"Ga kangen sama siapa-siapa."
Alexa mengerucutkan bibirnya merasa kesal. Kenapa sih Rayn suka sekali gengsi!? Membuatnya kesal saja.
Rayn terkekeh geli melihat raut wajah gadis itu. Alexa terlihat sangat lucu.
"Gue kangen sama lo, Alexa," ujar Rayn tepat di telinga Alexa membuat bulu kuduk gadis itu meremang.
"Kamu beneran?"
"Lo maunya beneran apa bohongan?" Tanya Rayn balik.
"Aku maunya beneran."
"Ya udah berarti beneran," ujar Rayn membuat senyum Alexa merekah.
Alexa bahagia saat ini, entah kenapa Rayn malam ini begitu manis padanya.
"E-emangnya kamu ga mau minta maaf?" cicit Alexa ragu-ragu.
"Emang gue salah apa?"
EMANG GUE SALAH APA?!
Dia ga merasa bersalah sama sekali gitu?! Bener-bener cowok ga punya hati!
"Ga usah ngumpatin gue dalem hati. Mending ngomong secara langsung," ujar Rayn membuat Alexa melotot kaget.
"Ka-kamu bisa denger suara hati aku?!"
Rayn meledakkan tawanya seketika. Alexa benar-benar polos, gadis itu benar-benar harus dijaga agar tidak ada cowok hidung belang yang bisa mengelabui gadisnya di luar sana. Sementara di tempatnya, Alexa menatap Rayn heran.
"Kenapa kamu ketawa?"
"Ga papa," ujar Rayn lalu merubah wajahnya menjadi datar kembali.
Tidak ada yang boleh melihatnya tertawa kecuali Alexa.
"Tidur gih, gue mau pulang."
Rayn mengusap puncak kepala Alexa dengan lembut sambil menatap gadis itu dengan tatapan dalam dan hangat membuat gadis itu terpaku.
"Iya, kamu hati-hati ya pulangnya," ujar Alexa membalas tatapan hangat milik Rayn.
"Satu lagi, Alexa. Gue minta maaf."
🍋💡🍋💡
Alexa masih tidak menyangka kalau pagi ini dirinya berada di boncengan cowok yang disukainya. Entah apa yang merasuki Rayn sehingga cowok itu datang menjemputnya pagi-pagi untuk mengajaknya berangkat sekolah bersama.
"Rayn." Gadis itu memanggil Rayn dengan suara yang agak kencang karena mereka masih di atas motor.
"Hmm." Rayn menjawab dengan deheman.
"Kamu kenapa kemaren berangkat bareng Brissia?" tanya Alexa yang merasa penasaran.
"Kepo," jawab Rayn membuat bahu Alexa meluruh.
Alexa mengerucutkan bibirnya sebal, Rayn tidak mau menjawab pertanyaannya yang satu itu. Padahal kan Alexa penasaran. Apa Rayn sengaja mau membuatnya cemburu? Tapi kenapa?
"Pasti Brissia yang ngajak kan kemaren?" tebak Alexa sembari mendongak memandang kepala Rayn yang tertutup helm.
"Gue yang ngajak dia."
Alexa memberengut sedih mendengar pernyataan Rayn.
"Kamu suka sama dia ya?" gumamnya yang tidak bisa didengar oleh Rayn.
"Lo ngomong apa?" Rayn bertanya pada Alexa.
Alexa tak menghiraukan pertanyaan Rayn, dia sebal. Kenapa Rayn tidak pernah bisa menjaga perasaannya?! Padahal Alexa selalu berusaha menjaga perasaan Rayn. Dia juga bisa lelah jika lama-lama seperti ini. Kalau bukan karena wasiat dari Liliana, mungkin Alexa sudah memilih untuk mundur dari dulu.
Beberapa saat kemudian, mereka pun sampai di sekolah. Setelah memarkirkan motornya, Alexa hendak buru-buru pergi namun tangannya ditahan oleh Rayn.
"Eits, tungguin gue," ujar cowok itu sambil menggandeng tangan Alexa membuat cewek itu merona.
Mood Alexa jadi agak membaik. Alexa masih setia memandangi tangannya yang digenggam oleh Rayn sembari menahan senyumnya. Entah mengapa kini rasa sebalnya menguap begitu saja. Setelah mereka sampai di koridor, Alexa bisa melihat jika perhatian seluruh siswa menuju ke arahnya dan Rayn. Alexa sungguh tidak nyaman, dia tidak suka jadi pusat perhatian.
Rayn yang menyadari gerak-gerik tidak nyaman dari tubuh gadis itu pun segera angkat bicara.
"Kenapa?"
"Lepas aja ya, Rayn."
Alexa mencoba untuk melepaskan genggaman tangan Rayn namun cowok itu nampak enggan untuk melepasnya.
"Gue tanya, kenapa?"
Rayn menatap kedua mata bulat Alexa dengan tatapan dalam membuat Alexa gugup.
"A-aku ga suka diliatin," gumam gadis itu.
"Ga usah peduliin mereka," ujar Rayn kemudian kembali menggandeng tangan Alexa menuju kelas gadis itu. Kini genggaman Rayn pada Alexa makin mengerat.
"Tapi Rayn, aku ga nyaman."
Rayn pun menghentikan langkahnya kemudian menangkup kedua sisi wajah Alexa. Rayn menatap kedua mata Alexa dengan tatapan teduh, dan itu membuat hati Alexa menghangat.
"Dengerin gue, Alexa. If you always worried about what the others say about you, you will never be happy. Mereka punya mulut buat bicara dan lo punya telinga buat denger, but sometimes many peoples try to knock you down with words you don't deserve to hear," ujar Rayn sambil mengelus lembut pipi bulat gadis itu.
Alexa terpaku memandang Rayn, cowok itu tidak pernah menatapnya sehangat ini sebelumnya. Alexa benar-benar terharu sekaligus senang dengan perubahan sikap Rayn. Sepertinya itu adalah kata-kata terpanjang yang pernah Rayn ucapkan padanya.
Gadis itu selalu mencoba untuk bersikap bodo amat, tapi tetap saja kata-kata mereka membuatnya sakit hati. Intinya, kita harus bersikap percaya diri.
"Makasih, Rayn."
Alexa memeluk pinggang Rayn tanpa permisi membuat cowok itu kaget. Alexa bahkan tidak peduli jika kini banyak siswa yang melihat tindakannya ini. Benar kata Rayn jika terkadang banyak orang yang coba untuk menjatuhkan kita dengan kata-kata yang tidak pantas untuk kita dengar.
Rayn pun membalas pelukan Alexa tak kalah erat, tangannya mengelus lembut punggung gadis itu. Rayn dapat mencium harum rambut Alexa yang membuat hatinya menghangat. Dia pun mengecup lembut pelipis gadis itu membuat para gadis yang melihatnya histeris.
"Rayn!""Oh my god, gue potek."Beberapa saat kemudian, Rayn pun melepaskan pelukan Alexa. Bukannya apa-apa, dia hanya tidak mau mereka terkena masalah gara-gara pelukan di sekolah. Kalau sampai ada guru konseling yang memergoki mereka bisa berabe urusannya."Kita ke kelas ya," ujar Rayn dengan suara lembut membuat siapa saja yang mendengarnya meleleh.Alexa pun mengangguk dengan semangat membuat Rayn terkekeh merasa gemas. Gadis itu menatap kedua mata tajam Rayn dengan mata bulatnya yang berbinar."I love you, Rayn.""I love you more, Alexa."Sementara di ujung sana, Brissia melihat semua kejadian itu sambil menahan tangisnya, kedua tangannya mengepal menahan emosi."Lo liat aja, Alexa. Gue bakal bikin perhitungan sama lo!" &nbs
Rayn menyodorkan boneka Hello Kitty yang dari tadi dibawanya ke hadapan Alexa. "Buat lo.""Ini beneran buat aku?""Gak, gue nitip buat Brissia," canda Rayn membuat Alexa mengerucutkan bibirnya sedih."Kamu kasih sendiri aja ke dia. Aku mau ke kelas aja deh."Rayn mencekal lengan Alexa ketika gadis itu beranjak dari duduknya. Raut wajah gadis itu tampak sedih membuat Rayn mati-matian menahan senyumnya."Gue bercanda, itu buat lo," ujarnya."Beneran buat aku kan? Bukan buat Brissia?" Alexa bertanya sambil memandang kedua mata tajam milik cowok itu.Rayn sempat terpaku dengan kedua mata bulat milik Alexa yang tampak bersinar. Gadis itu benar-benar manis."Iya, Alexa. Itu bonekanya buat lo," ujar Rayn."Yeay! Makasih Rayn."Alexa pun refleks memeluk Rayn yang duduk di sampingnya karena dia merasa sang
Alexa memasuki ruang musik dengan langkah ragu-ragu. Seluruh siswa Moonlight High School telah meninggalkan area sekolah. Karena memang bel pulang telah berbunyi dari tadi.Jika kalian berpikir bahwa Alexa mengikuti ekskul musik, maka kalian salah besar. Alexa tidak mengikuti ekskul musik di sekolahnya, gadis itu malah mengikuti ekskul PMR. Padahal sebenarnya Alexa kurang minat dengan PMR. Gadis itu ingin memasuki ekskul musik, namun Alexa kurang yakin.Alexa selalu tidak percaya diri jika harus tampil di hadapan orang banyak. Padahal sebenarnya suara Alexa cukup bagus. Dia bahkan mahir memainkan piano. Dulu sewaktu gadis itu kecil, Papanya mendaftarkan gadis itu ke dalam sebuah les piano.Jemari lentik Alexa pun mulai memainkan tuts piano. Suara dentingan piano yang dimainkan Alexa memenuhi seisi ruangan musik yang hening.Tell me ...Have you seen a s
Alexa bisa melihat Mamanya yang tengah sibuk berkutat di dapur, harum aroma masakan memenuhi rongga penciumannya. Alexa pun memeluk tubuh Mamanya dari belakang membuat wanita itu terkejut."Alexa! Kamu bikin Mama kaget tau ga!?" ujar Sofia sembari menyentil pelan kening putrinya itu."Aww, sakit Mah," keluh Alexa sambil mengusap keningnya."Kamu ini dari mana aja? Rayn dari tadi nungguin kamu tuh di kamar!!"Alexa membulatkan matanya terkejut. Pasalnya, tadi sepulang sekolah Rayn bilang kepadanya jika dirinya punya urusan dengan geng Lion sehingga dia tidak bisa mengantar Alexa pulang."Ya udah Mah, Alexa ke kamar dulu," ujar Alexa kemudian melangkahkan kakinya menuju ke kamar dengan buru-buru."Jangan ditutup loh pintu kamarnya!"Sesampainya di kamar, Alexa melihat Rayn yang tengah berdiri di balkon kamarnya.Jangan-jangan tadi Rayn n
Jam menunjukkan pukul setengah 3 sore. Selepas membantu Mamanya beres-beres bekas makan siang tadi, Alexa kini tengah bersantai di kamarnya. Gadis itu tengah membaca novel yang belum sempat dia selesaikan. Alexa bahkan belum sempat untuk tidur siang.Ketika Alexa tengah fokus-fokusnya membaca, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dari luar. Tak lama kemudian, suara Sofia pun terdengar dari luar kamar."Alexa? Bantuin Mama bentar sini," ujar wanita paruh baya itu. Kemudian terdengar langkah kaki Sofia yang menjauh dari kamar Alexa.Alexa pun menutup novelnya setelah menandai halaman terakhir yang dia baca. Gadis itu beranjak dengan ogah-ogahan keluar dari kamar. Alexa pun menghampiri Sofia yang kini tengah menenteng plastik besar berisi sampah."Tolong taro ke depan nih. Bentar lagi tukang sampahnya lewat," titah Sofia.Alexa pun mengambil alih plastik tersebut dari tangan Sofia.
Alexa sudah rapi dengan seragam sekolahnya, gadis itu hendak berangkat ke sekolah. Sebelum turun ke meja makan untuk sarapan, Alexa menyempatkan diri untuk membubuhkan sedikit bedak dulu ke mukanya. Rambut gadis itu juga sudah dikuncir setengah."Dah siap deh," gumam gadis itu.Alexa pun keluar dari kamarnya untuk sarapan. Tampak Sofia yang tengah menyiapkan sarapan."Mau aku bantu, Ma?" tanya Alexa pada Mamanya."Ga usah, ini cuman buat bekal makan siang Papa nanti kok," balas Sofia."Papa udah pulang dari luar kota?" Alexa bertanya dengan girang."Udah, semalem. Tapi dia udah ke kantor lagi tadi pagi-pagi banget. Ini nanti Mama mau nganterin bekalnya." Alexa pun hanya ber-oh-ria.Gadis itu pun duduk manis sambil menikmati sepiring nasi goreng buatan Sofia."Kamu berangkat bareng siapa, Lex?"Alexa pun menghentikan suapan
Alexa mengejar Rayn dengan raut wajah panik sepanjang koridor, beruntung jam pulang sekolah telah lewat sehingga dia bisa berlari dengan bebas tanpa harus menabrak murid lain."Rayn, aku cinta sama kamu. Tolong dengerin aku." Alexa berteriak tanpa peduli jika ada yang mendengarnya."Gue ngerti. Lo udah ngomongin hal itu ribuan kali, Alexa. Lo emang pacar gue, tapi bukan berarti lo bisa ngatur-ngatur hidup gue seenak lo. This is my life, so you should mind your own bussines.""Aku tau kamu ga suka dilarang Rayn, tapi aku punya alasan buat ngelarang kamu. Ini demi kebaikan kamu sendiri."Rayn tampak mengepalkan kedua tangannya. Mati-matian dia menahan emosi agar tidak membentak Alexa yang mencoba melarangnya untuk mendatangi salah satu mantan temannya yang telah mencari gara-gara."Lo ga usah ikut campur, Lexa. Lo urus urusan lo sendiri!""Tapi, Rayn--- "
Hari ini tepat seminggu sudah Alexa tidak berbicara dengan Rayn. Semenjak pertengkaran mereka hari itu, Rayn seakan menghindarinya tiap kali Alexa hendak mengajaknya bicara."Kadang aku bingung, Rayn. Kenapa kamu mau aku jadi pacar kamu sedangkan kamu aja ga bener-bener peduli sama aku," gumam Alexa lirih.Beratus-ratus pesan telah dikirimkan Alexa kepada Rayn dengan harapan Rayn mau membalasnya. Namun, bagaimana mau membalas kalau pesannya saja tidak dibaca?"Alexandra!"Alexa tersentak kaget dari lamunannya kala Bu Marrie, guru bahasa Indonesia yang tengah mengajar di kelas menegurnya."Daripada kamu melamun dan tidak mendengarkan penjelasan saya, lebih baik kamu keluar dari kelas."Alexa benar-benar tidak suka keadaan ini, di mana dia menjadi pusat perhatian seluruh penghuni kelas bahkan ada yang memandangnya sambil berbisik-bisik."Maaf, Bu. Saya ga ak