"Rayn!"
"Oh my god, gue potek."
Beberapa saat kemudian, Rayn pun melepaskan pelukan Alexa. Bukannya apa-apa, dia hanya tidak mau mereka terkena masalah gara-gara pelukan di sekolah. Kalau sampai ada guru konseling yang memergoki mereka bisa berabe urusannya.
"Kita ke kelas ya," ujar Rayn dengan suara lembut membuat siapa saja yang mendengarnya meleleh.
Alexa pun mengangguk dengan semangat membuat Rayn terkekeh merasa gemas. Gadis itu menatap kedua mata tajam Rayn dengan mata bulatnya yang berbinar.
"I love you, Rayn."
"I love you more, Alexa."
Sementara di ujung sana, Brissia melihat semua kejadian itu sambil menahan tangisnya, kedua tangannya mengepal menahan emosi.
"Lo liat aja, Alexa. Gue bakal bikin perhitungan sama lo!"
🍋💡🍋💡
Umpatan serta makian untuk Alexa tak henti-hentinya keluar dari bibir Brissia. Matanya sembab dan kini dia membolos pelajaran jam pertama gara-gara menangis di kamar mandi.
Biarkan saja jika ada yang mengatainya lebay. Mereka tidak mengerti bagaimana perjuangan Brissia selama 4 tahun mengejar-ngejar Rayn demi bisa dilihat oleh cowok itu. Semenjak pertama masuk SMP dan sekelas dengan cowok itu, hati Brissia telah jatuh.
Mending gue ke luar aja deh.
Setelah membasuh wajahnya dan memastikan bahwa suasana di luar aman, Brissia pun melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi. Sayang sekali, saat dirinya melintasi belokan di koridor tangannya dicekal oleh seseorang.
"Dari mana lo?"
Brissia menghembuskan napasnya lega ketika mendengar suara seseorang dan itu bukan Pak Robert. Gadis itu pun membalikkan badannya.
"None of your bussines, Aldrich," ujarnya sarkas.
Brissia sebal dengan cowok itu, pasalnya dari SMP Aldrich selalu merecoki urusan Brissia. Padahal Brissia berharap dirinya tidak bertemu lagi dengan cowok itu di SMA, tapi Brissia lupa jika cowok itu adalah salah satu sahabat Rayn yang berarti mereka akan selalu bersama di mana-mana.
"Lo abis nangis?" tanya Aldrich setelah mengamati wajah sembab gadis itu.
"Gara-gara Rayn lagi?" lanjutnya.
Brissia tampak tak acuh dan memilih untuk meninggalkan cowok itu. Bukan Aldrich namanya jika dia tak mengejar Brissia. Aldrich pun menahan lengan gadis itu lagi untuk menghentikan langkahnya.
"Lepasin tangan gue!" bentak Brissia berharap Aldrich mau melepaskan cekalan tangannya.
"Gak, sebelum lo jawab pertanyaan gue. Kenapa lo nangis?"
"Udah gue bilang bukan urusan lo!"
"ALDRICH! BRISSIA! SEDANG APA KALIAN DI SITU?!"
Mampus itu Pak Robert.
Brissia terdiam di tempatnya, bagaimanapun juga dia takut dengan wajah sangar milik Pak Robert. Sedangkan Aldrich hanya cengar-cengir gaje.
"Itu ... tadinya saya mau bolos tapi ketauan sama Brissia terus sekarang ketauan sama Bapak Robert," ujar Aldrich yang dihadiahi pelototan oleh Brissia.
Kenapa Aldrich ngomong kayak gitu? Apa dia berusaha ngelindungin gue?
Brissia berusaha menepis segala pemikiran yang muncul di otaknya. Tidak mungkin kan kalau cowok nyebelin itu suka kepada dirinya? Tapi kalau mungkin pun mau bagaimana lagi? Brissia hanya menyukai Rayn.
"Oh, mau madol ya kamu!? Sekarang ikut saya ke lapangan! Hormat di depan tiang bendera sampai bel istirahat!" Pak Robert berujar sambil menjewer telinga Aldrich membuat cowok itu meringis kesakitan.
"Aduh ... i-iya, Pak."
"Dan kamu Brissia, kembali ke kelas sekarang!"
"Baik, Pak."
Brissia pun melangkahkan kakinya menuju ke kelasnya meninggalkan Aldrich. Entah mengapa segala pemikiran tentang Alexa dan Rayn hilang di otaknya dan kini berganti dengan Aldrich yang mencoba membelanya.
🍋💡🍋💡
Bel istirahat telah berbunyi dan kini Alexa sedang ketar ketir di tempatnya. Rayn baru saja mengiriminya pesan untuk menyusul cowok itu di markas Lion sedangkan Alexa sendiri tidak nyaman kalau dirinya harus berada di tengah-tengah Rayn dan teman-teman satu gengnya. Dia menyadari jika teman-teman satu geng cowok itu tidak menyukainya. Paling hanya satu dua saja yang bersikap baik padanya.
"Pergi gak ya?" Alexa mengetuk-ngetukan jarinya di atas meja.
Setelah beberapa saat bergelut dengan pikirannya, Alexa pun memutuskan untuk pergi menemui Rayn ke markas Lion.
Mending aku pergi aja daripada Rayn ngambek, kita kan baru baikan.
Alexa terdiam di tempatnya begitu sampai di markas Lion. Matanya menyusuri seluruh sudut markas namun dia tidak melihat Rayn. Sedangkan anggota Lion yang lain tampak sibuk dengan urusannya masing-masing.
"Lo nyari Rayn?"
Alexa mengalihkan pandangannya ke arah cowok yang mengajaknya berbicara. Itu Gino.
"Iya, kamu liat dia gak?" tanya Alexa pada Gino. Gino memang bersikap baik padanya, tidak seperti anggota Lion yang lain sehingga Alexa pun nyaman-nyaman saja bertanya pada cowok itu.
"Dia di--- "
"Gue di sini."
Rayn tiba-tiba muncul di belakang Gino membuat Alexa sedikit terkejut. Ada satu hal yang menarik perhatian Alexa, cowok itu membawa boneka Hello Kitty di tangannya. Alexa berusaha mati-matian menahan tawanya. Rayn terlihat lucu kalau sedang memegang boneka, kontras sekali dengan pembawaannya yang sangar.
"Ayo ikut gue," ujar Rayn sambil menarik tangan Alexa, mengajaknya masuk ke dalam sebuah ruangan.
Ruangan ini seperti sebuah kamar, terdapat satu buah sofa, satu buah kasur, dan satu buah televisi.
"Duduk!" Perintah cowok itu.
Alexa pun mendudukkan dirinya di sofa yang empuk.
"Kamu ngapain nyuruh aku ke sini?" Alexa memandang Rayn yang barusan mendudukkan diri di sampingnya.
Rayn menyodorkan boneka Hello Kitty yang dari tadi dibawanya ke hadapan Alexa. "Buat lo."
Rayn menyodorkan boneka Hello Kitty yang dari tadi dibawanya ke hadapan Alexa. "Buat lo.""Ini beneran buat aku?""Gak, gue nitip buat Brissia," canda Rayn membuat Alexa mengerucutkan bibirnya sedih."Kamu kasih sendiri aja ke dia. Aku mau ke kelas aja deh."Rayn mencekal lengan Alexa ketika gadis itu beranjak dari duduknya. Raut wajah gadis itu tampak sedih membuat Rayn mati-matian menahan senyumnya."Gue bercanda, itu buat lo," ujarnya."Beneran buat aku kan? Bukan buat Brissia?" Alexa bertanya sambil memandang kedua mata tajam milik cowok itu.Rayn sempat terpaku dengan kedua mata bulat milik Alexa yang tampak bersinar. Gadis itu benar-benar manis."Iya, Alexa. Itu bonekanya buat lo," ujar Rayn."Yeay! Makasih Rayn."Alexa pun refleks memeluk Rayn yang duduk di sampingnya karena dia merasa sang
Alexa memasuki ruang musik dengan langkah ragu-ragu. Seluruh siswa Moonlight High School telah meninggalkan area sekolah. Karena memang bel pulang telah berbunyi dari tadi.Jika kalian berpikir bahwa Alexa mengikuti ekskul musik, maka kalian salah besar. Alexa tidak mengikuti ekskul musik di sekolahnya, gadis itu malah mengikuti ekskul PMR. Padahal sebenarnya Alexa kurang minat dengan PMR. Gadis itu ingin memasuki ekskul musik, namun Alexa kurang yakin.Alexa selalu tidak percaya diri jika harus tampil di hadapan orang banyak. Padahal sebenarnya suara Alexa cukup bagus. Dia bahkan mahir memainkan piano. Dulu sewaktu gadis itu kecil, Papanya mendaftarkan gadis itu ke dalam sebuah les piano.Jemari lentik Alexa pun mulai memainkan tuts piano. Suara dentingan piano yang dimainkan Alexa memenuhi seisi ruangan musik yang hening.Tell me ...Have you seen a s
Alexa bisa melihat Mamanya yang tengah sibuk berkutat di dapur, harum aroma masakan memenuhi rongga penciumannya. Alexa pun memeluk tubuh Mamanya dari belakang membuat wanita itu terkejut."Alexa! Kamu bikin Mama kaget tau ga!?" ujar Sofia sembari menyentil pelan kening putrinya itu."Aww, sakit Mah," keluh Alexa sambil mengusap keningnya."Kamu ini dari mana aja? Rayn dari tadi nungguin kamu tuh di kamar!!"Alexa membulatkan matanya terkejut. Pasalnya, tadi sepulang sekolah Rayn bilang kepadanya jika dirinya punya urusan dengan geng Lion sehingga dia tidak bisa mengantar Alexa pulang."Ya udah Mah, Alexa ke kamar dulu," ujar Alexa kemudian melangkahkan kakinya menuju ke kamar dengan buru-buru."Jangan ditutup loh pintu kamarnya!"Sesampainya di kamar, Alexa melihat Rayn yang tengah berdiri di balkon kamarnya.Jangan-jangan tadi Rayn n
Jam menunjukkan pukul setengah 3 sore. Selepas membantu Mamanya beres-beres bekas makan siang tadi, Alexa kini tengah bersantai di kamarnya. Gadis itu tengah membaca novel yang belum sempat dia selesaikan. Alexa bahkan belum sempat untuk tidur siang.Ketika Alexa tengah fokus-fokusnya membaca, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dari luar. Tak lama kemudian, suara Sofia pun terdengar dari luar kamar."Alexa? Bantuin Mama bentar sini," ujar wanita paruh baya itu. Kemudian terdengar langkah kaki Sofia yang menjauh dari kamar Alexa.Alexa pun menutup novelnya setelah menandai halaman terakhir yang dia baca. Gadis itu beranjak dengan ogah-ogahan keluar dari kamar. Alexa pun menghampiri Sofia yang kini tengah menenteng plastik besar berisi sampah."Tolong taro ke depan nih. Bentar lagi tukang sampahnya lewat," titah Sofia.Alexa pun mengambil alih plastik tersebut dari tangan Sofia.
Alexa sudah rapi dengan seragam sekolahnya, gadis itu hendak berangkat ke sekolah. Sebelum turun ke meja makan untuk sarapan, Alexa menyempatkan diri untuk membubuhkan sedikit bedak dulu ke mukanya. Rambut gadis itu juga sudah dikuncir setengah."Dah siap deh," gumam gadis itu.Alexa pun keluar dari kamarnya untuk sarapan. Tampak Sofia yang tengah menyiapkan sarapan."Mau aku bantu, Ma?" tanya Alexa pada Mamanya."Ga usah, ini cuman buat bekal makan siang Papa nanti kok," balas Sofia."Papa udah pulang dari luar kota?" Alexa bertanya dengan girang."Udah, semalem. Tapi dia udah ke kantor lagi tadi pagi-pagi banget. Ini nanti Mama mau nganterin bekalnya." Alexa pun hanya ber-oh-ria.Gadis itu pun duduk manis sambil menikmati sepiring nasi goreng buatan Sofia."Kamu berangkat bareng siapa, Lex?"Alexa pun menghentikan suapan
Alexa mengejar Rayn dengan raut wajah panik sepanjang koridor, beruntung jam pulang sekolah telah lewat sehingga dia bisa berlari dengan bebas tanpa harus menabrak murid lain."Rayn, aku cinta sama kamu. Tolong dengerin aku." Alexa berteriak tanpa peduli jika ada yang mendengarnya."Gue ngerti. Lo udah ngomongin hal itu ribuan kali, Alexa. Lo emang pacar gue, tapi bukan berarti lo bisa ngatur-ngatur hidup gue seenak lo. This is my life, so you should mind your own bussines.""Aku tau kamu ga suka dilarang Rayn, tapi aku punya alasan buat ngelarang kamu. Ini demi kebaikan kamu sendiri."Rayn tampak mengepalkan kedua tangannya. Mati-matian dia menahan emosi agar tidak membentak Alexa yang mencoba melarangnya untuk mendatangi salah satu mantan temannya yang telah mencari gara-gara."Lo ga usah ikut campur, Lexa. Lo urus urusan lo sendiri!""Tapi, Rayn--- "
Hari ini tepat seminggu sudah Alexa tidak berbicara dengan Rayn. Semenjak pertengkaran mereka hari itu, Rayn seakan menghindarinya tiap kali Alexa hendak mengajaknya bicara."Kadang aku bingung, Rayn. Kenapa kamu mau aku jadi pacar kamu sedangkan kamu aja ga bener-bener peduli sama aku," gumam Alexa lirih.Beratus-ratus pesan telah dikirimkan Alexa kepada Rayn dengan harapan Rayn mau membalasnya. Namun, bagaimana mau membalas kalau pesannya saja tidak dibaca?"Alexandra!"Alexa tersentak kaget dari lamunannya kala Bu Marrie, guru bahasa Indonesia yang tengah mengajar di kelas menegurnya."Daripada kamu melamun dan tidak mendengarkan penjelasan saya, lebih baik kamu keluar dari kelas."Alexa benar-benar tidak suka keadaan ini, di mana dia menjadi pusat perhatian seluruh penghuni kelas bahkan ada yang memandangnya sambil berbisik-bisik."Maaf, Bu. Saya ga ak
Rayn memelankan laju motornya ketika dia melewati salah satu halte yang cukup ramai. Sudah cukup dia menahan emosi karena dari tadi membiarkan Brissia memeluk pinggangnya dengan seenaknya."Loh, kenapa kita berhenti di sini?" tanya Brissia ketika Rayn menghentikan motornya di pinggir jalan."Turun!""Hah? Kok lo nyuruh gue turun di sini? Rumah gue masih jauh, Rayn.""Turun!" ujar Rayn tak memperdulikan tatapan protes gadis itu."Tapi--- ""TURUN GUE BILANG!" Rayn meninggikan suaranya.Brissia tersentak kaget, dia melepaskan pelukannya pada pinggang Rayn dan segera turun dari jok motor Rayn kala mendengar bentakan cowok itu."Denger ya! Lo ga usah ke-geeran karena gue udah mau boncengin lo. Semua yang gue lakuin tadi itu cuman buat bikin Alexa cemburu," ujar Rayn dengan tatapan menghunus tajam.Brissia tersenyum masam, lagi