Kini Chale dan kedua orang tua nya sudah berada di rumah sakit, Chale sudah menghubungi Deren tadi saat di mobil. Mereka ke sini menggunakan mobil Devon dan menggunakan sopir pribadi.
Pintu ruangan Terisya terbuka menampilkan Deren yang tampak diam memandang wajah Terisya. Chale menyipitkan matanya melihat wajah Deren yang masih tampak tak sadar akan kehadiran mereka.
"Ekhm" suara dari Chale menyadarkan Deren membuat pria itu langsung berdiri.
"Bagaimana keadaan nya?" Tanya Chale pada Deren.
"Hemm baik" ucap Deren agak ragu.
Dia tidak tau bagaimana keadaan gadis di depannya ini, yang jelas dokter bilang Terisya cukup stabil. Margaret mendekat lalu menatap lekat wajah Terisya, tangannya terangkat mengusap wajah Terisya.
"Bagaimana jika kita mengambil nya?" Tanya Margaret pada Suaminya.
Devon sedari tadi diam memandang Deren, dia mengapa Deren sangat tenang. Biasnya pria itu akan melakukan hal hal tak jelas bagaimana pun kondisinya. Bahkan Deren tak berteriak saat bertemu dengannya.
Devon dan Deren tidak pernah akur dari dulu, mungkin pengaruh keduanya yang sama sama keras kepala. Margaret pun kadang bingung dengan kedua nya.
Berbeda dengan Devon dan Chale yang tak pernah berkelahi sedikit pun. Kedua nya tampak akur, mungkin karena Chale adalah tipe orang yang tenang dan santai.
Namun Margareta bersyukur Deren bisa menjadi warna dalam kehidupan nya. Jika tak ada sosok Deren mungkin Margareta hanya akan hidup oleh dua gunung es.
****
Terisya mengerjabkan matanya saat indra pendengaran nya menangkap suara seorang wanita yang berbicara. Saat membuka mata wajah Margareta adalah hal pertama yang dilihat Terisya membuatnya langsung berusaha bangun.
"Hey hey hey, tetap lah tidur jangan memaksakan diri mu" ucap Devon saat melihat Terisya yang tampak kaget dengan kehadiran mereka.
"Maaf" Terisya mengguma pelan.
"Terisya perkenalkan ini orang tua kami" kata Chale membuka suara.
Terisya mengerjabkan matanya tak percaya memandang Margareta yang tampak masih sangat muda. Tingkah Terisya membuat Margareta gemas membuat wanita paruh baya itu langsung mencubit pipi Terisya gemas.
"Mom orang lagi sakit malah digituin" Deren menatap kesal Margareta.
"Dia imut banget" balas Margareta sambil melepas cubitannya. "Ah perkenalkan nama momy Margareta dan ini Devon, Terisya bisa memanggil nya Dady" lanjut Margareta sambil menarik baju suaminya agar berdiri di sampingnya.
"Senang berteman dengan mu Terisya" ucap Devon dengan senyum tulusnya.
"Sa.... Saya Terisya" Terisya menautkan kedua tangannya dan meremas nya. Jantung nya berdegup kencan, pertanyaan pertama di otaknya adalah kenapa kedua orang tua Chale ada di sini.
"Ah apa kau lapar?" Tanya Deren pada Terisya, Deren dengan semangat membuka penutup mangkuk sup yang ada di atas meja.
Margareta lagi lagi terpaku oleh tingkah putra terakhir nya itu, dia menyikut lengan Devon meminta penjelasan. Devon menggeleng tak mengerti.
"Terimakasih tapi aku tak lapar Deren" balas Terisya dengan senyum kecil.
"Oh ok ok" Deren kembali menutup sup nya dan menatap Terisya dalam diam.
"Jangan menatapnya terus nanti dia bisa mimpi buruk karena mu" Ujar Chale membuat Deren langsung menatapnya kesal.
"Ah Terisya aku ingin membicarakan sesuatu dengan mu" ucap Margareta sembari duduk di bangku sebelah Terisya.
"Ya nyonya?" Terisya menolehkan kepalanya kearah Margareta.
Dia bingung harus memanggil Margareta apa, tak mungkin dia memanggil Margareta momy karena mereka baru saja bertemu. Akan sangat canggung jika dia memanggil wanita itu Momy.
"Aku rasa kau masih terlalu canggung dengan kami. Tapi tidak apa nanti kau pasti terbiasa. Chale sudah menceritakan semua tentang mu, aku tau ini pasti berat untuk mu. Apa lagi kau masih muda tapi harus menanggung semua ini" Margareta menggenggam erat tangan kiri Terisya.
"Jika kau mau aku berencana untuk mengadopsi mu, ah aku berjanji akan menjamin keamanan diri mu dan identitas mu" lanjutnya dengan senyum meyakinkan.
"Tenang saja aku akan membuat kan identitas baru untuk mu, kau tau masud ku kan. Emm.. atau aku akan memasukkan marga keluarga ku jika kau tak ingin mengganti nama mu" Lanjut Margareta.
"Ak...aku tak ingin merepotkan mu, Chale sudah sangat banyak membantu ku" Terisya menunduk dalam.
Sungguh Chale sudah sangat banyak membantunya, bahkan rasanya Terisya berhutang nyawa dengan pria itu. Pikir saja jika Chale saat itu tidak menolong nya mungkin Terisya sudah tak bernyawa sekarang.
"Kau sama sekali tidak merepotkan, aku akan sangat senang jika kau mau menjadi putri ku. Kau tau mempunyai dua anak laki laki yang berbeda sifat membuat ku kadang stres apa lagi mereka tidak bisa diajak belanja bersama" curhat Margareta dengan lirikan sinis kearah Chale dan Daren.
"Apa benar tak merepotkan kalian?" Tanya Terisya memastikan.
"Ya tentu saja" balas Margareta dengan penuh semangat, begitupun dengan Devon dia mengangguk setuju dengan perkataan istri nya.
"Jika kau setuju aku akan mengurus semuanya hari ini" -Devon.
"Terimakasih banyak, aku ti....tidak tau harus berterima kasih bagaimana lagi" Terisya menangis, masih tak menyangka jika keluarga Chale orang yang menjadi dewa penyelamat nya mau menampung nya.
"Sett... Jangan menangis, kau tau di sini ada yang berwajah galak namun hatinya sangat lembut" kata Margareta sambil memeluk lembut Terisya.
Hangat, itu yang di rasakan Terisya. Sudah sangat lama dia tidak merasakan kehangatan seperti ini, bahkan dia hampir lupa bagaimana hangatnya pelukan seorang ibu.
"Mom!" Ucap Deren merasa tersinggung. Apa salahnya memang jika dia tak bisa melihat orang lain menangis?.
"Apa? Momy tidak ada bilang jika itu kamu" Margareta menampilkan wajah polosnya seakan memang dia tak menyinggung Deren.
"Peftt...." Terisya menahan tawanya. Sungguh mereka tampak memang keluarga yang hangat.
"Sekarang kau istirahat lah lagi, kau harus cepat sembuh" ujar Chale.
Margareta mengangguk setuju, Terisya harus banyak istirahat untuk saat ini. Gadis kecil di depannya ini harus benar-benar stabil agar cepat keluar dari tempat penuh obat ini.
Terisya membuang nafas berat, sudah 4 hari dia dirawat di sini dan hari ini adalah hari kepulangan nya. Identitas barunya pun sudah di urus oleh Devon tanpa ada masalah. "Kenapa? Bukan nya seharusnya kau senang bisa keluar dari tempat berbau obat ini" Tanya Deren pada Terisya yang tadi membuang nafas berat. "Ah tidak aku hanya masih tak percaya jika kalian mau menampung ku" Terisya menundukkan kepalanya dalam membuat Deren yang berada di sofa dekat pintu mendekat ke arahnya. "Settt jangan katakan itu, kau tau jika kau menganggap kami hanya menampung mu itu membuat kami sedih. Hey! Aku di sini untuk menjadi keluarga" jelas Deren dengan menggebu. Deren memeluk lembut Terisya, asal kalian ingat mereka hanya berbeda satu tahun saja. "Terimakasih Deren" Terisya tersenyum dan balik memeluk Deren.
Terisya dan Margareta telah sampai di salah satu pusat perbelanjaan di LA, setelah mengantar keduanya Chale langsung berpamitan untuk kemali ke apartemennya. Margareta hanya mengangguk saja, lagi pula dari awal dia memang berencana hanya berdua saja dengan Terisya.Lagi pula dia malas mendengar keluhan Chale karena lama menunggu atau lelah berjalan, sudah cukup dengan tiga bodyguard yang di tugaskan Devon untuk dirinya dan Terisya."Apa yang kau perlukan?" Tanya Margareta. Tidak itu bukan sebuah pertanyaan untuk Terisya namun untuk Margareta sendiri.Terbukti kini Margareta sudah menarik lengan Terisya ke salah satu toko pakaian branded yang sangat di kenal akan kualitas yang bagus dan harga yang fantastis."Model seperti apa yang kau suka" Margareta menoleh ke Terisya yang masih bengong di tempat."Mom" Terisya berbisik membuat Margaret dengan penas
Sang surya sudah tampak menunjukkan dirinya, Terisya bahkan sudah siap dengan baju rapi dan tas berwarna hitam. Hati ini adalah hari pertamanya menjadi mahasiswi, ah dia bahkan begitu bersemangat. Rambut yang di biarkan tergerai menambah kesan feminim pada tampilannya hari ini, Terisya membuka gorden dan menatap hamparan taman bunga yang menjadi view kamarnya. "Tuhan, aku tau semua ini kau yang mempersiapkan tapi bisa kah kau izinkan ku bahagia lebih lama seperti sekarang?" Gumam Terisya dengan menyentuh kaca jendelanya dengan tangan kanannya. Dia tersenyum kecil dan pergi meninggalkan kamar itu dengan keadaan rapi, meskipun sudah di beritahu Margareta jika ada maid yang akan membersihkan kamar itu Terisya tetap tak enak jika orang lain yang membersihkan tempatnya. "Selamat pagi sayang" sapa Margareta yang melihat Terisya baru saja memasuki ruang makan. &
Mobil Deren berhenti di parkiran yang sudah cukup penuh, Deren dengan cepat pengambil tasnya dan keluar mobil lalu membuka kan pintu untuk Terisya. Terisya terdiam menatap Deren saat cowok itu membuka pintu untuknya."Ayo" ucap Deren dengan tangan yang terulur kearah Terisya.Terisya dengan ragu meraih uluran tangan Deren, tangan satunya meremas tali tasnya. Deren yang tau kekhwatiran Terisya merangkulnya dan berbisik..."Tenang lah, aku ada di sini tak mungkin ada yang berani mengganggu mu" bisik Deren.Tak sedikit mereka menarik perhatian mahasiswa lain, Deren yang tak pernah terlihat dekat dengan gadis membuat semua orang bertanya-tanya siapa gerangan gadis yang di rangkulnya itu.Bukan hanya Mahasiswa yang hanya mengenal Deren secara umum saja yang menatap mereka berdua namun juga ada William dan beberapa teman Deren yang tak berkedim melihat Deren.Sedangkan Deren yang di tatap tampak tak menghiraukan sama
Kini Terisya, Deren, dan Niana sedang berjalan ke arah kantin dengan Deren mengekor di belakang Terisya dan Niana. Dia beberapa kali memberikan tatapan maut ke arah cowok yang memperhatikan Terisya.Sesampainya di kantin Deren langsung menunjukkan tempat mereka akan duduk, Terisya hanya diam saat dilihatnya ada dua cowok yang dapat di pastikan jika mereka adalah teman Deren."Kamu duduk sini dulu aku belikan makanan" kata Deren setelah memastikan Terisya duduk dengan nyaman."Terimakasih Deren maaf merepotkan mu" ucap Terisya dengan senyum nya ke Deren.Deren mengacak rambut Terisya gemas lalu pergi meninggalkan Terisya bersama temannya sedangkan Niana sudah duluan memesan makanan.Terisya diam tanpa suara dan memainkan jari-jarinya, hawa tatapan penuh pertanyaan terasa jelas. Bahkan hanya untuk melirik kedua teman Deren saja dia tidak berani."Ekhem" suara William memecah kecanggungan antara mereka "Aku William
Setelah kembali dengan dua orang tambahan tentunya Terisya langsung beristirahat di kamarnya, Margareta sedang keluar rumah sedangkan Chale dan Devon bekerja.Suasana di kamar Deren samai dengan dirinya dan William yang sedang bermain ps sedangkan Robert yang tampaknya sedang mengerjakan tugas nya. Begitulah Robert tipe mahasiswa yang rajin tak seperti dua temannya yang selalu santai namun kelabakan saat waktu deadline hampir dekat.Untungnya kamar Deren kedap suara membuat suara Teriak mereka tak terdengar mengusik Terisya yang kini sedang memejamkan mata, dia ingin tidur sebentar.Tak sampai satu jam Terisya terbangun karena dia mendapatkan mimpi buruk, Terisya mencuci wajahnya lalu menatap pantulan nya di cermin."Sangat menakutkan" gumanya.Bibir Terisya tampak pucat, dia terlalu kaget dengan mimpi yang di alaminya."Aku ingin teh" monolog Terisya sambil membuka pintu kamarnya.Suasana mas
Indonesia-Jakarta23.30Seorang gadis berjalan dengan lunglai, hari ini cafe tempat nya berkerja kedatangan sangat banyak pelanggan apa lagi dia lembur karena menggantikan temannya yang sedang sakit.Dia adalah Terisya Alexandra, gadis dengan paras cantik yang biasa di panggil Risya dengan orang orang sekitar nya. Rumahnya cukup jauh dari kafe tersebut, dia tidak menggunakan kendaraan umum karena harus menghemat uang bulanan nya.Terisya menghela nafas berat saat mendapati rumah yang masih gelap, pasti mereka bertiga saat ini tidak ada di rumah. Dengan cepat Terisya membuka pintu rumah yang bisa di bilang sederhana itu. Dia masuk dan dengan cepat mengganti pakaian di dalam kamarnya.Saat ini Terisya tinggal bersama paman dan bibinya serta satu sepupunya karena kedua orang tuanya meninggal
Indonesia- Jakarta15.02Terisya dengan santai keluar dari cafe, dia menatap sekitar dan tidak menemukan sosok Rio di sana. Kemana pria itu? Bukan nya dia mengajak Terisya pergi, tapi sampai saat ini pria itu tidak terlihat.Sekitar 5 menit menunggu akhirnya sebuah mobil bermerek Nissan Livina berhenti tepat di pinggir jalan. Sang pengemudi keluar dan dengan cepat menyapa Terisya."Maaf aku telat, mobil ku bannya bocor maka dari itu aku kembali ke kantor ayah dan meminjam mobil kantor" ucap Rio dengan cepat seakan memberikan penjelasan agar Terisya tidak marah."Hai? Kau ini kenapa, aku tidak masalah. Lagi pula aku baru menunggu sebentar" Terisya memberikan senyum manisnya."Ok baiklah, ayo kita berangkat sekarang" Rio menarik leng