Terisya memasuki rumah tersebut dengan langkah pasti, dia menyeringit saat mendengar suara seseorang yang tampaknya sedang berdebat. Di mengetuk pintu tersebut dan masuk.
"Kau tau bos tidak akan mau membuang buang waktunya untuk mengurus sampah seperti mu" ucap pria bertubuh kekar yang menggunakan setelan formal berwarna hitam.
"Ta... Tapi dia belum pulang" balas paman Terisya dengan nada tergugup.
"Ada apa paman?" Terisya membuka suara, semua orang langsung menatapnya. Dia menyeringit saat melihat para pria berbadan kekar itu tampak tersenyum kemenangan.
"Kalian bisa mem.... membawanya" Mata Terisya langsung membulat mendengar kata tersebut yang keluar dari mulut bibinya.
Salah satu pria berbadan besar tersebut mengunci pergerakan Terisya dengan menyatukan kedua tangannya ke belakang.
"A... A... Apa maksud kalian?. HEY LEPASKAN AKU" Terisya memberontak, otak cantiknya masih tidak mampu mencerna apa yang terjadi.
"Paman dan Bibi mu ini meminjam uang kepada bos kami, dia bilang jika tidak bisa melunasi nya dalam waktu 1 bulan kami boleh membawa mu" ucap pria yang nampaknya memimpin pria lainnya.
Deg
Seketika mata Terisya memanas, dia menatap tak percaya kedua orang di depannya. Kenapa dirinya yang harus di jadikan sebagai tumbal dari semua yang mereka lakukan?.
Apa yang kurang dari Terisya? Bahkan dia rela mengorbankan masa depannya untuk membantu mereka. Sekarang apa, mereka menjualnya. Mereka menjadikan sebagai pelunas hutang.
"Tidak mungkin" ucap Terisya dengan suara lirih.
"Cih, lebih baik kau menuruti mereka. Setidaknya kau berguna biar pun hanya sedikit" ucapan Chelsea itu membuat Terisya langsung meloloskan air matanya. Setidak berguna itu kah dirinya di mata mereka?.
"a... aku mohon le.... lepaskan aku" ucapnya lirih sembari menatap memohon pada orang di depannya yang sedang mengeluarkan suntikkan dan mengarahkan nya ke Terisya.
"jangan harap gadis cantik, ah sepertinya kau akan sangat mahal dan bos pasti sangat menyukai mu" detik itu juga kesadaran Teresa menghilang setelah jarum suntik di lehernya terlepas.
"ayo bawa dia" perintah pria yang di anggap Terisya sebagai pemimpin pria berbadan kekar yang ada di sana.
* * * *
Pria pria tersebut menyeringai saat menatap Terisya yang masih tak sadarkan diri bersama beberapa wanita lainnya. Mereka di tugaskan untuk menjaga para wanita wanita yang akan dikirim.
Pintu terbuka menampilkan sosok pria dengan wajah sangar tanpa ekspresi. Dia menatap satu persatu dari wanita tersebut termasuk Terisya.
"Kau bawa mereka semua ke mobil, tapi pisahkan dia" perintah nya pada anak buahnya yang sedang berdiri di belakang nya. Yang di tunjuknya adalah Terisya.
"Kenapa bos?" Tanya salah satu dari mereka.
"Dia akan kita kirim ke pusat, dia akan sangat mahal" pria berwajah datar tersebut meninggalkan anak buahnya.
"Ah andai aku memiliki uang banyak, aku akan memiliki dia yang mau di kirim ke pusat, kau tau dia cantik dan manis" ucap salah satu dari mereka dengan berbisik.
"Kau kerjakan saja tugas mu dan jangan terlalu banyak menghayal" balas temannya membuatnya langsung memanyunkan bibirnya.
* * * *
Teresa terbangun dari pingsan nya, dia menatap sekitar yang tampak gelap. Matanya menajam saat menyadari dirinya di dalam sebuah mobil yang sedang melaju melewati hutan. Terbukti dengan gelapnya malam dan hanya ada pohon pohon besar yang berada di kiri dan kanan jalan itu.
Dia menatap dua orang yang kini sedang fokus ke depan, sepenggal memori sebelumnya menari nari di pikiran nya membuat nafas Teresa langsung memburu.
Otak kecilnya terus di paksa untuk berfikir bagaimana cara terlepas dari mereka. Sungguh dia tak masalah mati di tengah hutan dan di makan habis oleh binatang buas, daripada harus dijual oleh mereka.
Senyum di bibir Teresa terlihat, dia menengok ke dua orang yang masih tampak fokus dan tidak memperhatikan dirinya. Dengan cepat Teresa mencekik leher salah satu pria yang sedang mengemudi.
Dia menarik kuat tangannya ke belakang hingga mobil tersebut hilang kendali dan memasuki hutan. Karena kaget pria yang mengemudi menginjak pedal gas dengan kuat alhasil mobil tersebut melaju cepat.
Teresa menutup matanya berdoa dalam hati semoga dia di beri keselamatan. Tangan Teresa di angkatnya dari leher orang tersebut bersamaan dengan mobil yang terguling dan masuk ke jurang, memang tak dalam namun berhasil membuat mobil tersebut hancur sisi kiri dan kanan nya.
Setelah mobil tersebut berhenti berguling Teresa mengangkat kepalanya, dia menatap dua pria di depannya yang sudah menutup mata dengan darah di kepala mereka. Teresa yang kaget dengan cepat mengambil tangan keduanya, huh dirinya dapat bernafas lega saat dirasanya keduanya masih hidup.
Dengan cepat dia keluar dari mobil, Teresa merasa cukup pusing karena keningnya tadi sempat terbentur jendela mobil dan tangannya terkena pecahan kaca mobil sisi lainnya yang pecah.
Teresa bukan orang yang bodoh, dia menelusuri mobil tersebut sebelum pergi guna mencari sesuatu untuknya dapat bertahan hidup. Dia menengok ke bangku belakang di sana ada lima koper berwarna hitam, Teresa membukanya dan melihat setumpuk uang dollar.
Tanpa pikir panjang dia mengambil secukupnya uang tersebut dan memasukkannya kedalam kantong kiri dan kanan bajunya. Dia juga membuka koper sebelahnya yang ternyata berisi senjata, tanpa berfikir panjang dia mengambil pistol. Mengingat ini di tengah hutan tak mungkin dirinya tak membawa senjata apa pun.
Dengan langkah terseok dan kening serta tangan yang masih mengeluarkan darah Teresa meninggalkan mobil itu. Dia berjalan menuju ke selatan, tidak perduli semakin memasuki hutan yang jelas sekarang dirinya harus pergi. Tak mungkin dia ke Utara karena disana ada jalan yang tadi di lewati mereka.
Sudah sekitar 3 jam dia berjalan dan kini Teresa sudah tak kuat lagi, dia melihat ke langit langit di mana hujan mulai turun. Teresa menangis di bawah guyuran hujan namun tak menghentikan langkahnya.
Langkahnya terhenti saat mendengar lolongan serigala, jantungnya berpacu cepat dan detik berikutnya dia berlari. Nasib sial untuk Teresa, setelah 20 langkah berlari dirinya tergelincir ke depan dan masuk ke jurang dengan batu batu besar.
Jurang ini cukup dalam, kepala Teresa lagi lagi terbentur namun kali ini benturan nya sangat keras membuat kesadaran nya menghilang.
Tubuh Teresa tergeletak di pinggir jalan, dalam benaknya dia sudah pasrah mati di sini. Ketimbang harus bersama mereka dan berakhir di jual.
California-Los Angeles00.31Mobil BMW i8 berwarna silver tersebut melesat melewati jalan satu jalur yang tampak sepi tersebut, sang pengemudi memijat pangkal hidungnya.Dia baru saja pulang dari luar kota karena tugas sebagai dokter, wajahnya menatap gusar jalanan yang sudah sangat sepi. Tak ada satu pun lampu jalan di sana mengingat di kiri dan kanan jalan ini hanya ada bukit dan hutan.Pengemudi tersebut memicingkan matanya saat melihat seseorang tergeletak di pinggir jalan. Dia langsung mendekat dan menepikan mobil tersebut.Setelah keluar dari mobil dia menengok ke kanan dan ke kiri serta ke belakang memastikan tidak ada orang satu pun. Siapa tau ini hanyalah jebakan, mengingat tidak mungkin ada orang di tengah hutan pada jam segini.'jangan-jangan dia korban pembunuhan' pikir asal Pria tersebut.Dia mendekat dan berj
California-Los Angeles08.15BrakPintu kamar rumah sakit tersebut di buka kasar oleh seorang pemuda, dia melangkahkan kakinya cepat ke arah sang kakak yang sedang tertidur di sofa yang ada di kamar itu.Deren menatap tajam kakaknya, dia menarik kedua tangan Chale hingga pria tersebut terduduk dengan kesadaran yang masih belum sempurna."HEY?!, Berani sekali kau membangun kan kakak mu seperti ini" teriak nya murka menatap sang adik yang masih memasang wajah garangnya."Kau yang mulai duluan" balas Deren tak terima."Apa? Aku tak melakukan apa pun" bela Chale untuk dirinya sendiri. Ada apa dengan adiknya ini, selain cerewet dia juga agak tidak waras. Mungkin?"Apa kau bilang? Apa? Coba ulangi sekali lagi" Deren berkacak pinggang.Terisya yang merasa keributan langsung membuka mata,
Kini Chale dan kedua orang tua nya sudah berada di rumah sakit, Chale sudah menghubungi Deren tadi saat di mobil. Mereka ke sini menggunakan mobil Devon dan menggunakan sopir pribadi.Pintu ruangan Terisya terbuka menampilkan Deren yang tampak diam memandang wajah Terisya. Chale menyipitkan matanya melihat wajah Deren yang masih tampak tak sadar akan kehadiran mereka."Ekhm" suara dari Chale menyadarkan Deren membuat pria itu langsung berdiri."Bagaimana keadaan nya?" Tanya Chale pada Deren."Hemm baik" ucap Deren agak ragu.Dia tidak tau bagaimana keadaan gadis di depannya ini, yang jelas dokter bilang Terisya cukup stabil. Margaret mendekat lalu menatap lekat wajah Terisya, tangannya terangkat mengusap wajah Terisya."Bagaimana jika kita mengambil nya?" Tanya Margaret pada Suaminya.Devon sedari tadi
Terisya membuang nafas berat, sudah 4 hari dia dirawat di sini dan hari ini adalah hari kepulangan nya. Identitas barunya pun sudah di urus oleh Devon tanpa ada masalah. "Kenapa? Bukan nya seharusnya kau senang bisa keluar dari tempat berbau obat ini" Tanya Deren pada Terisya yang tadi membuang nafas berat. "Ah tidak aku hanya masih tak percaya jika kalian mau menampung ku" Terisya menundukkan kepalanya dalam membuat Deren yang berada di sofa dekat pintu mendekat ke arahnya. "Settt jangan katakan itu, kau tau jika kau menganggap kami hanya menampung mu itu membuat kami sedih. Hey! Aku di sini untuk menjadi keluarga" jelas Deren dengan menggebu. Deren memeluk lembut Terisya, asal kalian ingat mereka hanya berbeda satu tahun saja. "Terimakasih Deren" Terisya tersenyum dan balik memeluk Deren.
Terisya dan Margareta telah sampai di salah satu pusat perbelanjaan di LA, setelah mengantar keduanya Chale langsung berpamitan untuk kemali ke apartemennya. Margareta hanya mengangguk saja, lagi pula dari awal dia memang berencana hanya berdua saja dengan Terisya.Lagi pula dia malas mendengar keluhan Chale karena lama menunggu atau lelah berjalan, sudah cukup dengan tiga bodyguard yang di tugaskan Devon untuk dirinya dan Terisya."Apa yang kau perlukan?" Tanya Margareta. Tidak itu bukan sebuah pertanyaan untuk Terisya namun untuk Margareta sendiri.Terbukti kini Margareta sudah menarik lengan Terisya ke salah satu toko pakaian branded yang sangat di kenal akan kualitas yang bagus dan harga yang fantastis."Model seperti apa yang kau suka" Margareta menoleh ke Terisya yang masih bengong di tempat."Mom" Terisya berbisik membuat Margaret dengan penas
Sang surya sudah tampak menunjukkan dirinya, Terisya bahkan sudah siap dengan baju rapi dan tas berwarna hitam. Hati ini adalah hari pertamanya menjadi mahasiswi, ah dia bahkan begitu bersemangat. Rambut yang di biarkan tergerai menambah kesan feminim pada tampilannya hari ini, Terisya membuka gorden dan menatap hamparan taman bunga yang menjadi view kamarnya. "Tuhan, aku tau semua ini kau yang mempersiapkan tapi bisa kah kau izinkan ku bahagia lebih lama seperti sekarang?" Gumam Terisya dengan menyentuh kaca jendelanya dengan tangan kanannya. Dia tersenyum kecil dan pergi meninggalkan kamar itu dengan keadaan rapi, meskipun sudah di beritahu Margareta jika ada maid yang akan membersihkan kamar itu Terisya tetap tak enak jika orang lain yang membersihkan tempatnya. "Selamat pagi sayang" sapa Margareta yang melihat Terisya baru saja memasuki ruang makan. &
Mobil Deren berhenti di parkiran yang sudah cukup penuh, Deren dengan cepat pengambil tasnya dan keluar mobil lalu membuka kan pintu untuk Terisya. Terisya terdiam menatap Deren saat cowok itu membuka pintu untuknya."Ayo" ucap Deren dengan tangan yang terulur kearah Terisya.Terisya dengan ragu meraih uluran tangan Deren, tangan satunya meremas tali tasnya. Deren yang tau kekhwatiran Terisya merangkulnya dan berbisik..."Tenang lah, aku ada di sini tak mungkin ada yang berani mengganggu mu" bisik Deren.Tak sedikit mereka menarik perhatian mahasiswa lain, Deren yang tak pernah terlihat dekat dengan gadis membuat semua orang bertanya-tanya siapa gerangan gadis yang di rangkulnya itu.Bukan hanya Mahasiswa yang hanya mengenal Deren secara umum saja yang menatap mereka berdua namun juga ada William dan beberapa teman Deren yang tak berkedim melihat Deren.Sedangkan Deren yang di tatap tampak tak menghiraukan sama
Kini Terisya, Deren, dan Niana sedang berjalan ke arah kantin dengan Deren mengekor di belakang Terisya dan Niana. Dia beberapa kali memberikan tatapan maut ke arah cowok yang memperhatikan Terisya.Sesampainya di kantin Deren langsung menunjukkan tempat mereka akan duduk, Terisya hanya diam saat dilihatnya ada dua cowok yang dapat di pastikan jika mereka adalah teman Deren."Kamu duduk sini dulu aku belikan makanan" kata Deren setelah memastikan Terisya duduk dengan nyaman."Terimakasih Deren maaf merepotkan mu" ucap Terisya dengan senyum nya ke Deren.Deren mengacak rambut Terisya gemas lalu pergi meninggalkan Terisya bersama temannya sedangkan Niana sudah duluan memesan makanan.Terisya diam tanpa suara dan memainkan jari-jarinya, hawa tatapan penuh pertanyaan terasa jelas. Bahkan hanya untuk melirik kedua teman Deren saja dia tidak berani."Ekhem" suara William memecah kecanggungan antara mereka "Aku William