California-Los Angeles
00.31
Mobil BMW i8 berwarna silver tersebut melesat melewati jalan satu jalur yang tampak sepi tersebut, sang pengemudi memijat pangkal hidungnya.
Dia baru saja pulang dari luar kota karena tugas sebagai dokter, wajahnya menatap gusar jalanan yang sudah sangat sepi. Tak ada satu pun lampu jalan di sana mengingat di kiri dan kanan jalan ini hanya ada bukit dan hutan.
Pengemudi tersebut memicingkan matanya saat melihat seseorang tergeletak di pinggir jalan. Dia langsung mendekat dan menepikan mobil tersebut.
Setelah keluar dari mobil dia menengok ke kanan dan ke kiri serta ke belakang memastikan tidak ada orang satu pun. Siapa tau ini hanyalah jebakan, mengingat tidak mungkin ada orang di tengah hutan pada jam segini.
'jangan-jangan dia korban pembunuhan' pikir asal Pria tersebut.
Dia mendekat dan berjongkok, matanya menelisik menatap waspada. Dia meraih bahu orang tersebut dan membaliknya, matanya langsung membulat melihat seorang gadis dengan lupa di kepala yang sudah banyak mengeluarkan darah.
"Hey bangun" ucapnya sembari menggoncang tubuh gadis tersebut.
Merasa tak ada tanggapan dia langsung menggendong tubuh lemah tersebut, di saat dia menggendong tubuh mungil tersebut kakinya menendang sesuatu.
Dia menengok ke bawah dan mendapati sebuah pistol di sana. Dengan cepat dia melangkah membawa badan itu ke arah mobil dan memasukkannya, dia memasangkan seatbelt.
Setelah itu pria tersebut kembali mengambil pistol tersebut dan memasukkannya kedalam saku jasnya.
* * * *
Setelah sampai di salah satu rumah sakit di pusat kota Los Angeles dia mengangkat tubuh mungil tersebut dan memanggil suster.
"Mohon tunggu di luar tuan" ucap suster tersebut membuat pria itu mengangguk paham.
Dert..
"Yak apa?" Tanyanya pada sang penelfon.
"...."
"Aku masih ada urusan, nanti jika selesai aku akan langsung pulang.
"...."
"Kau ini cerewet sekali" dengan kesal Pria tersebut mematikan sambungan tersebut. Dia mendudukkan badannya di salah satu kursi yang ada di depan ruang UGD tersebut.
Semua tulangnya terasa remuk, dia seakan mati rasa saat ini. Dia butuh berbaring di kasur empuk di kamarnya. Ah membayangkan nya membuat pria tersebut mengantuk.
Pintu terbuka menampilkan sosok wanita paruh baya yang menggunakan jas putih khas dokter. Pria tersebut langsung bangkit dan menghampiri dokter itu.
"Bagaimana keadaan nya?" Tanya pria tersebut.
"Keadaan nya cukup stabil, tapi saya rasa benturan di kepalanya terlalu keras. Luka lukanya sudah kami atasi dan untungnya kami memiliki cukup banyak stok darah. Untuk luka di kepalanya kami sudah menjahit luka tersebut, selanjutnya kami akan memindahkan nya ke ruang rawat dan kita akan menunggu nya sadar untuk mengecek kondisinya, saya takutkan dia mengalami amnesia atau ada bagian tubuhnya yang retak karena luka lukanya cukup serius" jelas dokter tersebut.
"Terimakasih dok" ucap pria tersebut.
"Kau bisa mengurus biaya administrasi, dan kami akan memindahkan dia. Saya permisi" dokter tersebut pergi meninggalkan pria yang masih berdiri di depan pintu UGD.
Setelah dokter tersebut pergi dia pun pergi untuk mengurus biasa administrasi, bagaimana dia yang menemukan gadis itu tak mungkin dia meninggalkan nya di sini.
* * * *
Terisya mengerjapkan matanya, dia mencoba membuka mata yang begitu berat sekali. Terisya terdiam saat yang di lihatnya hanyalah warna putih. Apa dia sudah ada di surga?.
Kepalanya menoleh ke kanan menyebabkan saki yang luar biasa. Terisya meringis sakit, dia mengangkat tangannya dan memegang kepalanya.
"Akh.." teriaknya saat rasa sakit itu semakin menjadi.
"Hey kau tak apa?" Tanya seseorang pria dengan suara serak khas orang bangun tidur. Bukannya menjawab Terisya malah semakin berteriak, sungguh rasanya seperti dihantam batu besar berkali kali.
Pria tersebut keluar dengan tergesah. Dan tak lama dia kembali dengan seorang wanita paruh baya yang berlari kecil ke arahnya.
"Apa yang kau rasakan?" Tanya wanita tersebut.
"Sa..sakit" satu kata yang keluar dari mulut Terisya, dia kembali memegang kepalanya dan berteriak.
"Suster ambilkan pereda rasa sakit" ucap dokter tersebut, setelah mendapat apa yang di mintanya dia langsung menyuntikkan obat pereda itu.
"Bagaimana?" Tanya pada Terisya yang berangsur-angsur menurunkan tangannya.
"Apa ada yang sakit selain kepala mu?" Tanya dokter tersebut
"Tidak" balas Terisya.
"Setelah keadaan mu tenang kita akan melakukan ronsen pada kepala mu" ucap dokter tersebut.
Terisya hanya mengangguk sebagai jawaban. Setelah dokter tersebut pergi, seorang pria yang mungkin lebih tua dari nya duduk di sebelah nya. Pria tersebut menatapnya penuh selidik.
"Kenapa kau bisa di sana?" Tanya pria tersebut.
"Aku tidak tau" Terisya menjawab seadanya. Dia tak tau kenapa dia bisa di sini, satu yang ada di pikiran nya. Kenapa mereka menggunakan bahasa Inggris semua?. Untung dia termasuk murid yang bisa di kata kan bisa berbahasa Inggris dengan baik dan benar. Bahkan Terisya sempat akan di pilih mengikuti pertukaran pelajar di Singapura saat dirinya kelas 2 SMA, tapi karena keadaan yang tidak memungkinkan dia tidak mengambil kesempatan tersebut.
"Apa kau korban pembunuhan?" Tanya Pria tersebut. "Eh perampok mungkin?" Lanjutnya.
"Tidak" Terisya menggeleng.
"Ya tidak mungkin, kau tau aku menemukan uang $14.000 di kantong mu, jika kau korban perampok tak mungkin mereka tak mengambil uang mu" jelas pria tersebut.
"Aa... Aku--" belum sempat melanjutkan ucapannya, suara dering telfon membuat pria tersebut langsung mengangkat panggilan itu.
"......"
"Yak nanti aku pulang bodoh" teriak pria tersebut kesal.
"....."
"Deren kau ini cerewet sekali" balasnya dengan wajah kesal.
"....."
"Seterah kau bisa memakai yang mana saja, asal jangan kau pakai Jordan atau Mianza ku mutilasi kau jika aku pulang" ucapnya lagi. Terisya hanya diam mendengarkan pria itu berdebat dengan seseorang di sebrang sana.
"....."
"YAK, sekali ku bilang jangan ya jangan" Jeritan kesal Chale memenuhi ruangan Terisya.
"....."
"Kau bisa mengambilnya di lemari ku bodoh"
"....."
"Tunggu saja aku pulang, akan ku potong junior mu" finalnya. Panggilan itu terhenti karena pria yang ada di depan Terisya tampak sudah tak tahan lagi dengan lawan bicaranya.
"Maafkan aku" ucap pria tersebut, dia memasukkan handphone berlogo apel tersebut ke saku celananya.
"Ya" ucap Terisya singkat.
"Emm nama ku Chale Gionva, kau bisa memanggilku Chale" Chale menyodorkan tangannya berniat bersalaman.
Terisya menatap uluran tangan tersebut, dia mengangkat tangannya dan membalas uluran tangan tersebut.
"A... Aku Terisya Alexandra"
"Ah, kau dari mana?" Tanya Chale dengan santai sembari menarik tangannya yang sudah di lepas oleh Terisya.
"Indonesia" balasnya singkat.
"APA?!" teriak Chale mendengar jawaban tersebut. Pantas saja gadis di depannya ini memiliki wajah Asia. "Kenapa kau bisa sampai disini" tanya nya lagi seperti tadi.
"Aku bingung menceritakan nya bagaimana" Ucap Terisya dengan wajah tampak bingung.
"Aku memiliki banyak waktu untuk mendengar nya" Chale merubah posisinya menjadi tegap.
"A.. aku di jadikan sebagai bayaran untuk hutang paman ku, mereka membawa ku paksa, aku tidak tau setelah itu apa yang terjadi. Aku terbangun di saat aku sudah berada di dalam mobil melewati hutan, di saat itu aku bingung harus apa. Ja... Jadi aku mencekik salah satu dari mereka yang ada di depan, emm lebih tepatnya dia yang mengemudikan mobil tersebut" jelasnya membuat Chale terdiam mencoba mencerna.
"Setelah itu, mobil itu menabrak pohon. Mereka berdua pingsan sungguh mereka tak mati aku sudah mengecek nadi mereka. Saat aku akan pergi aku membuka tas yang ada di belakang mobil tersebut, di sana ada banyak senjata dan uang. Aku mengambil pistol untuk menolongku jika ada binatang buas dan uang untuk, entah untuk apa. Tapi aku rasa itu akan berguna karena kulihat mata uang itu dollar bukan rupiah" lanjutnya.
"Yak itu sangat berguna" ucap Chale.
"Lalu sekarang aku disini, dimana ini?" Tanya Terisya dengan wajah polosnya.
"LA" -Chale.
1
2
3
"Apa?!" Lihat lah sekarang reaksi Terisya sama seperti Chale tadi.
California-Los Angeles08.15BrakPintu kamar rumah sakit tersebut di buka kasar oleh seorang pemuda, dia melangkahkan kakinya cepat ke arah sang kakak yang sedang tertidur di sofa yang ada di kamar itu.Deren menatap tajam kakaknya, dia menarik kedua tangan Chale hingga pria tersebut terduduk dengan kesadaran yang masih belum sempurna."HEY?!, Berani sekali kau membangun kan kakak mu seperti ini" teriak nya murka menatap sang adik yang masih memasang wajah garangnya."Kau yang mulai duluan" balas Deren tak terima."Apa? Aku tak melakukan apa pun" bela Chale untuk dirinya sendiri. Ada apa dengan adiknya ini, selain cerewet dia juga agak tidak waras. Mungkin?"Apa kau bilang? Apa? Coba ulangi sekali lagi" Deren berkacak pinggang.Terisya yang merasa keributan langsung membuka mata,
Kini Chale dan kedua orang tua nya sudah berada di rumah sakit, Chale sudah menghubungi Deren tadi saat di mobil. Mereka ke sini menggunakan mobil Devon dan menggunakan sopir pribadi.Pintu ruangan Terisya terbuka menampilkan Deren yang tampak diam memandang wajah Terisya. Chale menyipitkan matanya melihat wajah Deren yang masih tampak tak sadar akan kehadiran mereka."Ekhm" suara dari Chale menyadarkan Deren membuat pria itu langsung berdiri."Bagaimana keadaan nya?" Tanya Chale pada Deren."Hemm baik" ucap Deren agak ragu.Dia tidak tau bagaimana keadaan gadis di depannya ini, yang jelas dokter bilang Terisya cukup stabil. Margaret mendekat lalu menatap lekat wajah Terisya, tangannya terangkat mengusap wajah Terisya."Bagaimana jika kita mengambil nya?" Tanya Margaret pada Suaminya.Devon sedari tadi
Terisya membuang nafas berat, sudah 4 hari dia dirawat di sini dan hari ini adalah hari kepulangan nya. Identitas barunya pun sudah di urus oleh Devon tanpa ada masalah. "Kenapa? Bukan nya seharusnya kau senang bisa keluar dari tempat berbau obat ini" Tanya Deren pada Terisya yang tadi membuang nafas berat. "Ah tidak aku hanya masih tak percaya jika kalian mau menampung ku" Terisya menundukkan kepalanya dalam membuat Deren yang berada di sofa dekat pintu mendekat ke arahnya. "Settt jangan katakan itu, kau tau jika kau menganggap kami hanya menampung mu itu membuat kami sedih. Hey! Aku di sini untuk menjadi keluarga" jelas Deren dengan menggebu. Deren memeluk lembut Terisya, asal kalian ingat mereka hanya berbeda satu tahun saja. "Terimakasih Deren" Terisya tersenyum dan balik memeluk Deren.
Terisya dan Margareta telah sampai di salah satu pusat perbelanjaan di LA, setelah mengantar keduanya Chale langsung berpamitan untuk kemali ke apartemennya. Margareta hanya mengangguk saja, lagi pula dari awal dia memang berencana hanya berdua saja dengan Terisya.Lagi pula dia malas mendengar keluhan Chale karena lama menunggu atau lelah berjalan, sudah cukup dengan tiga bodyguard yang di tugaskan Devon untuk dirinya dan Terisya."Apa yang kau perlukan?" Tanya Margareta. Tidak itu bukan sebuah pertanyaan untuk Terisya namun untuk Margareta sendiri.Terbukti kini Margareta sudah menarik lengan Terisya ke salah satu toko pakaian branded yang sangat di kenal akan kualitas yang bagus dan harga yang fantastis."Model seperti apa yang kau suka" Margareta menoleh ke Terisya yang masih bengong di tempat."Mom" Terisya berbisik membuat Margaret dengan penas
Sang surya sudah tampak menunjukkan dirinya, Terisya bahkan sudah siap dengan baju rapi dan tas berwarna hitam. Hati ini adalah hari pertamanya menjadi mahasiswi, ah dia bahkan begitu bersemangat. Rambut yang di biarkan tergerai menambah kesan feminim pada tampilannya hari ini, Terisya membuka gorden dan menatap hamparan taman bunga yang menjadi view kamarnya. "Tuhan, aku tau semua ini kau yang mempersiapkan tapi bisa kah kau izinkan ku bahagia lebih lama seperti sekarang?" Gumam Terisya dengan menyentuh kaca jendelanya dengan tangan kanannya. Dia tersenyum kecil dan pergi meninggalkan kamar itu dengan keadaan rapi, meskipun sudah di beritahu Margareta jika ada maid yang akan membersihkan kamar itu Terisya tetap tak enak jika orang lain yang membersihkan tempatnya. "Selamat pagi sayang" sapa Margareta yang melihat Terisya baru saja memasuki ruang makan. &
Mobil Deren berhenti di parkiran yang sudah cukup penuh, Deren dengan cepat pengambil tasnya dan keluar mobil lalu membuka kan pintu untuk Terisya. Terisya terdiam menatap Deren saat cowok itu membuka pintu untuknya."Ayo" ucap Deren dengan tangan yang terulur kearah Terisya.Terisya dengan ragu meraih uluran tangan Deren, tangan satunya meremas tali tasnya. Deren yang tau kekhwatiran Terisya merangkulnya dan berbisik..."Tenang lah, aku ada di sini tak mungkin ada yang berani mengganggu mu" bisik Deren.Tak sedikit mereka menarik perhatian mahasiswa lain, Deren yang tak pernah terlihat dekat dengan gadis membuat semua orang bertanya-tanya siapa gerangan gadis yang di rangkulnya itu.Bukan hanya Mahasiswa yang hanya mengenal Deren secara umum saja yang menatap mereka berdua namun juga ada William dan beberapa teman Deren yang tak berkedim melihat Deren.Sedangkan Deren yang di tatap tampak tak menghiraukan sama
Kini Terisya, Deren, dan Niana sedang berjalan ke arah kantin dengan Deren mengekor di belakang Terisya dan Niana. Dia beberapa kali memberikan tatapan maut ke arah cowok yang memperhatikan Terisya.Sesampainya di kantin Deren langsung menunjukkan tempat mereka akan duduk, Terisya hanya diam saat dilihatnya ada dua cowok yang dapat di pastikan jika mereka adalah teman Deren."Kamu duduk sini dulu aku belikan makanan" kata Deren setelah memastikan Terisya duduk dengan nyaman."Terimakasih Deren maaf merepotkan mu" ucap Terisya dengan senyum nya ke Deren.Deren mengacak rambut Terisya gemas lalu pergi meninggalkan Terisya bersama temannya sedangkan Niana sudah duluan memesan makanan.Terisya diam tanpa suara dan memainkan jari-jarinya, hawa tatapan penuh pertanyaan terasa jelas. Bahkan hanya untuk melirik kedua teman Deren saja dia tidak berani."Ekhem" suara William memecah kecanggungan antara mereka "Aku William
Setelah kembali dengan dua orang tambahan tentunya Terisya langsung beristirahat di kamarnya, Margareta sedang keluar rumah sedangkan Chale dan Devon bekerja.Suasana di kamar Deren samai dengan dirinya dan William yang sedang bermain ps sedangkan Robert yang tampaknya sedang mengerjakan tugas nya. Begitulah Robert tipe mahasiswa yang rajin tak seperti dua temannya yang selalu santai namun kelabakan saat waktu deadline hampir dekat.Untungnya kamar Deren kedap suara membuat suara Teriak mereka tak terdengar mengusik Terisya yang kini sedang memejamkan mata, dia ingin tidur sebentar.Tak sampai satu jam Terisya terbangun karena dia mendapatkan mimpi buruk, Terisya mencuci wajahnya lalu menatap pantulan nya di cermin."Sangat menakutkan" gumanya.Bibir Terisya tampak pucat, dia terlalu kaget dengan mimpi yang di alaminya."Aku ingin teh" monolog Terisya sambil membuka pintu kamarnya.Suasana mas