Share

CHAPTER 7

"Rayn!"

"Oh my god, gue potek."

Beberapa saat kemudian, Rayn pun melepaskan pelukan Alexa. Bukannya apa-apa, dia hanya tidak mau mereka terkena masalah gara-gara pelukan di sekolah. Kalau sampai ada guru konseling yang memergoki mereka bisa berabe urusannya.

"Kita ke kelas ya," ujar Rayn dengan suara lembut membuat siapa saja yang mendengarnya meleleh.

Alexa pun mengangguk dengan semangat membuat Rayn terkekeh merasa gemas. Gadis itu menatap kedua mata tajam Rayn dengan mata bulatnya yang berbinar.

"I love you, Rayn."

"I love you more, Alexa."

Sementara di ujung sana, Brissia melihat semua kejadian itu sambil menahan tangisnya, kedua tangannya mengepal menahan emosi.

"Lo liat aja, Alexa. Gue bakal bikin perhitungan sama lo!"

                               🍋💡🍋💡

Umpatan serta makian untuk Alexa tak henti-hentinya keluar dari bibir Brissia. Matanya sembab dan kini dia membolos pelajaran jam pertama gara-gara menangis di kamar mandi.

Biarkan saja jika ada yang mengatainya lebay. Mereka tidak mengerti bagaimana perjuangan Brissia selama 4 tahun mengejar-ngejar Rayn demi bisa dilihat oleh cowok itu. Semenjak pertama masuk SMP dan sekelas dengan cowok itu, hati Brissia telah jatuh.

Mending gue ke luar aja deh.

Setelah membasuh wajahnya dan memastikan bahwa suasana di luar aman, Brissia pun melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi. Sayang sekali, saat dirinya melintasi belokan di koridor tangannya dicekal oleh seseorang.

"Dari mana lo?"

Brissia menghembuskan napasnya lega ketika mendengar suara seseorang dan itu bukan Pak Robert. Gadis itu pun membalikkan badannya.

"None of your bussines, Aldrich," ujarnya sarkas.

Brissia sebal dengan cowok itu, pasalnya dari SMP Aldrich selalu merecoki urusan Brissia. Padahal Brissia berharap dirinya tidak bertemu lagi dengan cowok itu di SMA, tapi Brissia lupa jika cowok itu adalah salah satu sahabat Rayn yang berarti mereka akan selalu bersama di mana-mana.

"Lo abis nangis?" tanya Aldrich setelah mengamati wajah sembab gadis itu.

"Gara-gara Rayn lagi?" lanjutnya.

Brissia tampak tak acuh dan memilih untuk meninggalkan cowok itu. Bukan Aldrich namanya jika dia tak mengejar Brissia. Aldrich pun menahan lengan gadis itu lagi untuk menghentikan langkahnya.

"Lepasin tangan gue!" bentak Brissia berharap Aldrich mau melepaskan cekalan tangannya.

"Gak, sebelum lo jawab pertanyaan gue. Kenapa lo nangis?"

"Udah gue bilang bukan urusan lo!"

"ALDRICH! BRISSIA! SEDANG APA KALIAN DI SITU?!"

Mampus itu Pak Robert.

Brissia terdiam di tempatnya, bagaimanapun juga dia takut dengan wajah sangar milik Pak Robert. Sedangkan Aldrich hanya cengar-cengir gaje.

"Itu ... tadinya saya mau bolos tapi ketauan sama Brissia terus sekarang ketauan sama Bapak Robert," ujar Aldrich yang dihadiahi pelototan oleh Brissia.

Kenapa Aldrich ngomong kayak gitu? Apa dia berusaha ngelindungin gue?

Brissia berusaha menepis segala pemikiran yang muncul di otaknya. Tidak mungkin kan kalau cowok nyebelin itu suka kepada dirinya? Tapi kalau mungkin pun mau bagaimana lagi? Brissia hanya menyukai Rayn.

"Oh, mau madol ya kamu!? Sekarang ikut saya ke lapangan! Hormat di depan tiang bendera sampai bel istirahat!" Pak Robert berujar sambil menjewer telinga Aldrich membuat cowok itu meringis kesakitan.

"Aduh ... i-iya, Pak."

"Dan kamu Brissia, kembali ke kelas sekarang!"

"Baik, Pak."

Brissia pun melangkahkan kakinya menuju ke kelasnya meninggalkan Aldrich. Entah mengapa segala pemikiran tentang Alexa dan Rayn hilang di otaknya dan kini berganti dengan Aldrich yang mencoba membelanya.

🍋💡🍋💡

Bel istirahat telah berbunyi dan kini Alexa sedang ketar ketir di tempatnya. Rayn baru saja mengiriminya pesan untuk menyusul cowok itu di markas Lion sedangkan Alexa sendiri tidak nyaman kalau dirinya harus berada di tengah-tengah Rayn dan teman-teman satu gengnya. Dia menyadari jika teman-teman satu geng cowok itu tidak menyukainya. Paling hanya satu dua saja yang bersikap baik padanya.

"Pergi gak ya?" Alexa mengetuk-ngetukan jarinya di atas meja.

Setelah beberapa saat bergelut dengan pikirannya, Alexa pun memutuskan untuk pergi menemui Rayn ke markas Lion.

Mending aku pergi aja daripada Rayn ngambek, kita kan baru baikan.

Alexa terdiam di tempatnya begitu sampai di markas Lion. Matanya menyusuri seluruh sudut markas namun dia tidak melihat Rayn. Sedangkan anggota Lion yang lain tampak sibuk dengan urusannya masing-masing.

"Lo nyari Rayn?"

Alexa mengalihkan pandangannya ke arah cowok yang mengajaknya berbicara. Itu Gino.

"Iya, kamu liat dia gak?" tanya Alexa pada Gino. Gino memang bersikap baik padanya, tidak seperti anggota Lion yang lain sehingga Alexa pun nyaman-nyaman saja bertanya pada cowok itu.

"Dia di--- "

"Gue di sini."

Rayn tiba-tiba muncul di belakang Gino membuat Alexa sedikit terkejut. Ada satu hal yang menarik perhatian Alexa, cowok itu membawa boneka Hello Kitty di tangannya. Alexa berusaha mati-matian menahan tawanya. Rayn terlihat lucu kalau sedang memegang boneka, kontras sekali dengan pembawaannya yang sangar.

"Ayo ikut gue," ujar Rayn sambil menarik tangan Alexa, mengajaknya masuk ke dalam sebuah ruangan.

Ruangan ini seperti sebuah kamar, terdapat satu buah sofa, satu buah kasur, dan satu buah televisi.

"Duduk!" Perintah cowok itu.

Alexa pun mendudukkan dirinya di sofa yang empuk.

"Kamu ngapain nyuruh aku ke sini?" Alexa memandang Rayn yang barusan mendudukkan diri di sampingnya.

Rayn menyodorkan boneka Hello Kitty yang dari tadi dibawanya ke hadapan Alexa. "Buat lo."

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status