Terisya membuang nafas berat, sudah 4 hari dia dirawat di sini dan hari ini adalah hari kepulangan nya. Identitas barunya pun sudah di urus oleh Devon tanpa ada masalah.
"Kenapa? Bukan nya seharusnya kau senang bisa keluar dari tempat berbau obat ini" Tanya Deren pada Terisya yang tadi membuang nafas berat.
"Ah tidak aku hanya masih tak percaya jika kalian mau menampung ku" Terisya menundukkan kepalanya dalam membuat Deren yang berada di sofa dekat pintu mendekat ke arahnya.
"Settt jangan katakan itu, kau tau jika kau menganggap kami hanya menampung mu itu membuat kami sedih. Hey! Aku di sini untuk menjadi keluarga" jelas Deren dengan menggebu. Deren memeluk lembut Terisya, asal kalian ingat mereka hanya berbeda satu tahun saja.
"Terimakasih Deren" Terisya tersenyum dan balik memeluk Deren.
Ah rasanya Terisya ingin menangis, dia bagaikan menemukan kehangatan yang sudah lama menghilang karena di gantikan oleh badai.
"Apa yang kalian lakukan?" Suara bas milik Chale membuat Deren melepaskan pelukannya.
"Dasar pengganggu" cercah Deren kesal.
Chale mengabaikan Deren dan mendekati Terisya. Dia tersenyum kecil mengusap kepala Terisya.
"Jika masih ada yang sakit kau bisa lebih lama di rawat" tawar Chale pada Terisya.
"Tidak ka, aku susah baik" tolak Terisya dengan cepat.
Beberapa hari lalu Chale memaksa Terisya untuk memanggil nya kakak dan di setujui oleh gadis itu. Awalnya Deren yang cemburuan juga meminta hal yang sama tapi karena perbedaan umur mereka hanya satu tahun itu membuat keadaan anyara Deren dan Terisya menjadi canggung.
"Kalo begitu ayo kita pulang" -Chale.
Terisya mengangguk dia berdiri dengan bantuan Deren. Kini gadis itu menggunakan baju dress pendek berwarna hijau muda dan rambut di kuncir rapi. Kalian tidak akan percaya jika kunciran itu adalah hasil karya Deren bukan? Tapi itu lah fakta nya.
*****
Mobil milik Chale berhenti tepat di depan kediaman orang tuanya membuat mata Terisya berbinar saat memandang bangunan besar itu. Apa benar dia akan tinggal di sini? Ah Terisya masih tidak percaya itu.
Mereka turun dengan Deren yang membuka kan pintu mobil milik Terisya dan mengulurkan tangan agar gadis itu menggandeng nya.
Mereka bertiga sama sama melangkah masuk kedalam rumah, mata Terisya membulat saat mereka di sambut oleh beberapa orang berbadan besar berpakaian kemeja rapi. Dengan wajah sangar mereka bisa di pastikan jika mereka adalah para bodyguard.
"Akhirnya kalian sampai" jerit Margareta yang baru saja keluar dari ruang keluarga. "Kamu lapar? Ayo kita makan" lanjutnya dengan menarik lengan Terisya lembut dan membawa gadis itu menuju ke dapur.
"Seperti nya kita terlupakan" ucap Deren tak percaya, bahkan Margareta mengajak mereka saja tidak.
"Ck, kau saja yang merasa" Chale meninggal kan Deren disana dan menyusul Terisya.
"Kau mau makan apa?" Tanya Margareta pada Terisya yang sudah duduk anteng di kursi.
"Emm Terimakasih nyonya tapi aku akan mengambilnya sendiri" ucap Terisya dengan senyum tak enak.
"Ohh come on baby, I'm your mother. You call me momy ok?" Margareta mengambilkan pasta untuk dirinya.
"Maaf" Terisya menunduk membuat Margareta menjadi kelabakan.
Bukan maksud Margareta menyalahkan Terisya, ayo lah mereka sudah menjadi keluarga masa Terisya tetap memanggil nya nyonya. Bukan nya itu terdengar tak enak bukan.
"Ah karena kamu baru keluar dari rumah sakit jadi sup adalah pilihan terbaik. Kau harus banyak makan" ucap Margareta sambil mengambilkan sup untuk Terisya.
"Terimakasih m.. momy" kata Terisya dengan gugup.
Acara makan mereka di selingi dengan tingkah absurd Deren dan beberapa pertanyaan kecil untuk Terisya. Bahkan Margareta menawar kan tidak lebih tepatnya dia memaksa Terisya untuk melanjutkan pendidikan nya.
Margareta bilang Devon sudah memasukkan Terisya ke kampus yang sama dengan Deren. Terisya sungguh berterima kasih pada wanita itu karena memikirkan dirinya sampai sejauh ini.
Setelah makan Terisya di antar ke kamarnya, kamar yang tidak bisa di bilang kecil. Dengan desain yang elegan membuat kesan sempurna dimata Terisya.
Kamar Terisya terletak di lantai dua, tepat berada di tengah tengah kamar milik Chale dan Deren. Sedangkan kamar Margareta dan Devon terletak di lantai satu.
****
Tok
Tok
Tok
Chale mengetuk pintu kamar Terisya, sudah lebih dari lima menit dirinya berdiri di depan pintu kamar gadis itu namun belum ada tanggapan sama sekali.
"Terisya" panggil Chale dengan pelan.
Ceklek
Pintu terbuka menampilkan Terisya masih dengan rambut basah nya namun sudah menggunakan baju rapi. Chale mengerutkan keningnya bingung, apa Terisya akan keluar rumah?.
"Mau kemana?" Tanya Chale.
"Momy meminta ku bersiap" balas Terisya sambil mengerjabkan matanya.
"Cepat keringkan rambut mu biar gak sakit, sini aku bantu" Chale masuk ke kamar Terisya dan mengarahkan gadis itu agar duduk didepan meja rias.
"Aku bisa ka" tolak Terisya saat Chale mulai menyisir rambutnya dan menyalakan hairdryer.
"Tidak tidak tidak, biarkan aku yang melakukannya" Chale memasang wajah garang nya membuat Terisya menyerah.
"Aku akan kembali ke apartemen untuk mengambil beberapa barang, kalo kau membutuhkan sesuatu kau bisa menelfon ku atau menelfon Deren" Ujar Chale.
Terisya mengangguk mengiyakan, toh dia tak mungkin menginginkan sesuatu. Kehidupan seperti ini sudah cukup berlebih untuknya.
Tak butuh waktu lama untuk dokter tampan itu menata rambut Terisya kini rambut gadis itu sudah terlihat rapi, Chale melakukannya dengan sangat baik seakan-akan pria itu sering melakukannya.
"Apa kakak yakin bekerja sebagai dokter?" Tanya Terisya.
"Ya, kenapa?" Chale meletakkan kembali sisir dan hairdryer ke tempatnya.
"Kau tampak seperti penata rambut profesional hahaha" ucap Terisya dengan tawa di akhir kalimat nya.
"Benarkan, aku baru sekali melakukan ini. Hemm jika seperti itu tampaknya aku bisa mencari kerja tambahan, hahaha" sahut Chale. "Aku akan keluar, kembali lah bersiap" lanjut Chale.
"Ok"
Terisya menatap pantulannya di kaca, mungkin jika di bandingkan dengan dirinya saat masih tinggal bersama paman dan bibinya dia lebih tampak segar sekarang. Bahkan mata panda nya sekarang sudah memudar.
Mata Terisya teralihkan ke kalung nya, saat ini satu satunya barang yang di milikinya adalah kalung pemberian Rio yang masih di pakainya. Tanpa di duga perlahan air mata Terisya keluar, bagaimana caranya menghubungi Rio jika dia tak memiliki kontak pria itu.
Terisya menggenggam erat bandul kalung itu dan menghapus air matanya, oh ayo lah ke apa air mata ini tak mau berhenti.
"Terisya aku berangkat" kata Margareta yang dengan tiba-tiba membuka pintu.
Terisya tersentak, dia dengan cepat berusaha menghapus air matanya. Margareta yang menyadari jika Terisya menangis langsung menghampirinya, tangannya terulur menangkup pipi Terisya.
"Kenapa? Cerita sama momy. Deren ganggu kamu?" Tanya Margareta.
"Gak Mom" Terisya menggeleng.
"Terus" wajah Margareta tampak sabar menanti Terisya menjawab.
"Terisya ingat sama teman Terisya" ungkap Terisya jujur. "Momy mau liat dia?" Lanjut Terisya dengan senyum tipis.
"Gimana caranya?" Tanya Margareta bingung.
"Begini" Terisya membuka bandul kalung nya dan menampilkan wajah Rio.
Margareta yang kaget langsung menutup mulutnya dan tersenyum penuh arti ke arah Terisya.
"Teman atau pacar kamu?" Tanya Margareta memastikan.
"Teman mom, dia selalu baik sama Terisya" jelas Terisya.
"Ok ok emm sekarang biar kamu gak galau gimana kalo kita berangkat, sekalian Chale pulang ke apartemennya. Kita minta antar dia" ajak Margareta berharap Terisya dapat melupakan sebentar rasa sedih nya.
Terisya mengangguk, dia menutup kembali bandul kalungnya. Tangannya di gandeng Margareta keluar kamar.
"Oh ya jangan sampai Chale dan Deren melihat foto di kalung itu" bisik Margareta saat melihat Chale di depan pintu utama sudah rapi dengan baju kasual nya.
"Ok mom" Terisya mengangguk, padahal di tak mengerti mengapa kedua kakaknya tidak boleh melihat itu. Kakak? Ah Terisya bahkan tak pernah bermimpi memiliki keluarga baru bahkan dua saudara yang menerimanya dengan baik seperti keluarga Gionva.
Terisya dan Margareta telah sampai di salah satu pusat perbelanjaan di LA, setelah mengantar keduanya Chale langsung berpamitan untuk kemali ke apartemennya. Margareta hanya mengangguk saja, lagi pula dari awal dia memang berencana hanya berdua saja dengan Terisya.Lagi pula dia malas mendengar keluhan Chale karena lama menunggu atau lelah berjalan, sudah cukup dengan tiga bodyguard yang di tugaskan Devon untuk dirinya dan Terisya."Apa yang kau perlukan?" Tanya Margareta. Tidak itu bukan sebuah pertanyaan untuk Terisya namun untuk Margareta sendiri.Terbukti kini Margareta sudah menarik lengan Terisya ke salah satu toko pakaian branded yang sangat di kenal akan kualitas yang bagus dan harga yang fantastis."Model seperti apa yang kau suka" Margareta menoleh ke Terisya yang masih bengong di tempat."Mom" Terisya berbisik membuat Margaret dengan penas
Sang surya sudah tampak menunjukkan dirinya, Terisya bahkan sudah siap dengan baju rapi dan tas berwarna hitam. Hati ini adalah hari pertamanya menjadi mahasiswi, ah dia bahkan begitu bersemangat. Rambut yang di biarkan tergerai menambah kesan feminim pada tampilannya hari ini, Terisya membuka gorden dan menatap hamparan taman bunga yang menjadi view kamarnya. "Tuhan, aku tau semua ini kau yang mempersiapkan tapi bisa kah kau izinkan ku bahagia lebih lama seperti sekarang?" Gumam Terisya dengan menyentuh kaca jendelanya dengan tangan kanannya. Dia tersenyum kecil dan pergi meninggalkan kamar itu dengan keadaan rapi, meskipun sudah di beritahu Margareta jika ada maid yang akan membersihkan kamar itu Terisya tetap tak enak jika orang lain yang membersihkan tempatnya. "Selamat pagi sayang" sapa Margareta yang melihat Terisya baru saja memasuki ruang makan. &
Mobil Deren berhenti di parkiran yang sudah cukup penuh, Deren dengan cepat pengambil tasnya dan keluar mobil lalu membuka kan pintu untuk Terisya. Terisya terdiam menatap Deren saat cowok itu membuka pintu untuknya."Ayo" ucap Deren dengan tangan yang terulur kearah Terisya.Terisya dengan ragu meraih uluran tangan Deren, tangan satunya meremas tali tasnya. Deren yang tau kekhwatiran Terisya merangkulnya dan berbisik..."Tenang lah, aku ada di sini tak mungkin ada yang berani mengganggu mu" bisik Deren.Tak sedikit mereka menarik perhatian mahasiswa lain, Deren yang tak pernah terlihat dekat dengan gadis membuat semua orang bertanya-tanya siapa gerangan gadis yang di rangkulnya itu.Bukan hanya Mahasiswa yang hanya mengenal Deren secara umum saja yang menatap mereka berdua namun juga ada William dan beberapa teman Deren yang tak berkedim melihat Deren.Sedangkan Deren yang di tatap tampak tak menghiraukan sama
Kini Terisya, Deren, dan Niana sedang berjalan ke arah kantin dengan Deren mengekor di belakang Terisya dan Niana. Dia beberapa kali memberikan tatapan maut ke arah cowok yang memperhatikan Terisya.Sesampainya di kantin Deren langsung menunjukkan tempat mereka akan duduk, Terisya hanya diam saat dilihatnya ada dua cowok yang dapat di pastikan jika mereka adalah teman Deren."Kamu duduk sini dulu aku belikan makanan" kata Deren setelah memastikan Terisya duduk dengan nyaman."Terimakasih Deren maaf merepotkan mu" ucap Terisya dengan senyum nya ke Deren.Deren mengacak rambut Terisya gemas lalu pergi meninggalkan Terisya bersama temannya sedangkan Niana sudah duluan memesan makanan.Terisya diam tanpa suara dan memainkan jari-jarinya, hawa tatapan penuh pertanyaan terasa jelas. Bahkan hanya untuk melirik kedua teman Deren saja dia tidak berani."Ekhem" suara William memecah kecanggungan antara mereka "Aku William
Setelah kembali dengan dua orang tambahan tentunya Terisya langsung beristirahat di kamarnya, Margareta sedang keluar rumah sedangkan Chale dan Devon bekerja.Suasana di kamar Deren samai dengan dirinya dan William yang sedang bermain ps sedangkan Robert yang tampaknya sedang mengerjakan tugas nya. Begitulah Robert tipe mahasiswa yang rajin tak seperti dua temannya yang selalu santai namun kelabakan saat waktu deadline hampir dekat.Untungnya kamar Deren kedap suara membuat suara Teriak mereka tak terdengar mengusik Terisya yang kini sedang memejamkan mata, dia ingin tidur sebentar.Tak sampai satu jam Terisya terbangun karena dia mendapatkan mimpi buruk, Terisya mencuci wajahnya lalu menatap pantulan nya di cermin."Sangat menakutkan" gumanya.Bibir Terisya tampak pucat, dia terlalu kaget dengan mimpi yang di alaminya."Aku ingin teh" monolog Terisya sambil membuka pintu kamarnya.Suasana mas
Indonesia-Jakarta23.30Seorang gadis berjalan dengan lunglai, hari ini cafe tempat nya berkerja kedatangan sangat banyak pelanggan apa lagi dia lembur karena menggantikan temannya yang sedang sakit.Dia adalah Terisya Alexandra, gadis dengan paras cantik yang biasa di panggil Risya dengan orang orang sekitar nya. Rumahnya cukup jauh dari kafe tersebut, dia tidak menggunakan kendaraan umum karena harus menghemat uang bulanan nya.Terisya menghela nafas berat saat mendapati rumah yang masih gelap, pasti mereka bertiga saat ini tidak ada di rumah. Dengan cepat Terisya membuka pintu rumah yang bisa di bilang sederhana itu. Dia masuk dan dengan cepat mengganti pakaian di dalam kamarnya.Saat ini Terisya tinggal bersama paman dan bibinya serta satu sepupunya karena kedua orang tuanya meninggal
Indonesia- Jakarta15.02Terisya dengan santai keluar dari cafe, dia menatap sekitar dan tidak menemukan sosok Rio di sana. Kemana pria itu? Bukan nya dia mengajak Terisya pergi, tapi sampai saat ini pria itu tidak terlihat.Sekitar 5 menit menunggu akhirnya sebuah mobil bermerek Nissan Livina berhenti tepat di pinggir jalan. Sang pengemudi keluar dan dengan cepat menyapa Terisya."Maaf aku telat, mobil ku bannya bocor maka dari itu aku kembali ke kantor ayah dan meminjam mobil kantor" ucap Rio dengan cepat seakan memberikan penjelasan agar Terisya tidak marah."Hai? Kau ini kenapa, aku tidak masalah. Lagi pula aku baru menunggu sebentar" Terisya memberikan senyum manisnya."Ok baiklah, ayo kita berangkat sekarang" Rio menarik leng
Terisya memasuki rumah tersebut dengan langkah pasti, dia menyeringit saat mendengar suara seseorang yang tampaknya sedang berdebat. Di mengetuk pintu tersebut dan masuk. "Kau tau bos tidak akan mau membuang buang waktunya untuk mengurus sampah seperti mu" ucap pria bertubuh kekar yang menggunakan setelan formal berwarna hitam. "Ta... Tapi dia belum pulang" balas paman Terisya dengan nada tergugup. "Ada apa paman?" Terisya membuka suara, semua orang langsung menatapnya. Dia menyeringit saat melihat para pria berbadan kekar itu tampak tersenyum kemenangan. "Kalian bisa mem.... membawanya" Mata Terisya langsung membulat mendengar kata tersebut yang keluar dari mulut bibinya. Salah satu pria berbadan besar tersebut mengunci pergerakan Terisya dengan menyatukan kedua tangannya ke belakang. "A... A... Apa maksud kali
Setelah kembali dengan dua orang tambahan tentunya Terisya langsung beristirahat di kamarnya, Margareta sedang keluar rumah sedangkan Chale dan Devon bekerja.Suasana di kamar Deren samai dengan dirinya dan William yang sedang bermain ps sedangkan Robert yang tampaknya sedang mengerjakan tugas nya. Begitulah Robert tipe mahasiswa yang rajin tak seperti dua temannya yang selalu santai namun kelabakan saat waktu deadline hampir dekat.Untungnya kamar Deren kedap suara membuat suara Teriak mereka tak terdengar mengusik Terisya yang kini sedang memejamkan mata, dia ingin tidur sebentar.Tak sampai satu jam Terisya terbangun karena dia mendapatkan mimpi buruk, Terisya mencuci wajahnya lalu menatap pantulan nya di cermin."Sangat menakutkan" gumanya.Bibir Terisya tampak pucat, dia terlalu kaget dengan mimpi yang di alaminya."Aku ingin teh" monolog Terisya sambil membuka pintu kamarnya.Suasana mas
Kini Terisya, Deren, dan Niana sedang berjalan ke arah kantin dengan Deren mengekor di belakang Terisya dan Niana. Dia beberapa kali memberikan tatapan maut ke arah cowok yang memperhatikan Terisya.Sesampainya di kantin Deren langsung menunjukkan tempat mereka akan duduk, Terisya hanya diam saat dilihatnya ada dua cowok yang dapat di pastikan jika mereka adalah teman Deren."Kamu duduk sini dulu aku belikan makanan" kata Deren setelah memastikan Terisya duduk dengan nyaman."Terimakasih Deren maaf merepotkan mu" ucap Terisya dengan senyum nya ke Deren.Deren mengacak rambut Terisya gemas lalu pergi meninggalkan Terisya bersama temannya sedangkan Niana sudah duluan memesan makanan.Terisya diam tanpa suara dan memainkan jari-jarinya, hawa tatapan penuh pertanyaan terasa jelas. Bahkan hanya untuk melirik kedua teman Deren saja dia tidak berani."Ekhem" suara William memecah kecanggungan antara mereka "Aku William
Mobil Deren berhenti di parkiran yang sudah cukup penuh, Deren dengan cepat pengambil tasnya dan keluar mobil lalu membuka kan pintu untuk Terisya. Terisya terdiam menatap Deren saat cowok itu membuka pintu untuknya."Ayo" ucap Deren dengan tangan yang terulur kearah Terisya.Terisya dengan ragu meraih uluran tangan Deren, tangan satunya meremas tali tasnya. Deren yang tau kekhwatiran Terisya merangkulnya dan berbisik..."Tenang lah, aku ada di sini tak mungkin ada yang berani mengganggu mu" bisik Deren.Tak sedikit mereka menarik perhatian mahasiswa lain, Deren yang tak pernah terlihat dekat dengan gadis membuat semua orang bertanya-tanya siapa gerangan gadis yang di rangkulnya itu.Bukan hanya Mahasiswa yang hanya mengenal Deren secara umum saja yang menatap mereka berdua namun juga ada William dan beberapa teman Deren yang tak berkedim melihat Deren.Sedangkan Deren yang di tatap tampak tak menghiraukan sama
Sang surya sudah tampak menunjukkan dirinya, Terisya bahkan sudah siap dengan baju rapi dan tas berwarna hitam. Hati ini adalah hari pertamanya menjadi mahasiswi, ah dia bahkan begitu bersemangat. Rambut yang di biarkan tergerai menambah kesan feminim pada tampilannya hari ini, Terisya membuka gorden dan menatap hamparan taman bunga yang menjadi view kamarnya. "Tuhan, aku tau semua ini kau yang mempersiapkan tapi bisa kah kau izinkan ku bahagia lebih lama seperti sekarang?" Gumam Terisya dengan menyentuh kaca jendelanya dengan tangan kanannya. Dia tersenyum kecil dan pergi meninggalkan kamar itu dengan keadaan rapi, meskipun sudah di beritahu Margareta jika ada maid yang akan membersihkan kamar itu Terisya tetap tak enak jika orang lain yang membersihkan tempatnya. "Selamat pagi sayang" sapa Margareta yang melihat Terisya baru saja memasuki ruang makan. &
Terisya dan Margareta telah sampai di salah satu pusat perbelanjaan di LA, setelah mengantar keduanya Chale langsung berpamitan untuk kemali ke apartemennya. Margareta hanya mengangguk saja, lagi pula dari awal dia memang berencana hanya berdua saja dengan Terisya.Lagi pula dia malas mendengar keluhan Chale karena lama menunggu atau lelah berjalan, sudah cukup dengan tiga bodyguard yang di tugaskan Devon untuk dirinya dan Terisya."Apa yang kau perlukan?" Tanya Margareta. Tidak itu bukan sebuah pertanyaan untuk Terisya namun untuk Margareta sendiri.Terbukti kini Margareta sudah menarik lengan Terisya ke salah satu toko pakaian branded yang sangat di kenal akan kualitas yang bagus dan harga yang fantastis."Model seperti apa yang kau suka" Margareta menoleh ke Terisya yang masih bengong di tempat."Mom" Terisya berbisik membuat Margaret dengan penas
Terisya membuang nafas berat, sudah 4 hari dia dirawat di sini dan hari ini adalah hari kepulangan nya. Identitas barunya pun sudah di urus oleh Devon tanpa ada masalah. "Kenapa? Bukan nya seharusnya kau senang bisa keluar dari tempat berbau obat ini" Tanya Deren pada Terisya yang tadi membuang nafas berat. "Ah tidak aku hanya masih tak percaya jika kalian mau menampung ku" Terisya menundukkan kepalanya dalam membuat Deren yang berada di sofa dekat pintu mendekat ke arahnya. "Settt jangan katakan itu, kau tau jika kau menganggap kami hanya menampung mu itu membuat kami sedih. Hey! Aku di sini untuk menjadi keluarga" jelas Deren dengan menggebu. Deren memeluk lembut Terisya, asal kalian ingat mereka hanya berbeda satu tahun saja. "Terimakasih Deren" Terisya tersenyum dan balik memeluk Deren.
Kini Chale dan kedua orang tua nya sudah berada di rumah sakit, Chale sudah menghubungi Deren tadi saat di mobil. Mereka ke sini menggunakan mobil Devon dan menggunakan sopir pribadi.Pintu ruangan Terisya terbuka menampilkan Deren yang tampak diam memandang wajah Terisya. Chale menyipitkan matanya melihat wajah Deren yang masih tampak tak sadar akan kehadiran mereka."Ekhm" suara dari Chale menyadarkan Deren membuat pria itu langsung berdiri."Bagaimana keadaan nya?" Tanya Chale pada Deren."Hemm baik" ucap Deren agak ragu.Dia tidak tau bagaimana keadaan gadis di depannya ini, yang jelas dokter bilang Terisya cukup stabil. Margaret mendekat lalu menatap lekat wajah Terisya, tangannya terangkat mengusap wajah Terisya."Bagaimana jika kita mengambil nya?" Tanya Margaret pada Suaminya.Devon sedari tadi
California-Los Angeles08.15BrakPintu kamar rumah sakit tersebut di buka kasar oleh seorang pemuda, dia melangkahkan kakinya cepat ke arah sang kakak yang sedang tertidur di sofa yang ada di kamar itu.Deren menatap tajam kakaknya, dia menarik kedua tangan Chale hingga pria tersebut terduduk dengan kesadaran yang masih belum sempurna."HEY?!, Berani sekali kau membangun kan kakak mu seperti ini" teriak nya murka menatap sang adik yang masih memasang wajah garangnya."Kau yang mulai duluan" balas Deren tak terima."Apa? Aku tak melakukan apa pun" bela Chale untuk dirinya sendiri. Ada apa dengan adiknya ini, selain cerewet dia juga agak tidak waras. Mungkin?"Apa kau bilang? Apa? Coba ulangi sekali lagi" Deren berkacak pinggang.Terisya yang merasa keributan langsung membuka mata,
California-Los Angeles00.31Mobil BMW i8 berwarna silver tersebut melesat melewati jalan satu jalur yang tampak sepi tersebut, sang pengemudi memijat pangkal hidungnya.Dia baru saja pulang dari luar kota karena tugas sebagai dokter, wajahnya menatap gusar jalanan yang sudah sangat sepi. Tak ada satu pun lampu jalan di sana mengingat di kiri dan kanan jalan ini hanya ada bukit dan hutan.Pengemudi tersebut memicingkan matanya saat melihat seseorang tergeletak di pinggir jalan. Dia langsung mendekat dan menepikan mobil tersebut.Setelah keluar dari mobil dia menengok ke kanan dan ke kiri serta ke belakang memastikan tidak ada orang satu pun. Siapa tau ini hanyalah jebakan, mengingat tidak mungkin ada orang di tengah hutan pada jam segini.'jangan-jangan dia korban pembunuhan' pikir asal Pria tersebut.Dia mendekat dan berj