Indonesia- Jakarta
15.02Terisya dengan santai keluar dari cafe, dia menatap sekitar dan tidak menemukan sosok Rio di sana. Kemana pria itu? Bukan nya dia mengajak Terisya pergi, tapi sampai saat ini pria itu tidak terlihat.
Sekitar 5 menit menunggu akhirnya sebuah mobil bermerek Nissan Livina berhenti tepat di pinggir jalan. Sang pengemudi keluar dan dengan cepat menyapa Terisya.
"Maaf aku telat, mobil ku bannya bocor maka dari itu aku kembali ke kantor ayah dan meminjam mobil kantor" ucap Rio dengan cepat seakan memberikan penjelasan agar Terisya tidak marah.
"Hai? Kau ini kenapa, aku tidak masalah. Lagi pula aku baru menunggu sebentar" Terisya memberikan senyum manisnya.
"Ok baiklah, ayo kita berangkat sekarang" Rio menarik lengan Terisya agar mengikutinya. Setelah memasang seatbelt Rio melajukan mobilnya ke salah satu mall yang tak jauh dari tempat kerja Terisya.
"Kenapa kita kesini?" Tanya Terisya saat akan turun.
"Aku lapar, dan sekalian ingin beli sesuatu" balas Rio.
"Kita ke atas dulu" mereka menaiki eskalator menuju lantai dua.
Rio menuntun Terisya yang ada di sebelahnya, ah lihat lah mereka seperti sepasang kekasih. Terisya menyeringit saat melihat Rio membawanya ke sebuah toko perhiasan.
"Pesanan saya atas nama Wingston" ucap Rio sembari mengeluarkan handphone nya dan memperlihatkan bukti pemesanan.
"Tn.Wingston selamat datang, tunggu sebentar saya ambilkan" ucap pria paruh baya pemilik toko tersebut.
Tak butuh lama pria paruh baya tersebut kembali membawa sebuah kotak berwarna putih dengan logo berlian di atasnya, sama seperti logo toko ini. Terisya yang tidak mengerti hanya diam saja.
"Terimakasih" Ucap Rio dan mengambil kotak tersebut, setelah itu dia pergi sembari menarik lengan Terisya lembut.
"Kau ingin makan apa?" Tanya Rio pada Terisya.
"Aku yang memilih?" Tanya Terisya memastikan.
"Ya, memang siapa lagi?" Rio mengalihkan pandangannya ke arah Terisya yang lebih pendek dari dirinya.
"Emm, bagaimana kalo makan ramen?" Tanya Terisya agak ragu.
"Baik lah, tapi jangan pedas. Aku tidak ingin kau sakit" mereka berdua berjalan menuju salah satu restoran ramen di sana.
Setelah memilih tempat mereka memesan makanan dan minuman. Dari wajah Rio tampak ada sesuatu yang sedari tadi mengganggu nya.
"Kenapa?" Tanya Terisya.
"Em, aku bingung memberitahu kannya dari mana" ucap Rio membuka suara. "Besok pagi aku akan berangkat ke New York" lanjutnya.
Nampak raut terkejut dari Terisya, sedangkan Rio menampilkan wajah frustasinya.
"Ayah memaksa ku melanjutkan kuliah bisnis di sana dan mengurus perusahaan nya di sana" jelasnya.
"Itu bagus bukan? Ayah mau kau belajar untuk mengurus apa yang akan di wariskan nya" ucap Terisya membenarkan apa yang di minta ayah Rio.
Dulu sewaktu SMA Rio memang memiliki niat untuk melanjutkan kuliah di luar negeri, namun entah karena apa dia tidak mengikuti keinginan nya. Bahkan dia tidak melanjutkan kuliah dan memilih langsung memegang salah satu perusahaan di sini.
"Aku ragu meninggalkan mu" Rio berdecit pelan namun masih mampu di dengar Terisya.
"Kenapa? Aku akan baik baik saja di sini Yo" ucap Terisya yakin. Sebenarnya dia kurang yakin, mengingat satu satunya teman yang selalu membantunya adalah Rio. Untuk Bella dia memang dekat namun Bella tak tau semua kehidupan nya.
"Baiklah, tapi bisa kah kau simpan ini?" Rio memberikan kotak yang tadi di pesannya pada Toko perhiasan tadi.
Alis Terisya saling bertautan, dia mengambil kotak tersebut dan membukanya. Disana terdapat sebuah kalung dengan liontin bintang berwarna putih.
Tangan Terisya bergerak mengambil kalung tersebut, dia membuka liontin bintang itu. Terisya tersenyum saat mendapati foto dirinya dan Rio saat masih SMA dan di sebelahnya foto Minggu lalu saat dirinya dan Rio menonton.
"Untuk apa ini?" Terisya menatap Rio.
Rio tersenyum simpul "sebagai pengingat kenangan kita, kau tau? Aku menyayangimu seperti adik ku sendiri. Aku tak ingin kau melupakan ku" Rio menggenggam jari jemari kecil Terisya.
Terisya terdiam, dia kembali menatap dua foto tersebut. Setelah itu matanya tiba tiba mengeluarkan cairan bening. Dia menangis, sama halnya seperti Rio yang menganggap sebagai adiknya. Terisya pun sama, dia sudah menganggap Rio sebagai kakaknya.
"Ya aku akan menyimpan nya. Jadi? Berjanjilah kembali" Terisya tersenyum simpul sembari menghapus air matanya.
"Aku pasti kembali" ucap yakin Rio.
"Tapi jika kau kembali, bawa lah pacar aku tak tega melihat mu menjomblo" Terisya tertawa kecil saat melihat wajah masam Rio.
"Padahal dirinya juga sama" gumam Rio sembari menatap kesal Terisya.
"Permisi" seorang pelayan datang membawa pesanan mereka. Terisya dengan hati hati memasukkan kalung tersebut kedalam kotak itu kembali.
"Selamat makan" ucap Terisya dan mulai melahap makanan nya.
* * * *
Mereka sudah sampai di depan gang rumah Terisya, rumah itu memang tak dapat di masukin oleh mobil. Dan lagi pula Terisya takut Chelsea akan berfikir macam macam tentangnya.
"Jangan lupa besok kau ke bandara, ok?" Ucap Rio sebelum Terisya benar benar keluar dari mobil.
"Ok" Terisya memberi senyum simpul, entah lah kenapa ada rasa gelisah dihatinya saat ini.
Dertt
Baru saja sepuluh langkah, panggilan itu membuatnya terhenti. Terisya menatap nama yang tertera di sana, dia menautkan alisnya.
"....."
"Aku akan pulang, ada apa Chel?" Tanyanya pada orang di seberang sana.
"....."
"Iya" Terisya mengangguk dan mematikan panggilan tersebut. Chelsea menelfon nya, sepupunya itu meminta untuk di belikan mie ayam yang tak jauh dari gangnya.
Terisya membuka tasnya, dia melihat dompet miliknya yang berwarna biru muda itu. Dia menghela nafas pelan, untung saja uangnya cukup untuk membeli tiga bungkus.
Dia berjalan dengan cepat ke tukang mie ayam tersebut, jika lambat nanti Chelsea akan mengomel kepadanya karena lama. Dia memesan tiga bungkus tanpa dirinya.
"Ini neng" ucap penjual tersebut.
"Makasih ya pak" Terisya tersenyum tulus dan memberikan uang 50 ribu untuk membayar. Saat akan menaruh kembali dompetnya, kotak pemberian Rio terjatuh. Terisya yang melihat itu langsung mengambilnya, dia membuka kotak tersebut dan mengambil kalungnya.
Di memakai kalung tersebut, kotaknya kembali di letakkan nya di dalam tas. Hatinya masih saja gelisah.
"Ya Tuhan lindung orang orang di sekitar ku" ucapnya lalu berjalan kembali kearah rumahnya.
Terisya memasuki rumah tersebut dengan langkah pasti, dia menyeringit saat mendengar suara seseorang yang tampaknya sedang berdebat. Di mengetuk pintu tersebut dan masuk. "Kau tau bos tidak akan mau membuang buang waktunya untuk mengurus sampah seperti mu" ucap pria bertubuh kekar yang menggunakan setelan formal berwarna hitam. "Ta... Tapi dia belum pulang" balas paman Terisya dengan nada tergugup. "Ada apa paman?" Terisya membuka suara, semua orang langsung menatapnya. Dia menyeringit saat melihat para pria berbadan kekar itu tampak tersenyum kemenangan. "Kalian bisa mem.... membawanya" Mata Terisya langsung membulat mendengar kata tersebut yang keluar dari mulut bibinya. Salah satu pria berbadan besar tersebut mengunci pergerakan Terisya dengan menyatukan kedua tangannya ke belakang. "A... A... Apa maksud kali
California-Los Angeles00.31Mobil BMW i8 berwarna silver tersebut melesat melewati jalan satu jalur yang tampak sepi tersebut, sang pengemudi memijat pangkal hidungnya.Dia baru saja pulang dari luar kota karena tugas sebagai dokter, wajahnya menatap gusar jalanan yang sudah sangat sepi. Tak ada satu pun lampu jalan di sana mengingat di kiri dan kanan jalan ini hanya ada bukit dan hutan.Pengemudi tersebut memicingkan matanya saat melihat seseorang tergeletak di pinggir jalan. Dia langsung mendekat dan menepikan mobil tersebut.Setelah keluar dari mobil dia menengok ke kanan dan ke kiri serta ke belakang memastikan tidak ada orang satu pun. Siapa tau ini hanyalah jebakan, mengingat tidak mungkin ada orang di tengah hutan pada jam segini.'jangan-jangan dia korban pembunuhan' pikir asal Pria tersebut.Dia mendekat dan berj
California-Los Angeles08.15BrakPintu kamar rumah sakit tersebut di buka kasar oleh seorang pemuda, dia melangkahkan kakinya cepat ke arah sang kakak yang sedang tertidur di sofa yang ada di kamar itu.Deren menatap tajam kakaknya, dia menarik kedua tangan Chale hingga pria tersebut terduduk dengan kesadaran yang masih belum sempurna."HEY?!, Berani sekali kau membangun kan kakak mu seperti ini" teriak nya murka menatap sang adik yang masih memasang wajah garangnya."Kau yang mulai duluan" balas Deren tak terima."Apa? Aku tak melakukan apa pun" bela Chale untuk dirinya sendiri. Ada apa dengan adiknya ini, selain cerewet dia juga agak tidak waras. Mungkin?"Apa kau bilang? Apa? Coba ulangi sekali lagi" Deren berkacak pinggang.Terisya yang merasa keributan langsung membuka mata,
Kini Chale dan kedua orang tua nya sudah berada di rumah sakit, Chale sudah menghubungi Deren tadi saat di mobil. Mereka ke sini menggunakan mobil Devon dan menggunakan sopir pribadi.Pintu ruangan Terisya terbuka menampilkan Deren yang tampak diam memandang wajah Terisya. Chale menyipitkan matanya melihat wajah Deren yang masih tampak tak sadar akan kehadiran mereka."Ekhm" suara dari Chale menyadarkan Deren membuat pria itu langsung berdiri."Bagaimana keadaan nya?" Tanya Chale pada Deren."Hemm baik" ucap Deren agak ragu.Dia tidak tau bagaimana keadaan gadis di depannya ini, yang jelas dokter bilang Terisya cukup stabil. Margaret mendekat lalu menatap lekat wajah Terisya, tangannya terangkat mengusap wajah Terisya."Bagaimana jika kita mengambil nya?" Tanya Margaret pada Suaminya.Devon sedari tadi
Terisya membuang nafas berat, sudah 4 hari dia dirawat di sini dan hari ini adalah hari kepulangan nya. Identitas barunya pun sudah di urus oleh Devon tanpa ada masalah. "Kenapa? Bukan nya seharusnya kau senang bisa keluar dari tempat berbau obat ini" Tanya Deren pada Terisya yang tadi membuang nafas berat. "Ah tidak aku hanya masih tak percaya jika kalian mau menampung ku" Terisya menundukkan kepalanya dalam membuat Deren yang berada di sofa dekat pintu mendekat ke arahnya. "Settt jangan katakan itu, kau tau jika kau menganggap kami hanya menampung mu itu membuat kami sedih. Hey! Aku di sini untuk menjadi keluarga" jelas Deren dengan menggebu. Deren memeluk lembut Terisya, asal kalian ingat mereka hanya berbeda satu tahun saja. "Terimakasih Deren" Terisya tersenyum dan balik memeluk Deren.
Terisya dan Margareta telah sampai di salah satu pusat perbelanjaan di LA, setelah mengantar keduanya Chale langsung berpamitan untuk kemali ke apartemennya. Margareta hanya mengangguk saja, lagi pula dari awal dia memang berencana hanya berdua saja dengan Terisya.Lagi pula dia malas mendengar keluhan Chale karena lama menunggu atau lelah berjalan, sudah cukup dengan tiga bodyguard yang di tugaskan Devon untuk dirinya dan Terisya."Apa yang kau perlukan?" Tanya Margareta. Tidak itu bukan sebuah pertanyaan untuk Terisya namun untuk Margareta sendiri.Terbukti kini Margareta sudah menarik lengan Terisya ke salah satu toko pakaian branded yang sangat di kenal akan kualitas yang bagus dan harga yang fantastis."Model seperti apa yang kau suka" Margareta menoleh ke Terisya yang masih bengong di tempat."Mom" Terisya berbisik membuat Margaret dengan penas
Sang surya sudah tampak menunjukkan dirinya, Terisya bahkan sudah siap dengan baju rapi dan tas berwarna hitam. Hati ini adalah hari pertamanya menjadi mahasiswi, ah dia bahkan begitu bersemangat. Rambut yang di biarkan tergerai menambah kesan feminim pada tampilannya hari ini, Terisya membuka gorden dan menatap hamparan taman bunga yang menjadi view kamarnya. "Tuhan, aku tau semua ini kau yang mempersiapkan tapi bisa kah kau izinkan ku bahagia lebih lama seperti sekarang?" Gumam Terisya dengan menyentuh kaca jendelanya dengan tangan kanannya. Dia tersenyum kecil dan pergi meninggalkan kamar itu dengan keadaan rapi, meskipun sudah di beritahu Margareta jika ada maid yang akan membersihkan kamar itu Terisya tetap tak enak jika orang lain yang membersihkan tempatnya. "Selamat pagi sayang" sapa Margareta yang melihat Terisya baru saja memasuki ruang makan. &
Mobil Deren berhenti di parkiran yang sudah cukup penuh, Deren dengan cepat pengambil tasnya dan keluar mobil lalu membuka kan pintu untuk Terisya. Terisya terdiam menatap Deren saat cowok itu membuka pintu untuknya."Ayo" ucap Deren dengan tangan yang terulur kearah Terisya.Terisya dengan ragu meraih uluran tangan Deren, tangan satunya meremas tali tasnya. Deren yang tau kekhwatiran Terisya merangkulnya dan berbisik..."Tenang lah, aku ada di sini tak mungkin ada yang berani mengganggu mu" bisik Deren.Tak sedikit mereka menarik perhatian mahasiswa lain, Deren yang tak pernah terlihat dekat dengan gadis membuat semua orang bertanya-tanya siapa gerangan gadis yang di rangkulnya itu.Bukan hanya Mahasiswa yang hanya mengenal Deren secara umum saja yang menatap mereka berdua namun juga ada William dan beberapa teman Deren yang tak berkedim melihat Deren.Sedangkan Deren yang di tatap tampak tak menghiraukan sama