Home / Romansa / Raga dan Lentera / Lentera Alenae Rinjani

Share

Lentera Alenae Rinjani

Author: Arsi
last update Last Updated: 2021-02-13 13:12:42

Untuk kamu yang menolak cahayaku, tidak perlu menjauh, aku tau caranya untuk mundur.

-Lentera Alenae Rinjani-

***

Seorang gadis remaja cantik dengan rambut hitam lurus sepinggang sedang duduk dikursi santai kamarnya yang terletak dilantai dua.

Dinginnya malam tidak menyurutkan keinginan remaja cantik ini untuk berdiam diri ditemani keheningan yang semakin terasa. Ia sadar pada akhirnya hanya sepi dan kegelapan yang akan menjadi teman setia didalam hidupnya meski banyak orang yang mengatakan bahwa mereka tulus mencintai dan akan selalu bersamanya. 

Perjalanan hidup yang tidak mudah membuatnya belajar untuk tidak menitipkan hati pada siapapun.

Mata dengan manik coklat dan bulu mata panjang serta lentik sedang menatap sendu bulan purnama yang bercahaya indah malam ini. Ingatannya kembali melayang kehari itu, hari dimana ia kehilangan segalanya.

"Ara sayang kemarilah, lihat Mama dan Papa bawa apa untuk Ara." Rinjani memanggil putri cantiknya yang lebih senang menghabiskan waktu dikamar seorang diri.

"Iya ma, Ara datang." Jawabnya sopan sambil berjalan keluar kamar menuju sofa yang ada diruang tamu tempat mama papanya berada."

"Mama dan Papa baru pulang, Ara kok gak denger suara mobil Papa?" Ucapnya ketika sudah berada diruang tamu dan mencium tangan kedua orang tuanya. Kebiasaan kecil yang selalu Bagus dan Rinjani ajarkan.

"Mama dan Papa diantar teman tadi, dan Bi Imah yang membuka pintu" jawab Rinjani.

"Terus Bi Imah mana?" tanya Lentera.

"Baru aja pamit pulang" jawab Rinjani. Lentera mengangguk saja.

"Bagaimana sekolah putri Papa?" tanya Bagus penuh perhatian.

"Baik, Pa. Gambar Ara juga dapat nilai bagus dari Bu guru" Jawab Lentera manja sambil mengelus pipi pria yang paling disayanginya ini.

Lalu tatapan Lentera beralih menatap kotak kecil merah yang ada diatas meja.

"Itu apa, Pa?" tanya Lentera menunjuk kotak kecil di atas meja. Bagus tersenyum lalu mengambil kotak merah itu dan memberikannya pada Lentera.

"Bukalah sayang." ucap Bagus pada putri kesayangannya yang sudah duduk dipangkuannya dengan manja. 

"Ini kalung untuk Ara?" tanya Ara senang ketika membuka kotak yang berisi kalung berbentuk Lentera seperti namanya. 

"Kamu suka?" tanya Bagus sambil membelai rambut putrinya yang mengangguk penuh kebahagiaan. 

"Sini Mama pakaikan." Ucap Rinjani kepada putrinya, dengan lembut ia memakaikan kalung emas itu yang tampak indah dileher mungil putrinya.

"Ara, Mama dan Papa ingin kamu selalu bisa menjadi cahaya indah untuk semua orang yang ada disekitarmu. Jika dimasa depan Mama dan Papa tidak bisa menemanimu maka ingatlah sayang, kalung ini akan membuat kamu selalu dekat dengan kami, jadi jagalah dengan baik, kamu mengerti?" ucap Rinjani dengan suara sedikit bergetar sambil menciumi pipi Lentera.

"Memangnya Mama dan Papa mau kemana, menangkap orang jahat lagi?" tanyanya polos dengan tatapan bingung kepada kedua orang tuanya yang tampak sedih. 

"Sayang, jika sesuatu terjadi pada kami, ingat ini adalah tugas mulia Papa dan Mama, jadi kamu jangan pernah sekalipun menyalahkan orang lain, paham sayang?" ucap bagus sambil memeluk erat putrinya begitupun dengan Rinjani. 

"Paham Pa, Papa selalu ingatkan Ara tentang itu" jawabnya sambil membalas pelukan kedua orang tuanya dengan tangan mungilnya itu. 

'Citttt' 

Bunyi dercitan ban mobil berhenti didepan rumah Lentera yang berada diperkomplekan sederhana dan juga sunyi. 

"Ara ayo ikut, Mama!" ucap Rinjani terburu-buru membawa Lentera keruang kerja suaminya. Sementara Bagus menahan orang yang datang dengan segala kesiapannya.

'Papa sayang kamu Ara, maaf mungkin Papa tidak bisa menemanimu sampai dewasa' batinnya sedih lalu dengan sigap ia mengeluarkan pistol yang berada dibalik jaket kulit yang belum sempat ia lepas. 

"Ara dengarkan Mama, tetaplah disini dan jangan mengeluarkan suara, Mama dan Papa sedang bermain game, kami akan kalah jika kamu keluar atau mengeluarkan suara." Ucap Rinjani mencoba tenang sambil memasangkan headphone dengan menyetel instrument menenangkan dari wokman kesayangan Lentera. 

"Tapi kenapa Ara harus pakai ini, Ma?" tanyanya pada Rinjani. 

"Suara ini lebih baik dari pada suara yang akan kamu dengar dari teman-teman Mama nanti sayang." Jawab Rinjani sambil memastikan jika Lentera sudah berada ditempat yang aman. 

"Mama dan Papa sayang kamu selamanya, tetaplah disini apapun yang terjadi, dan jaga baik-baik kalung ini." pesan Rinjani setelah itu menciumi seluruh wajah cantik Lentera yang Lentera dapatkan dari wajah cantik Rinjani. 

"Baik Ma, Ara akan buat Mama dan Papa menang." ucap sikecil Lentera dengan senyum manisnya. 

"Good girl, Mama percaya kamu." Balas Rinjani setelah itu dengan mantap ia menutup pintu tempat Lentera sembunyi tanpa Rinjani tau jika Lentera mematikan Wokman yang dinyalakan olehnya. 

'DORR!!' 

Suara itu yang pertama kali Lentera dengar ketika ia melepas headphonenya dan dari lubang kecil laci bawah meja kerja ayahnya. Ia melihat papanya yang sudah bersimbah darah datang melindungi mamanya. Lentera kecil yang takut langsung menekuk kaki dan memeluknya dengan kedua tangan sambil melihat apa yang terjadi pada kedua orang tuanya. 

"Kalian lebih memilih mati dan melindungi si Pradana dari pada menyayangi nyawa kalian, maka aku akan mengabulkannya" ucap seorang pria berwajah seram dengan seringai iblisnya menatap kedua orang ini penuh amarah. 

'DOR!!' 

'ACHKK' 

"BANGSATT!!!." Teriak pria yang terkena tembakan Rinjani tepat didada kirinya. 

"Mari kita mati bersama" Desis Rinjani pelan pada musuhnya itu, ia tidak ingin Lentera mendengarnya. 

Dan setelah itu suara tembakan saling menyahut entah berapa kali Lentera tidak lagi mendengarnya, saat hal terakhir yang ia lihat adalah senyum kedua orangtuanya menatap sendu kearah tempat ia bersembunyi dengan tubuh penuh darah, setelah itu kegelapan menjemputnya dengan tubuh menggigil ketakutan serta bibir yang berdarah karena gigitannya yang keras. 

Lentera menghapus air matanya kala mengingat hari itu, hari dimana ia tidak lagi bertemu dan melihat senyum penuh cinta kedua orang tuanya. 

"Ma, Pa, maaf Ara tidak bisa menjadi cahaya seperti yang kalian inginkan, karena hari ini Ara tau ada seseorang yang menolak cahaya yang Ara berikan" ucapnya sendu ditengah kegelapan malam yang hanya dibantu cahaya bulan purnama. 

Tangan mungilnya memegang erat kalung pemberian orangtuanya yang ia anggap sebagai satu-satunya harta yang ia miliki, hingga tanpa sadar ia tidur dikursi ditemani dinginnya malam.

Setelah hari ini ia berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi perempuan yang akan bertahan dengan kakinya sendiri tanpa memerlukan sandaran orang lain meski itu adalah orangtua angkat yang tulus mencintainya. 

Dari sini awal kisah dua anak manusia dimulai, tidak ada yang tau akhir dari perjalanan mereka disaat yang satu memilih pergi dan yang satu lisannya tidak mampu mencegah meski hati berontak ingin menahan.

'Aku tidak akan bertahan pada sesuatu yang menolakku.'

*Arsi*

Raga dan Lentera

13 Februari 2021

Ardha Haryani dan Siska Friestiani

Related chapters

  • Raga dan Lentera   Awal Untuk Menjauh

    Jika kamu lelah bertahan, maka mundur adalah pilihan terbaik. -Raga dan Lentera- *** Derap langkah kaki kecil milik Ara terdengar menuruni tangga menuju ruang makan yang sudah pasti ada mama dan papa angkatnya. "Loh Ra, kok udah siap aja jam segini sayang?" tanya Laila pada putri angkat kesayangannya saat melihat Lentera yang sudah rapi dengan seragamnya. "Iya Ma, mulai hari ini Ara kesekolah mau pakai sepeda." jawabnya sambil mencium punggung tangan mama dan papanya, kebiasaan Ara yang tidak bisa di ubah membuat Ameta juga ikut terbiasa. "Kenapa nggak bareng Bang Raga sama Meta pakai mobil?" tanya Rahardjo menatap Lentera penuh tanya yang kini sudah duduk dimeja makan dan menyantap roti buatan mamanya. "Nggak papa, Pa. Ara cuma mau olahraga pagi aja. Lagian juga kalau bareng Bang Raga pakai mobil sering mepet waktu, Pa sampai sekolahnya karena mac

    Last Updated : 2021-02-14
  • Raga dan Lentera   Raga Adi Pradana

    Sekeras apapun logikamu menolak, masih ada hati yang akan selalu menerima.-Raga dan Lentera-***Dengan perasaan emosi Raga berjalan menyusuri koridor sekolah lalu menaiki tangga menuju rooftop tempat ia dan teman-temannya biasa menghabiskan waktu disaat tidak ingin berada di kantin sekolahMereka bukanlah anak berandal yang selalu bolos atau tawuran. Justru mereka sebaliknya, anak yang memiliki prestasi secara akademik maupun non akademik. Tapi mereka pun bukan anak cupu. Prestasi yang mereka miliki membuat semua murid menjadi takut dan segan terutama pada seorang Raga Adi Pradana. Siswa tertampan yang memiliki sejuta pesona namun juga memiliki lidah yang sangat berbisa membuat semua murid ketar-ketir jika berhadapan dengannya. Meski begitu tidak menyurutkan para siswi untuk mendapatkan cintanya."Ga, lo kenapa sih? Masih pagi ini Ga, udah aja lo emosian, lagian Agil ke

    Last Updated : 2021-02-14
  • Raga dan Lentera   Ucapan Menyakitkan Raga

    Aku menghindar bukan karena keinginanku, tapi kamu sendiri yang menginginkannya.-Lentera Alenae Rinjani-***Perpustakaan hari ini lebih ramai dari biasanya. Banyak murid yang datang dengan berbagai urusan. Ada yang mengerjakan tugas, ada yang ingin membuang waktu luangnya dengan membaca novel yang disediakan di perpustakaan, atau bahkan ada yang datang untuk tidur karena perpustakaan memang tempat yang ramai tapi tetep terasa hening.Salah satunya Lentera. Jemari panjang nan ramping itu sibuk menari diatas keyboard dengan tatapan fokus menatap layar laptop dengan sesekali berkedip indah sambil mendengarkan instrument musik dari headset yang tersambung dengan ponsel miliknya. Mengabaikan para pengunjung lain yang pasti juga sibuk dengan urusan masing-masing.Sejak bel istirahat kedua Lentera memutuskan pergi ke perpustakaan untuk mengerjakan sesuatu yang telah ia niatkan dari semalam. Dan perpust

    Last Updated : 2021-02-16
  • Raga dan Lentera   Keputusan Lentera

    Seburuk apapun masalalu, bukan sebuah alasan untuk membuatmu jatuh.-Raga dan Lentera-***"Bye, Mi" goda Ameta pada Arumi saat mereka berpisah di parkiran mobil yang disediakan oleh pihak sekolah.Arumi mengabaikan Ameta yang sengaja menggodanya ditengah hari begini, ia langsung menuju mobil jemputannya tanpa menyapa Raga dan teman-temannya. Meski Raga adalah kakak kandung sahabatnya, Ameta. Ia tidak bisa ramah pada pemuda tampan itu kareana Raga adalah penyebab Lentera selalu merasa asing dikeluarga angkatnya."Cantik kok sombong toh neng" ucap Agil sedikit keras menyindir Arumi yang telah pergi tanpa membalas senyumnya yang sudah mengering, apalagi kulit bibirnya tampak pecah-pecah karena hari yang terik dan ia juga kurang minum air putih hari ini."Ayo bang" ajak Ameta lalu masuk kedalam mobil dan duduk dikursi sebelah kemudi."Gue duluan" pamit Raga kepada ketiga sahabatnya mesk

    Last Updated : 2021-02-16
  • Raga dan Lentera   Mencari Lentera

    Menjauh terkadang kamu perlukan, saat hatimu sudah tidak mampu lagi untuk bertahan.-Raga dan Lentera-***Raga tidak tau lagi, sudah sampai dimana batas kesabarannya menunggu kepulangan Lentera. Setelah tadi Laila mengatakan jika Lentera izin pulang telat, Raga seketika kehilangan nafsu makannya. Gadis itu, semakin hari semakin seenaknya sendiri. Bersikap seolah ia adalah orang yang paling di butuhkan di keluarganya.Mungkin jika yang lain bisa di kelabuhi oleh Lentera, tapi tidak dengan Raga. Jika dalam 5 menit ke depan Lentera tidak juga pulang, Raga akan mencarinya kemanapun gadis itu pergi. Gadis yang selalu saja mengacaukan hidupnya.Raga kembali melihat jam tangan ribuan dollarnya, hadiah dari Rahardjo di ulang tahunnya ke-17. Sudah jam 15 : 45, cukup larut untuk seorang siswi SMA pulang terlambat.Raga tidak bisa menunggu lagi lebih dari ini, ia harus mencari Lentera dan menyeret gadis it

    Last Updated : 2021-04-04
  • Raga dan Lentera   Makan Malam

    Jujurlah, pada hati mu. Kadang kamu baru bisa memahami apa yang hatimu inginkan ketika kamu mulai bersikap jujur pada dirimu sendiri.-Raga dan Lentera-***Mobil Raga memasuki gerbang rumah mewah dengan pagar yang menjulang tinggi dan kokoh. Setelah memakirkan mobilnya, Raga keluar dan melihat sepeda Lentera yang juga telah terparkir khusus di tempat sepeda, itu artinya si pemilik sudah pulang.Saat memasuki rumah Raga mendengar suara ibunya sedang bicara dengan seseorang. Raga bisa nemebak dengan siapa ibunya berbicara."Sekarang Ara bersihkan diri dulu, setelah itu turunlah untuk makan malam." suara lembut Laila sayup terdengar di telinga Raga yang berjalan masuk kedalam rumah."Iya, Ma."Lentera segera menaiki anak tangga menuju kamarnya, saat itu juga sekilas ia melihat Raga yang berjalan masuk dengan menatapnya tajam. Raga memperhatikan Lentera yang naik kelantai du

    Last Updated : 2021-04-05
  • Raga dan Lentera   Amarah Raga

    Emosi itu seperti api, yang perlahan bisa membakarmu.-Raga Pradana-*Arsi*Dengan emosi yang teredam pagi itu Raga tidak mendapati Lentera di meja makan. Gadis itu mulai sesuka hati, pikirnya."Bang, nggak sarapan dulu?!" Teriak Laila tapi diabaikan oleh pemuda itu yang terus pergi keluar rumah."Yah, Meta ditinggal Abang," ucap gadis cantik itu saat melihat Raga yang pergi tanpa menunggunya."Pergi sama, Papa aja ya sayang?" Ameta mengangguk setuju dan kembali menyantap sarapannya."Abang tu aneh, bawaannya emosi aja, apalagi kalau sama Ara," gerutu Metta.Rahhardjo dan Laila saling pandang dan mendesah pelan.Entah kapan hati Raga bisa melunak pada Ara, pikir Mereka.*Arsi*Sepanjang perjalanan Raga tidak henti-hentinya mengumpat di dalam hati, fakta yang ia tau tadi malam membuatnya ingin memaki Lentera sepuas hati.'Apa yang kam

    Last Updated : 2021-11-03
  • Raga dan Lentera   Prolog

    "Pertemuan itu manis, sekalipun kamu tidak menginginkannya, tapi kelak kamu akan merindukannya"-Raga dan Lentera-***"Abang lihat!"Ameta menunjukkan hasil gambarnya kepada Raga. Tangannya penuh coretan, begitu juga dengan wajahnya, tapi sepertinya gadis kecil itu tampak acuh, sekalipun nanti Laila sang ibu akan memarahinya karena wajah dan tangannya yang penuh dengan coretan warna-warni.Raga diam, tak menggubris sama sekali. Ia lebih memilih menatap keluar jendela, menikmati guyuran hujan yang akhir-akhir ini sering turun membasahi bumi."Abang ishh, lihat dulu kalau Meta ngomong" rengek Ameta, tangannya yang kecil menarik ujung kaos Raga menarik perhatian kakaknya. Tapi dasarnya Raga cuek, tetap saja Raga mengabaikannya.Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian Raga dan Ameta. Keduanya berbalik menatap Rahardjo dan Laila datang membawa gadis kecil yang meringkuk ketakutan b

    Last Updated : 2021-02-13

Latest chapter

  • Raga dan Lentera   Amarah Raga

    Emosi itu seperti api, yang perlahan bisa membakarmu.-Raga Pradana-*Arsi*Dengan emosi yang teredam pagi itu Raga tidak mendapati Lentera di meja makan. Gadis itu mulai sesuka hati, pikirnya."Bang, nggak sarapan dulu?!" Teriak Laila tapi diabaikan oleh pemuda itu yang terus pergi keluar rumah."Yah, Meta ditinggal Abang," ucap gadis cantik itu saat melihat Raga yang pergi tanpa menunggunya."Pergi sama, Papa aja ya sayang?" Ameta mengangguk setuju dan kembali menyantap sarapannya."Abang tu aneh, bawaannya emosi aja, apalagi kalau sama Ara," gerutu Metta.Rahhardjo dan Laila saling pandang dan mendesah pelan.Entah kapan hati Raga bisa melunak pada Ara, pikir Mereka.*Arsi*Sepanjang perjalanan Raga tidak henti-hentinya mengumpat di dalam hati, fakta yang ia tau tadi malam membuatnya ingin memaki Lentera sepuas hati.'Apa yang kam

  • Raga dan Lentera   Makan Malam

    Jujurlah, pada hati mu. Kadang kamu baru bisa memahami apa yang hatimu inginkan ketika kamu mulai bersikap jujur pada dirimu sendiri.-Raga dan Lentera-***Mobil Raga memasuki gerbang rumah mewah dengan pagar yang menjulang tinggi dan kokoh. Setelah memakirkan mobilnya, Raga keluar dan melihat sepeda Lentera yang juga telah terparkir khusus di tempat sepeda, itu artinya si pemilik sudah pulang.Saat memasuki rumah Raga mendengar suara ibunya sedang bicara dengan seseorang. Raga bisa nemebak dengan siapa ibunya berbicara."Sekarang Ara bersihkan diri dulu, setelah itu turunlah untuk makan malam." suara lembut Laila sayup terdengar di telinga Raga yang berjalan masuk kedalam rumah."Iya, Ma."Lentera segera menaiki anak tangga menuju kamarnya, saat itu juga sekilas ia melihat Raga yang berjalan masuk dengan menatapnya tajam. Raga memperhatikan Lentera yang naik kelantai du

  • Raga dan Lentera   Mencari Lentera

    Menjauh terkadang kamu perlukan, saat hatimu sudah tidak mampu lagi untuk bertahan.-Raga dan Lentera-***Raga tidak tau lagi, sudah sampai dimana batas kesabarannya menunggu kepulangan Lentera. Setelah tadi Laila mengatakan jika Lentera izin pulang telat, Raga seketika kehilangan nafsu makannya. Gadis itu, semakin hari semakin seenaknya sendiri. Bersikap seolah ia adalah orang yang paling di butuhkan di keluarganya.Mungkin jika yang lain bisa di kelabuhi oleh Lentera, tapi tidak dengan Raga. Jika dalam 5 menit ke depan Lentera tidak juga pulang, Raga akan mencarinya kemanapun gadis itu pergi. Gadis yang selalu saja mengacaukan hidupnya.Raga kembali melihat jam tangan ribuan dollarnya, hadiah dari Rahardjo di ulang tahunnya ke-17. Sudah jam 15 : 45, cukup larut untuk seorang siswi SMA pulang terlambat.Raga tidak bisa menunggu lagi lebih dari ini, ia harus mencari Lentera dan menyeret gadis it

  • Raga dan Lentera   Keputusan Lentera

    Seburuk apapun masalalu, bukan sebuah alasan untuk membuatmu jatuh.-Raga dan Lentera-***"Bye, Mi" goda Ameta pada Arumi saat mereka berpisah di parkiran mobil yang disediakan oleh pihak sekolah.Arumi mengabaikan Ameta yang sengaja menggodanya ditengah hari begini, ia langsung menuju mobil jemputannya tanpa menyapa Raga dan teman-temannya. Meski Raga adalah kakak kandung sahabatnya, Ameta. Ia tidak bisa ramah pada pemuda tampan itu kareana Raga adalah penyebab Lentera selalu merasa asing dikeluarga angkatnya."Cantik kok sombong toh neng" ucap Agil sedikit keras menyindir Arumi yang telah pergi tanpa membalas senyumnya yang sudah mengering, apalagi kulit bibirnya tampak pecah-pecah karena hari yang terik dan ia juga kurang minum air putih hari ini."Ayo bang" ajak Ameta lalu masuk kedalam mobil dan duduk dikursi sebelah kemudi."Gue duluan" pamit Raga kepada ketiga sahabatnya mesk

  • Raga dan Lentera   Ucapan Menyakitkan Raga

    Aku menghindar bukan karena keinginanku, tapi kamu sendiri yang menginginkannya.-Lentera Alenae Rinjani-***Perpustakaan hari ini lebih ramai dari biasanya. Banyak murid yang datang dengan berbagai urusan. Ada yang mengerjakan tugas, ada yang ingin membuang waktu luangnya dengan membaca novel yang disediakan di perpustakaan, atau bahkan ada yang datang untuk tidur karena perpustakaan memang tempat yang ramai tapi tetep terasa hening.Salah satunya Lentera. Jemari panjang nan ramping itu sibuk menari diatas keyboard dengan tatapan fokus menatap layar laptop dengan sesekali berkedip indah sambil mendengarkan instrument musik dari headset yang tersambung dengan ponsel miliknya. Mengabaikan para pengunjung lain yang pasti juga sibuk dengan urusan masing-masing.Sejak bel istirahat kedua Lentera memutuskan pergi ke perpustakaan untuk mengerjakan sesuatu yang telah ia niatkan dari semalam. Dan perpust

  • Raga dan Lentera   Raga Adi Pradana

    Sekeras apapun logikamu menolak, masih ada hati yang akan selalu menerima.-Raga dan Lentera-***Dengan perasaan emosi Raga berjalan menyusuri koridor sekolah lalu menaiki tangga menuju rooftop tempat ia dan teman-temannya biasa menghabiskan waktu disaat tidak ingin berada di kantin sekolahMereka bukanlah anak berandal yang selalu bolos atau tawuran. Justru mereka sebaliknya, anak yang memiliki prestasi secara akademik maupun non akademik. Tapi mereka pun bukan anak cupu. Prestasi yang mereka miliki membuat semua murid menjadi takut dan segan terutama pada seorang Raga Adi Pradana. Siswa tertampan yang memiliki sejuta pesona namun juga memiliki lidah yang sangat berbisa membuat semua murid ketar-ketir jika berhadapan dengannya. Meski begitu tidak menyurutkan para siswi untuk mendapatkan cintanya."Ga, lo kenapa sih? Masih pagi ini Ga, udah aja lo emosian, lagian Agil ke

  • Raga dan Lentera   Awal Untuk Menjauh

    Jika kamu lelah bertahan, maka mundur adalah pilihan terbaik. -Raga dan Lentera- *** Derap langkah kaki kecil milik Ara terdengar menuruni tangga menuju ruang makan yang sudah pasti ada mama dan papa angkatnya. "Loh Ra, kok udah siap aja jam segini sayang?" tanya Laila pada putri angkat kesayangannya saat melihat Lentera yang sudah rapi dengan seragamnya. "Iya Ma, mulai hari ini Ara kesekolah mau pakai sepeda." jawabnya sambil mencium punggung tangan mama dan papanya, kebiasaan Ara yang tidak bisa di ubah membuat Ameta juga ikut terbiasa. "Kenapa nggak bareng Bang Raga sama Meta pakai mobil?" tanya Rahardjo menatap Lentera penuh tanya yang kini sudah duduk dimeja makan dan menyantap roti buatan mamanya. "Nggak papa, Pa. Ara cuma mau olahraga pagi aja. Lagian juga kalau bareng Bang Raga pakai mobil sering mepet waktu, Pa sampai sekolahnya karena mac

  • Raga dan Lentera   Lentera Alenae Rinjani

    Untuk kamu yang menolak cahayaku, tidak perlu menjauh, aku tau caranya untuk mundur.-Lentera Alenae Rinjani-***Seorang gadis remaja cantik dengan rambut hitam lurus sepinggang sedang duduk dikursi santai kamarnya yang terletak dilantai dua.Dinginnya malam tidak menyurutkan keinginan remaja cantik ini untuk berdiam diri ditemani keheningan yang semakin terasa. Ia sadar pada akhirnya hanya sepi dan kegelapan yang akan menjadi teman setia didalam hidupnya meski banyak orang yang mengatakan bahwa mereka tulus mencintai dan akan selalu bersamanya.Perjalanan hidup yang tidak mudah membuatnya belajar untuk tidak menitipkan hati pada siapapun.Mata dengan manik coklat dan bulu mata panjang serta lentik sedang menatap sendu bulan purnama yang bercahaya indah malam ini. Ingatannya kembali melayang kehari itu, hari dimana ia kehilangan segalanya."Ara sayang kemarilah, lihat Mama dan P

  • Raga dan Lentera   Prolog

    "Pertemuan itu manis, sekalipun kamu tidak menginginkannya, tapi kelak kamu akan merindukannya"-Raga dan Lentera-***"Abang lihat!"Ameta menunjukkan hasil gambarnya kepada Raga. Tangannya penuh coretan, begitu juga dengan wajahnya, tapi sepertinya gadis kecil itu tampak acuh, sekalipun nanti Laila sang ibu akan memarahinya karena wajah dan tangannya yang penuh dengan coretan warna-warni.Raga diam, tak menggubris sama sekali. Ia lebih memilih menatap keluar jendela, menikmati guyuran hujan yang akhir-akhir ini sering turun membasahi bumi."Abang ishh, lihat dulu kalau Meta ngomong" rengek Ameta, tangannya yang kecil menarik ujung kaos Raga menarik perhatian kakaknya. Tapi dasarnya Raga cuek, tetap saja Raga mengabaikannya.Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian Raga dan Ameta. Keduanya berbalik menatap Rahardjo dan Laila datang membawa gadis kecil yang meringkuk ketakutan b

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status