mendengarnya meski headset masih menggantung di telinga Lentera.
Rantetan kalimat berbisa yang Raga ucapkan tidak lepas dari pendengaran Lentera yang sudah mematikan ponsel sejak ia melihat kehadiran Raga.
"Sebenarnya apa yang ingin anda katatakan?" tanya Lentera pelan dengan bahasa formal. Mustahil hatinya tidak merasa nyeri oleh kalimat berbisa dari seorang Raga. Sekalipun Lentera sudah ratusan kali mendengar ucapan Raga yang selalu saja menyakiti hatinya.
Lentera menguatkan hati dan dirinya, tampak kedua tangan Lentera memeluk laptop sambil meremas benda persegi panjang itu dengan kuat.
Raga sedikit tersentak dengan bahasa formal yang Lentera ucapkan, kedua tangannya yang sudah berada dibawah meja mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih menahan emosi.
"Hari ini kamu tidak merasa berbuat sesuatu sesukamu?" jawab Raga dengan rahang mengetat menatap datar Lentera yang masih berdiri di posisinya, bahkan Lentera enggan duduk kembali kekursinya.
Lentera kini tau kemana arah ucapan Raga, ia ingat apa yang dikatakan oleh Ameta dikantin saat istrirahat pertama.
Menarik nafas pelan Lentera pun berkata, "Mulai sekarang dan selamanya saya tidak akan ada lagi dilingkaran hidup anda." ucapnya tenang dengan tatapan datar menatap Raga lekat, lalu setelahnya Lentera pun berlalu untuk mengembalikan laptop kepada penjaga perpustakaan serta meninggalkan Raga yang terdiam membisu mendengar jawaban yang Lentera utarakan.
Raga mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi dengan Lentera. Lentera akan tetap tersenyum dengan mata teduh miliknya sekalipun ia selalu mengabaikan dan mengacuhkannya. Lentera juga tetap bicara manis namun tetap sopan padanya meski ia sering mengatakan kalimat tajam sebagai jawaban. Tapi kenapa hari ini berbeda, Lentera begitu acuh padanya, tatapan Lentera begitu asing dan yang lebih tidak masuk akal Lentera bicara formal padanya.
Tapi dari itu semua Raga tidak ingin ambil pusing pada apa yang terjadi pada Lentera hari ini, mungkin Lentera sedang dalm kondisi hati yang tidak baik fikirnya, tapi jangan harap Lentera akan mendapat maaf darinya atas apa yang terjadi hari ini.
*Arsi*
Bel pulang pun berbunyi semua murid berlari keluar kelas untuk menuju kendaraan atau jemputan masing-masing. Jam yang menunjukkan pukul 13.45 menandakan siang hari yang begitu terik hari ini. Tidak berbeda jauh dari yang lain, Ameta pun dengan semangat yang tersisa menarik Arumi dan juga Lentera untuk menuju parkiran yang sudah pasti Raga telah menunggu disana.
"Meta, sepedaku ada diparkiran khusus sepeda" ucap Lentera sambil melerai tangan Ameta yang menggandeng kuat tangannya dan juga tangan Arum.
"Ooo iya gue lupa lo naik sepeda hari ini" jawabnya sambil terkekeh pelan.
"Hati-hati Ara sayang, sampai jumpa dirumah." ucapnya lagi sambil melambai pada lentera diikuti oleh Arumi yang tidak sempat mengucapkan pamit karena lagi-lagi Ameta menariknya seperti sapi.
Lentera tersenyum kepada kedua sahabatnya sambil membalas lambaian tangan mereka sebelum berlalu kearah parkiran untuk mengambil sepedanya.
*Arsi*
Raga dan Lentera
16 Februari 2021
Ardha Haryani dan Siska Friestiani
Seburuk apapun masalalu, bukan sebuah alasan untuk membuatmu jatuh.-Raga dan Lentera-***"Bye, Mi" goda Ameta pada Arumi saat mereka berpisah di parkiran mobil yang disediakan oleh pihak sekolah.Arumi mengabaikan Ameta yang sengaja menggodanya ditengah hari begini, ia langsung menuju mobil jemputannya tanpa menyapa Raga dan teman-temannya. Meski Raga adalah kakak kandung sahabatnya, Ameta. Ia tidak bisa ramah pada pemuda tampan itu kareana Raga adalah penyebab Lentera selalu merasa asing dikeluarga angkatnya."Cantik kok sombong toh neng" ucap Agil sedikit keras menyindir Arumi yang telah pergi tanpa membalas senyumnya yang sudah mengering, apalagi kulit bibirnya tampak pecah-pecah karena hari yang terik dan ia juga kurang minum air putih hari ini."Ayo bang" ajak Ameta lalu masuk kedalam mobil dan duduk dikursi sebelah kemudi."Gue duluan" pamit Raga kepada ketiga sahabatnya mesk
Menjauh terkadang kamu perlukan, saat hatimu sudah tidak mampu lagi untuk bertahan.-Raga dan Lentera-***Raga tidak tau lagi, sudah sampai dimana batas kesabarannya menunggu kepulangan Lentera. Setelah tadi Laila mengatakan jika Lentera izin pulang telat, Raga seketika kehilangan nafsu makannya. Gadis itu, semakin hari semakin seenaknya sendiri. Bersikap seolah ia adalah orang yang paling di butuhkan di keluarganya.Mungkin jika yang lain bisa di kelabuhi oleh Lentera, tapi tidak dengan Raga. Jika dalam 5 menit ke depan Lentera tidak juga pulang, Raga akan mencarinya kemanapun gadis itu pergi. Gadis yang selalu saja mengacaukan hidupnya.Raga kembali melihat jam tangan ribuan dollarnya, hadiah dari Rahardjo di ulang tahunnya ke-17. Sudah jam 15 : 45, cukup larut untuk seorang siswi SMA pulang terlambat.Raga tidak bisa menunggu lagi lebih dari ini, ia harus mencari Lentera dan menyeret gadis it
Jujurlah, pada hati mu. Kadang kamu baru bisa memahami apa yang hatimu inginkan ketika kamu mulai bersikap jujur pada dirimu sendiri.-Raga dan Lentera-***Mobil Raga memasuki gerbang rumah mewah dengan pagar yang menjulang tinggi dan kokoh. Setelah memakirkan mobilnya, Raga keluar dan melihat sepeda Lentera yang juga telah terparkir khusus di tempat sepeda, itu artinya si pemilik sudah pulang.Saat memasuki rumah Raga mendengar suara ibunya sedang bicara dengan seseorang. Raga bisa nemebak dengan siapa ibunya berbicara."Sekarang Ara bersihkan diri dulu, setelah itu turunlah untuk makan malam." suara lembut Laila sayup terdengar di telinga Raga yang berjalan masuk kedalam rumah."Iya, Ma."Lentera segera menaiki anak tangga menuju kamarnya, saat itu juga sekilas ia melihat Raga yang berjalan masuk dengan menatapnya tajam. Raga memperhatikan Lentera yang naik kelantai du
Emosi itu seperti api, yang perlahan bisa membakarmu.-Raga Pradana-*Arsi*Dengan emosi yang teredam pagi itu Raga tidak mendapati Lentera di meja makan. Gadis itu mulai sesuka hati, pikirnya."Bang, nggak sarapan dulu?!" Teriak Laila tapi diabaikan oleh pemuda itu yang terus pergi keluar rumah."Yah, Meta ditinggal Abang," ucap gadis cantik itu saat melihat Raga yang pergi tanpa menunggunya."Pergi sama, Papa aja ya sayang?" Ameta mengangguk setuju dan kembali menyantap sarapannya."Abang tu aneh, bawaannya emosi aja, apalagi kalau sama Ara," gerutu Metta.Rahhardjo dan Laila saling pandang dan mendesah pelan.Entah kapan hati Raga bisa melunak pada Ara, pikir Mereka.*Arsi*Sepanjang perjalanan Raga tidak henti-hentinya mengumpat di dalam hati, fakta yang ia tau tadi malam membuatnya ingin memaki Lentera sepuas hati.'Apa yang kam
"Pertemuan itu manis, sekalipun kamu tidak menginginkannya, tapi kelak kamu akan merindukannya"-Raga dan Lentera-***"Abang lihat!"Ameta menunjukkan hasil gambarnya kepada Raga. Tangannya penuh coretan, begitu juga dengan wajahnya, tapi sepertinya gadis kecil itu tampak acuh, sekalipun nanti Laila sang ibu akan memarahinya karena wajah dan tangannya yang penuh dengan coretan warna-warni.Raga diam, tak menggubris sama sekali. Ia lebih memilih menatap keluar jendela, menikmati guyuran hujan yang akhir-akhir ini sering turun membasahi bumi."Abang ishh, lihat dulu kalau Meta ngomong" rengek Ameta, tangannya yang kecil menarik ujung kaos Raga menarik perhatian kakaknya. Tapi dasarnya Raga cuek, tetap saja Raga mengabaikannya.Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian Raga dan Ameta. Keduanya berbalik menatap Rahardjo dan Laila datang membawa gadis kecil yang meringkuk ketakutan b
Untuk kamu yang menolak cahayaku, tidak perlu menjauh, aku tau caranya untuk mundur.-Lentera Alenae Rinjani-***Seorang gadis remaja cantik dengan rambut hitam lurus sepinggang sedang duduk dikursi santai kamarnya yang terletak dilantai dua.Dinginnya malam tidak menyurutkan keinginan remaja cantik ini untuk berdiam diri ditemani keheningan yang semakin terasa. Ia sadar pada akhirnya hanya sepi dan kegelapan yang akan menjadi teman setia didalam hidupnya meski banyak orang yang mengatakan bahwa mereka tulus mencintai dan akan selalu bersamanya.Perjalanan hidup yang tidak mudah membuatnya belajar untuk tidak menitipkan hati pada siapapun.Mata dengan manik coklat dan bulu mata panjang serta lentik sedang menatap sendu bulan purnama yang bercahaya indah malam ini. Ingatannya kembali melayang kehari itu, hari dimana ia kehilangan segalanya."Ara sayang kemarilah, lihat Mama dan P
Jika kamu lelah bertahan, maka mundur adalah pilihan terbaik. -Raga dan Lentera- *** Derap langkah kaki kecil milik Ara terdengar menuruni tangga menuju ruang makan yang sudah pasti ada mama dan papa angkatnya. "Loh Ra, kok udah siap aja jam segini sayang?" tanya Laila pada putri angkat kesayangannya saat melihat Lentera yang sudah rapi dengan seragamnya. "Iya Ma, mulai hari ini Ara kesekolah mau pakai sepeda." jawabnya sambil mencium punggung tangan mama dan papanya, kebiasaan Ara yang tidak bisa di ubah membuat Ameta juga ikut terbiasa. "Kenapa nggak bareng Bang Raga sama Meta pakai mobil?" tanya Rahardjo menatap Lentera penuh tanya yang kini sudah duduk dimeja makan dan menyantap roti buatan mamanya. "Nggak papa, Pa. Ara cuma mau olahraga pagi aja. Lagian juga kalau bareng Bang Raga pakai mobil sering mepet waktu, Pa sampai sekolahnya karena mac
Sekeras apapun logikamu menolak, masih ada hati yang akan selalu menerima.-Raga dan Lentera-***Dengan perasaan emosi Raga berjalan menyusuri koridor sekolah lalu menaiki tangga menuju rooftop tempat ia dan teman-temannya biasa menghabiskan waktu disaat tidak ingin berada di kantin sekolahMereka bukanlah anak berandal yang selalu bolos atau tawuran. Justru mereka sebaliknya, anak yang memiliki prestasi secara akademik maupun non akademik. Tapi mereka pun bukan anak cupu. Prestasi yang mereka miliki membuat semua murid menjadi takut dan segan terutama pada seorang Raga Adi Pradana. Siswa tertampan yang memiliki sejuta pesona namun juga memiliki lidah yang sangat berbisa membuat semua murid ketar-ketir jika berhadapan dengannya. Meski begitu tidak menyurutkan para siswi untuk mendapatkan cintanya."Ga, lo kenapa sih? Masih pagi ini Ga, udah aja lo emosian, lagian Agil ke
Emosi itu seperti api, yang perlahan bisa membakarmu.-Raga Pradana-*Arsi*Dengan emosi yang teredam pagi itu Raga tidak mendapati Lentera di meja makan. Gadis itu mulai sesuka hati, pikirnya."Bang, nggak sarapan dulu?!" Teriak Laila tapi diabaikan oleh pemuda itu yang terus pergi keluar rumah."Yah, Meta ditinggal Abang," ucap gadis cantik itu saat melihat Raga yang pergi tanpa menunggunya."Pergi sama, Papa aja ya sayang?" Ameta mengangguk setuju dan kembali menyantap sarapannya."Abang tu aneh, bawaannya emosi aja, apalagi kalau sama Ara," gerutu Metta.Rahhardjo dan Laila saling pandang dan mendesah pelan.Entah kapan hati Raga bisa melunak pada Ara, pikir Mereka.*Arsi*Sepanjang perjalanan Raga tidak henti-hentinya mengumpat di dalam hati, fakta yang ia tau tadi malam membuatnya ingin memaki Lentera sepuas hati.'Apa yang kam
Jujurlah, pada hati mu. Kadang kamu baru bisa memahami apa yang hatimu inginkan ketika kamu mulai bersikap jujur pada dirimu sendiri.-Raga dan Lentera-***Mobil Raga memasuki gerbang rumah mewah dengan pagar yang menjulang tinggi dan kokoh. Setelah memakirkan mobilnya, Raga keluar dan melihat sepeda Lentera yang juga telah terparkir khusus di tempat sepeda, itu artinya si pemilik sudah pulang.Saat memasuki rumah Raga mendengar suara ibunya sedang bicara dengan seseorang. Raga bisa nemebak dengan siapa ibunya berbicara."Sekarang Ara bersihkan diri dulu, setelah itu turunlah untuk makan malam." suara lembut Laila sayup terdengar di telinga Raga yang berjalan masuk kedalam rumah."Iya, Ma."Lentera segera menaiki anak tangga menuju kamarnya, saat itu juga sekilas ia melihat Raga yang berjalan masuk dengan menatapnya tajam. Raga memperhatikan Lentera yang naik kelantai du
Menjauh terkadang kamu perlukan, saat hatimu sudah tidak mampu lagi untuk bertahan.-Raga dan Lentera-***Raga tidak tau lagi, sudah sampai dimana batas kesabarannya menunggu kepulangan Lentera. Setelah tadi Laila mengatakan jika Lentera izin pulang telat, Raga seketika kehilangan nafsu makannya. Gadis itu, semakin hari semakin seenaknya sendiri. Bersikap seolah ia adalah orang yang paling di butuhkan di keluarganya.Mungkin jika yang lain bisa di kelabuhi oleh Lentera, tapi tidak dengan Raga. Jika dalam 5 menit ke depan Lentera tidak juga pulang, Raga akan mencarinya kemanapun gadis itu pergi. Gadis yang selalu saja mengacaukan hidupnya.Raga kembali melihat jam tangan ribuan dollarnya, hadiah dari Rahardjo di ulang tahunnya ke-17. Sudah jam 15 : 45, cukup larut untuk seorang siswi SMA pulang terlambat.Raga tidak bisa menunggu lagi lebih dari ini, ia harus mencari Lentera dan menyeret gadis it
Seburuk apapun masalalu, bukan sebuah alasan untuk membuatmu jatuh.-Raga dan Lentera-***"Bye, Mi" goda Ameta pada Arumi saat mereka berpisah di parkiran mobil yang disediakan oleh pihak sekolah.Arumi mengabaikan Ameta yang sengaja menggodanya ditengah hari begini, ia langsung menuju mobil jemputannya tanpa menyapa Raga dan teman-temannya. Meski Raga adalah kakak kandung sahabatnya, Ameta. Ia tidak bisa ramah pada pemuda tampan itu kareana Raga adalah penyebab Lentera selalu merasa asing dikeluarga angkatnya."Cantik kok sombong toh neng" ucap Agil sedikit keras menyindir Arumi yang telah pergi tanpa membalas senyumnya yang sudah mengering, apalagi kulit bibirnya tampak pecah-pecah karena hari yang terik dan ia juga kurang minum air putih hari ini."Ayo bang" ajak Ameta lalu masuk kedalam mobil dan duduk dikursi sebelah kemudi."Gue duluan" pamit Raga kepada ketiga sahabatnya mesk
Aku menghindar bukan karena keinginanku, tapi kamu sendiri yang menginginkannya.-Lentera Alenae Rinjani-***Perpustakaan hari ini lebih ramai dari biasanya. Banyak murid yang datang dengan berbagai urusan. Ada yang mengerjakan tugas, ada yang ingin membuang waktu luangnya dengan membaca novel yang disediakan di perpustakaan, atau bahkan ada yang datang untuk tidur karena perpustakaan memang tempat yang ramai tapi tetep terasa hening.Salah satunya Lentera. Jemari panjang nan ramping itu sibuk menari diatas keyboard dengan tatapan fokus menatap layar laptop dengan sesekali berkedip indah sambil mendengarkan instrument musik dari headset yang tersambung dengan ponsel miliknya. Mengabaikan para pengunjung lain yang pasti juga sibuk dengan urusan masing-masing.Sejak bel istirahat kedua Lentera memutuskan pergi ke perpustakaan untuk mengerjakan sesuatu yang telah ia niatkan dari semalam. Dan perpust
Sekeras apapun logikamu menolak, masih ada hati yang akan selalu menerima.-Raga dan Lentera-***Dengan perasaan emosi Raga berjalan menyusuri koridor sekolah lalu menaiki tangga menuju rooftop tempat ia dan teman-temannya biasa menghabiskan waktu disaat tidak ingin berada di kantin sekolahMereka bukanlah anak berandal yang selalu bolos atau tawuran. Justru mereka sebaliknya, anak yang memiliki prestasi secara akademik maupun non akademik. Tapi mereka pun bukan anak cupu. Prestasi yang mereka miliki membuat semua murid menjadi takut dan segan terutama pada seorang Raga Adi Pradana. Siswa tertampan yang memiliki sejuta pesona namun juga memiliki lidah yang sangat berbisa membuat semua murid ketar-ketir jika berhadapan dengannya. Meski begitu tidak menyurutkan para siswi untuk mendapatkan cintanya."Ga, lo kenapa sih? Masih pagi ini Ga, udah aja lo emosian, lagian Agil ke
Jika kamu lelah bertahan, maka mundur adalah pilihan terbaik. -Raga dan Lentera- *** Derap langkah kaki kecil milik Ara terdengar menuruni tangga menuju ruang makan yang sudah pasti ada mama dan papa angkatnya. "Loh Ra, kok udah siap aja jam segini sayang?" tanya Laila pada putri angkat kesayangannya saat melihat Lentera yang sudah rapi dengan seragamnya. "Iya Ma, mulai hari ini Ara kesekolah mau pakai sepeda." jawabnya sambil mencium punggung tangan mama dan papanya, kebiasaan Ara yang tidak bisa di ubah membuat Ameta juga ikut terbiasa. "Kenapa nggak bareng Bang Raga sama Meta pakai mobil?" tanya Rahardjo menatap Lentera penuh tanya yang kini sudah duduk dimeja makan dan menyantap roti buatan mamanya. "Nggak papa, Pa. Ara cuma mau olahraga pagi aja. Lagian juga kalau bareng Bang Raga pakai mobil sering mepet waktu, Pa sampai sekolahnya karena mac
Untuk kamu yang menolak cahayaku, tidak perlu menjauh, aku tau caranya untuk mundur.-Lentera Alenae Rinjani-***Seorang gadis remaja cantik dengan rambut hitam lurus sepinggang sedang duduk dikursi santai kamarnya yang terletak dilantai dua.Dinginnya malam tidak menyurutkan keinginan remaja cantik ini untuk berdiam diri ditemani keheningan yang semakin terasa. Ia sadar pada akhirnya hanya sepi dan kegelapan yang akan menjadi teman setia didalam hidupnya meski banyak orang yang mengatakan bahwa mereka tulus mencintai dan akan selalu bersamanya.Perjalanan hidup yang tidak mudah membuatnya belajar untuk tidak menitipkan hati pada siapapun.Mata dengan manik coklat dan bulu mata panjang serta lentik sedang menatap sendu bulan purnama yang bercahaya indah malam ini. Ingatannya kembali melayang kehari itu, hari dimana ia kehilangan segalanya."Ara sayang kemarilah, lihat Mama dan P
"Pertemuan itu manis, sekalipun kamu tidak menginginkannya, tapi kelak kamu akan merindukannya"-Raga dan Lentera-***"Abang lihat!"Ameta menunjukkan hasil gambarnya kepada Raga. Tangannya penuh coretan, begitu juga dengan wajahnya, tapi sepertinya gadis kecil itu tampak acuh, sekalipun nanti Laila sang ibu akan memarahinya karena wajah dan tangannya yang penuh dengan coretan warna-warni.Raga diam, tak menggubris sama sekali. Ia lebih memilih menatap keluar jendela, menikmati guyuran hujan yang akhir-akhir ini sering turun membasahi bumi."Abang ishh, lihat dulu kalau Meta ngomong" rengek Ameta, tangannya yang kecil menarik ujung kaos Raga menarik perhatian kakaknya. Tapi dasarnya Raga cuek, tetap saja Raga mengabaikannya.Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian Raga dan Ameta. Keduanya berbalik menatap Rahardjo dan Laila datang membawa gadis kecil yang meringkuk ketakutan b