"Hiks ... hiks ... jahat ... Rayn jahat."
Saat sedang menangis, tiba-tiba Alexa dikejutkan oleh sebuah tisu yang terjulur di hadapannya.
"Usap air mata lo."
Alexa mendongakkan kepalanya dan terkejut ketika melihat Mike ada di sini.
"Ka-kamu ngapain di sini?" tanya Alexa yang masih sesenggukan.
"Gue udah di sini dari tadi, bahkan sebelum lo dateng. Lo-nya aja yang ga sadar."
Tangan Mike terjulur meraih tangan Alexa dan memberikannya sebuah tisu.
"Makasih."
Alexa buru-buru mengelap air matanya, tidak ada yang boleh melihatnya menangis kecuali Mamanya. Bahkan, Rayn pun belum pernah melihat Alexa menangis, tapi Mike?! Kenapa harus ada cowok itu di sini?!
Sementara di tempatnya, Mike terkekeh ketika melihat wajah Alexa yang menurutnya lucu. Pipi dan bibirnya memerah, sedangkan matanya tampak sembab.
"Kenapa ketawa?" Tanya Alexa yang merasa bingung.
"Lo lucu kalo lagi nangis, tapi lo lebih lucu waktu lo lagi senyum," ujar Mike membuat kedua pipi Alexa tiba-tiba memanas.
"Apaan sih."
"By the way, kenapa lo nangis?"
Sontak saja pertanyaan Mike membuat Alexa menjadi sedih kembali. Mike yang menyadari perubahan raut wajah Alexa pun segera angkat bicara. Pancaran mata bulat gadis itu tampak muram.
"Lupain masalah lo, mending sekarang lo masuk kelas. Bentar lagi udah mau bel."
Tanpa sadar, Mike mengelus lembut puncak kepala gadis itu. Mata tajamnya terpaku oleh mata bulat bersinar milik Alexa.
Kenapa Alexa begitu manis?!
"Ekhem." Mike berdehem untuk mengurangi kecanggungan yang tiba-tiba saja timbul di antara mereka.
"Masuk kelas gih," tambahnya.
"Iya, a-aku ke kelas dulu."
Alexa pun beranjak menuju kelasnya meninggalkan Mike yang tengah memandangi punggungnya sambil tersenyum tipis.
"You got my attention, Alexa."
🍋💡🍋💡
Rayn merebahkan tubuhnya yang letih ke atas ranjang. Entah mengapa dia merasakan ada setumpuk beban berat di pundaknya. Masalahnya dengan Bastian sudah berhasil diatasi, lalu apa yang membuatnya menjadi sangat kepikiran saat ini?
Sontak saja nama Alexa langsung muncul di benaknya. Dia belum bertemu dengan gadisnya seharian ini, terakhir kali melihat gadis itu adalah waktu berangkat sekolah tadi.
Rayn tidak pernah menyadari jika Alexa berhasil membuatnya uring-uringan. Ingin rasanya dia mengirimi Alexa pesan hanya untuk sekedar bertanya tentang bagaimana kabar gadis itu, namun Rayn selalu mengedepankan rasa gengsinya.
Butuh beberapa waktu untuk menenangkan hatinya yang bergejolak sebelum akhirnya Rayn memutuskan untuk pergi menemui gadis itu.
"Gue harus ketemu sama Alexa," ujarnya kemudian beranjak pergi dan menyambar kunci motornya.
Rayn melajukan motornya menuju rumah Alexa. Dia sudah membulatkan tekadnya untuk coba meminta maaf kepada gadis itu. Dia sadar kalau apa yang dia lakukan sudah keterlaluan. Kali ini, dia harus mengesampingkan egonya terlebih dahulu.
Kamar gadis itu masih terlihat terang, itu artinya Alexa belum tertidur. Rayn pun turun dari motornya dan memutuskan untuk memanjat pagar rumah Alexa. Alih-alih masuk menggunakan pintu depan, Rayn justru lebih memilih untuk memanjat balkon kamar Alexa.
Rayn mengetuk pintu kaca balkon kamar Alexa. Butuh waktu beberapa saat sampai akhirnya balkon itu terbuka menampilkan gadis dengan setelan baju tidurnya.
"Rayn, kamu ngapain malem-malem ke sini?" tanya Alexa menyadarkan Rayn dari keterpakuannya.
"Emang gue ga boleh dateng ke rumah lo?" ketus Rayn berusaha menutupi debaran di hatinya.
"Bukannya gitu, tapi kan kamu bisa lewat pintu depan. Ga usah pake acara manjat segala. Entar kalo kamu jatoh kan bahaya," ujar Alexa dengan raut wajah menunjukkan kekhawatiran.
Rayn berusaha menahan senyum yang memaksa untuk terbit di bibirnya. Hatinya tiba-tiba menghangat saat mengetahui jika Alexa mengkhawatirkannya.
"Mending kita masuk yuk, di luar dingin."
Alexa pun menggandeng tangan Rayn memasuki kamarnya dan mendudukkan dirinya di sofa diikuti oleh cowok itu. Entah mengapa tiba-tiba ada rasa canggung yang menyeruak masuk di antara mereka.
"Nyokap lo di rumah?" Rayn berusaha memecahkan keheningan.
"Iya, tapi kayaknya Mama udah tidur," jawab Alexa berusaha menutupi kegugupannya.
Hatinya selalu berdebar kencang bila berdekatan dengan cowok ini.
"Tumben kamu malem-malem ke sini. Ada apa?" tanya Alexa.
Entah mengapa lidah Rayn tiba-tiba kelu ketika hendak menjawab pertanyaan Alexa.
Say sorry, Rayn. You just need to say sorry.
"G-gue cuman mau main."
Rayn merutuki dirinya sendiri, kenapa malah kata-kata seperti itu yang keluar dari bibirnya?! Kenapa rasanya sangat sulit, padahal hanya sekedar mengucapkan kata maaf?!
Alexa mengerutkan keningnya merasa bingung, biasanya jika Rayn merasa bosan pasti cowok itu lebih memilih untuk pergi ke markas.
"Biasanya juga kamu main sama temen-temen geng kamu, emang mereka pada ke mana?"
"Gue pengen aja ke sini, lo merasa terganggu? Gue bisa pergi kok," ketus Rayn membuat Alexa merasa bersalah.
"E-eh tunggu ... tunggu."
Alexa segera menarik tangan Rayn ketika cowok itu hendak beranjak dari duduknya.
"Kamu kenapa sih sensian banget, aku kan masih kangen," lirih Alexa yang masih bisa didengar oleh Rayn.
"Lo ngomong apa? Gue ga denger."
"Gak, bukan apa-apa," ujar Alexa dengan pipi merona.
Alexa berusaha memalingkan wajahnya agar Rayn tidak melihat semburat merah yang tiba-tiba muncul di pipinya.
"Gue juga kangen."
"Ha? ka-kamu kangen sama siapa?"
"Sama--- "
"Sama?" Alexa menunggu jawaban dari Rayn.
Kalian tau apa? Jawaban Rayn benar-benar berhasil membuat Alexa terkejut sekaligus kesal.
"Ga kangen sama siapa-siapa."Alexa mengerucutkan bibirnya merasa kesal. Kenapa sih Rayn suka sekali gengsi!? Membuatnya kesal saja.Rayn terkekeh geli melihat raut wajah gadis itu. Alexa terlihat sangat lucu."Gue kangen sama lo, Alexa," ujar Rayn tepat di telinga Alexa membuat bulu kuduk gadis itu meremang."Kamu beneran?""Lo maunya beneran apa bohongan?" Tanya Rayn balik."Aku maunya beneran.""Ya udah berarti beneran," ujar Rayn membuat senyum Alexa merekah.Alexa bahagia saat ini, entah kenapa Rayn malam ini begitu manis padanya."E-emangnya kamu ga mau minta maaf?" cicit Alexa ragu-ragu."Emang gue salah apa?"EMANG GUE SALAH APA?! Dia ga merasa bersalah sama sekali gitu?! Bener-bener cowok ga punya hati!"Ga usah ngumpatin gue da
"Rayn!""Oh my god, gue potek."Beberapa saat kemudian, Rayn pun melepaskan pelukan Alexa. Bukannya apa-apa, dia hanya tidak mau mereka terkena masalah gara-gara pelukan di sekolah. Kalau sampai ada guru konseling yang memergoki mereka bisa berabe urusannya."Kita ke kelas ya," ujar Rayn dengan suara lembut membuat siapa saja yang mendengarnya meleleh.Alexa pun mengangguk dengan semangat membuat Rayn terkekeh merasa gemas. Gadis itu menatap kedua mata tajam Rayn dengan mata bulatnya yang berbinar."I love you, Rayn.""I love you more, Alexa."Sementara di ujung sana, Brissia melihat semua kejadian itu sambil menahan tangisnya, kedua tangannya mengepal menahan emosi."Lo liat aja, Alexa. Gue bakal bikin perhitungan sama lo!" &nbs
Rayn menyodorkan boneka Hello Kitty yang dari tadi dibawanya ke hadapan Alexa. "Buat lo.""Ini beneran buat aku?""Gak, gue nitip buat Brissia," canda Rayn membuat Alexa mengerucutkan bibirnya sedih."Kamu kasih sendiri aja ke dia. Aku mau ke kelas aja deh."Rayn mencekal lengan Alexa ketika gadis itu beranjak dari duduknya. Raut wajah gadis itu tampak sedih membuat Rayn mati-matian menahan senyumnya."Gue bercanda, itu buat lo," ujarnya."Beneran buat aku kan? Bukan buat Brissia?" Alexa bertanya sambil memandang kedua mata tajam milik cowok itu.Rayn sempat terpaku dengan kedua mata bulat milik Alexa yang tampak bersinar. Gadis itu benar-benar manis."Iya, Alexa. Itu bonekanya buat lo," ujar Rayn."Yeay! Makasih Rayn."Alexa pun refleks memeluk Rayn yang duduk di sampingnya karena dia merasa sang
Alexa memasuki ruang musik dengan langkah ragu-ragu. Seluruh siswa Moonlight High School telah meninggalkan area sekolah. Karena memang bel pulang telah berbunyi dari tadi.Jika kalian berpikir bahwa Alexa mengikuti ekskul musik, maka kalian salah besar. Alexa tidak mengikuti ekskul musik di sekolahnya, gadis itu malah mengikuti ekskul PMR. Padahal sebenarnya Alexa kurang minat dengan PMR. Gadis itu ingin memasuki ekskul musik, namun Alexa kurang yakin.Alexa selalu tidak percaya diri jika harus tampil di hadapan orang banyak. Padahal sebenarnya suara Alexa cukup bagus. Dia bahkan mahir memainkan piano. Dulu sewaktu gadis itu kecil, Papanya mendaftarkan gadis itu ke dalam sebuah les piano.Jemari lentik Alexa pun mulai memainkan tuts piano. Suara dentingan piano yang dimainkan Alexa memenuhi seisi ruangan musik yang hening.Tell me ...Have you seen a s
Alexa bisa melihat Mamanya yang tengah sibuk berkutat di dapur, harum aroma masakan memenuhi rongga penciumannya. Alexa pun memeluk tubuh Mamanya dari belakang membuat wanita itu terkejut."Alexa! Kamu bikin Mama kaget tau ga!?" ujar Sofia sembari menyentil pelan kening putrinya itu."Aww, sakit Mah," keluh Alexa sambil mengusap keningnya."Kamu ini dari mana aja? Rayn dari tadi nungguin kamu tuh di kamar!!"Alexa membulatkan matanya terkejut. Pasalnya, tadi sepulang sekolah Rayn bilang kepadanya jika dirinya punya urusan dengan geng Lion sehingga dia tidak bisa mengantar Alexa pulang."Ya udah Mah, Alexa ke kamar dulu," ujar Alexa kemudian melangkahkan kakinya menuju ke kamar dengan buru-buru."Jangan ditutup loh pintu kamarnya!"Sesampainya di kamar, Alexa melihat Rayn yang tengah berdiri di balkon kamarnya.Jangan-jangan tadi Rayn n
Jam menunjukkan pukul setengah 3 sore. Selepas membantu Mamanya beres-beres bekas makan siang tadi, Alexa kini tengah bersantai di kamarnya. Gadis itu tengah membaca novel yang belum sempat dia selesaikan. Alexa bahkan belum sempat untuk tidur siang.Ketika Alexa tengah fokus-fokusnya membaca, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dari luar. Tak lama kemudian, suara Sofia pun terdengar dari luar kamar."Alexa? Bantuin Mama bentar sini," ujar wanita paruh baya itu. Kemudian terdengar langkah kaki Sofia yang menjauh dari kamar Alexa.Alexa pun menutup novelnya setelah menandai halaman terakhir yang dia baca. Gadis itu beranjak dengan ogah-ogahan keluar dari kamar. Alexa pun menghampiri Sofia yang kini tengah menenteng plastik besar berisi sampah."Tolong taro ke depan nih. Bentar lagi tukang sampahnya lewat," titah Sofia.Alexa pun mengambil alih plastik tersebut dari tangan Sofia.
Alexa sudah rapi dengan seragam sekolahnya, gadis itu hendak berangkat ke sekolah. Sebelum turun ke meja makan untuk sarapan, Alexa menyempatkan diri untuk membubuhkan sedikit bedak dulu ke mukanya. Rambut gadis itu juga sudah dikuncir setengah."Dah siap deh," gumam gadis itu.Alexa pun keluar dari kamarnya untuk sarapan. Tampak Sofia yang tengah menyiapkan sarapan."Mau aku bantu, Ma?" tanya Alexa pada Mamanya."Ga usah, ini cuman buat bekal makan siang Papa nanti kok," balas Sofia."Papa udah pulang dari luar kota?" Alexa bertanya dengan girang."Udah, semalem. Tapi dia udah ke kantor lagi tadi pagi-pagi banget. Ini nanti Mama mau nganterin bekalnya." Alexa pun hanya ber-oh-ria.Gadis itu pun duduk manis sambil menikmati sepiring nasi goreng buatan Sofia."Kamu berangkat bareng siapa, Lex?"Alexa pun menghentikan suapan
Alexa mengejar Rayn dengan raut wajah panik sepanjang koridor, beruntung jam pulang sekolah telah lewat sehingga dia bisa berlari dengan bebas tanpa harus menabrak murid lain."Rayn, aku cinta sama kamu. Tolong dengerin aku." Alexa berteriak tanpa peduli jika ada yang mendengarnya."Gue ngerti. Lo udah ngomongin hal itu ribuan kali, Alexa. Lo emang pacar gue, tapi bukan berarti lo bisa ngatur-ngatur hidup gue seenak lo. This is my life, so you should mind your own bussines.""Aku tau kamu ga suka dilarang Rayn, tapi aku punya alasan buat ngelarang kamu. Ini demi kebaikan kamu sendiri."Rayn tampak mengepalkan kedua tangannya. Mati-matian dia menahan emosi agar tidak membentak Alexa yang mencoba melarangnya untuk mendatangi salah satu mantan temannya yang telah mencari gara-gara."Lo ga usah ikut campur, Lexa. Lo urus urusan lo sendiri!""Tapi, Rayn--- "